bab i

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. Diabetes Melitus ditegakkan jika didapati pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia yang berupa mudah haus, poliuria, penurunan berat badan, dan pandangan kabur, yang disertai adanya data kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau kadar gula darah acak (random) ≥200 mg/dl, yang telah diulang pada waktu pemeriksaan yang berbeda (ADA, 2004; McCulloh, 2005; Powers, 2005). Manifestasi klinis DM sangat beragam, dapat berupa komponen metabolik dan komponen vaskuler atau angiopati. Kedua komponen ini dapat tampak bersama, atau yang satu mendahului yang lain, ataupun yang satu memperberat yang lain (Asdie, 2000).

Upload: panjongko

Post on 11-Aug-2015

86 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tesis bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

absolut. Diabetes Melitus ditegakkan jika didapati pasien dengan gejala klasik dari

hiperglikemia yang berupa mudah haus, poliuria, penurunan berat badan, dan

pandangan kabur, yang disertai adanya data kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau

kadar gula darah acak (random) ≥200 mg/dl, yang telah diulang pada waktu

pemeriksaan yang berbeda (ADA, 2004; McCulloh, 2005; Powers, 2005).

Manifestasi klinis DM sangat beragam, dapat berupa komponen metabolik dan

komponen vaskuler atau angiopati. Kedua komponen ini dapat tampak bersama, atau

yang satu mendahului yang lain, ataupun yang satu memperberat yang lain (Asdie,

2000).

Seiring dengan meningkatnya prevalensi DM, maka komorbid yang

menyertainya akan makin beragam. Komorbid yang sering menyertai DM karena

perjalanan penyakitnya namun sering terlupakan adalah depresi. Prevalensi depresi

pada penderita DM berkisar 30% (De Groot et al., 2001). Suatu hasil metaanalisis

yang melibatkan 27 studi menunjukkan bahwa terdapat asosiasi yang bermakna

antara hiperglikemia dan depresi baik pada DM tipe 1 maupun tipe 2 (Lustman et al.,

2001).

Page 2: BAB I

Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa adanya komorbid depresi

pada individu dengan diabetes berhubungan dengan outcome penyakit yang lebih

buruk seperti kontrol gula darah, meningkatkan terjadinya komplikasi terutama

kardiovaskuler dan retinopati, mengurangi kepatuhan berobat serta mengurangi

kualitas hidup (Lustman et al., 1998; Goldney et al., 2004. Studi-studi juga telah

menunjukkan bahwa penderita diabetes dengan depresi mengeluarkan biaya

pemeliharaan kesehatan yang lebih banyak dibandingkan penderita diabetes saja

(Egede & Ellis, 2010). Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Chiechanowski dkk

(2000) ditunjukkan bahwa individu dengan diabetes dan depresi memiliki

peningkatan sebanyak dua kali lipat pada pembiayaan kesehatan dibandingkan

mereka yang tanpa depresi.

Selain dihubungkan dengan peningkatan biaya, kondisi depresi juga

berdampak terhadap resiko kematian. Hal ini dibuktikan dengan studi yang

dilakukan oleh Katon dkk dimana pasien diabetes dengan depresi akan memiliki

peningkatan resiko sebesar 36-38% untuk semua penyebab kematian selama kurun

waktu dua tahun. Studi dari National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) I Epidemiologic Follow-up Study juga menunjukkan hal yang serupa,

pada individu diabetes dengan depresi memiliki peningkatan resiko mortalitas

sebesar 54% dibandingkan dengan mereka yang tanpa depresi (Zhang et al., 2005;

Katon et al., 2008).

Pada pasien-pasien dengan depresi juga sering dijumpai adanya disregulasi

dari sistem saraf otonom yang berupa peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan

hambatan aktivitas parasimpatis (Carney et al, 2005). Hal ini dibuktikan dengan

Page 3: BAB I

adanya peningkatan kadar katekolamin terutama norepinephrine (NE) dalam plasma

dan urine pada pasien pasien depresi. Kenaikan konsesntrasi NE sebanding dengan

peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (Lake et al, 1982).

