bab i

38
BAB I PEMBAHASAN 1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea. 1. b. Ruang lingkup Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.

Upload: felyyana-sadaya

Post on 07-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PEMBAHASAN

 

1. A.    KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.

Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.

Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea.

1. b.      Ruang lingkup

Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.

Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

3. Indikasi Operasi

· Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

· Adanya tanda herniasi/ lateralisasi

· Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT

Page 2: BAB I

Scan Kepala tidak bisa dilakukan.

1. d.      Etiologi

Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, terutma berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik.

5. Teknik Operasi

Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.

Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.

Markering

Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).

Desinfeksi

Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

Operasi

Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah.

Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahayanekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson¶s Brace) kemudiandengan

mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.

Page 3: BAB I

Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorholedengan kapas basah/ wetjes.

Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita

Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulangdipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudianmiringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dansuctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bonewax.

Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi

dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawahtulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlutambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang(berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecualidicurigai berasal dari sinus.

Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpuldengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan denganspoeling berulang-ulang.

Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalahmembuka duramater.

Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanandengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yangterangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bilasampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dansefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma padalapisan tersebut.

Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yangdipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atausubkutan.

Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh- pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.

Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruangsubarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak adadarah lagi.

Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yangdireseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Biladipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinsetanatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang denganevaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapanganoperasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

Page 4: BAB I

o Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

o Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.o Pasang drain subgaleal.o Jahit galea dengan vicryl 2.0o Jahit kulit dengan silk 3.0.o Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).o Operasi selesai.

Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yangtidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuaidengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatanuntuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutuplapis demi lapis seperti diatas

1. d.      MANIFESTASI KLINIK 1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).

Sakit kepala Nausea atau muntah proyektil Pusing Perubahan mental Kejang

1. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : 1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,

kebutaan,  tanda-tanda  papil edema.2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan

konstipasi.6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.7. Perubahan dalam seksual

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan.

1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.

2. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.

3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

Page 5: BAB I

5. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

1. KOMPLIKASI POST OPERASI 1. Edema cerebral.2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.3. Hypovolemik syok.4. Hydrocephalus.5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis

postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.

7. Infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

1. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.

Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.

7. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.2. Mempercepat penyembuhan.3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.4. Mempertahankan konsep diri pasien.5. Mempersiapkan pasien pulang.

8. PERAWATAN PASCA PEMBEDAHAN

1. Tindakan keperawatan post operasi. 1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan

sampai drain tercabut.4. Perawatan luka operasi secara steril.5. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk

Page 6: BAB I

pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:

Perut tidak kembung Peristaltik usus normal Flatus positif Bowel movement positif

1. Mobilisasi

Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.

1. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

Sistem Perkemihan :

Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi à retensio urine.

Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusià abdomen bawah (distensi buli-buli). Dower catheter à kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam à komplikasi

ginjal.

Sistem Gastrointestinal :

Mual muntah à 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.

Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. Kaji paralitic ileus à suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi

dan drainase lambung. Meningkatkan istirahat. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah. Memonitor perdarahan. Mencegah obstruksi usus. Irigasi atau pemberian obat.

Proses penyembuhan luka

Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.

Fase kedua

Page 7: BAB I

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.

Fase ketiga

Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

Fase keempat

Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka :

1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.3. Pencegahan infeksi.4. Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.

1. i.        KRITERIA EVALUASI

Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;

1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.2. Luka insisi normal tanpa infeksi.3. Tidak timbul komplikasi.4. Pola eliminasi lancar.5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :

Pengobatan lanjutan. Jenis obat yang diberikan. Diet. Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

 

 

 

 

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

Page 8: BAB I

 

2. PENGKAJIAN

1. a.      Primary Survey

1)      Airway

-       Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.

-       Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

-       Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.

2)      Breathing

-       Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

-       Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR  < 10 X / menit à depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.

-       Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.

3)      Circulating:

-       Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

-       Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

4)      Disability : berfokus pada status neurologi

-       Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital.

-       Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.

