bab i

27
BAB I PENDAHULUAN Di negara sedang berkembang kematian ibu merupakan fenomena gunung es, dimana karena berbagai faktor banyak kematian yang tidak dilaporkan dan tercatat. Dilaporkan hampir 500.000 kematian ibu hamil/bersalin/nifas terjadi tiap tahun yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ini 99% terjadi di negara – negara berkembang. Sebagai contoh di Inggris terjadi kematian 2 - 9 ibu hamil/bersalin/nifas per 100.000 kelahiran, sedangkan di Afrika terjadi 100 kematian ibu hamil/bersalin/nifas per 10.000 kelahiran 1 . Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tidak saja yang tertinggi diantara negara ASEAN, tetapi juga menurunnya sangat lamban yaitu 450/100.000 kelahiran pada tahun 1986 menjadi 421/100.000 pada tahun 1992 dan target yang harus dicapai pada akhir Pelita VI adalah 225/100.000(2). Telah diketahui ada 5 penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia yaitu, perdarahan, sepsis, hipertensi, persalinan lama dan unsafe abortion. Sebagian besar kematian ibu yang disebabkan oleh ke lima hal tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, memberikan informasi/edukasi serta penanganan 1

Upload: elsy-selvia-rahma-putri

Post on 12-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat sepsis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Di negara sedang berkembang kematian ibu merupakan fenomena gunung es, dimana karena berbagai faktor banyak kematian yang tidak dilaporkan dan tercatat. Dilaporkan hampir 500.000 kematian ibu hamil/bersalin/nifas terjadi tiap tahun yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan dan persalinan, kematian ini 99% terjadi di negara negara berkembang. Sebagai contoh di Inggris terjadi kematian 2 - 9 ibu hamil/bersalin/nifas per 100.000 kelahiran, sedangkan di Afrika terjadi 100 kematian ibu hamil/bersalin/nifas per 10.000 kelahiran1. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tidak saja yang tertinggi diantara negara ASEAN, tetapi juga menurunnya sangat lamban yaitu 450/100.000 kelahiran pada tahun 1986 menjadi 421/100.000 pada tahun 1992 dan target yang harus dicapai pada akhir Pelita VI adalah 225/100.000(2). Telah diketahui ada 5 penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia yaitu, perdarahan, sepsis, hipertensi, persalinan lama danunsafe abortion. Sebagian besar kematian ibu yang disebabkan oleh ke lima hal tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, memberikan informasi/edukasi serta penanganan medis yang cepat dan tepat4,5. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah anemia, penyakit kardiovaskular, malaria, tuberculosis, hepatitis dan penyakit-penyakit lainnya. Meskipun sudah mulai jarang tetapi bila infeksi yang terjadi pada saat hamil, persalinan, dan nifas yang tidak ditangani dengan baik bisa berkelanjutan menjadi sepsis, sepsis berat dan syok septik dan berkembang menjadiMulti Organ Dysfunction Syndrome (MODS), yang menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi.

BAB IIISI

2.1DefinisiSepsis merupakan sindroma klinik akibat komplikasi infeksi berat yang ditandai dengan peradangan sistemik dan penyebaran kerusakan jaringan yang bisa menimbulkan kegagalan fungsi organ.1

