bab i

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperirratabilitas dan hipersekresi. 1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-macam kondisi yang berbeda-beda alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya setelah revolusi industri. Satu dari lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis. 1,2 Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. 1,3 Dalam praktek sehari - hari, seringkali muncul salah anggapan bahwa penyebab rhinitis adalah alergi. Akibatnya tipe rhinitis yang lain (non alergik rhinitis/rhinitis vasomotor dan mixed rhinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini

Upload: nurcahyo-tri-utomo

Post on 30-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangRhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperirratabilitas dan hipersekresi.1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-macam kondisi yang berbeda-beda alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya setelah revolusi industri. Satu dari lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis.1,2Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. 1,3Dalam praktek sehari - hari, seringkali muncul salah anggapan bahwa penyebab rhinitis adalah alergi. Akibatnya tipe rhinitis yang lain (non alergik rhinitis/rhinitis vasomotor dan mixed rhinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis yang tidak tepat menyebabkan pengobatan tidak memuaskan.2Adanya kemiripan gejala antara rhinitis vasomotor dan rhinitis alergika menyebabkan dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa. Pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang (+) dan tes allergen yang (+). Sedangkan yang alergik murni mempunyai skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1,3,5Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan 26 juta menderita rinitis tipe campuran. 1,4Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan anamnesa dan mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar benar sebagai rinitis alergika, rinitis vasomotor atau rinitis tipe campuran. Sehingga pengobatan yang digunakan memberikan hasil yang optimal.1,4,6Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3,5 Rhinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.1,6 Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis rinitis lainnya.2,3 Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif.6,7Pasien-pasien dengan rhinitis vasomotor datang dengan gejala subatan hidung dan sekret nasal yang jernih. Gejala-gejalanya sering berhubungan dengan temperatur, makan, paparan terhadap bau dan zat-zat kimia, atau konsumsi alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal dari fungsi hidung adalah penyebab dari rhinitis vasomotor.1,2

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. DefinisiRinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain rinitis alergika. 9Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi hipersekresi. 4

2.2. EpidemiologiMygind (1988), seperti yang dikutip oleh Sunaryo (1998), memperkirakan sebanyak 30 60 % dari kasus rhinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10 Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 21%.5Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon (1989) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non alergi dijumpai pada dekade ke 3.5Sibbald dan Rink (1991) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rhinitis vasomotor.5Sunaryo, dkk (1998) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus (1,38 %) sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (10,07 %). 10

2.3. EtiologiEtilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.1,2,5,11 Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,121. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

2.4. PatofisiologiSistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,6,11Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidakhanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.11Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).11Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitisvasomotor yaitu :4,111. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis3. Mengurangi peptide vasoaktif4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan.2.5. Gejala KlinisGejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,11Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1 Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).11Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2golongan, yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (runners / sneezers). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1

2.6. DiagnosisDalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.1,6,11Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,11 Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. 11Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinanrinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.1,2,7,112.9. PenatalaksanaanPengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang menonjol.Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,111. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate).- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery ).- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection).- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy ).- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.BAB IIIKESIMPULAN

Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang juga dimiliki oleh rhinitis alergika. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil skin test yang (-) dan test allergen yang (-).Faktor faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain: Perubahan temperatur ruangan parfum Aroma masakan Kelembaban udara Aroma masakan yang terlalu kuat Asap rokok Debu olusi udara Stress fisik dan psikisAdapun kesimpulan yang dapat dirangkum dari uraian kepustakaan di atas adalah sebagai berikut:1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang kadang dijumpai adanya bersin bersin.

2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.

3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke 3 dan 4 ).

4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapatdilakukan tindakan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1997. h. 107 8.

2. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam: Lalwani KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p. 112-117.

3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993.p. 269 87.

4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng 1999; 108:208-10.

5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-Browns Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. p. 4/9/1 17.

6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 8.

7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis Media dan Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke 13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 9.

8. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1997. h. 89 95.

9. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke 13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 1 25.

10. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.

11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3.