5)      Exposure

Page 9: BAB I

-       Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

1. b.      Secondary Survey : Pemeriksaan fisik

Pasien nampak tegang, wajah menahan  sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis,  GCS : 4-5-6,  T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.

1)      Abdomen.

Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati  teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.

Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal.

2)      Ekstremitas

Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.

3)      Integumen.

Kulit keriput, pucat. Turgor sedang

4)      Pemeriksaan neurologis

Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

-        Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

-        Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

-        Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

-        Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

-        Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

-        Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

1. c.       Tersiery Survey

1)      Kardiovaskuler

Page 10: BAB I

Klien nampak lemah, kulit  dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%,  HCT= 32 dan PLT = 235.

2)      Brain

Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal.

3)      Blader

Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc,  warna kuning kecoklatan.

 

1. C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.3. Resiko tinggi infeksi  berhubungan dengan higiene luka yang buruk.4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

1. D.    INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

Diagnosa Keperawatan

Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan

Rasionalisasi

1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau tertangani dengan baik.

Kriteria hasil:

Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.

Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa

1.Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

2.Pertahankan posisi istirahat semi fowler.

3.Dorong ambulasi dini.

4.Berikan kantong es pada abdomen.

1.Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses.

2.Mengurangi tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.

3.Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, dan menurunkan

Page 11: BAB I

nyeri. Mendemonstrasi

kan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi penghilang rasa nyeri.

5.Berikan analesik sesuai indikasi.

ketidaknyamanan abdomen.

4.menghilangkan dan mengurangi nyeri melelui penghilangan ujung saraf. catatan:jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.

5.menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

Tujuan:

Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan  integritas kulit.

Kriteria hasil:

Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan

Pasien menunjukkan  perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi.

1.Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan luka, dan kondisi sekitar luka.

2.lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.

3.lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah mandi, lalu keringkan kulit dengan hati hati.

4.berikan priopritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehilanan pasien.

1.Mengidentifikasi  terjadinya komplikasi.

2.merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.

3.Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien.

4.mempercepat proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien,

3. Resiko tinggi infeksi  berhubungan dengan higiene luka yang buruk.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan tidak mengalami infeksi.

1.awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat dan perubahan

1.Deteksi dini adanya infeksi.

2.Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.

Page 12: BAB I

Kriteria hasil:

Tidak menunjukkan adanya tanda infeksi.

Tidak terjadi infeksi.

mental dan peningkatan nyeri abdomen.

2.Lihat lika insisi dan balutan. catat karakteristik, drainase luka.

3.Lakukan cuci tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptik.

4.Berikan antibiotik sesuai indikasi.

3.Menurunkan penyebaran bakteri

4.Mungkin diberikan secara profilaktif untuk menurunkan jumlah organisme, dan untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.

Tujuan:

Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.

Kriteria hasil:

Tanda-tanda vital stabil.

Kulit klien hangat dan kering

Nadi perifer ada dan kuat.

Masukan atau haluaran seimbang.

1.Observasi ekstermitas terhadap pembengkakan, dan eritema.

2.Evaluasi status mental. perhatikan terjadinya hemaparalis, afasia, kejang, muntah dan peningkatan TD.

1.Tirah baring lama dapat mencetuskan statis venadan meningkatkan resiko pembentukan trombosis.

2.Indikasi yang menunjukkan embolisasi sistemik pada otak.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat.

Tanda-tanda vital

1.awasi intake dan out put cairan.

2.Awasi TTV, kaji membrane mukosa, turgor kulit, membrane mukosa, nadi perifer dan pengisian

1.memberikan informasi tentang penggantian kebutuhan dan fungsi organ.

2.indicator keadekuatan volume sirkulasi/ perfusi.

3.Memberikan

Page 13: BAB I

stabil. Mukosa lembab Turgor kulit/

pengisian kapiler baik.

Haluaran urine baik.

kapiler.

3.Awasi  pemeriksaan laboratorium.

4.Berikan cairan IV atau produk darah sesuai indikasi

informasi tentang volume sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit.

4.Mempertahankan volume sirkulasi.

