bab i

58
BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Singkat Pertamina RU- IV Cilacap Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal akan keanekaragaman sumber daya alamnya. Oleh karena memiliki banyak pulau itulah, sumber daya alam di dalamnya pun sangat melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya alam yang penting bagi Indonesia adalah minyak dan gas bumi yang mana peranannya yang dominan dalam menunjang pembangunan di tanah air. Walaupun sempat dieksploitasi selama hampir 2 abad, saat zaman penjajahan terdahulu, ternyata masih banyak yang belum diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30 cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya berada di wilayah barat Indonesia. Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur yang masih menunggu sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan. Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi kehidupaan manusia karena dapat menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia yang kian lama kian maju dan berkembang, kebutuhan energi sudah dipastikan akan meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan

Upload: astri-nurita-berlianti

Post on 01-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pendahuluan laporan kp

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Sejarah Singkat Pertamina RU- IV Cilacap

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal akan keanekaragaman sumber daya alamnya. Oleh karena memiliki banyak pulau itulah, sumber daya alam di dalamnya pun sangat melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya alam yang penting bagi Indonesia adalah minyak dan gas bumi yang mana peranannya yang dominan dalam menunjang pembangunan di tanah air. Walaupun sempat dieksploitasi selama hampir 2 abad, saat zaman penjajahan terdahulu, ternyata masih banyak yang belum diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30 cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya berada di wilayah barat Indonesia. Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur yang masih menunggu sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan.

Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi kehidupaan manusia karena dapat menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan sebagai sumber devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia yang kian lama kian maju dan berkembang, kebutuhan energi sudah dipastikan akan meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan UU No.19/1960 tentang pendirian Perusahaan Negara dan UU No.44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak) dan PN PERMINA (Perusahaan Minyak Nasional) yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1968 kedua perusahaan tersebut

digabung menjadi PN PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Milik Nasional). Demi kelanjutan dan perkembangannya, pada tanggal 15 September 1971, Pemerintah mengeluarkan UU No.8/1971 tentang PN PERTAMINA sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 1972, PN PERTAMINA diubah namanya menjadi PERTAMINA.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 31 th.2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no. 22 th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT (persero) PERTAMINA

yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pengalihan Badan Hukum serta pengalihan Direksi dan Komisaris. Untuk itu, perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.

Sejalan dengan pembangunan yang pesat, maka kebutuhan minyak bumi juga akan semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut maka pada tahun 1974 dibangun kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.

Pembangunan kilang minyak Cilacap juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM untuk pulau Jawa yang merupakan daerah yang mengkonsumsi BBM terbanyak di Indonesia. Hingga saat ini, Pertamina memiliki unit-Refinery Unit yang tersebar di seluruh Indonesia di mana RU IV Cilacap merupakan Refinery Unit terbesar ditinjau dari kapasitas produksinya. Perbandingan kapasitas produksi RU IV dengan RU lainnya dapat dilihat padaTabel I.1.

Tabel I.1. Refinery Unit PERTAMINA dan kapasitasnya

Refinery Unit ( RU )Kapasitas

(barrel/hari)

RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara)Tidak beroperasi

RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau)170.000

RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan)135.000

RU IV Cilacap (Jawa Tengah)348.000

RU V Balikpapan (Kalimantan Timur)270.000

RU VI Balongan (Jawa Barat)125.000

RU VII Kasim (Papua Barat)10.000

* RU I Pangkalan Brandan sejak tahun 2006 sudah tidak lagi beroperasi

Kapasitas Refinery Unit Pertamina

10,000(barrel/hari)RU I Pangkalan Brandan

0

(Sumatra Utara)

125,000170,000RU II Dumai dan Sungai

Pakning (Riau)

270,000135,000RU III Plaju dan Sungai

Gerong (Sumatra Selatan)

348,000RU IV Cilacap (Jawa Tengah)

RU V Balikpapan

(Kalimantan Timur)