Selain itu pada pasien-pasien depresi juga seringkali gangguan pada aktivitas

platelet (Atoqlu et al, 2009). Hiperaktivitas platelet yang ditunjukkan dengan

peningkatan aktivasi dan agregasi dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan

depresi (Musselman et al, 1996). Peningkatan aktivitas platelet pada depresi

disebabkan karena aktivitasi sistem saraf simpatis yang berlebihan (Musselman et al,

1996). Sementara beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan yang

signifikan antara peningkatan aktivitas platelet dengan mortalitas kardiovaskuler

(Chu et al, 2012).

Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas platelet,

akan tetapi banyak sebagian besar jarang dipergunakan karena mahal, memerlukan

sampel yang cukup banyak, menyita banyak waktu dan memerlukan pelatihan

khusus. Mean Platelet Volume (MPV) dapat dipertimbangkan sebagai salah satu

marker untuk menilai aktivitas platelet. Salah satu kelebihan MPV adalah dapat

murah dan dapat diperiksa dengan menggunakan alat hitung darah otomatis yang

lazim digunakan di rumah sakit pada umumnya (Shah et al, 2012). Pasien dengan

nilai MPV yang tinggi memiliki ukuran platelet yang lebih besar, cenderung lebih

aktif, dan aktivitas prothrombotic yang lebih tinggi (Chu et al, 2012).

Beberapa studi telah dipublikasikan pada pengobatan depresi pada pasien

diabetes melitus salah satunya adalah dengan SSRi (Selective Serotonin Reuptake

Page 4: BAB I

Inhibitor). Bukti awal menunjukkan bahwa SSRi, seperti fluoxetine, sertraline, dan

paroxetine, tampaknya menjadi pilihan untuk pengobatan. Anti depresan trisiklik,

biasanya digunakan terutama untuk pengobatan insomnia dan nyeri neuropatik,

dibawah pemantauan ketat. Manajemen nyeri dan pengobatan gangguan tidur juga

harus diperhatikan ketika memulai terapi anti depresan (Zalai et Novak, 2008).

Pendekatan terapi non-farmakologis, seperti konseling atau psikoterapi

mungkin merupakan pilihan yang lebih menarik dari pengobatan untuk pasien yang

menderita beberapa kondisi medis, seperti diabetes melitus. Cognitive Behavioural

Theraphy (CBT) dan Interpersonal Psycotherapy (IPT) keduanya efektif untuk

pengobatan depresi ringan dan sedang pada populasi pasien lain dan dapat

dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk pengobatan depresi berat. Psikoterapi

kognitif bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi kelainan maladaptif

pasien, sedangkan IPT berfokus pada identifikasi dan resolusi masalah utama

interpersonal dalam kehidupan pasien yang diasumsikan terkait dengan terjadinya

gejala depresi. Psikoterapi suportif secara luas digunakan untuk memfasilitasi

penyesuaian untuk penyakit kronis. Empati mendengarkan, dukungan kognitif dan

emosional, penguatan strategi adaptif, dan intervensi lingkungan langsung oleh

terapis adalah fitur utama dalam strategi pengobatan (Zalai et Novak, 2008).

Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi

dan zikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam

zikir (relaxation and meditation prayer), sehingga menimbulkan respon relaksasi

yang diharapkan mampu memperbaiki gejala stres atau gejala depresi. Kondisi ini

berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon inflamasi dan

Page 5: BAB I

hasil akhir memperbaiki kontrol gula darah (Asdie, 2005). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Dharma (2006) didapatkan bahwa latihan pasrah diri berhubungan

dengan penurunan simtom depresi yang bermakna.

Latihan pasrah diri termasuk dalam bidang mind and body intervention,

merupakan bagian dari Complementary and Alternative Medicine (CAM). Terapi ini

menggunakan perpaduan dan hubungan (interconnectedness) tubuh dan mental

(mind and body) untuk perbaikan kesehatan (Steyer, 2001).

B. Pertanyaan Penelitian

Apakah latihan pasrah diri dapat memperbaiki kadar MPV pada pasien

dengan diabetes melitus dengan simtom depresi yang menjalani pengobatan rutin di

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sarjito, Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah latihan pasrah diri

dapat memperbaiki kadar MPV pada pasien-pasien diabetes melitus dengan simtom

depresi yang menjalani pengobatan rutin di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Pasien : memberi harapan pada pasien diabetes melitus untuk

mendapatkan penatalaksanaan permasalahan yang lebih menyeluruh, bukan

hanya fisik namun juga kualitas hidup.

Page 6: BAB I

2. Untuk Peneliti : diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi awal dari

penelitian selanjutnya pada pasien dengan penyakit kronis yang melihat pasien

bukan hanya dari segi fisik namun juga psikis dan kualitas hidup.

3. Untuk Institusi : dapat mengetahui apakah terapi baik itu farmakologis maupun

nonfarmakologis pada pasien diabetes dengan depresi mampu memperbaiki

kadar MPV

E. Keaslian Penelitian

Penelitian pengaruh pasrah diri terhadap MPV pada pasien-pasien diabetes

melitus sejauh ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Page 7: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mean Platelet Volume

Pletelet memiliki peranan yang sangat penting dalam proses atherotrombosis.

Penggunaan obat-obatan yang bertujuan untuk menurunkan aktivitas platelet ternyata

mampu mengurangi resiko kejadian stroke, dan myocardial infarction.

Ada banyak pemeriksaan yang dapat kita lakukan untuk mengetahui aktivitas

platelet akan tetapi memerlukan biaya yang tidak murah dan memerlukan waktu

yang relatif cukup lama. Salah satu pemeriksaan yang dapat dipertimbangkan untuk

menilai aktivitas platelet adalah Mean Platelet Volume (MPV). Penggunaan MPV

dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mengetahui fungsi platelet karena

selain murah, nilai MPV juga dapat diperiksa rutin dengan menggunakan hemogram

biasa. Pasien dengan ukuran platelet yang besar akan cenderung untuk lebih aktif

dan memiliki potensi protrombotic yang lebih besar jika dibandingkan dengan

platelet yang berukuran kecil.

Peningkatan ukuran platelet ditemukan pada Acute Myocardial Infarction,

Acute Cerebral Ischemia, Transient Ischemic Attack. Penelitian yang dilakukan oleh

Martin et al menyebutkan bahwa peningkatan MPV termasuk faktor independen

untuk terjadinya kematian dan serangan ulang pada pasien dengan riwayat AMI

ataupun penyakit artherosklerosis lainnya.

Page 8: BAB I

Salah satu yang mempengaruhi aktivitas platelet adalah kondisi stress dan

katekolamin. Stimulasi dari platelet α-2 adrenoreceptor akan memicu terjadinya

agregasi platelet. Salah satu α-2 adrenoreceptor agonis adalah epinefrin dan

norepinefrin. Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin salah satunya disebabkan

karena stress psikologis. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Freedman et al dimana pada kondisi stress akan dijumpai peningkatan kadar

katekolamin plasma.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Garcia-Sevilla et al, pasien-pasien

depresi ditemukan peningkatan jumlah α-2 adrenoreceptor di platelet sehingga dapat

ditarik kesimpulan bahwa pada pasien-pasien depresi akan dijumpai peningkatan

sensitivitas α-2 adrenergik. Cartens et al juga menemukan hal yang serupa dimana

pada pasien-pasien dengan depresi mayor akan dijumpai peningkatan densitas α-2

receptor. Dapat disimpulkan bahwa α-2 receptor merefleksikan aktivitas

noradrenergik pada sistem saraf pusat.

B. Diabetes Melitus dan Depresi

1. Penyakit Kronis dan Stres

Gangguan psikologi ataupun komplikasi psikologis sering bersamaan atau

mengikuti penyakit-penyakit kronik yang disebut komorbiditas atau koinsidensi.