6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan perawatan pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil:

volume nafas adekuat.

klien dapat mempertahankan pola nafas normal dan efektif dan tidak ada tanda hipoksia.

1.Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.

2.Auskultasi bunyi nafas.

3.Lihat kulit dan membran mukosa untuk melihat adanya sianosis.

4.Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.

1.Kecepatan dan upayamungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi darah dan akumulasi secretatau juga hipoksia.

2.Bunyi nafas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelektasis.

3.Sianosis menunjukkan adanya hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru.

4.Untuk memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesidan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat instalasi

7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan bunyi nafas yang jelas.

1.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.

2.Auskultasi paru, perhatikan

1.Perubaahan sputum menunjukkan terjadi distres pernafasan.

2.Deteksi adanya obstruksi.

Page 14: BAB I

Kriteria hasil:

frekuensi nafas dalam rentang normal.

bebas dipsnea.

stridordan penurunan bunyi nafas.

3.Dorong batuk atau latihan pernafasan.

4.Perhatikan adanya warna pucat atau merah pada luka.

3.Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan.

4.Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan aliran urine yang lancar.

Kriteria hasil:

Haluaran urine adekuat.

1.Catat keluaran urine, selidiki penurunan aliran urine secara tiba-tiba.

2.Awasi TTV, kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler.

3.Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat.

1.Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi atau juga karena dehidrasi.

2.Indikator keseimbangan cairan.

3.Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik.

9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan berat badan.

Kriteria hasil:

Berat badan klien tetap seimbang.

1.Timbang BB secara teratur.

2.Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.

3.Tambahkan diet sesuai toleransi.

1.kehilangan atau peningkatan menunjukkan perubahan hidrasi, tapi kehilangan lanjut juga menunjukkan defisit nutrisi.

2.Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus dapat menyertai hiperaktifitas usus, penurunan absorbsi air atau juga diare.

3.Kemajuan diet yang hati-hati saat memasukkan nutrisi

Page 15: BAB I

dimulai lagi  dapat menurunkan iritasi gaster.

 

 

 

3. Patofisiologi  Post Craniotomy

Kerusakan integritas kulit

Gangguan perfusi jaringan

Kekurangan vol cairan

Gangguan rasa nyaman nyeriResti Infeksi

Page 16: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

 

5. KESIMPULAN

Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Manifestasi klinik : Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF). Sakit kepala, Nausea atau muntah proyektil, Pusing, Perubahan mental, Kejang. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,  tanda-tanda  papil edema. Perubahan bicara, msalnya: aphasia. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. Perubahan dalam seksual.

 

 

Page 17: BAB I

 

 BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya

lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat

menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan

tumor intracranial ( Long C , 1996 : 130).

Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati

ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang

tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).

B. ETIOLOGI

1. Riwayat trauma kepala

2. Faktor genetik

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4. Virus tertentu

5. Defisiensi imunologi

6. Congenital

C. PATOFISIOLOGI

- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral

- Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal

Page 18: BAB I

- Hidrosefalus

- Gangguan fungsi hipofisis

Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi

leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau minggu

dari fase awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture

maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long, 1996 : 193 ).

Terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah

central nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat

disekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis ( Gangguan Fokal Akibat Tumor

Dan Peningkatan TIK ).

Tumor – tumor otak primer menunjukkan kira – kira 20 % dari penyebab semua

kematian kanker. Tumor – tumor otak jarang bermetastase keotak , biasanya dari paru –

paru, payudara, cairan glastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit

( melanoma ).

Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan

tingginya insiden pada pria usia dewasa tumr otak banyak dimulai dari sel gelia ( sel

untuk mebuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis ) dan merupakan

supratentorial ( Terletak Diatas Penutup Cerebellum ) jelasnya neoplastik dalam palastik

menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya

peningkatan TIK.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Peningkatan tekanan intracranial

a. Nyeri kepala

Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat

sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang

menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.

b. Nausea dan muntah

Akibat rangsangan pada medual oblongata

c. Papil edema

Page 19: BAB I

Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.