RU VI Balongan (Jawa Barat)

RU VII Kasim (Papua Barat)

Gambar I.1. Kapasitas Refinery Unit Pertamina

Gambar I.2. Lokasi Refinery Unit Pertamina Seluruh Indonesia

Pembangunan kilang minyak di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-unit yang ada di Indonesia. Pembangunan kilang minyak di Cilacap juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM bagi pulau Jawa sebagai daerah pengkonsumsi BBM terbesar di Indonesia. Pertamina RU-IV Cilacap berada di bawah tanggung jawab Direktorat Hilir Bidang Pengolahan Pertamina. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap ini merupakan Refinery Unit terbesar dan terlengkap produksinya yang mana pembangunan kilang minyaknya dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.

Pada FOC I, Minyak Timur Tengah diolah dalam beberapa unit seperti CDU (Crude Distilling Unit), NHT I (Naphtha Hydro Treater I), Kero Merox dan HDS menjadi LPG, Premium, Naphtha, Kerosin, Avtur, Solar (ADO/IDO), LSWR, minyak bakar (IFO). Long Residue yang merupakan produk bawah CDU I menjadi umpan untuk LOC I/II/III. Long Residue ini diolah melalui serangkaian unit di LOC I/II/III sehingga akhirnya menghasilkan VGO (Vacuum Gas Oil), DAO, Lube Base Oil HVI-60, HVI-95, HVI-160s, dan HVI-650, serta Slack Wax, Minarex, dan Asphalt Blending.

Di FOC II, campuran minyak domestik dan import, pertama diolah di CDU II kemudian difraksionasi menjadi light naphtha dan heavy naphta, kero, LDO (Light Diesel Oil), HDO (Heavy Diesel Oil), dan Reduce Crude. Produk-produk CDU II ini diolah lebih lanjut sehingga akhirnya akan menghasilkan Fuel Gas, LPG, Gasoline/Premium, Kerosene, ADO/IDO, IFO (Industrial Fuel Oil), dan LSWR (Low Sulfur Waxy Residue).

Heavy naphtha yang dihasilkan CDU II menjadi umpan untuk Kilang Paraxylene Complex (KPC). Setelah melewati beberapa unit di kilang Paraxylene terbentuk produk berRUa LPG, Raffinate, Paraxylene, Benzene, Toluene, dan Heavy Aromate.

LPG

Mixed CrudeGasoline

FOC II

(domestic&Kerosene

import)Avtur

230 MBSDADO/IDO

NaphtaIFO

LSWR

LPG

Paraxylene

Middle East

Benzene

CrudeFOC IParaxyleneRaffinate

118 MBSDHeavy-

Aromate

Toluene

Base Oil

Long residueParafinic

Minarex

LOC

Aspal

I/II/III

Slack Wax

IFO

Gambar I.3. Diagram Blok Proses Pertamina RU- IV

I.2. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap

Pembangunan kilang minyak di RU-IV Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.

I.2.1. Kilang Minyak I

Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing.

Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.

Kilang Minyak I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan

dengan peningkatan kebutuhan konsumen, maka ditingkatkan

kapasitasnya melalui Debottlenecking Project Cilacap pada tahun 1998/1999 sehingga kapasitasnya menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk mengolah crude oil dari Timur Tengah yaitu Arabian Light Crude (ALC). Selain menghasilkan BBM, kilang ini juga merupakan satu-satunya kilang pelumas (lube base oil) dan aspal. Dalam perkembangan selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC). Kilang Minyak I Pertamina Refinery Unit IV Cilacap meliputi :

a.Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.

b. Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak pelumas (lube

base oil) dan aspal.

c. Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilities dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.

d. Offsite Facilities yaitu sebagai fasilitas penunjangyang terdiri dari tangki-tangki storage, flare sistem, utilitas dan environment system.

Tabel I.2. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC I dan LOC I

FOC ILOC I

UnitKapasitasUnitKapasitas

(ton/hari)(ton/hari)

CDU I13.650High Vacuum Unit I3.184

NHT I2.275Propane Deasphalting Unit I784

Gas Oil HDS2.300Furfural Extraction Unit I991-1.580

Platformer I1.650MEK Dewaxing Unit I226-337

Propane Manufacturing43.5

Merox Treater1.940

FUEL GAS

PMFLPG

NHTSTAB/

SPLITPLATFORMGASOLINE/

PREMIUM

KERO MEROX

AVTUR

KEROSENE

MIDDLLGO

ECDHDS

EASTADO / IDO

U

HGO

CRUD

E

to LOC

Gambar I.4. Diagram Blok FOC I

Long ResiduH

V

U

I

Short Residu

SPO DisSPO RafHVI-60, Par-60

IDISFM

ED

LMO DisLMOHVI-95, Par-95

UU

MMO DisSolvexII

LMOSlack Wax

PDU-I

DisMinarex-A , B

P. Asph

Asphalt 60/70, 80/100

HDAO

M

VFLMO RafHLMO HDR

ULMO DisDHVI-95

E

IIMMO DisMMO RafTMMO HDRUHVI-160

U

DAO RafUDAO HDRIIHVI-650

II

PDU-IIDAOSlack

Wax

PDU-IIIMinarex Hybrid

P AsphMDU-HVI-650

P. Asph

III

Slack

Wax

Gambar I.5. Konfigurasi LOC

I.2.2. Kilang Minyak II

Pembangunan kilang minyak II dimulai tahun 1981 dan mulai beroperasi setelah diresmikan pada 4 Agustus 1983 dan merupakan perluasan dari kilang minyak I. Kilang minyak ini dirancang untuk mengolah minyak mentah domestik dengan kapasitas awal 200.000 barrel/hari. Sejalan dengan dilaksanakannya Debottlenecking Project Cilacap pada tahun 1998/1999, maka kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari.

Minyak mentah dalam negeri yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari pada

Arabian Light Crude (ALC) Minyak mentah ini merupakan campuran dengan komposisi 80%

Arjuna Crude dan 20% Attaka Crude yang pada perkembangan selanjutnya menggunakan crude oil lain dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal.

Perluasan kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Fuel Oil Complex,

Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube Oil Complex dan Fluor Eastern Inc untuk offsite facilities. Sedangkan kontraktor utamanya adalah Fluor Eastern Inc. dengan sub kontraktor diutamakan perusahaan nasional Indonesia.

Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphta dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga dan utilities maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kapasitas desain tiap unit pada FOC II dan LOC II/III dapat dilihat pada Tabel I.3. di bawah ini.

Tabel I.3. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC II dan LOC II/III

FOC IILOC II

UnitKapasitasUnitKapasitas

(ton/hari)(ton/hari)

CDU II26.680High Vacuum Unit II2.238

NHT II2.500Propane Deasphalting Unit II583

AH Unibon2.680Furfural Extraction Unit II478-573

FOC IILOC II

KapasitasUnitKapasitasUnit

(ton/hari)(ton/hari)

Platformer II2.440MEK Dewaxing Unit II226-377

LPG Recovery730

Naphtha Merox1.620

THDT1.800

Visbreaker8.387

Gambar 1.6. Diagram Blok FOC II

I.2.3. Kilang Paraxylene

Kilang Paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktor pelaksanaannya adalah Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi, setelah diresmikan oleh Presiden RI pada 20 Desember 1990. pembangunan kilang ini didasarkan pada pertimbangan adanya bahan baku Naphtha dan sarana pendukung yang tersedia, seperti tangki, dermaga, dan utilities. Pertamina RU IV semakin penting dengan adanya kilang Paraxylene, karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU IV menjadi satu-satunya Refinery Unit minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri Petrokimia. Jenis produk kilang Paraxylene yaitu : paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate, dan fuel gas/excess. Paraxylene yang dihasilkan menjadi bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM. Seluruh produk benzene diekspor, sedangkan produk-produk lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kilang sendiri.