Stresor akibat penyakit kronik ini merupakan tantangan terhadap kemampuan pasien

untuk tetap mempertahankan keseimbangan emosi dan kepuasan diri. Gangguan

pada keseimbangan ini menyebabkan stres maupun gejala depresi. Penelitian pasien-

pasien kronis seperti diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, kanker dan artritis

Page 9: BAB I

menunjukkan peningkatan gejala depresi dan mempunyai pengaruh lebih kuat

terhadap kesehatan mental dibanding penyakit lain (Bisschop et al., 2003).

Nyeri kronik sering dijumpai pada penderita diabetes melitus, terutama

penderita diabetes melitus dengan ulkus kaki. Nyeri kronik akan menurunkan

kualitas hidup, dan berkorelasi dengan distres psikologis. Manajemen nyeri tidak

adekuat, seperti dilaporkan oleh penelitian di Kanada, didapatkan bahwa > 40%

nyeri (muskuloskeletal, iskemik, dan neuropati) dilaporkan sebagai nyei sedang-

berat, dan hampir 75% pasien tidak mendapatkan pengobatan anti nyeri yang

adekuat. Nyeri berkorelasi positif dengan derajat keparahan gejala depresi yang

dilaporkan mandiri. Pasien yang melaporkan nyeri sedang-berat memiliki skor BDI

yang lebih tinggi. Selain nyeri kronik, berbagai stresor biologis, psikologis dan sosial

pada penderita diabetes melitus dapat menjadi pencetus munculnya depresi (Zalai et

Novak, 2008).

Depresi meningkatkan mortalitas penderita diabetes melitus melalui berbagai

mekanisme meliputi malnutrisi, perubahan status imunologis, dan peningkatan resiko

penyakit jantung koroner, serta infark miokard. Depresi dan ansietas memiliki

dampak terhadap kualitas hidup yang lebih kuat dibandingkan variabel klinis dan

sosiodemografik yang terdapat secara bersamaan seperti komorbid, kadar

hemoglobin, albumin, usia, jenis kelamin, dan status pekerjaan (Zalai et al., 2008).

Jalur biologis potensial yang menghubungkan diabetes melitus dengan

gangguan depresi merupakan isu penting yang belum sepenuhnya tereksplorasi.

Beberapa kondisi biologis terkait perubahan endokrin dan imunologis, metabolisme

Page 10: BAB I

glukosa, serta inflamasi kronis diduga berperan dalam patomekanisme gangguan

mood (Zalai et Novak, 2008).

2. Peranan Corticotropin Releasing Factor (CRF) Pada Depresi

Pada beberapa tahun belakangan ini banyak sekali dipublikasikan hasil-hasil

penelitian yang membuktikan hubungan antara pengaruh kejadian stres pada

kehidupan dengan meningkatnya kerentanan terhadap gangguan afektif kecemasan

dan gejala depresi. Beratnya penyakit merupakan peristiwa stres dan sering

mendahului gangguan depresi atau kecemasan (Hawari, 1996).

Penyebab pasti depresi masih belum jelas, tetapi beberapa faktor telah

disepakati dapat menimbulkan depresi, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan

(stresor psikososial), dan faktor neurobiologi, yang ketiganya saling berinteraksi

(Hawari, 1996). Faktor genetik memiliki kontribusi untuk terjadinya depresi. Hal ini

dibuktikan dengan studi anak kembar, dimana depresi 2-10 kali lebih tinggi dijumpai

dibandingkan kontrol. Stresor psikososial yang bersifat kronik dan menetap dapat

mengubah biologi otak, misalnya mengubah fungsi beberapa neurotransmitter dan

sistem sinyal intraneuron (Mudjaddid, 2004).

Pada penderita depresi terjadi gangguan pada sistem aksis hipotalamus-

pituitari-adrenal (aksis HPA) dengan konsekuensi terjadinya peningkatan kadar

kortisol dalam tubuh. Terdapat tiga mekanisme utama regulasi aksis HPA yaitu

irama sirkardian sistem saraf pusat, mekanisme umpan balik serta stres fisik dan

psikologis. Stres tersebut mempengaruhi sistem limbik dan retikuler yang

selanjutnya mengaktivasi neuron penghasil CRF (Arce et al., 2004)

Page 11: BAB I

Peningkatan CRF ini dapat dideteksi pada cairan serebrospinal pada saat

terjadinya respon endokrin terhadap stres yang dimediasi oleh jalur HPA. Pasien

yang mengalami depresi terjadi peningkatan aktivitas aksis hipotalamus-pituitari-

korteks adrenal, yang dimediasi secara sentral oleh pelepasan CRF yang berlebihan

(Lyness, 2008). Pada saat stres, kadar kortikosteroid dapat mencapai 100 kali lipat,

dan menyebabkan abnormalitas pada reseptor glukokortikoid (GR), reseptor

serotonin dan norepinephrin yang mengakibatkan gangguan pada sistem limbik yang

mengontrol mood dan emosi (Arce et al., 2004).

Selain fungsi mediasi neuroendokrin, CRF juga mempengaruhi fungsi

otonom dan perilaku (behaviour) terhadap stres. Perubahan fisiologis yang terjadi,

adalah seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah, gula darah dan gejala

behaviour pada depresi seperti gangguan tidur, nafsu makan, penurunan libido dan

perubahan psikomotor (Arborelius et al., 1999).

C. Beck Depression Inventory

Beck Depression Inventory merupakan instrumen untuk mengukur

derajat depresi dari Dr. Aaron T. Beck. Mengandung skala depresi

yang terdiri dari 21 item yang menggambarkan 21 kategori, yaitu:

(1) perasaan sedih, (2) perasaan pesimis, (3) perasaan gagal, (4)

perasaan tak puas, (5) perasaan bersalah, (6) perasaan dihukum,

(7) membenci diri sendiri, (8)menyalahkan diri, (9) keinginan bunuh

diri, (10) mudah menangis, (11) mudah tersinggung, (12) menarik

diri dari hubungan sosial, (13) tak mampu mengambil keputusan,

(14) penyimpangan citra tubuh, (15) kemunduran pekerjaan, (16)

Page 12: BAB I

gangguan tidur, (17) kelelahan, (18) kehilangan nafsu makan, (19)

penurunan berat badan, (20) preokupasi somatik, (21) kehilangan

libido (Bumberry, 1978). Klasifikasi nilainya menurut Bumberry

(1978) adalah sebagai berikut:

a. Nilai 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi.

b. Nilai 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan.

c. Nilai 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang.

d. Nilai 24-63 menunjukkan adanya depresi berat.

D. Latihan Pasrah Diri

Latihan pasrah diri merupakan salah satu mind and body intervention dan

merupakan bagian dari Complementary and Alternative Medicine (CAM) (Steyer,

2001). Latihan ini terdiri dari perpaduan posisi relaks (tense-relax muscle) dalam

posisi tiduran atau duduk dengan pengaturan nafas (3 step breath) dan merupakan

metode relaksasi singkat yang dapat dikerjakan dimanapunm kapanpun, dimanapun,

mudah dan dalam waktu yang relatif singkat (Hidayat, 2008; Zalquett et McGraw,

2000).

Kondisi relaksasi menurut Rice (2001) sama seperti keadaan tubuh pada saat

istirahat tidur, latihan pasrah diri yang merupakan suatu metode untuk relaksasi dan

zikir dihaapkan mampu membangkitkan respon relaksasi sehingga tercapai kondisi

relaks secara psikofisiologi. Kombinasi zikir selain terdapat unsur ibadah didalam

keyakinan agama juga terdapat doa (repetitive prayer) yang merupakan aspek

psikodinamik di dalam praktek agama yang mampu meningkatkan kesehatan

Page 13: BAB I

individu (Dossey, 1997). Terdapat unsur guided imaginary merupakan upaya untuk

membangkitkan respon relaksasi psikofisiologis melalui visualisasi sensorik atau

perilaku (Hidayat, 2008; Astinn et al., 2003; Rice, 2001).

Respon relaksasi adalah respon fisiologis alami (innate physiological

response) sebagai lawan dari respon stres. Respon relaksasi ini berperan menurunkan

bahan berbahaya yang merupakan hasil metaboisme otak (stres oksidatif),

menurunkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas dan memelihara

pertahanan neurogenesis yang terganggu akibat stres serta mempunyai aktivitas

ansiolotik. Respon relaksasi ini dapat dibangkitkan secara sadar melalui teknik

seperti repetitive imagination or verbalization of words, berdoa, relaksasi musik

progresif, meditasi dan metode lainnya (Hidayat, 2008; Esch et al., 2004)

E. Hipotesis

Hipotesis nol (Ho): tidak terdapat perbedaan Mean Platelet Volume setelah

dilakukan latihan pasrah diri selama 21 hari pada penderita diabetes melitus tipe 2

dengan gejala depresi dibandingkan dengan kontrol.

Hipotesis alfa (Hά): terdapat perbedaan Mean Platelet Volume setelah dilakukan

latihan pasrah diri selama 21 hari pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

gejala depresi dibandingkan dengan kontrol

F. Kerangka Konsep

Pasien diabetes melitus sebagai suatu penyakit menahun seringkali

mengakibatkan gejala depresi . Gejala depresi ini menyebabkan gangguan pada aksis

hipotalamus–pituitari-adrenal, menyebabkan sekresi glukokortikoid berlebihan dan

berakibat peningkatan kadar glukosa darah, resistensi insulin dan reaksi inflamasi.

Page 14: BAB I

Gejala depresi pada penderita diabetes juga menyebabkan gangguan nafsu makan

(diet) dan gangguan kepatuhan berobat secara teratur akibatnya mengganggu kontrol

gula darah dan secara tidak langsung mempengaruhi petanda inflamasi.

Latihan pasrah diri menyebabkan relaksasi pada jiwa dan tubuh dengan

membangkitkan respon relaksasi yang merupakan respon dalam perbaikan tubuh.

Pasien diabetes melitus yang telah mendapatkan terapi sering mengalami gejala

depresi akibat penyakit ataupun komplikasi. Gejala depresi ini menyebabkan

gangguan pada aksis hipotalamus–pituitari-adrenal, menyebabkan sekresi

glukokortikoid berlebihan dengan efek terjadinya peningkatan kadar glukosa darah,

resistensi insulin dan reaksi inflamasi. Keluhan depresi juga menyebabkan gangguan

nafsu makan (diet) dan motivasi berobat secara teratur terganggu sehingga juga

mengganggu kontrol gula darah secara tidak langsung dan mempengaruhi petanda

inflamasi.

Page 15: BAB I

Latihan pasrah diri menyebabkan relaksasi pada jiwa dan tubuh dengan

membangkitkan respon relaksasi yang merupakan respon dalam perbaikan tubuh.

Simtom Depresi

Peningkatan nilai MPV

Diabetes Mellitus

Perbaikan Simptom Depresi

Nilai MPV turun

Page 16: BAB I

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian randomized control trial untuk mengetahui

pengaruh latihan pasrah diri terhadap Mean Platelet Volume dimana digunakan skor

Beck Depression Inventory pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan simtom

depresi. Penelitian ini merupakan penelitian bersama di bidang psikosomatik pada

pasien diabetes melitus dengan simtom depresi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta bulan Januari 2013 sampai Juni 2013.

C. Populasi Penelitian

Populasi target adalah semua pasien diabetes melitus tipe 2 dengan simtom

depresi yang kontrol rutin di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito. Populasi

terjangkau adalah semua pasien diabetes melitus tipe 2 dengan simtom depresi.

D. Subyek Penelitian

Kriteria Inklusi

Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan simtom depresi yang datang kontrol

rutin di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito, mempunyai asuransi

kesehatan, patuh terhadap pengobatan, mendapatkan terapi sesuai klinis pasien, usia

Page 17: BAB I

18 hingga 60 tahun, menyetujui untuk ikut penelitian, bersedia mengisi kuesioner,

rutin kontrol minimal selama 3 bulan terakhir, memiliki data laboratorium sebelum

dan sesudah dimulainya penelitian, bersedia mengikuti konseling edukasi-motivasi-

edukasi dan Latihan Pasrah Diri (LPD) di Poli Psikosomatik, dan secara fisik mampu

mengikuti tahap-tahap latihan pasrah diri.

Kriteria Eksklusi

Mempunyai komorbid berat sehingga tidak dapat mengikuti tahap-tahap

latihan pasrah diri, tidak menjalani latihan pasrah diri sebanyak ≥ 20% dari rencana,

kelainan jiwa psikotik, sedang mendapatkan terapi antidepresan dan tidak percaya

Tuhan.

E. Identifikasi Variabel

Kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah penderita diabetes melitus

tipe 2 dengan simtom depresi yang kontrol rutin ke poliklinik penyakit dalam RSUP

Dr. Sardjito yang mendapatkan konseling. Sedangkan kelompok kontrol adalah

penderita diabetes melitus tipe 2 dengan simtom depresi yang kontrol rutin ke

poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito yang tidak mendapatkan konseling

ventilasi-motivasi-edukasi di poliklinik psikosomatis dan tidak dilakukan latihan

pasrah diri.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, pekerjaan,

indeks massa tubuh, agama, perokok, peminum alkohol/NAPZA, kadar Hba1C, jenis

insulin yang digunakan, dosis insulin yang digunakan, komorbid diabetes, jaminan

pembiayaan. Variabel tergantung adalah kadar MPV setelah perlakuan.

Page 18: BAB I

F. Protokol Penelitian

1. Pasien yang menjadi subyek penelitian adalah penderita diabetes melitus tipe 2

dengan simtom depresi yang kontrol rutin di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr.

Sardjito minimal 3 bulan berdasarkan catatan pada Rekam Medik pasien.

Skrining gejala depresi dengan menggunakan Beck Depression Inventory (BDI)

dengan cut off yang dipakai adalah ≥ 16 (Zalai et Novak, 2008).

2. Subyek penelitian yang sesuai dengan kualifikasi (kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi) dan bersedia mengikuti penelitian diminta mengisi informed consent,

kemudian dimasukkan ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol sesuai dengan

nomor urutan random berdasarkan blok randomisasi.

3. Dilakukan pengambilan data awal, berupa data demografi, riwayat penyakit,

sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, fungsi

hepar, dan profil lipid.

4. Subyek pada kelompok perlakuan dan kontrol mengisi kuesioner PSQI untuk

mengetahui kualitas tidurnya.

5. Kelompok perlakuan mendapatkan pelatihan latihan pasrah diri (metode

terlampir) selama ± 7 hari, setelah itu dilakukan post tes (hafal, mampu

melakukan LPD dan mengukur nadi untuk mengetahui zona relaks secara

fisiologis).

6. Latihan pasrah diri dilakukan 2 kali sehari selama 21 hari berturut-turut dirumah

subyek penelitian masing-masing. Kepatuhan (compliance) latihan diketahui

dengan meminta subyek untuk mengisi blanko jadual latihan.

Page 19: BAB I

7. Setelah menyelesaikan LPD selama periode 21 hari, subyek mengisi kuesioner

BDI dan PSQI pasca perlakuan.

G. Definisi Operasional

1. Gejala depresi : pengukuran gejala depresi dengan menggunakan skala Beck

Depression Invetory (BDI).

2. Latihan Pasrah Diri (LPD) : merupakan perpaduan antara metode relaksasi dan

dzikir sehingga tercapai kondisi relaks secara psikofisiologis. Kondisi relaks

setelah latihan dapat ditentukan dengan mengukur denyut nadi. Berdasarkan

penelitian Lutgendorf et al., (2003), yang mendapatkan perbedaan nilai rerata

denyut nadi antara kondisi stres (65,36/denyut/menit) dengan kondisi relaksasi

(63,85/denyut/menit), maka dalam penelitian ini zona relaksasi tercapai bila

terjadi penurunan denyut nadi 2-4 denyut permenit setelah subyek melakukan

LPD. Latihan ini dilakukan 2 kali sehari selama 21 hari.

3. Simtom gangguan tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

yang diukur pada kedua kelompok pada awal dan akhir penelitian.

4. Kepatuhan (compliance) : penilaian kepatuhan terhadap latihan pasrah diri

dilakukan dengan meminta subyek pada kelompok perlakukan untuk mengisi

formulir latihan yang tersedia (lihat lampiran) setiap setelah selesai latihan.

Nilai kepatuhan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ʃ The No. Of exercise have doneƩ The No. Of exercise requested

X2x21

C = X 100%

X 100%C =

Page 20: BAB I

C = compliance, X = jumlah total LPD yang dilakukan selama 21 hari.

Nilai kepatuhan sebesar ≥ 80% yang dianggap memenuhi kriteria compliance penelitian

.

H. Besar Sampel

Estimasi atau perhitungan besar sampel berdasarkan rumus, memerlukan

informasi nilai yang ; ditetapkan, yaitu nilai yang dikehendaki oleh peneliti; dari

kepustakaan, yaitu nilai yang diperoleh berdasarkan pustaka atau pengalaman; dan

clinical judgement, yaitu nilai yang secara klinis bermakna. Penetapan besar sampel

perkiraan beda rerata 2 populasi memerlukan 4 informasi nilai penting, yaitu:

simpang baku (dari pustaka), beda nilai rerata (∆µ)/effect size (E) (ditetapkan), α dan

β (ditetapkan) (Browner et al., Maldiyono et al., 2002).

Rumus perhitungan besar sampel dari Lemenshow et al., (1990) dan

Madiyono et al., (2002) untuk uji hipotesis terhadap rerata dua kelompok yang

berpasangan adalah :

n1 = n2 = Sd(z α +z β ) ∆µ

n1 = n2 : jumlah sampel masing masing kelompok

Sd : simpang baku dari selisih rerata

α : tingkat kemaknaan

β : kekuatan penelitian

∆µ: perbedaan klinis yang diinginkan

2

Page 21: BAB I

Simpang baku yang dijadikan acuan penghitungan besar sampel pada

penelitian ini adalah hasil penelitian Bartos et al., (2007) tentang gangguan tidur

pada pasien diabetes melitus tipe 2, dimana diperoleh nilai simpang baku skor PSQI

adalah 4,7. Beda nilai rerata/effect size ditetapkan oleh peneliti sebesar 5 berdasar

konsultasi. Berdasarkan rumus tersebut jika pada penelitian ini : α (0,05), β (20%),

zα (1,96), zβ (0,84) Sd (4,7) dan ∆µ (5), maka jumlah sampel pada masing masing

kelompok penelitian ini adalah :

I. Analisis Statistik

Data kontinu disajikan dalam bentuk rerata ± simpangan baku (SB) dan

median (dengan rentang nilai minimum dan maksimum), dan data kategorikal

disajikan dalam bentuk preosentase. Perbedaan data demografi dan karakteristik

klinis dianalisis berdasarkan on treatment analysis dengan chi square atau Fisher

untuk data kategorikal dan uji t untuk data kontinyu jika distribusi nya normal atau

Mann Whitney test jika distribusinya tidak normal.

Distribusi atau sebaran data diuji dengan menggunakan uji statistik

Kosmogorov-Smirnov (Shapiro-Wilk) oleh karena besar sampel kurang dari 50.

Pengaruh latihan pasrah diri terhadap perbedaan skor rerata BDI dan skor rerata

PSQI antara kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol diuji dengan

menggunakan uji t untuk kelompok berpasangan atau Wilcoxon test tergantung

sebarannya. Perbedaan dianggap bermakna jika didapatkan p < 0,05 dengan interval

Page 22: BAB I

kepercayaan 95% (Dahlan, 2006). Pengolahan data pada penelitian ini dengan

menggunakan program komputer.