bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia,
terutama di negara –negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit cacing adalah suatu
penyakit rakyat umum yang sama bahayanya seperti malaria dan TBC, diperkirakan lebih
dari 60% dari anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing (Tjay dan Rahardja,
2002). Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini terjadi antara lain karena sanitasi di
sekitarnya kurang terpelihara dan anak - anak sering tidak memakai alas kaki sehingga dapat
terjadi infeksi telur melalui makanan maupun melalui pori -pori kulit (Matroni, 2005).
Cacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit
dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia
sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Cacing yang popular
sebagai parasit saat ini adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuris
vermicularis), cacing pita (Taenia solium) dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale)
(Zulkoni, 2010). Menurut Safar(2010), nematoda intestinal merupakan nematoda yang
berhabitat di saluran pencernaan manusia dan hewan. Manusia merupakan hospes beberapa
nematoda intestinal.
Infeksi cacing dapat dicegah dengan mentaati aturan higiene tertentu dengan tegas dan
konsekuen, terutama oleh anak-anak. Yang terpenting diantaranya adalah selalu mencuci
tangan sebelum makan tau mengolah bahan makanan. Jangan memakan sesuatu yang telah
jatuh di tanah tanpa mencucinya terlebih dahulu (Tjay; Kirana, 2002:186). Penyakit ini dapat
dikurangi dengan pemberian obat-obat sintentis pada penderita, contoh obat sintetis yang
sering digunakan pada saat ini adalah pirantel pamoat karena bersifat membunuh cacing
dengan cara dilumpuhkan, tetapi obat ini memiliki efek samping, diantaranya mual, muntah,
reaksi alergi dan kadang kala sakit kepala. Oleh karena itu, perlu dibuat pengganti obat
cacing sintentis tanpa efek samping yang mudah didapat dan dengan harga yang terjangkau
yaitu memanfaatkan bahan alam.
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan memanfaatkan
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan
yang dihadapi, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern.
Pemeliharaan dan pengembangan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa
terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian, pengujian dan
penemuan obat-obat baru, termasuk budidaya tanaman yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan (Syukur dan Hernani, 2002). Sampai saat ini di pedesaan masih
banyak yang melakukan pengobatan dengan obat tradisional yang merupakan pengetahuan
turun-temurun untuk mengobati anak yang kurang nafsu makan karena kecacingan. Tetapi
ternyata masih banyak obat cacing dari alam Indonesia yang belum dibuktikan secara ilmiah
(Kuntari, 2008). Salah satu tanaman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah
srikaya.
Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.) mempunyai khasiat sebagai pencahar, obat
cacing, obat diare, astringen, obat diare dan bisul. Daun dan biji Annona squamosa L. yang
banyak digunakan sebagai obat cacing oleh masyarakat. Biasanya masyarakat menggunakan
daun srikaya untuk obat cacing dengan cara 15 lembar daun srikaya dicuci dengan air
kemudian direbus dengai 5 gelas air sampai tersisa menjadi 3 gelas. Setelah dingin di saring,
dan diminum 3 kali sehari masin masing 1 gelas. ( Wijayakusuma, dkk. 1996). Namun,
belum ada penelitian pasti tentang seberapa besar daun srikaya mempunyai efek anthelmintik.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang “Uji Khasiat
Anthelmintik Rebusan Daun Sirsak (Annona squamosa L.) pada Cacing Ascaris lumbricoides
Secara in Vitro”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan: Apakah rebusan
daun srikaya mempunyai khasiat anthelmintik terhadap cacing Ascaris lumbricoides?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Ingin mengetahui efektifitas dan potensi rebusan daun srikaya sebagai anthelmintik
terhadap cacing Ascaris lumbricoides.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Lethal Concentration (LC50) konsentrasi dari rebusan daun srikaya
sebagai anthelmintik.
b. Mengetahui Lethal Time (LT50) dari rebusan daun srikaya terhadap cacing Ascaris
lumbricoides
c. Menetapkan dosis anthelmintik rebusan daun srikaya berdasarkan LC50 rebusan
daun srikaya dengan LC50 pirantel pamoat.
D. Manfaat Penelitian
1. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, khususnya di bidang Farmakologi dan
Farmakognosi, serta menmbah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam
membuktikan khasiat dari daun srikaya sebagai anthelmintik.
2. Memberikan pengetahuan bagi masyarakat di lingkungan Poltekkes Kemenkes
Tanjung Karang tentang khasiat daun srikaya.