2.2Faktor Risiko1Banyak faktor langsung maupun tidak langsung, yang berpengaruh memudahkan terjadi infeksi dan sepsis pada kehamilan, persalinan dan nifas.Beberapa kondisi tersebut antara lain :1. sosial ekonomi rendah2. anemi dan kurang gizi3. mengalami ketuban pecah dini4. partus lama dan partus kasep5. kehamilan dengan komplikasi infeksi seperti pyelonephritis dan infeksi traktus urinarius.2.3EtiologiSumber infeksi :Infeksi bisa berasal dari sumber endogen, eksogen, sebab obstetri dan non obstetri serta penularan nosokomial.Obstetri Khorioamnionitis Ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam ) Pemeriksaan vagina yang terlalu sering dengan kondisi tangan yang tidak bersih Abortus Provocatus Partus lama Hubungan seks setelah ketuban pecah Retensio plasenta PerdarahanNon-Obstetri Appendicitis Infeksi saluran kemihHal yang paling sering menyebabkan sepsis pada kehamilan adalah infeksi pada saluran kemih. Dimana hal ini terjadi perubahan fisiologi dan anatomi pada organ, sehingga menyebabkan ascending infection. Perubahan kimia urin juga menyebabkan kuman dapat berkembang dengan baik di saluran kemih. Sedang pada karioamnionitis sering di dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya ketuban pecah sangat mempengaruhi proses sepsis pada kehamilan2.4Patofisiologi 8Sepsis dipandang sebagai respon inflamasi yang tidak terkontrol. Mekanisme sepsis berhubungan dengan respon sistemik yang komplek dan proses imunologik yang dicetuskan oleh masuknya mikroorganisme atau produknya ke dalam sirkulasi. Mikroorganisme penyebab infeksi tersebut kemudian masuk kedalam sirkulasi (bacteremia) atau mengalami proliferasi lokal dan melepaskan berbagai mediator imununoreaktif ke dalam sirkulasi darah.Pada bakteria Gram negatif terdapat lipopolisakarida (LPS), yang bila masuk ke dalam sirkulasi sebagian akan terikat dengan LBP (lypopolysacharide Binding Protein) sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 terlarut dan membentuk komplek CD14-LPS. Kompleks ini menyebabkan transduksi sinyal intraselular melaluinuklear factor kappa B (NFkB), tyrosine kinase, pro RNA Cytokineoleh sel.Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like recepror-2 (TLR2).Pada bakteri Gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakaninduktor sitokinadalahlipotheicoic acid (LTA)danpeptidoglikan (PG). Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebihan. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal dan sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya. Terjadi aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi, dan fibrinolisis, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan juga mediator yang bersifat antiinflamasi. TNF-dan IL-1 yang merupakan sitokin tepenting dalam sepsis dan keduanya bekerja sinergis, dimana efek biologis keduanya menyebabkan transkripsi berbagai gen molekul adhesi, sepertiintercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1),danplasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), phospolipase A2, NO synthetasesertacyclooxygenase. Pengaruh TNF dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresitissue factor (TF), penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, pembentukan NO, endotelin-1, protaglandin E2 dan prostaglandin I2. NO berperan dalam mengatur tonus vaskuler. Pada sepsis produksi NO oleh sel endotel meningkat, ehingga menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi, disamping itu NO juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO tersebut berkaitan dengan syok septik yang resisten terhadap vasopressor.IL-1 dan TNF-juga dapat merangsang proses koagulasi melalui berbagai jalur. Sitokin tersebut dapat merangsang endotel dan monosit untuk mengekspresikantissue factor, yang merupakan tahap pertama jalur ekstrinsik kaskade koagulasi.Tissue factorini kemudian akan menghasilkan trombin, dan selanjutnya trombin dapat menyebabkanfibrin clotdi dalam mikrovaskuler. Selanjutnya sitokin tersebut dapat pula menyebabkan gangguan pada sistem fibrinolisis, melalui terbentuknyaplasminogen activator inhibitor-1, yang merupakan substansi inhibitor yang kuat, dan menyebabkan disrupsiactivated protein Cdan antitrombin III.Activated Protein C, yang merupakanco-factordari protein S, mencegah pembentukan trombin melalui pemecahan faktor Va dan VIII a, selain ituactivated protein Cjuga mempertahankan integritas sistem fibrinolisis melalui penghambatan terhadapplasminogen activator inhibitor-1. Akhir dari proses inflamasi dan koagulasi tersebut menyebabkan insufisiensi kardiovaskuler,multiple organ failure(MOF) dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Insufisensi kadiovaskuler bisa terjadi secara langsung pada level miokardium sebagai akibat dari efek langsung TNF- atau pada level pembuluh darah sebagai akibat dari vasodilatasi dan kebocoran kapiler.Hubungan antara sepsis dengan jumlah bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti imunitas dan keadaan penyakit itu sendiri. Secara umum,bakteri gram positif sangat sering di temukan sebagai pemicu terjadinya sepsis. Bakteri yang sering di temukan pada urine pasien dengan penyakit infeksi saluran kemih adalah Eschericia Coli.Perjalanan sepsis akibat bakteri di awali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakterimia,yang kemudian berubah menjadi SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrom ). Jika sudah berat,maka sepsis bisa sampai pada tahap shock sepsis, dan itu bisa menuju kepada kematian bagi pasien.