E. Klasifikasi

1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :

a. Jinak

Acoustic neuroma

Meningioma

Pituitary adenoma

Astrocytoma ( grade I )

b. Malignant

Astrocytoma ( grade 2,3,4 )

Oligodendroglioma

Apendymoma

2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :

a. Tumor intradural

Ekstramedular

Cleurofibroma

Meningioma intramedural

Apendimoma

Astrocytoma

Oligodendroglioma

Hemangioblastoma

b. Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan

meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler

2. MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan daerah

hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang menggunakan CT Scan

Page 20: BAB I

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi

dasar pengobatan seta informasi prognosisi

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi ( EEG )

Mendeteksi gelombang otak abnormal.

G. KOMPLIKASI

1. Gangguan fungsi neurologis

2. Gangguan kognitif

3. Gangguan tidur dan mood

4. Disfungsi seksual

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL

A. Pengkajian

1. Anamnesis

a. Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tgl MRS, askes, dst.

b. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal.

d. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,

mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema),

jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

Page 21: BAB I

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Pols fungsi kesehatan

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

b. Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda : TD : meningkat

N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada

vasomotor).

c. Eliminasi

Gejala : -

Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

d. Nutrisi

Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

e. Hygiene

Gejala : -

Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode

akut).

f. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam

keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang

umum lokal.

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung

kaku.

Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

h. Pernapasan

Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Page 22: BAB I

Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi

sampai koma) dan gelisah

i. Keamanan

Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah,

sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,

fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel

2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi

4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)

5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

C. INTERVENSI

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali

normal dengan KH :

TTV normal

Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit

Gelisah hilang

Ingatanya kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :

1. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya

seperti GCS

2. Pantau frekuensi dan irama jantung

3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut

dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam

4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan

membrane mukosa

Page 23: BAB I

5. Gunakan selimut hipotermia

6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen

Rasional :

1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK

adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan

perkembangan dari kerusakan

2. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma

atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit

3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan

komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus

4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi,

terutama jika tingkat kesadaran menurun

5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu

6. Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema,

mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme

seluler/ menurunkan konsumsioksigen

2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :

Nyeri hilang

Pasien tenang

Tidak terjadi mual muntah

Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :

1. Berikan lingkungan yang tenang

2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien

3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman

5. Berikan ROM aktif/pasif

6. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada

demam

7. Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi

Page 24: BAB I

Rasional :

1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat

2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan nyeri

4. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

5. Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri

6. Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit

7. Untuk menghilangkan nyeri yang hebat

3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi

adekuat dengan KH :

Mual muntah hilang

Napsu makan meningkat

BB kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan

2. Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering

3. Timbang berat badan

4. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional :

1. Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien terlindungi dari

aspirasi

2. Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi yang

diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan

3. Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

4. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori \nutrisi

4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak

kecil)

Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.

KH :

Page 25: BAB I

Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,

mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi :

1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang

terjadi.

2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 – 4)

3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat

sedikit perubahan posisi antara waktu

Rasional :

1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi

pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2. Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko kecelakaan namun

katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb sehubungan

dengan imobilisasi.

3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan

meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali

normal dengan KH :

Pasien dapat melihat dengan jelas

Intervensi :

1. Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali

pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama

jika penglihatannya terganggu

2. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan

3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan

aktivitas

4. Rujuk pada ahli fisioterapi

Rasional :

Page 26: BAB I

1. Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi,

gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi

timbulnya disorientasi dan ansietas

2. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur

REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori

3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan /pola respon

yang memanjang

4. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan berintegrasi

yang didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu yang

unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan

perseptual

DAFTAR PUSTAKA

Doenges . EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan.

Bandung : Yayasan IADK.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6 Vol. 2.

Jakarta : EGC.

http : // www.kalbe.co.id/files/cdk/Files/10 Abses Otak 89.pdf/10 abses otak 89.html.anonim.

“anatomi otak.

http://supersuga.wordpress.com/2008/03/06/anatomi otak.

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB I