bab i

45
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Apabila jantung mengalami gangguan pompa dan menimbulkan bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya maka terjadi gagal jantung kongesti atau Congestive Heart Failure. 1.2 Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung 1

Upload: nahtadia-laksitasari-pohan

Post on 10-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mdcs

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Apabila jantung mengalami gangguan pompa dan menimbulkan bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya maka terjadi gagal jantung kongesti atau Congestive Heart Failure.1.2Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.3Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat global. Dengan demikian, perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit ini lebih rinci dan dapat diaplikasikan untuk pengetahuan mengenai penatalaksaannya.BAB II

LAPORAN KASUS

2.1IDENTIFIKASI

a. Nama

: Tn. MA

b. Jenis kelamin

: Laki-laki

c. Usia

: 60 tahun

d. Alamat

: Jl. Pelita Jaya No. 05 Lubuk Linggau, Sumsel

e. Pekerjaan

: Tukang Ojek

f. Status perkawinan: Kawin

g. Agama

: Islam

h. MRS

: 9 Juni 20152.2ANAMNESIS

(Dilakukan autoanamnesis pada 10 Juni 2015 pukul 16.00 WIB)

Keluhan Utama

Sesak napas bertambah hebat sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak + 2 minggu SMRS, os mengeluh sesak napas, sesak timbul saat melakukan aktivitas ringan dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Os sering terbangun saat tidur malam karena sesak napas 2 kali/malam, os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi. Mengi (-), batuk (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-) demam (-), mual (-), muntah (-), bengkak pada tungkai (-), sembab pada mata dipagi hari dan menghilang di siang hari (-), BAB biasa, BAK biasa. Os rutin berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Sobirin dan dikatakan os sakit jantung. Os diberi obat, namun os lupa nama obatnya. Keluhan os berkurang.Sejak + 2 hari SMRS. Os mengeluh sesak bertambah hebat, sesak tidak berkurang saat os istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Terbangun malam hari karena sesak dirasakan semakin sering, os lebih nyaman tidur dengan posisi duduk. Nyeri dada (-), batuk (-), demam (-), mual (-), muntah (-), sembab pada tungkai (+), penurunan nafsu makan (+), berat badan menurun (+). Sembab pada mata dipagi hari dan menghilang di siang hari (-) BAB dan BAK sedikit. Os berobat ke IGD RSUD dr. Sobirin lalu Os dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit tenggorokan, nyeri sendi dan demam disangkal.

Riwayat nyeri dada disangkal.

Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit pernapasan disangkal.

Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, tapi tidak rutin minum obat.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Dalam keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama. Riwayat asma pada keluarga disangkal Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal Riwayat penyakit paru pada keluarga disangkal Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan

Os bekerja sebagai tukang ojek. Os merupakan perokok aktif sejak + 40 tahun yang lalu, os menghabiskan 2-3 bungkus rokok per hari dan berhenti merokok sejak 2 minggu yang lalu.2.3PEMERIKSAAN FISIK

(Dilakukan pada 10 Juni 2015 pukul 16.00 WIB)a. Keadaan Umum

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah: 140/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan: 26 x/menit, reguler, abdominotorakal

Suhu

: 36,50C

Berat Badan: 65 kg

Tinggi Badan: 165 cm

IMT

: 23,87 kg/m2

Status Gizi: Overweightb. Keadaan Spesifik

Kepala

Normocephali, simetris, warna rambut hitam-putih, rambut mudah rontok (-), deformitas (-).

Mata

Eksophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.Hidung

Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi lapang, sekret (-), epistaksis (-).Telinga

Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus eksterna lapang, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-).Mulut

Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), sianosis (-).

LeherPembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2) cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-).Toraks

Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).

Paru Inspeksi: Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri, sela iga melebar

(-/-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-) Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS VI,

Peranjakan 1 sela iga. Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung Inspeksi: Ictus cordis terlihat di ICS V linea axilaris anterior Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V linea axilaris anterior Perkusi: Batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra,

batas kiri ICS V linea axilaris anterior sinistra ICS

Auskultasi: HR 84 x/menit, reguler. HR=PR, M1>M2, T1>T2,

A1 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.8Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispnea pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring.8 Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongestif hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.83.7PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara farmakologis dan non farmakologis. Keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut atau kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.9Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita yang kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi perlu dipertimbangkan.9

Untuk penatalaksanaan farmakologis, obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain seperti, diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, Beta-blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, dan obat positif inotropik.9Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. Pemberian ACEI ini diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemukan retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. Pemberian diuretic penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Pemberian -bloker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemik atau kardiomiopati non iskemik dalam pengobatan standar seperti diuretic atau ACEI, dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap -bloker. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. Pemberian digoxin merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung. Hidralazin-isosorbid dinitrat dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap ACEI.1

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal.93.8KOMPLIKASI

Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Umumnya, berat badan akan mengalami hambatan yang lebih berat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akibat daripada kompensasi jantung dan selanjutnya menimbulkan dyspnea. Pada gagal jantung kanan dapat terjadinya hepatomegali, asites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Menurut Brunner & Suddarth, potensial komplikasi mencakup syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi perikardium, dan tamponade pericardium.3.9PROGNOSIS

Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1 tahun sekitar 25% dan kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan kadar mortalitas 1 tahun untuk CHF kelas IV adalah sekitar 40%-50%.

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak + 2 minggu SMRS dan bertambah hebat sejak + 2 hari SMRS. Sesak timbul saat melakukan aktivitas dan berkurang dengan istirahat, menunjukkan adanya gejala dyspnoe de effort. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Hal ini menunjukkan bahwa sesak bukan berasal dari kondisi asma. Os sering terbangun saat tidur malam karena sesak napas 2 kali/malam, os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi menunjukkan adanya gejala-gejala paroxysmal nocturnal dyspnoe dan ortopneu yang merupakan gejala kongesti jantung. Sejak + 2 hari SMRS. Os mengeluh sesak bertambah hebat, sesak tidak berkurang saat os istirahat Os semakin sering terbangun malam hari karena sesak, os lebih nyaman tidur dengan posisi duduk. Os merasa sembab pada tungkai bawah. Os merasakan penurunan nafsu makan dan berat badan menurun. Os berobat ke IGD RSUD dr. Sobirin lalu Os dirawat. Terdapat riwayat hipertensi + sejak 10 tahun yang lalu. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pada jantung.

Terdapat riwayat merokok sejak + 40 tahun yang lalu, sebanyak 2-3 bungkus rokok per hari dan berhenti merokok sejak 2 minggu yang lalu. Dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikali lamanya dalam tahun, os dapat diklasifikasikan sebagai perokok berat. Rokok merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan gangguan paru dan jantung.Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg yang menunjukkan kondisi hipertensi. Ictus cordis yang terlihat dan teraba pada ICS V linea aksilaris anterior kiri yang menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Didapatkan pula murmur sistolik yang lebih terdengar pada bagian apeks yang menunjukkan adanya gangguan pada katup jantung mitral yang kemungkinan adanya regurgitasi mitral. Terdapat pula edema pada kedua tungkai yang merupakan gejala dari kongesti pembuluh darah.

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah, didapatkan penurunan hemoglobin dan hematokrit yang rendah kemungkinan disebabkan oleh adanya kongesti pada pembuluh darah yang menyebabkan hemodilusi. Peningkatan ureum dan kreatinin menunjukkan adanya gangguan pada ginjal kemungkinan akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Pada EKG didapatkan kesan pembesaran ventrikel kiri akibat hipertensi yang lama. Pada pemeriksaan rontgen toraks didapatkan kesan kardiomegali akibat pembesaran ventrikel kiri. Pada pemeriksaan echocardiography didapatkan adanya regurgitasi pada katup mitral, aorta, dan trikuspid yang menandakan adanya pelebaran pada ruang jantung akibat kongesti dari jantung.Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan oksigen sebanyak 3-5 L/menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien. Perlu dilakukan restriksi cairan supaya tidak menambah beban jantung dan memperberat edema. Pemberian diuretik berupa furosemid dan spironolakton untuk mengurangi kongesti dari jantung dan mengurangi beban jantung. Pemberian obat-obat antihipertensi berupa valsartan yang merupakan Angiotensin Receptor Blocker merupakan salah satu lini pertama penanganan pasien gagal jantung kongetif. Pemberian antibiotik berupa ceftriakson bertujuan sebagai antibiotik profilaksis supaya menghindari pasien dari infeksi sekunder.Edukasi pada pasien gagal jantung kongestif yaitu untuk mengkonsumsi makanan rendah garam, mencapai berat badan yang ideal, melakukan olahraga yang teratur, dan menghentikan kebiasaan merokok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A.W.et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-5. Interna Publishing. Jakarta. 20092. Reilly JJ, Silverman SK, Shapiro SD. Harrisons Principles of Internal Medicine, edisi ke-18. McGrawHill. USA. 2012

3. Brashaers dan L, Valentina. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen, edisi ke-2. EGC. Jakarta. 2007.4. A, Mansjoer, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Ausculapius FKUI. Jakarta. 2001.5. Maggioni, A.P. 2005. Review of the New ESC Guidelines for the Pharmacological Management of Chronic Heart Failure. European Heart Journal Supplements; J15-J20.

6. Cowie, M.R., Dar, Q. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster, V., et al., eds. Hursts the Heart, edisi ke-12. McGrawHill.USA. 2008

7. American Heart Association, 2011. Peringatan Tanda-Tanda Gagal Jantung. Available from : http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/WarningSignsforHeartFailure/Warning-Signs-of-Heart-Failure_UCM_002045_Article.jsp [diakses pada 13 Juni 2015]

8. Nieminen, M.S., 2005. Guideline on the Diagnosis and Treatment of Acute Heart Failure Full Text the Task Force on Acute Heart Failure of the European Society of Cardiology. Eur Heart J: 256-351

9. Santoso, A. Diagnosis dan Tatalaksana Praktis Gagal Jantung Akut. EGC. Jakarta. 2007.15