2.5Gejala KlinisReaksi inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri dari gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem organ. Infeksi yang tidak ditanggulangi akan berkembang menjadisystemic inflammatory response syndrome(SIRS),sepsis, severe sepsisdan syok septik.Diagnosis SIRS ini ditegakkan oleh sekurang-kurangnya dua kriteria yaitu:1. Temperatur > 380C2. Detak jantung > 90 / menit3. Frekwensi pernafasan > 20 / menit atau PCO2 arteri 12000/l atau < 4000/l dengan >10% bentuk imatur. Bila sepsis ini berkembang serta menimbulkan disfungsi organ, disebut sepsis berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak membaik setelah resusitasi volume cairan intra-vaskuler maka akan jatuh kedalam septik syok yang berakibat fatal.Definisi Gradasi Sepsis yang dipakai sampai saat ini adalah: 7,8 Infeksi :Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme atau invasi organ steril oleh mikroorganisme. Bakteriemia : adanya bakteria dalam darah. Systemic Inflamatory Response Syndrome(SIRS) : Reaksi inflmasi sebagai reaksi terhadap adanya berbagai penyakit/ kondisi dengan diagnosis seperti telah disebutkan diatas. Sepsis (SIRS + Infeksi) adalah SIRS yang disebabkan oleh faktor infeksi. Sepsis berat /Severe sepsis:Sepsis dengan tanda tanda disfungsi organ atau penurunan perfusi organ (asidosis laktat, oliguri 35 kali/menit), penurunan kesadaran, dan hipoksemia berat, maka dilakukan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilasi mekanik. Adapun kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan apakah seseorang sudah ada dalam kondisi kegagalan nafas yang mengancam adalah sebagai berikut :1. Mekanikal :a. Kapasitas Vital < 15 mL/kgb. Maternal inspiratory force (MIF)< - 25 cm H20c. Frekuensi nafas > 35 kali/menit2. Oksigenasi :a. Pa 02 < 70 mmHg dengan FiO2 0,4b. P(A-a)02 > 350 mmHg dengan FiO2 1,03. Ventilasi :a. Pa CO2 > 55 mmHg (pada keadaan akut)b. Dead space/ tidal volume ( Vd/Vt > 0,6)4. End Respiratory lung inflation inadequate for adequate gas exchange.

5. Pemberian Kortikosteroid7Meskipun masih kontroversi penggunaan kortikosteroid dosis kecil jangka panjang menunjukkan perbaikan hemodinamik dan menurunkan kebutuhan obat vasopressor, serta menurunkan secara bermakna angka kematian pasien di ruang intensif serta mengurangi hari rawat pasien.Penggunaan kortikosteroid ini juga tidak terbukti menimbulkan perdarahan saluran cerna, terjadinya superinfeksi dan hiperglikemia. Dengan demikian maka terapi kortikosteroid dapat diberikan pada pasien pasien sepsis dan syok septik. Rekomendasi dosis yang dberikan adalah hidrokortison 50- 100 mg intravena setiap 6-8 jam atau 0,8 mg/kg BB/jam per infus ditambahkan dengan fludokortidon 50 ug/hari, untuk kemudian dilakukantappering-offsecara bertahap sesuai dengan kondisi klinis. Pemberianphysiologic doses of corticosteroidtersebut, dapat diberikan pada kadar kortisol yang normal atau tinggi, dengan asumsi terjadi efek down regulasi reseptor adrenergic disertai dengan respon desensitisasi7,8

6. Pemberian Antikoagulan5Sesuai dengan tersedianya fasilitas pada pasien dengan sepsis berat syok septik dan pasien dengan resiko kematian tinggi (APACHE II >25) dapat diberikanrecombinant actvated protein C(rh APC). Efek terapi yang diharapkan dari rhAPC ini adalah efek antikoagulan dan antifibrinolitik, sehingga dapat memperbaiki kondisi konsumtif koagulopati dan menghambat kaskade inflamasi. Perdarahan merupakan risiko mayor pemberian activated protein C, seperti perdarahan intrakranial.

6. Pengendalian Gula DarahUntuk mencegah terjadinya kematian akibatmultiple organ dysfunction syndromes (MODS), dilakukan pemberian terapi insulin untuk mengendalikan kadar gula darah pada kadar 80- 100 mg/dL, dan harus dilakukan monitoring ketat terhadap adanya tanda tanda hipoglikemik Pada pasien pasien sepsis yang mengalami hiperglikemia terjadi penurunan fungsi fagositosis netropil, dan pemberian insulin mampu meningkatkan fungsi tersebut. Potensi insulin yang lainnya adalah kemampuan insulin untuk menurunkan kejadian apoptosis sel dengan cara mengaktivasi pospatidil inositol3-kinase. Tanpa memandang apapun mekanismenya, pengendalian gula darah pada pasien pasien kritis penting dilakukan, dengan catatan tetap melakukan monitoring adanya hipoglikemik yang dapat membahayakan jaringan otak (Hypoglycemic braininjury). Kadar gula darah yang direkomendasikan adalah antara 80-110 mg/dl.8 7. Penatalaksanaan Koagulasi Intravaskuler Diseminata (Kid)Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah proses trombohemoragik sistemik yang terkait dengan kondisi klinis tertentu dengan adanya bukti-bukti laboratorik seperti (1). aktivasi prokoagulan, (2). aktivasi fibrinolitik, (3). konsumsi inhibitor dan (4). kegagalan organ.Diagnosis KID pada sepsis seringkali sulit ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan laboartorium saja, oleh karena hampir semua uji laboartorik memberikan hasil abnormal. Sebaliknya bila hasil uji laboratoriknya masih belum menunjukkan gangguan, maka pemeriksaan ulang dilakukan dalam 24-48 jam sesuai keadaan klinis penderita, sehingga sebelum memutuskan terapi hendaknya perlu diperhatikan keadaan klinis penderita. Pada pertemuan consensus International Society on Thrombosis and Hemostasis (ISTH) ke-47 tahun 2001,diajukan sistem penilaian untuk menetapkan diagnosis KID. Bila skor 5 atau lebih sugestif DIC,bila kurang dari 5 perlu diulang dalam 1 2 hari.8KID yang disebabkan oleh sepsis hal yang terpenting adalah mengatasi penyebabnya yaitu sepsis itu sendiri. Terapi antifibrinolitik (asam traneksamat/asam aminokaproat) tidak dianjurkan karena mengganggu proses fibrionolisis dan dapat memperberat kegagalan organ. Rekomendasi pemberian heparin adalah bila terdapat bukti terjadinya tromboemboli (penurunan kesadaran, iskemik fokal, gangren superfisial, oliguria, azotemia, nekrosis kortikal, ARDS, perdarahan /ulserasi saluran cerna atas akut, anemia hemolitik). Heparin diberikan secara intravena dengan dosis 100 IU/kgBB bolus dilanjutkan dengan 15-25 IU/kgBB/ jam (750-1250 IU/jam) dengan infus kontinyu dan dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5 2 kali kontrol.Pemberian plasmaFresh Frozen Plasma(FFP) dan konsentrat trombosit bila didapatkan perdarahan dan risiko terjadi perdarahan (akan menjalani tindakan invasif).Pemberian antitrombin III direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila aktivitas AT III < 70% dengan tujuan memperbaiki keadaan KID dan disfungsi organ. Antitrombin III diberikan dengan dosis awal 3000 IU(50 IU/kgBB) diikuti 1500 IU setiap 8 jam dengan infus kontinyu selama 3-5 hari. Substitusi AT III juga dapat diberikan berdasarkan rumus 0,6 x berat badan (kg) x (aktivitas yang diinginkan - aktivitas awal), aktivitas AT III yang diinginkan adalah >120%. pemakaian konsentrat AT III bersamaan dengan heparin tidak dianjurkan karena tidak memperbaiki mortalitas dan malah meningkatkan risiko perdarahan.Bila memungkinkan dianjurkan untuk memantau AT II setiap 8 jam,atau bila terjadi perbaikan klinis, atau menilai kembali skor KID.6

9. Pengakhiran KehamilanTerdapat beberapa pengaruh sepsis terhadap kehamilan, seperti misalnya terjadinya penurunan sirkulasi uteroplasenta dan persalinan preterm, yang disebabkan oleh hipoksemia maternal dan asidosis, Keputusan untuk melahirkan tetap mempertimbangkan kondisi pasien dan umur kehamilan (kecualiintra uterine infection). Apabila pemberian terapi yang adekuat terhadap sepsis tetap tidak memberikan perbaikan kondisi ibu, atau terjadi perburukan kondisi ibu, maka melahirkan/mengosongkan uterus dengan segera dapat dipertimbangkan karena dapat memperbaikivenous returndan volume paru.Pada ibu hamil dengan sepsis dapat dilakukan partus perabdominal, tetapi harus menunggu keadaan ibu stabil terlebih dahulu dan gejala sepsis berkurang karena tindakan partus perabdominal dapat menyebabkan perburukan kondisi ibu.

2.9PrognosisBila tidak sangat terlambat maka prognosa ibu dengan sepsis lebih baik dibandangkan pada sepsis karena non-obstetrik. Hal itu disebabkan karena umur rata-rata usia reproduksi adalah relative muda dan kesediaan berbagai macam antibiotika yang sensitive terhadap mikroorganisme penyebabkan.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Berbagai penanganan obstetri yang aman dan bersih, tindakan pencucian tangan serta sterilisasi alat-alat, perlakuan partograf WHO serta pengembangan dan penemuan antibiotika menyebabkan faktor infeksi telah relatif menurun sebagai penyebab AKI. Tetapi bila sampai terjadi dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat maka masalahnya akan menjadi serius dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.2. Sepsis maternal harus segera dikenali dengan memperhatikan adanya faktor risiko dan munculnya tanda SIRS.3. Kecepatan melakukan tindakan secara agresif sangatlah penting,golden periodnya adalah dalam waktu 6 jam pasien harus sudah mendapatkan penanganan intensif dengan didahului pemberian cairan yang cukup serta antibiotika yang tepat.4. Pada dasarnya pengelolaan sepsis maternal memerlukan perawatan intensif, pendekatan multi-disiplin serta pengawasan yang ketat dan oleh karenanya sesuai dengan algoritma pengelolaan, setelah mendapatkan penanganan pendahuluan maka sebaiknya segera dirujuk ke senter yang mempunyai fasilitas penanganan lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifudin AB, Adrianz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D (Eds). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2003:3-9.2. Kornia Karkata, Sepidiarta. Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSUP Sanglah Denpasar, Selama Lima Tahun 1996 2000., Maj Obstet Ginekologi Indonesia Vol. 30 No. 3 Juli 2006: 175-78.3. Kvale G, Olsen BE, Hinderaker SG, Ulstein M, Bergsjo P. Maternal deaths in developing countries : A preventable tragedy. Norsk Epidemiology 2005; 15 (2) : 141-149.4. Dolea C, Stein C. Global Burden Of Maternal Sepsis in the year 2000. Epidemiology and Burden of Disease WHO Geneva, July 2003.5. Saude GR. Maternal sepsis. Obstetric Intensive care manual. 2nd Edition. The Mc Graw-Hill Companies Ltd, 2004 : 113 118.6. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, fein AM, Knaus WA et al. Definitions and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Concensus Coference Committee. American College Of Chest Physi\cians/ Society of Critical medicine. Chest 1992; 101; 1664-1655, Down load from chestjournal.org on August 21, 2008.7. Hochkiss RS, Karl IE. The Pathophysiolgy and treatment of sepsis. The New Englad Journal of Medicine, 348:2, January, 9, 2003; 138- 148.8. Chen K, Widodo D. Patofisiologi Sepsis. Peran Mediator Inflamasi. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Pusat Informasi dan Penelitian Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004. 54-60.17