bab i
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi minyak bumi di Indonesia saat ini cenderung menurun sejalan
dengan menurunnya kemampuan produksi sumur-sumur minyak yang umumnya
telah beroperasi cukup lama. Kecenderungan makin meningkatnya kebutuhan
minyak bumi dunia mendorong dibutuhkannya cara untuk meningkatkan
perolehan minyak bumi. Salah satunya adalah dengan surfactant flooding yang
merupakan salah satu metode dalam proses Enhanced Oil Recovery (EOR).
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang dapat menurunkan
tegangan permukaan (surface aktive agent) antara dua fasa yang berbeda yaitu
minyak dan air sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan deterjen
dan untuk proses pengurasan minyak bumi/EOR. Jenis surfaktan anionik yang
banyak digunakan saat ini untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah surfaktan
yang berbasis petroleum. Kelemahan surfaktan berbasis petroleum adalah
menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui, tidak tahan pada
kesadahan yang tinggi dan sulit didegradasi. Sumber surfaktan baru dari sumber
alami yang dapat diperbaharui, menjanjikan proses ‘oil recovery’ lebih lanjut.
Ester Metil Sulfonat (EMS) merupakan salah satu surfaktan yang dapat digunakan
sebagai surfactant flooding dan dapat diproduksi dari bahan baku yang dapat
diperbarui, seperti minyak-minyak nabati.
Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan EMS menunjukkan beberapa
kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi EMS yang lebih rendah daya
deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas
enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium,
kandungan garam (disalt) lebih rendah dan lebih ramah lingkungan. EMS dibuat
melalui proses sulfonasi yang menggunakan pereaksi kimia yang mengandung
gugus sulfat atau sulfit (Bernardini, 1983; Watkins, 2001; Foster, 1996).
Ester Metil Sulfonat (EMS) termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu
surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif
1
![Page 2: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/2.jpg)
permukaan (surface-active). Ester Metil Sulfonat (EMS) berfungsi untuk
menurunkan tegangan antarmuka/interfacial tension (IFT) minyak dan air
sehingga dapat bercampur dengan homogen.EMS dibuat melalui proses sulfonasi
ester metil yang terbuat dari minyak sawit mentah (CPO) yang merupakan salah
satu minyak nabati yang banyak terdapat di Indonesia.
Indonesia menduduki posisi sebagai produsen sawit terbesar dunia. Luas
areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 6,6 juta ha,
dengan total produksi CPO mencapai sekitar 17 juta ton. Dari total produksi CPO
nasional tersebut, sekitar 38,2% dikonsumsi untuk kebutuhan domestik dan
sisanya sebesar 61,8% diekspor dalam bentuk CPO. Karena ekspor produk sawit
Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk CPO menyebabkan nilai tambah
yang diperoleh Indonesia dari sawit masih rendah. Maka dari itu, pendirian pabrik
produksi surfaktan EMS sangat dibutuhkan untuk meningkatan nilai tambah
minyak sawit Indonesia dengan pengembangan produk hilirnya.
Tabel 1.1 Kinerja Ekspor CPO Indonesia
Kinerja Ekspor CPO dan Produk Turunannya Asal IndonesiaMenurut Negara Tujuan Ekspor (2004-2009)
TahunIndia China Uni Eropa Negara Lainnya Total
VolumeVolume % Volume % Volume % Volume %
20042,76
31,881,08
12,511,47
16,973,35
38,638,66
20052,56
24,661,35
13,061,89
18,244,57
44,0510,38
20062,48
20,511,76
14,532,01
16,645,85
48,3112,10
20073,31
27,841,44
12,141,83
15,385,30
44,6511,88
20084,79
33,521,77
12,362,58
18,075,15
36,0514,29
20095,50
32,662,65
15,723,14
18,635,55
32,9916,83
Ket: Volume dalam Juta Ton.Sumber: Greenomics Indonesia (Mei 2010), berdasarkan data Kementerian Perdagangan
Pendirian pabrik ini juga didasarkan pada hal-hal berikut :
Meningkatkan hasil penambangan minyak bumi di Indonesia dengan
proses EOR yang membutuhkan bahan surfaktan EMS.
Terciptanya lapangan pekerjaan.
2
![Page 3: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/3.jpg)
Meningkatkan pertumbuhan industri-industri baru berbasis surfaktan dari
bahan nabati.
Menurunkan ketergantungan impor.
Peningkatan pendapatan negara dari sektor industri.
Meningkatkan sumber daya manusia melalui proses alih teknologi.
1.2 Prospek dan Pemasaran
Pengembangan surfaktan Ester Metil Sulfonat ini merupakan suatu industri
yang sangat prosfektif, dimana di Indonesia belum ada pabrik penghasil EMS
untuk minyak bumi belum ada. Selain itu, hanya ada 3 industri di dunia yang
memproduksi EMS, seperti Lion di Jepang dengan produksi 40000 ton/tahun,
Stepan di Amerika Serikat yang memproduksi 50000 ton/tahun, dan Huish
Detergents di Amerika Serikat yang mencapai produksi 80000 ton/tahun
(Chemithon.com). Disamping itu, kebutuhan Indonesia akan surfaktan sangat
besar namun masih saja mengimpor kekurangannya. Kebutuhan surfaktan
Indonesia mencapai angka 95.000 ton/tahun dan harus diimpor sekitar 45.000 ton
(Lipi.com, 2010). Dari data tersebut dengan dibangunnya pabrik surfaktan di
Dumai, berarti dapat mengurangi impor surfaktan Indonesia. Produksi surfaktan
ester metil sulfonat ini sangat dibutuhkan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR).
1.3 Pemilihan Lokasi
Lokasi pendirian pabrik surfaktan Ester Metil sulfonat (EMS) harus dilihat
berdasarkan kebutuhan dan sumber bahan baku utamanya, yaitu ester metil dari
CPO. Dilihat dari daerah penghasil CPO yang dominan, maka lokasi pendirian
pabrik surfaktan EMS ini direncanakan pada kawasan industri Dumai, Provinsi
Riau dengan pertimbangan-pertimbangan berikut :
1. Bahan Baku
Berdasarkan data Kementerian Perkebunan RI 2010, jumlah area
perkebunan kelapa sawit di Riau sudah mencapai sekitar 2 juta ha, baik
milik perusahaan besar maupun masyarakat. Dari jumlah tersebut, Riau
mampu menghasilkan 6 juta ton CPO atau 26 persen dari produksi CPO
3
![Page 4: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/4.jpg)
nasional (Riau Bisnis.com ,2010). Dumai merupakan salah satu kawasan
Industri yang mampu menghasilkan CPO dengan jumlah yang mencukupi
sebagai bahan baku pabrik surfaktan Ester Metil Sulfonat. Ditambah lagi
peranan dari pemerintah Dumai dalam penyediaan lokasi pengembangan
industri hilir CPO dengan luas kawasan mencapai 5000 hektare
(industri.kontan.co.id , 2009).
2. Pemasaran
Penggunaan Surfaktan EMS sangat diharapkan terutama untuk
proses Enhanced Oil Recovery (EOR). Melihat prospek Dumai yang juga
merupakan Kawasan Penambangan Minyak Mentah sehingga untuk
daerah pemasaran sudah mendapatkan objek pemasaran yang tepat.
Ditinjau lagi di Provinsi Riau terdapat daerah-daerah penambangan
minyak bumi yang terbesar sehingga pendirian pabrik Surfaktan EMS
sangat potensial untuk dikembangkan di daerah ini.
3. Utilitas
Kebutuhan air baik untuk proses maupun untuk rumah tangga
diperoleh dengan mengolah air sungai dan air laut yang berdekatan dengan
lokasi pabrik yang akan didirikan, kebutuhan akan listrik didapat dari
generator sendiri, sedangkan kebutuhan bahan bakar dan minyak pelumas
datar diperoleh dari Pertamina.
4. Transportasi
Kawasan dumai telah memiliki sarana dan prosarana transportasi
yang sangat memadai. Hal ini dapat dilihat dari ditunjuknya Dumai
sebagai salah satu Kawasan Industri di Indonesia. Berikut bentuk sarana
transportasi yang tersedia di Dumai.
a. Darat
Kota Dumai yang berjarak 250 km dari Kota Pekanbaru
didukung oleh transporasi darat yang memadai. Infrastruktur jalan di
daerah ini sudah mencapai ke berbagai daerah dengan total panjang
mencapai 944.624 km. Dimana Dumai terletak di jalur Timur Trans
Sumatera yang memainkan peran sebagai penghubung untuk daerah
4
![Page 5: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/5.jpg)
Riau Daratan, termasuk untuk Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera
Barat.
b. Laut
Dumai merupakan daerah pintu gerbang daerah Timur
Sumatera. Selain pelabuhan umum yang dikelola PT Pelabuhan
Indonesia I (Pelindo) Dumai, Dumai juga memiliki pelabuhan khusus
PT Cevron Pasific Indonesia (PT CPI), PT Pertamina, dan Pelabuhan
Khusus PT Kawasan Industri Dumai (PT. KID).
c. Udara
Kota Dumai memiliki Bandar Udara (Bandara) Pinang Kampai,
yang saat ini sedang ditingkatkan dari bandara khusus menjadi bandara
umum. Bandara yang memiliki panjang lintasan 1800 m dan lebar 30
m ini dapat menampung pesawat dari Fokker 28, Fokker 50, dan
Fokker 100.
(www.dumaizone.com , 2009)
5. Sumber Daya Manusia
Kehadiran Universitas Negeri dan Swasta, akademi-akademi serta
sekolah-sekolah kejuruan di Provinsi Riau dan sekitarnya akan menunjang
ketersediaan tenaga kerja ahli dan terdidik untuk ditempatkan secara
proporsional. Hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran.
1.4 Kapasitas Produksi
Pendirian industri penghasil Ester Metil Sulfonat (EMS) belum ada
sebelumnya di Indonesia. Saat ini untuk memenuhi kebutuhan surfaktan dalam
negeri sebagian besar mengandalkan impor dari luar dalam bentuk Linear
Alkylbenzene Sulfonate (LAS). LAS merupakan surfaktan hasil sintesis dari
turunan minyak bumi. Dapat dilihat pada tabel dibawah data impor LAS di
Indonesia semakin meningkat dari tahun 1999-2006.
5
![Page 6: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/6.jpg)
Tabel 1.2 Kebutuhan Impor LAS Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan surfaktan di Indonesia, penggantian penggunaan
LAS menjadi surfaktan anionik EMS yang lebih ramah lingkungan dan memiliki
sifat deterjensi tinggi sangat diperlukan.
Berdasarkan rancangan pabrik sejenis tahun 2003 diketahui 30%
kebutuhan Surfaktan di Indonesia sebanyak 16.000 ton per tahun (Dina Yuliana,
2003). Asumsi bahwa peningkatan kebutuhan LAS sama dengan peningkatan
kebutuhan EMS setiap tahunnya. Pendirian pabrik Surfaktan Ester Metil Sulfonat
(EMS) direncanakan pada tahun 2012 dan memenuhi 25 persen dari peluang pasar
yang ada, yaitu dengan kapasitas 41.000 ton per tahun dan produksi tahun pertama
sebanyak 80 persen dari total kapasitas.
6
![Page 7: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/7.jpg)
BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1 Teknologi Proses
Dalam pembuatan Ester Metil Sulfonat, ada tiga teknologi proses yang di gunakan
yaitu :
1. Sulfamic Acid Sulfation
Gambar 2.1 mengilustrasikan peralatan yang digunakan untuk Sulfamic
Acid Sulfation. Proses batch dijalankan dalam stainless steel atau gelas
berjajar, kedap udara, reaktor tangki berpengaduk. Reaktor memiliki coils
pemanas dan pendingin dan memiliki ketentuan untuk berat di reaktan
organik dan sulfamic acid. Sebelum reaksi dimulai, udara dibersihkan dari
reaktor dengan nitrogen kering dan reaksi ini berjalan di bawah blanket of
nitrogen. Berat organik ditimbang ke reaktor dan kelebihan molar 5%
sulfamic acid kemudian ditambahkan. Reaktor yang digunakan
dibersihkan dan diselimuti dengan nitrogen kering untuk menghilangkan
oksigen. Reaktan dipanaskan sampai 110-160 ° C dan diadakan di suhu ini
selama kurang lebih 90 menit. Produk ini kemudian didinginkan sampai
70 ° C dan air atau alkohol ditambahkan untuk mencairkan produk. Seperti
disebutkan sebelumnya, garam amonium adalah produk reaksi langsung
sehingga tidak ada langkah netralisasi diperlukan.
Gambar 2.1 S (Tano, 2003)
Gambar 2.1 Proses Sulfamic Acid Sulfation (Norman, 1997)
7
![Page 8: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/8.jpg)
2. Chlorosulfonic Acid Sulfation
Chlorosulfonic Acid Sulfation dapat digunakan untuk sulfonat dalam baik
batch atau proses kontinu. Untuk proses batch, diilustrasikan pada Gambar
2.2, peralatannya adalah glass lined, pengaduk, reaktor dengan jaket
pemanasan dan pendinginan. Reaktor harus dilengkapi dengan glass lined
penyerap untuk menghilangkan gas HCl yang terbentuk dalam
reaksi. Sebuah vakum biasanya digunakan pada reaction vessel untuk
meningkatkan penghilangan HCl. Gas HCl yang dibebaskan diserap
ke dalam air untuk membuat larutan HCl. Dalam operasi, alkohol alkohol
atau etoksi bahan baku dibebankan ke reaktor dan chlorosulfonic acid
secara bertahap ditambahkan. Sistem pendingin diperlukan untuk
menghilangkan panas karena reaksi adalah eksotermik. The reaksi massa
harus dijaga pada sekitar 25 ° C untuk menghindari reaksi samping dan
warna tubuh formasi dan untuk meminimalkan berbusa. Tingkat
penambahan chlorosulfonic acid disesuaikan untuk memastikan bahwa
suhu ini tidak terlampaui. netralisasi segera adalah
diperlukan setelah reaksi selesai.
Gambar 2.2 Proses Batch Chlorosulfonic Acid Sulfation (Norman, 1997)
8
![Page 9: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/9.jpg)
Chlorosulfation juga bisa berkesinambungan. Gambar 2.2 menunjukkan
tipe aliran untuk proses acid chlorosulfonic sulfation. Dalam hal ini
alkohol dan asam chlorosulfuonic ditambahkan ke dalam zona
pencampuran, digabungkan dan dikirim ke sebuah degasser. Vakum
digunakan pada degasser untuk membantu pemisahan HCl dari reaksi
produk. Asam sulfonat terlepas dikirim melalui penukar panas untuk
menghapus panas reaksi dan daur ulang kembali ke mixer untuk proses
pendinginan. Sebagian dari campuran reaksi dikirim ke degasser kedua
dimana pemisahan HCl selesai. HCl terus diserap ke dalam air dan
campuran asam terus dinetralkan. Beberapa perusahaan menggunakan
teknologi menggunakan Henkel chlorosulfation terus menerus untuk
membuat deterjen aktiv.
3. Oleum and Sulfuric Acid
Oleum dan asam sulfat dapat digunakan untuk sulfonat aromatik dan
alkohol dalam batch baik atau kontinu peralatan. Untuk alkylates deterjen,
peralatan batch ini sangat mirip dengan proses lainnya. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.3, peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah
diaduk, disegel, kaca dilapis atau stainless steel ketel dengan ketentuan
untuk pemanasan dan pendinginan.
Gambar 2.3 Proses Continues Alcohol Sulfation with Chlorosulfonic Acid
(Norman, 1997)
9
![Page 10: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/10.jpg)
Alkylate deterjen pertama ditambahkan ke reaction vessel kemudian
oleum ditambahkan secara perlahan selama beberapa jam. Reaksi sangat
eksotermik dan tingkat penambahan oleum ditentukan oleh kemampuan
untuk menghilangkan panas reaksi. Suhu harus dijaga dibawah 35 ° C
untuk produk yang optimum kualitas. Sering panas reaksi akan dihapus
oleh memompa campuran reaksi melalui penukar panas eksternal. Karena
itu adalah reaksi kesetimbangan, kecuali untuk khusus kasus sulfonasi
azeotrop hydrotropes dengan asam sulfat, surplus besar asam sulfat
terbentuk. Ketika reaksi sulfonasi selesai, asam sulfat dapat dipisahkan
dari deterjen Alkylate tersulfonasi dengan menambahkan air. Penambahan
air (Biasanya sekitar 10% dari berat campuran reaksi) menyebabkan
pemisahan fase untuk terjadi antara asam sulfonat dan asam sulfat.
Gambar 2.4 Proses bath Oleum of Detergent Alkylate (Norman, 1997)
Pemisahan biasanya berlangsung dalam gelas, terpisah berjajar kapal dan
terjadi selama jangka waktu sekitar 10 jam. Bahan konstruksi ini penting
karena proses pengenceran membuat asam sulfat yang dalam suhu yang
sangat korosif dan rentang konsentrasi. Setelah pemisahan, asam sulfonat
dapat dinetralkan dengan sodium hidroksida berair, biasanya
netralisasi dalam wadah terpisah. Termasuk netralisasi, waktu batch total
15 sampai 20 jam. Produk ini mengandung sekitar 15% natrium sulfat
10
![Page 11: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/11.jpg)
setelah netralisasi jika asam adalah terpisah, dan sekitar 60% natrium
sulfat jika tidak.
2.2 Spesifikasi Bahan Baku
1. Sifat Fisik Kimia Produk
Surfaktan Ester metil sulfonat termasuk golongan surfaktan anionik,
yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau
bagian aktif permukaan. Struktur kimianya dapat terlihat pada gambar
berikut,
Gambar 2.4 Struktur Kimia EMS
Menurut Hui (1996), surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan
yang bagian hidrifobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion negatif).
Gugus anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan
anionik. Oleh karena itu, Metil Ester Sulfona lebih baik terhadap
keberadaan kalsium dan kandungan garam alkali lebih rendah.
11
![Page 12: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/12.jpg)
Tabel 2.1 Komposisi Produk Ester Metil Sulfonat
(www.chemiton.com)
2.3 Uraian Proses
Berikut merupakan blok diagram produksi Ester metil Sulfonat,
Gambar 2.5 Blok Diagram Pabrik EMS
12
![Page 13: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/13.jpg)
Ester Metil Sulfonat (EMS) diproduksi melalui proses sulfonasi metil
ester dengan campuran SO3/udara. Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan
organik terjadi di dalam suatu falling film reactor. Gas dan organik
mengalir di dalam tube secara co-current dari bagian atas reaktor pada
temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur sekitar 30oC. Proses
pendinginan dilakukan dengan air pendingin yang berasal dari cooling
tower. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi akibat reaksi
eksoterm yang berlangsung di dalam reaktor.
Agar campuran MESA mencapai waktu yang tepat dalam reaksi
sulfonasi yang sempurna, MESA harus dilewatkan kedalam digester yang
memilki temperature konstan (~80oC) selama kurang lebih satu jam. Efek
samping dari MESA digestion adalah penggelapan warna campuran asam
sulfonat secara signifikan. Sementara itu, gas-gas yang meninggalkan
reaktor menuju sistem pembersihan gas buangan (waste gas cleaning
system).
Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, digested
MESA harus diukur didalam sistem kontinu acid bleaching, dimana
dicampurkan dengan laju alir metanol yang terkontrol dan hidrogen
peroksida sesudahnya. Reaksi bleaching lalu dilanjutkan dengan metanol
reflux dan pengontrolan temperatur yang presisi.
Acid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil
dan mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna
antara asam sulfonat dan aliran basa dibutuhkan dalam proses netralisasi
untuk mencegah lokalisasi kenaikan pH dan temperatur yang dapat
mengakibatkan reaksi hidrolisis yang berlebih. Neutralizer beroperasi
secara kontinu, mempertahankan komposisi dan pH dari pasta secara
otomatis.
Selanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTube
Dryer dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk
menghasilkan pasta terkonsentrasi atau produk granula kering MES,
13
![Page 14: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/14.jpg)
dimana produk ini tergantung pada berat molekul MES dan target aplikasi
produk. Langkah akhir adalah merumuskan dan menyiapkan produk MES
dalam komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-padat
atau granula padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.
Uraian reaksi yang terjadi sebagai berikut :
(www.chemiton.com)
+
14
![Page 15: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/15.jpg)
BAB III
NERACA MASSA DAN NERACA ENERGI
3.1 Data yang Digunakan
a. Burner
Data : Temperatur proses 1000 0C (Oscar, 2004)
Suhu Feed Sulfur 115 0C (MSDS Sulfur)
Temperatur Udara sebagai umpan (Norman, 2009)
b. Reaktor Falling Film
Data : Perbandingan bahan baku metil ester : SO3 = 1:1,5 (Hovda, 1996)
Suhu proses 40 0C (Hovda, 1996)
Konversi reaksi 75 % (Hovda, 1996)
Gas SO3 dengan konsentrasi 7% (Norman, 2009)
c. Digester
Data : Temperatur operasi 80 0C (Martin, 1998)
d. Bleacher
Data : Temperatur operasi 90 0C (Hovda, 1996)
e. Netralizer
Data : Temperatur operasi 60 0C (Hovda, 1996)
f. CSTR
Data : Temperatur operasi 300 0C
g. Drying
Data : Temperatur operasi 148 0C
15
![Page 16: BAB I](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022060114/55721134497959fc0b8e92f0/html5/thumbnails/16.jpg)
16