bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini sudah dimulai
diidentifikasi sejak yahun 1780. (Chuansumrit, 2005) DBD juga merupakan salah satu penyakit
yang mengancam jiwa manusia, dari laporan World Health Organization (WHO) , pada tahun
1998 dari total 558.000 kasus infeksi dengue, 15.000 diantaranya mengalami kematian akibat
infeksi tersebut. (Jelinek,2002) Daerah pertama dan kedua yang menjadi daerah endemis DBD
adalah Manila pada tahun 1954 , diikuti Bangkok pada tahun 1958. Sejak saat itu DBD tersebar
di daerah tropis Asia Tenggara. (Chuansumrit, 2005)
Kasus DBD sering kali tidak dicatat di sebagian besar negara, sehingga sebagai
konsukuensinya, kasus DBD yang telah dicatat WHO sering kali lebih besar dari kenyataan yang
sebenarnya. Peningkatan kasus DBD di Negara endemis dan epidemis akan berdampak pula
pada peningkatan transmisi penyakit DBD oleh para wisatawan yang hendak melakukan wisata
ke Negara tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jelinek tahun 2002, dilaporkan
bahwa wisatawan Eropa yang melakukan perjalanan wisata ke negara-negara Asia memiliki
angka presentase tertinggi menderita DBD yaitu sebesar 23,3% ke daerah asia tenggara, 22,9%
ke daerah India, dan 6,5% ke Indonesia (Gambar.1). (Jelinek,2002)
Gambar 1. Daerah Geografi dimana Dengue Fever Dialami Oleh 282 wisatawan Eropa.
(Jelinek,2002)
Peningkatan kasus dengue pada akhir dekade ini bersamaan dengan meningkatnya laporan
tentang meningkatnya perjalanan internasional, dari dan menuju Negara dimana merupakan
endemic dengue. Demam dengue yang dialami wasatawan dari Negara tropis pernah dicatat
mengalami peningkatan dari 2 persen pada awal tahun 1990-an menjadi 16 persen lebih pada
tahun 2005. Pada beberapa penelitian , demam dengue pernah dicatat menjadi kasus kedua
tersering (setelah malaria) wisatawan masuk rumah sakit setelah melakukan perjalanan ke
Negara tropis. (Jelinek,2000)
Virus Dengue termasuk dalam family Flaviviridae, genus flavivirus dan di transmisikan ke
manusia oleh nyamuk Aedes, tepatnya Aedes Aegypti, virus Dengue terdiri dari 4 serotipe
DENV-1, DENV-2, DENV3, dan DENV-4.3 Manifestasi klinis pada infeksi dengue sangat luas,
dimulai dari tidak ada gejala (asymptomatic) hingga gejala-gejala seperti demam yang tidak
diketahui penyebabnya, influenza yang disebut dengan demam dengue , dan kadang-kadang bisa
berakibat fatal yaitu dikarakteristikan oleh pendarahan dan shock yang disebut dengan demam
berdarah dengue (DBD). (Chuansumrit, 2005)
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya infeksi dengue masih belum seluruhnya jelas ,
tapi dikatakan penyebabnya multifaktorial. Menurul Martina (2009), latar belakang genetic yang
dimiliki penderita akan mempengaruhi respon imun yang bereaksi dengan infeksi dengue. Virus
dengue akan mengalami inokulasi di dermis, dan sel langerhans dan keratinosit akan mengalami
infeksi pertama kali. Virus selanjutnya akan menyebar melalui pembuluh darah dan menginfeksi
jaringan makrophag di beberapa organ, terutama di spleen. Sel-sel yang terinfeksi sebagian besar
akan mengalami apoptosis dan sedikit yang yang mengalami nekrosis. Peristiwa nekrosis ini
akan menyebabkan terbentuknya produk-produk toxic yang akan mengaktivasi system koagulasi
dan fibrinolisis, yang nantinya akan menyebabkan gangguan koagulasi yang dimenifestasikan
dengan gejala pendarahan, serta disfungsi sel endotel yang ditandai dengan kebocoran plasma.
Mekanisme inilah yang menyebabkan penderita DBD akan mengalami syok dan kematian.
(Martina, 2009)
Banyaknya kasus DBD yang terjadi pada wisatawan yang hendak berpergian ke daerah
endemis, ndiperlukan suatu pengetahuan khusus mengenai tanda-tanda infeksi dengue serta hal-
hal yang perlu dilakukan wisatawan untuk menangani infeksi dengue tersebut. Pada dasarnya,
tidak ada terapi yang spesifik untuk menangani infeksi DBD. Corticosteroid, carbazochrome
(obat yang menurunkan permeabilitas kapiler) dan obat antiviral tidak memiliki peran yang
bermakna (walaupun ribavirin, interferon alfa dan 6-azauridine terbukti bekerja secara in vitro).
Pemberian terapi cairan yang tepat akan mengurangi resiko kematian akibat DBD ataupun
Dengue Syok Syndrom (DSS). Penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif, yang
bertujuan untuk mencegah kematian. Dengue ringan dan klasik diobati dengan antipiretik seperti
acetaminophen, istirahat (bed rest), dan terapi cairan (secara oral maupun parenteral). Para
wisatawan juga perlu melakukan pantauan mengenai jumlah platelet dan hematokrit yang harus
selalu diulang setiap 24 jam sekali untuk mengikuti perkembangan DBD.
Apabila para wisatawan sudah mengetahui tanda-tanda infeksi dengue dan juga hal-hal
yang perlu diakukan bila terinfeksi, maka akan mengurangi kekhawatiran wisatawan bila ingin
mengunjungi daerah-daerah endemis DBD.
BAB II
ISI
2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue
Para wisatawan sebelumnya perlu mengetahui definisi DBD itu sendiri. Demam berdarah
dengue merupakan salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi dengue. Manifestasi
simptomatik yang disebut sebagai infeksi virus dengue adalah sebagai berikut: (Khie Chen,
2009)
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan
pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi
menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)
Gambar 2. Spektrum Virus Dengue (Khie Chen, 2009)
2.2 Patogenesis Demam Berdarah Dengue
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya infeksi dengue masih belum seluruhnya jelas ,
tapi dikatakan penyebabnya multifaktorial. Menurul Martina (2009), latar belakang genetic
yang dimiliki penderita akan mempengaruhi respon imun yang bereaksi dengan infeksi
dengue. Virus dengue akan mengalami inokulasi di dermis, dan sel langerhans dan
keratinosit akan mengalami infeksi pertama kali. Virus selanjutnya akan menyebar melalui
pembuluh darah dan menginfeksi jaringan makrophag di beberapa organ, terutama di spleen.
Sel-sel yang terinfeksi sebagian besar akan mengalami apoptosis dan sedikit yang yang
mengalami nekrosis. Peristiwa nekrosis ini akan menyebabkan terbentuknya produk-produk
toxic yang akan mengaktivasi system koagulasi dan fibrinolisis, yang nantinya akan
menyebabkan gangguan koagulasi yang dimenifestasikan dengan gejala pendarahan, serta
disfungsi sel endotel yang ditandai dengan kebocoran plasma. Mekanisme inilah yang
menyebabkan penderita DBD akan mengalami syok dan kematian.(Martina, 2009)
Ganbar 3. Patogenesis dari Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syok
Sindrom. (Martina, 2009)3
2.3 Gejala dan Tanda Klinis DBD
Gejala klinis demam dengue penting diketahui bagi para wisatawan yang hendak
berpergian ke daerah endemis , untuk selanjutnya menjadi pedoman wisatawan untuk
memutuskan hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani DBD dengan cepat dan
tepat. Menurut Annelies Wilder (2005) gejala klinis DBD bervariasi dimulai dari gejala
asimptomatik, gejala demam dengue klasik serta demam berdarah dengue (DBD) / dengue
shock syndrome (DSS).(Annelies,2005)
Sebagian besar wisatawan yang terinfeksi demam berdarah di daerah endemik tidak
menunjukkan gejala atau mereka datang dengan gejala demam ringan. Pada wisatawan
dewasa, rasio asimtomatik dibanding kasus-kasus yang bergejala telah dilaporkan adalah
1:0.8 dan 1:3.3. (Annelies,2005)
Infeksi dengue memiliki spektrum klinis yang luas yang terdiri dari manifestasi klinis
ringan hingga berat. Setelah masa inkubasi, infeksi dengue diikuti dengan tiga fase, yaitu
fase panas, fase kritis dan fase pemulihan.(WHO,2009)
Gambar 4. Fase-Fase yang Terjadi Pada Infeksi Dengue (WHO,2009)
Fase pertama adalah fase panas atau febris. Pada fase ini wisatawan harus curiga bila
mengalami panas yang mendadak yang terjadi selama 2 hingga 7 hari.Panas badan sering
disertai dengan eritema pada kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia, artralgia dan sakit kepala.
Pada fase ini wisatawan bisa mengalami radang tenggorokan, penurunan nafsu makan, mual
dan muntah. Tes tourniquet positif juga mungkin terjadi pada fase ini. Pendarahan ringan
seperti peteki dan pendarahan mukosa membrane pada hidung atau gusi dapat terjadi pada
fase ini. (WHO,2009)
Gejala demam berdarah dengue klasik ditandai onset demam yang terjadi tiba-tiba,
disertai sakit kepala berat, nyeri retro-orbital, dan kelelahan, dan sering dikaitkan dengan
mialgia dan artralgia yang parah ("breakbone demam "). Demam biasanya berlangsung 5-7
hari. Sebuah ruam, biasanya makula atau makulopapular dan sering berkonfluen membentuk
pulau-pulau kecil di atas kulit normal , telah dilaporkan sekitar setengah dari orang yang
terinfeksi. Tanda-tanda dan gejala lainnya termasuk muka memerah (biasanya selama 24
pertama 48 jam), limfadenopati, konjungtiva disuntik, suatu faring meradang, dan ringan
pernapasan dan pencernaan gejala. mungkin memiliki manifestasi perdarahan, seperti
petechiae, purpura, atau bukti tourniquet positif untuk menguji kerapuhan kapiler; tes ini
positif jika 20 atau lebih petechiae muncul pada area kulit dengan luas 6.25 cm2 pada lengan
setelah diberi tekanan manset. (Beckett,2005)
Gusi berdarah, epistaksis, menorrhagia, dan perdarahan gastrointestinal hanya sesekali
terlihat. Sangat jarang terjadi komplikasi demam berdarah termasuk miokarditis, hepatitis,
dan kelainan neurologis, seperti ensefalopati dan neuropati.(Annelies,2005)
Fase kedua adalah fase kritis, fase ini terjadi ketika temperature tubuh menurun hingga
37,5-38oC atau kurang, biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler
dengan peningkatan hematokrit dapat terjadi pada fase ini.Progresif leucopenia diikuti
dengan penurunan jumlah platelet biasanya terjadi sebelum kebocoran plasma. Pada fase ini
dapat juga terjadi syok akibat volume plasma yang hilang akibat kebocoran plasma. Hal ini
biasanya ditandai dengan tanda peringatan. Temperature badan biasanya akan menunjukkan
subnormal. Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan hipoperfusi organ
yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan fungsi organ, asidosis metabolic, gangguan
koagulasi.(WHO,2009)
Menurut WHO (2009), klasifikasi gejala DBD fase kritis dibagi menjadi gejala DBD
dengan atau tanpa tanda peringatan (warning sign) dan gejala DBD berat, yang dijelaskan
pada gambar di bawah.
DENGUE ± TANDA PERINGATAN DENGUE BERAT
KRITERIA UNTUK DENGUE ± TANDA PERINGATAN KRITERIA DENGUE BERATProbable dengue Tanda Peringatan Kebocoran Plasma BeratHidup/berpergian ke daerah endemic. Panas dengan 2 kriteria penyerta : Mual, muntah Ruam Nyeri Tes Tourniquet positif Leukopenia Ada tanda peringatan
Konfirmasi Laboratorium DenguePenting bila tidak ada tanda kebocoran plasma
Nyeri abdomen Muntah yang persisten Akumulasi cairan secara
klinis Pendarahan mukosa Lethargy, gelisah Pembesaran liver >2 cm Lab : peningkatan Hct
diiringi dengan penurunan kadar platelet secara cepat
Syok (SSD) Akumulasi cairan dan
kesulitan bernafasPendarahan yang Beratevaluasi oleh klinisi
Keterlibatan Organ yang Berat Liver : AST/ALT ≥1000 CNS : kehilangan kesadaran Jantung dan organ lainya
Gambar 5. Klasifikasi DBD dan DSS (WHO, 2009)
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Fase ini terjadi bila pasien berhasil bertahan 48-
72 jam mengalami fase kritis. Pada fase ini terjadi pengembalian cairan dari ektravaskuler
selama 48-72 jam. Keadaan umum pasien akan membaik, nafsu makan meningkat, gejala
gastrointestinal berkurang, hemodinamik stabil, dan volume kencing normal. Beberapa
pasien akan mengalami rash pada kulitnya dan gatal. Biasanya juga terdapat tanda
bradikardi dan perubahan elektrokardiograf selama fase ini. Yang patut diperhatikan pada
fase ini bila terjadi gangguan pernafasan akibat pembrian cairan yang berlebih sehingga bisa
menyebabkan efusi pleura dan asites.(Annelies, 2005)
2.4 Pemeriksaan Laboratorium DBD
Apabila seorang wisatawan mencurigai dirinya mengalami tanda klinis infeksi dengue,
wisatawan tersebut perlu melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
Tanpa Tanda Peringatan
Tanpa Tanda Peringatan
Dengan Tanda Peringatan
Dengan Tanda Peringatan
Kebocoran Plasma Berat
Pendarahan Berat
Gangguan Organ yang berat
Kebocoran Plasma Berat
Pendarahan Berat
Gangguan Organ yang berat
diagnosis dan rencana terapi selanjutnya. Pada infeksi dengue atau DBD akan ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi pada pemeriksaan darah lengkap atau CBC (Complete
Blood Count). Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasaditemukan pada hari
ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul
dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit
bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering
ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran
plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada
pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan
PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga
terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada
pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-
ringannya efusi pleura berhubungandengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang
mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. (Kularatne,2005)
2.5 Penatalaksanaan DBD
Bila seorang wisatawan curiga terkena infeksi dengue di daerah endemis, wisatawan
tersebut pelu melakukan investigasi sebelumnya. Penatalaksanaan DBD dimulai dengan
seorang wisatawan harus mengenali kasus DBD terlebih dahulu, memastikan diagnosis
DBD serta melakukan penatalaksanaan awal yang perlu diberikan. Suatu infeksi dengue
perlu dicurigai dialami para wisatawan ketika terdapat seorang wisatawan di daerah endemis
yang menderita gejala panas yang tidak jelas penyebabnya, yang dikarakteristikan dengan
panas yang bertambah tinggi atau jenis panas saddle back dengan durasi 2 hingga 7 hari.
Kondisi lain yang harus di curigai tanda-tanda petechiae, pendarahan hidung atau gusi,
hematemesis atau melenal, pasien tetap sakit disebabkan oleh temperature yang rendah, kulit
yang berkeringat, eksterimitas dingin, mengantuk dan kelelahan, atau terdapat kematian
yang tidak dapat dijelaskan akibat syok, dengan atau tanpa pendarahan, terjadi didalam 1
minggu sejak onset panas terjadi.(WHO,1997)
Prinsip penatalaksanaan DBD awal yang dapat dilakukan para wisatawan, menurut WHO
tahun 1997 meliputi :
1. Panas yang tinggi harus di terapi pemberian parasetamol yang sesuai (acetylsalicylic acid
(aspirin) dan jenis salicylates lain sebaiknya tidak diberikan sebab akan menyebabkan
pendarahan dan iritasi gaster serta asidosis)
2. Terapi rehidrasi oral harus diberikan pada fase awal panas.
3. Pasien harus segera di pindahkan ke rumah sakit bila ditemukan tanda-tanda pendarahan
4. Sebelum dibawa ke rumah sakit, penting untuk diberikan cairan intravena bila
temperature turun, ekstremitas menjadi dingin, dan pasien merasa lemas. Jika
memindahkan pasien ke rumah sakit tidak memungkinkan, oral rehidrasi harus
dilanjutkan hingga pasien jumlah keluarnya urin normal dan kulit menjadi hangat
kembali.
Menurut WHO, selama fase panas yang akut, pasien akan memiliki resiko untuk
mengalami kejang. Sehingga, pemberian antipiretik sangat direkomendasikan bagi pasien
dengan hiperpireksia,terutama bagi pasien yang memiliki riwayat kejang sebelumnya.
Salisilat harus dihindari, karena dapat menyebabkan pendarahan dan asidosis, dan bias
memicu terjadinya Reye atau Reye like syndrome. Parasetamol dianjurkan dengan
pengawasan dosis, sebagai berikut : (WHO,1997)
< 1 tahun 60 mg/dosis
1-3 tahun 60-120 mg/dosis
3-6 tahun 120 mg/dosis
6-12 tahun 240 mg/dosis
Dosis harus diberikan ketika temperature badan mencapai lebih dari 390C, tetapi tidak
melebihi 6 dosis selama 24 jam. Pasien DBD harus selalu dipantau tanda-tanda syok. Periode
kritis yaitu transisi dari kondisi panas (febril) ke kondisi afebril , yang biasanya muncul
setelah hari ketiga. Penentuan hematokrit sangat penting sebagai indikasi derajar kebocoran
plasma dan indikasi terapi cairan intravena. Peningkatan hematokrit biasanya diikuti dengan
perubahan tekanan darah dan nadi. Hematokrit harus ditentukan setiap hari sejak tiga hari
setelah onset panas hingga panas pasien normal selama 1 hingga 2 hari. Jika penghitungan
hematokrit tidak memungkinkan, penghitungan hemoglobin juga dapat dilakukan, hanya saja
kurang sensitive.(WHO, 1997)
Menurut Annelies Wider Smith (2005) , tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD.
Corticosteroid, carbazochrome (obat yang menurunkan permeabilitas kapiler) dan obat
antiviral tidak memiliki peran yang bermakna (walaupun ribavirin, interferon alfa dan 6-
azauridine terbukti bekerja secara in vitro). Pemberian terapi cairan yang tepat akan
mengurangi resiko kematian akibat DBD ataupun Dengue Syok Syndrom (DSS).
Penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif, yang bertujuan untuk mencegah
kematian. Dengue ringan dan klasik diobati dengan antipiretik seperti acetaminophen,
istirahat (bed rest), dan terapi cairan (secara oral maupun parenteral). Pemantauan jumlah
platelet dan hematokrit harus selalu diulang setiap 24 jam sekali untuk mengikuti
perkembangan DBD.(Annelies,2005)
Bila para wisatawan sudah mencapai fase kritis DBD yaitu pada hari ke 3-7, dan di tandai
dengan adanya tanda peringatan , maka wisatawan tersebut harus segera dibawa ke rumah
sakit untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan diberikan penatalaksanaan yang
cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Jika pasien dengue
disertai dengan tanda peringatan , tindakan yang harus dilakukan antara lain: (WHO,2009)
1. Para wisatawan harus dilakukan pemeriksaan hematokrit sebelum memberikan terapi
cairan. Berikan cairan isotonik seperti salin 0,9%, Ringer laktat, atau solusi Hartmann.
Kemudian,nilai kembali status klinis dan ulangi penghitungan hematokrit. Jika
hematokrit tetap sama atau naik hanya minimal, lanjutkan dengan kecepatan yang sama
selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat cepat,
tingkatkan pemberian cairan. Nilai kembali status klinis, ulangi hematokrit dan meninjau
tingkat cairan infus sesuai.
2. Wisatawan dengan tanda-tanda peringatan harus dimonitor oleh penyedia perawatan
kesehatan sampai fase kritis berakhir. Sebuah keseimbangan cairan rinci harus
dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda vital dan perfusi
perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), urin (4-6 jam), hematokrit
(sebelum dan setelah penggantian cairan, maka 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi
organ lain (seperti tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, koagulasi ).
Indikasi masuk rumah sakit bagi pasien DBD menurut WHO bila terapi cairan intravena
dianggap sangat perlu yaitu ketika pasien mengalami dehidrasi yang signifikan (>10% dari
berat badan normal). Tanda-tanda dehidrasi yang signifikan meliputi : (WHO,1997)
1. Takikardi
2. Peningkatan waktu pengisian kapiler (> 2 detik)
3. Kedinginan, kulit menjadi pucat
4. Berkurangnya perabaab nadi perifer
5. Perubahan mental status
6. Oliguria
7. Peningkatan hematokrit yang tiba-tiba atau peningkata hematokrit yang berlanjut
walaupun telah diberikan terapi cairan.
8. Memendeknya tekanan nadi (< 20mmHg)
9. Hipotensi hingga munculnya tanda-tanda syok
Penatalaksanaan kegawatdaruratan (emergency) pasien DBD diperlukan saat pasien
mengalami fase syok atau yang disebut dengan Dengue Shock Syndrom (DSS).Seorang
wisatawan dicurigai mengalami fase syok, bila wisatawan tersebut tiba-tiba terlihat letargi
atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab,
sianosis sekitarmulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan
diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun
bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat
dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Pemberian cairan intraveana secara cepat untuk
meningkatkan volume plasma sangat penting. Penatalaksanaan syok menurut WHO (2009),
dibagi menjadi 2 kondisi, yaitu syok yang tekompensasi dan syok hipotensi. Syok yang
terkompensasi adalah kondisi syok dimana tekanan sistolik dipertahankan tetapi ada tanda-
tanda berkurangnya perfusi jaringan, sedangkan syok hipotensi saat tekanan darah sistolik
pasien sudah tidak mampu mengkompensasi. (WHO,2009)
Selain penatalaksanaan syok, beberapa kondisi harus di waspadai wisatawan dapt terjadi
pada pasien DBD, antara lain seperti pendarahan massif. Pada kasus perdarahan biasanya
membaik dengan cepat selama fase pemulihan. Pada pasien dengan trombositopenia,
pastikan pasien istirahat yang cukup dan lindungi dari trauma untuk mengurangi risiko
perdarahan. Jangan memberikan suntikan intramuskular untuk menghindari hematoma.
Transfusi trombosit profilaksis untuk trombositopenia yang parah pada pasiendengan
hemodinamik stabil belum terbukti efektif dan tidak diperlukan. (WHO,2009)
Wisatawan yang menderita DBD yang dicurigai mengalami pendarahan hebat biasanya
ditandai dengan perdarahan hebat yang persisten dengan status hemodinamik yang tidak
stabil terlepas dari nilai hematokrit, penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan dengan
status hemodinamik yang tidak stabil ,pasien gagal untuk merespon resusitasi cairan berturut-
turut, syok hipotensi dengan hematokrit yang rendah / normal sebelum resusitasi cairan, serta
asidosis metabolik persisten atau memburuk dengan atau tanpa tekanan sistolik normal,
terutama bila pasien mengeluh nyeri abdominal berat dan distensi. Apabila seorang
wisatawan mengalami tanda-tanda pendarahan massif, wisatawan tersebut harus segera
dibawa ke rumah sakit dan segera diberi transfusi darah, hingga status pasien membaik.
(WHO,2009)
BAB III
SIMPULAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Demam dengue menjadi kasus
kedua tersering (setelah malaria) bagi wisatawan masuk rumah sakit setelah melakukan
perjalanan ke Negara endemis, sehingga wisatawan yang hendak berpergian ke daerah
endemis dengue, memiliki resiko untuk terkena DBD itu sendiri. Oleh karena itu, seorang
wisatawan perlu memiliki pengetahuan khusus mengenai infeksi dengue serta mampu
melakukan rencana terapi awal untuk menangani kasus DBD.
Seorang wisatawan yang hendak melakukan perjalanan ke daerah endemis, harus
mengetahui beberapa hal mengenai DBD, meliputi definisi, pathogenesis, serta gejala klinis
awal terlebih dahulu. Mekanisme infeksi dengue disebabkan oleh suatu virus dengue yang
menyerang sel-sel imun dalam tubuh yang menyebabkan suatu mekanisme yang pada
akhirnya menyebabkan disfungsi endotel dan dan gangguan koagulasi. Gejala dan tanda
klinis DBD dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis yang bisa bermanifestasikan
syok, serta fase pemulihan.
Setelah seorang wisatawan memiliki pengetahuan DBD, maka seorang wisatawan juga
harus mengetahui cara mengatasi infeksi dengue apabila wisatawan mencurigai dirinya
terinfeksi dengue. Wisatawan juga penting untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium apa
yang diperlukan. Setelah memastikan diagnosis, seorang wisatawan bisa memutuskan dirinya
untuk melakukan perawatan di rumah atau di rumah sakit berdasarkan gejala dan tanda DBD
yang dialaminya.Seorang wisatawan dapat memutuskan untuk beristirahat dirumah bila
hanya mengalami gejala dan tanda DBD ringan dan tanpa tanda peringatan. Bila sudah
ditemukan tanda peringatan, wisatawan harus segera mencari pertolongan atau ke rumah
sakit untuk dilakukan pemeriksaan dan tindakan yang lebih lanjut. Seorang wisatawan juga
harus mengetahui kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi saat terinfeksi dengue,
seperti mengalami syok, ataupun pendarahan berat, sehingga bila hal itu terjadi wisatawan
tidak akan terlambat melakukan tindakan selanjutnya.
Dengan pengetahuan mengenai infeksi dengue dan cara penatalaksanaan awal DBD ,
maka seorang wisatawan tidak perlu merasa khawatir bila akan berpergian ke Negara
endemis DBD dan akan mengerti apa yang harus dilakukan bila tanda-tanda infeksi dengue
muncul.