Kilang Paraxylene meliputi beberapa unit dengan kapasitas masing-masing unitnya

dapat dilihat pada Tabel I.4. di bawah ini.

Tabel I.4. Kapasitas Desain Tiap Unit di Kilang Paraxylene

UnitKapasitas (ton/hari)

NHT1.791

CCR / Platformer1.791

Sulfolane1.100

Tatoray1.730

Xylene Fractionator4.985

Parex4.440

Isomar3.590

BLOK DIAGRAM KILANG PARAXYLENE RU IV

Gas toBenzene to Day Tank

Fuel gasGas to

KPC

Toluen to MogasFuel gas

Ligh. PL.KPC

Formate

SulfolaneRaffinate to Mogas

Unit 85

OVH.

NHTBott.IsomarDeheptan 89

Unit 89

HeavyUnit 82Toluen.

UOP I-9

NaphthaCol 85

Gas to Fuel gasH2Bott.

H2KPCDeheptan 89

make

makeOVH Bz.

up

upCol 86

TreatedNaphthaH2 to LOC III

Tatoray

Unit 86

LPG

TA-5

ColH2 to Fuel

gas KPC

Str.

H2Raffinate

Bott. Bz.makeOVH.

up

H2 RecycleCol 86

PlatParaxylene

FormerParex

Unit 84Unit 88

R-134OVH HA.

Col 87

Heavy PL.XyleneO,M,P

Xylene

FormateFraction

Unit 87

OVHHeavy

Aromate to

Finishing

ADO/RFO

Col. 88

Gambar 1.7. Blok Diagram Kilang Paraxylene RU IV

I.2.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit

Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SO2 pada buangan. Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU IV membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang

dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU-IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.

Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU

ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.

Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total sebesar 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metric ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel sistem.

Unit-unit di Kilang SRU adalah sebagai berikut:

1. Gas Treating

Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar.

2. LPG Recovery

Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Refrigeration proses digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan).

3. Sulfur Recovery Unit

Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.

4. Tail Gas Unit

TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SO2 kemudian dibuang ke atmosfer.

5. Unit 95 : Refrigeration

Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.

Tabel 1.5. Komposisi Design Refrigeration

KomponenMol, %

Ethane2,07

Propane94,54

i-butane3,79

Total100

HP

HDS GAS

LP SOUR STREAM (8)

HPHIDROGEN

AmineTO PSAFuel

Gas

Compressin & LPMol. SieveCompressionLPGLPGLPG

Amine ReatingDehydratio&RecoveryTreating

Refrigeration

n

LeanCondensat

RichAcide

AmineAmineSulfurSulfur

RegeneratiRecovery

Gambar I.8. Blok Diagram LPG dan Sulphur Recovery

I.2.5. Proyek Debottlenecking

Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) untuk peningkatan kapasitas operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap telah berhasil dilaksanakan dengan modernisasi instrumentasi kilang yang meliputi unit pada : FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi instrumentasi tersebut juga ditambah beroperasinya Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III, maka secara otomatis meningkatkan kapasitas operasional Pertamina Refinery Unit IV Cilacap.

Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan termasuk kilang

Paraxylene dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) dimulai tahun 1995 dan selesai Maret 1999.

Proyek ini bertujuan untuk mengingkatkan kapasitas Pengolahan FOC I dari 100.000 barel/hari menjadi 118.000 barel/hari. FOC II dari 200.000 barel/hari menjadi 230.000 barel/hari. Kapasitas LOC I dan LOC II dari 225.000 ton/tahun menjadi 286.800 ton/tahun. Unit baru LOC III dapat memproduksi 141.200 ton/tahun lube base untuk semua grade.

Total kapasitas kilang BBM naik dari 300.000 barel/hari menjadi 348.000 barel/hari, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari 255.000 ton/tahun menjadi 428.000 ton/tahun atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun atau sebesar 40,63%.

Pendanaan Debottlenecking Cilacap Project (DPC) berasal dari pinjaman dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta dengan pola Tyrustee Borrowing Scheme. Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah Non Recourse Financing artinya pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow Pertamina.

Tenaga kerja tambahan untuk Debottlenecking Cilacap Project (DPC) sebagian besar diambil dari tenaga lokal, dimana pada puncak penyelesaian proyek mencapai sekitar 3000 orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional dan asing.

Area untuk pembangunan Lube Oil Complex III seluas 6,8 hektar dengan perincian 4,3 hektar untuk pembangunan kilang LOC III dan 2,5 hektar untuk pembangunan tangki produk. Area ini diambil dari sisa area rencana perluasan pabrik. Fasilitas untuk melindungi lingkungan dari pencemaran pun ditambah dengan modifikasi peralatan yang ada, serta penambahan peralatan baru.

Tujuan dari proyek ini adalah untuk :

a. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri,

b. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi kebutuhan

Lube Base Oil dan Asphalt, dan

c. Menghemat / menambah devisa negara.

LingkRU dari proyek ini adalah :

a. Modifikasi FOC I dan II, LOC I dan II, dan Utilities II / offsite,

b. Pembangunan LOC III (Lube Oil Complex III),

c. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage,

d. Modernisasi Insrumentasi Kilang dengan DCS (Distributed Control System).

Berbagai pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing area selama proyek

Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel 1.6. berikut.

Tabel I.6. Jenis Pekerjaan Dalam Proyek Debottlenecking Cilacap

LokasiUnitJenis Pekerjaan

FOC ICDU- Penambahan Crude Desalter, Preflash Drum

- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product

Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter

NHTModifikasi / penambahan peralatan

KeroseneMeroxModifikasi peralatan

Treating

SWSModifikasi / penambahan peralatan

Lain-lain- Modifikasi / penambahan pumping dan piping system

- Modifikasi / penambahan heat exchange system

FOC IICDU- Penambahan Crude Desalter

- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter, Product

Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan Gasoline Splitter

AH UnibonModifikasi / penambahan peralatan

LPG RecoveryModifikasi / penambahan peralatan

SWSModifikasi / penambahan peralatan

Lain-lain- Modifikasi / penambahan pumping dan piping system

- Modifikasi / penambahan heat exchange system

LOC IHVU IModifikasi / penambahan peralatan

Lain lainRekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping

tankfarm dan piping system

LOC IIHVU IIModifikasi / penambahan peralatan

PDU IIModifikasi / penambahan peralatan

FEU IIModifikasi / penambahan peralatan

HOS IIModifikasi / penambahan peralatan

Lain-lainRekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping

tankfarm dan piping system

LokasiJenis Pekerjaan

LOC IIIPembangunan PDU III

Pembangunan MDU III

Pembangunan HTU / RDU

Pembangunan new tankage, pumping dan piping system

Utilities/Pembangunan Power Generation 8 MW dan Distribution System

OffsitePembangunan Boiler 60 ton /hari beserta BFW dan SteamDistribution System

Modifikasi / penambahan peralatan pada Flare System

Pembangunan Instrument Air

Pembangunan tangki penimbun Asphalt dan Lube Oil

Modifikasi / penambahan kolam pengolah limbah

Modifikasi / penambahan Cooling Water System

Denganselesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I

meningkat 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi 230.000

barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari. Sementara kapasitas produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat menjadi 428.000 ton/tahun. Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun. Perbandingan kapasitas produksi tiap kilang sebelum dan sesudah Proyek Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel I.7., I.8., dan I.9. di bawah ini :

Tabel I.7. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada FOC I (dalam barrel/hari)

UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan

CDUFraksi minyak100.000118.00018.000 (18%)

NHTNaphtha dan gasoline20.00025.6005.600(28%)

Kerosene-MeroxAvtur/kerosene15.70817.3001.592(10,13%)

Tabel I.8. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada FOC II (dalam barrel/hari)

UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan

CDUFraksi minyak200.000230.00030.000(15 %)

AH UnibonKerosene20.00023.0003.000(15 %)

LPG RecoveryGas Propane/Butane7.3217.740419(5,72%)

Tabel I.9. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek Debottlenecking pada LOC I/II/III (dalam ton/tahun)

UnitHasil ProduksiSebelumSesudahKenaikan

Lube Base OilHVI 60/100/160S/650255.000428.000173.000 (69 %)

AsphaltAsphalt512.000720.000208.000 (40.63%)

LPG RecoveryGas Propane/Butane7.3217.740419 (5,72 %)

Dengan demikian kapasitas desain FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami

perubahan seperti terlihat pada Tabel I.10. dan I.11. seperti di bawah ini.

Tabel I.10. Kapasitas Desain Baru FOC I dan II Pertamina RU IV Cilacap

FOC IFOC II

UnitKapasitasUnitKapasitas

(ton/hari)(ton/hari)

CDU I16.126CDU II30.680

NHT I2.805NHT II2.441

Gas Oil HDS2.300AH Unibon3.084

Platformer I1.650Platformer II2.441

Propane Manufacturing43,5LPG Recovery636

Merox Treater2.116Naphtha Merox1.311

Sour Water Stripper780SWS2.410

THDT1.802

Visbreaker8.390

Tabel I.11. Kapasitas Desain Baru LOC I, II, & III

Pertamina RU IV Cilacap

UnitKapasitas (ton/hari)

LOC ILOC IILOC III

HVU2.5743.883-

PDU538784784

FEU478-5731786-2270-

MDU226-337501-841501-841

Hydrotreating Unit--1700

I.3.Lokasi dan Tata Letak

I.3.1.Lokasi Pabrik

Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian pula dalam menentukan lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar, sarana, studi lingkungan dan letak geografis.

Pertamina Refinery Unit IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang minyak didasarkan atas pertimbangan :

a. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa penduduk pulau Jawa adalah konsumen BBM terbesar.

b. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.

c. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang sehingga penyaluran produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi lebih mudah.

d. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh Pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.

Dari hasil pertimbangan tersebut maka dengan adanya area tanah yang tersedia dan

memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang minyak, maka Pertamina Refinery Unit IV

Cilacap didirikan di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah 526 ha.

Letak PT. PERTAMINA RU IV Cilacap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar I.9. Peta Lokasi Pabrik PT.PERTAMINA RU IV Cilacap

I.3.2.Tata Letak Kilang

Tata letak kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai

berikut :

No.Nama AreaLuas (Ha)

1Area Kilang Minyak dan kantor203,19

2Area terminal dan Pelabuhan50,97

3Area Pipa Track dan Jalur Jalan12,77

4Area Perumahan dan Sarananya100,80

5Area Rumah Sakit dan Lingkungannya10,27

6Area lapangan Terbang70

7Area Paraxylene9

8Sarana Olah Raga / rekreasi69,71

Total526,71

I.4.Bahan Baku dan Produk PT Pertamina RU- IV Cilacap

Produksi Pertamina RU IV bermacam-macam, selain BBM juga dihasilkan produk seperti lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan asphalt. Adapun bahan baku dan produk yang dihasilkan di Pertamina RU-IV Cilacap adalah :

1.Fuel Oil Complex I

Bahan Baku: Arabian Light Crude,

Iranian Light Crude,

Basrah Light Crude

Dengan spesifikasi sebagai berikut :

Wujud: cair

Kenampakan: hitam

Bau: berbau sedikit belerang

Spesific gravity pada 60/60oF: 0,8594

Viskositas kinematik pada 37,8 oC: 6,590

Viskositas kinematikpada 50 oC: 4,754

Pour point: