bab i

7
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan Negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Di Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25%, sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk 1 Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6% dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008). Menurut penelitian Abdullah (2003) faktor risiko terjadinya ISPA, pada balita umur 0-4 bulan salah satunya adalah keadaan ventilasi, kepadatan 1

Upload: artahnan-aid

Post on 15-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cvb

TRANSCRIPT

3

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan Negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Di Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25%, sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk1 Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 27,6% dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008). Menurut penelitian Abdullah (2003) faktor risiko terjadinya ISPA, pada balita umur 0-4 bulan salah satunya adalah keadaan ventilasi, kepadatan hunian ,asap pembakaran dan asap rokok. Ada hubungan anatar keberadaan perokok dengan kejadian ISPA. Hasil Riskesdes 2013 terjadi juga kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua umur dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. (38,5), Aceh (35,6), Bangka Belitung (34,8), Sulawesi Barat (34,8), dan Kalimantan Tengah (32,7) . Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7)2Hasil Riskesdes 2013 proporsi penduduk umur 10 tahun menurut karakteristik. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya2Proporsi penduduk umur 15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat dalam Riskesdas (34,2%), Riskesdas 2010 (34,7%) dan Riskesdas 2013 (36,3%). Proporsi tertinggi pada tahun 2013 adalah Nusa Tenggara Timur (55,6%). Dibandingkan dengan penelitian Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada penduduk kelompok umur 15 tahun, proporsi perokok laki-laki 67,0 persen dan pada Riskesdas 2013 sebesar 64,9 persen, sedangkan pada perempuan menurut GATS adalah 2,7 persen dan 2,1 persen menurut Riskesdas 2013. Proporsi mengunyah tembakau menurut GATS 2011 pada laki-laki 1,5 persen dan perempuan 2,7 persen, sementara Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi laki-laki 3,9 persen dan 4,8 persen pada perempuan.2Proporsi nasional RT dengan PHBS baik adalah 32,3 persen, dengan proporsi tertinggi DKI Jakarta (56,8%) dan proporsi terendah Papua (16,4%). Terdapat 20 provinsi yang masih memiliki RT dengan PHBS baik dibawah proporsi nasional. Proporsi nasional RT PHBS baik pada tahun 2007 adalah sebesar 38,7 persen. Oleh sebab itu, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 menetapkan target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan PHBS pada tahun 2014. Persentase rumah tangga Ber-PHBS memang merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI, 2012) 2,3Hasil gambaran PHBS dalam tatanan rumah tangga kelurahan Tanjung Pagar terdapat tiga permasalahan yaitu rumah dengan jamban tidak sehat 29%, yang berikutnya rumah tangga yang merokok didalam rumah 25%, kemudian ASI ekslusif 12 %.Oleh karena itulah perlu dilakukan penelitian Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Merokok di Dalam Rumah pada Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Banjarmasin. Melalui penelitian ini diharapkan agar rumah tangga memiliki kesadaran akan pentingnya PHBS, terutama mengenai rokok dan faktor predisposisi yang mempengaruhinya. Disarankan kepada setiap rumah tangga untuk lebih memahami bahaya yang ditimbulkan akibat rokok dan merokok didalam rumah dan kepada pihak yang terkait untuk selalu memberikan informasi tentang bahaya rokok.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada hubungan antara faktor predisposisi dengan perilaku merokok di dalam rumah ?

C.Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi dengan perilaku merokok di dalam rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kelurahan Tanjung Pagar tahun 20142. Tujuan khusus 1. Mendeskripsikan faktor predisposisi merokok (usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, kepercayaan dan sikap)2. Mendeskripsikan perilaku merokok masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kelurahan Tanjung Pagar tahun 20143. Menganalisa hubungan faktor predisposisi merokok (usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, kepercayaan dan sikap) dengan perilaku merokok di dalam rumah masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kelurahan Tanjung Pagar tahun 2014

D.Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritisPenelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih menyadari bahaya merokok di dalam rumah.2. Manfaat PraktisDari penelitian ini, peneliti mengharapkan masyarakat di wilayah kerja puskesmas Beruntung Raya untuk tidak melanjutkan perilaku merokok didalam rumah karena dampak negatif yang akan ditimbulkan dari asap rokok tersebut. 1