bab i

22
BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini sudah dimulai diidentifikasi sejak yahun 1780. (Chuansumrit, 2005) DBD juga merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa manusia, dari laporan World Health Organization (WHO) , pada tahun 1998 dari total 558.000 kasus infeksi dengue, 15.000 diantaranya mengalami kematian akibat infeksi tersebut. (Jelinek,2002) Daerah pertama dan kedua yang menjadi daerah endemis DBD adalah Manila pada tahun 1954 , diikuti Bangkok pada tahun 1958. Sejak saat itu DBD tersebar di daerah tropis Asia Tenggara. (Chuansumrit, 2005) Kasus DBD sering kali tidak dicatat di sebagian besar negara, sehingga sebagai konsukuensinya, kasus DBD yang telah dicatat WHO sering kali lebih besar dari kenyataan yang sebenarnya. Peningkatan kasus DBD di Negara endemis dan epidemis akan berdampak pula pada peningkatan transmisi penyakit DBD oleh para wisatawan yang hendak melakukan wisata ke Negara tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jelinek tahun 2002, dilaporkan bahwa wisatawan Eropa yang melakukan perjalanan wisata ke negara-negara Asia memiliki angka presentase tertinggi menderita DBD yaitu sebesar 23,3% ke daerah asia tenggara, 22,9% ke daerah India, dan 6,5% ke Indonesia (Gambar.1). (Jelinek,2002)

Upload: dwisri-niee

Post on 26-Jul-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini sudah dimulai

diidentifikasi sejak yahun 1780. (Chuansumrit, 2005) DBD juga merupakan salah satu penyakit

yang mengancam jiwa manusia, dari laporan World Health Organization (WHO) , pada tahun

1998 dari total 558.000 kasus infeksi dengue, 15.000 diantaranya mengalami kematian akibat

infeksi tersebut. (Jelinek,2002) Daerah pertama dan kedua yang menjadi daerah endemis DBD

adalah Manila pada tahun 1954 , diikuti Bangkok pada tahun 1958. Sejak saat itu DBD tersebar

di daerah tropis Asia Tenggara. (Chuansumrit, 2005)

Kasus DBD sering kali tidak dicatat di sebagian besar negara, sehingga sebagai

konsukuensinya, kasus DBD yang telah dicatat WHO sering kali lebih besar dari kenyataan yang

sebenarnya. Peningkatan kasus DBD di Negara endemis dan epidemis akan berdampak pula

pada peningkatan transmisi penyakit DBD oleh para wisatawan yang hendak melakukan wisata

ke Negara tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jelinek tahun 2002, dilaporkan

bahwa wisatawan Eropa yang melakukan perjalanan wisata ke negara-negara Asia memiliki

angka presentase tertinggi menderita DBD yaitu sebesar 23,3% ke daerah asia tenggara, 22,9%

ke daerah India, dan 6,5% ke Indonesia (Gambar.1). (Jelinek,2002)

Page 2: BAB I

Gambar 1. Daerah Geografi dimana Dengue Fever Dialami Oleh 282 wisatawan Eropa.

(Jelinek,2002)

Peningkatan kasus dengue pada akhir dekade ini bersamaan dengan meningkatnya laporan

tentang meningkatnya perjalanan internasional, dari dan menuju Negara dimana merupakan

endemic dengue. Demam dengue yang dialami wasatawan dari Negara tropis pernah dicatat

mengalami peningkatan dari 2 persen pada awal tahun 1990-an menjadi 16 persen lebih pada

tahun 2005. Pada beberapa penelitian , demam dengue pernah dicatat menjadi kasus kedua

tersering (setelah malaria) wisatawan masuk rumah sakit setelah melakukan perjalanan ke

Negara tropis. (Jelinek,2000)

Virus Dengue termasuk dalam family Flaviviridae, genus flavivirus dan di transmisikan ke

manusia oleh nyamuk Aedes, tepatnya Aedes Aegypti, virus Dengue terdiri dari 4 serotipe

DENV-1, DENV-2, DENV3, dan DENV-4.3 Manifestasi klinis pada infeksi dengue sangat luas,

dimulai dari tidak ada gejala (asymptomatic) hingga gejala-gejala seperti demam yang tidak

diketahui penyebabnya, influenza yang disebut dengan demam dengue , dan kadang-kadang bisa

berakibat fatal yaitu dikarakteristikan oleh pendarahan dan shock yang disebut dengan demam

berdarah dengue (DBD). (Chuansumrit, 2005)

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya infeksi dengue masih belum seluruhnya jelas ,

tapi dikatakan penyebabnya multifaktorial. Menurul Martina (2009), latar belakang genetic yang

dimiliki penderita akan mempengaruhi respon imun yang bereaksi dengan infeksi dengue. Virus

dengue akan mengalami inokulasi di dermis, dan sel langerhans dan keratinosit akan mengalami

infeksi pertama kali. Virus selanjutnya akan menyebar melalui pembuluh darah dan menginfeksi

jaringan makrophag di beberapa organ, terutama di spleen. Sel-sel yang terinfeksi sebagian besar

akan mengalami apoptosis dan sedikit yang yang mengalami nekrosis. Peristiwa nekrosis ini

akan menyebabkan terbentuknya produk-produk toxic yang akan mengaktivasi system koagulasi

dan fibrinolisis, yang nantinya akan menyebabkan gangguan koagulasi yang dimenifestasikan

dengan gejala pendarahan, serta disfungsi sel endotel yang ditandai dengan kebocoran plasma.

Mekanisme inilah yang menyebabkan penderita DBD akan mengalami syok dan kematian.

(Martina, 2009)

Banyaknya kasus DBD yang terjadi pada wisatawan yang hendak berpergian ke daerah

endemis, ndiperlukan suatu pengetahuan khusus mengenai tanda-tanda infeksi dengue serta hal-

hal yang perlu dilakukan wisatawan untuk menangani infeksi dengue tersebut. Pada dasarnya,

Page 3: BAB I

tidak ada terapi yang spesifik untuk menangani infeksi DBD. Corticosteroid, carbazochrome

(obat yang menurunkan permeabilitas kapiler) dan obat antiviral tidak memiliki peran yang

bermakna (walaupun ribavirin, interferon alfa dan 6-azauridine terbukti bekerja secara in vitro).

Pemberian terapi cairan yang tepat akan mengurangi resiko kematian akibat DBD ataupun

Dengue Syok Syndrom (DSS). Penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif, yang

bertujuan untuk mencegah kematian. Dengue ringan dan klasik diobati dengan antipiretik seperti

acetaminophen, istirahat (bed rest), dan terapi cairan (secara oral maupun parenteral). Para

wisatawan juga perlu melakukan pantauan mengenai jumlah platelet dan hematokrit yang harus

selalu diulang setiap 24 jam sekali untuk mengikuti perkembangan DBD.

Apabila para wisatawan sudah mengetahui tanda-tanda infeksi dengue dan juga hal-hal

yang perlu diakukan bila terinfeksi, maka akan mengurangi kekhawatiran wisatawan bila ingin

mengunjungi daerah-daerah endemis DBD.

Page 4: BAB I

BAB II

ISI

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Para wisatawan sebelumnya perlu mengetahui definisi DBD itu sendiri. Demam berdarah

dengue merupakan salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi dengue. Manifestasi

simptomatik yang disebut sebagai infeksi virus dengue adalah sebagai berikut: (Khie Chen,

2009)

1. Demam tidak terdiferensiasi

2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai

dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia,

ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan

pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi

menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

Gambar 2. Spektrum Virus Dengue (Khie Chen, 2009)

2.2 Patogenesis Demam Berdarah Dengue

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya infeksi dengue masih belum seluruhnya jelas ,

tapi dikatakan penyebabnya multifaktorial. Menurul Martina (2009), latar belakang genetic

Page 5: BAB I

yang dimiliki penderita akan mempengaruhi respon imun yang bereaksi dengan infeksi

dengue. Virus dengue akan mengalami inokulasi di dermis, dan sel langerhans dan

keratinosit akan mengalami infeksi pertama kali. Virus selanjutnya akan menyebar melalui

pembuluh darah dan menginfeksi jaringan makrophag di beberapa organ, terutama di spleen.

Sel-sel yang terinfeksi sebagian besar akan mengalami apoptosis dan sedikit yang yang

mengalami nekrosis. Peristiwa nekrosis ini akan menyebabkan terbentuknya produk-produk

toxic yang akan mengaktivasi system koagulasi dan fibrinolisis, yang nantinya akan

menyebabkan gangguan koagulasi yang dimenifestasikan dengan gejala pendarahan, serta

disfungsi sel endotel yang ditandai dengan kebocoran plasma. Mekanisme inilah yang

menyebabkan penderita DBD akan mengalami syok dan kematian.(Martina, 2009)

Page 6: BAB I

Ganbar 3. Patogenesis dari Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syok

Sindrom. (Martina, 2009)3

2.3 Gejala dan Tanda Klinis DBD

Gejala klinis demam dengue penting diketahui bagi para wisatawan yang hendak

berpergian ke daerah endemis , untuk selanjutnya menjadi pedoman wisatawan untuk

memutuskan hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani DBD dengan cepat dan

tepat. Menurut Annelies Wilder (2005) gejala klinis DBD bervariasi dimulai dari gejala

Page 7: BAB I

asimptomatik, gejala demam dengue klasik serta demam berdarah dengue (DBD) / dengue

shock syndrome (DSS).(Annelies,2005)

Sebagian besar wisatawan yang terinfeksi demam berdarah di daerah endemik tidak

menunjukkan gejala atau mereka datang dengan gejala demam ringan. Pada wisatawan

dewasa, rasio asimtomatik dibanding kasus-kasus yang bergejala telah dilaporkan adalah

1:0.8 dan 1:3.3. (Annelies,2005)

Infeksi dengue memiliki spektrum klinis yang luas yang terdiri dari manifestasi klinis

ringan hingga berat. Setelah masa inkubasi, infeksi dengue diikuti dengan tiga fase, yaitu

fase panas, fase kritis dan fase pemulihan.(WHO,2009)

Gambar 4. Fase-Fase yang Terjadi Pada Infeksi Dengue (WHO,2009)

Fase pertama adalah fase panas atau febris. Pada fase ini wisatawan harus curiga bila

mengalami panas yang mendadak yang terjadi selama 2 hingga 7 hari.Panas badan sering

disertai dengan eritema pada kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia, artralgia dan sakit kepala.

Pada fase ini wisatawan bisa mengalami radang tenggorokan, penurunan nafsu makan, mual

dan muntah. Tes tourniquet positif juga mungkin terjadi pada fase ini. Pendarahan ringan

seperti peteki dan pendarahan mukosa membrane pada hidung atau gusi dapat terjadi pada

fase ini. (WHO,2009)

Page 8: BAB I

Gejala demam berdarah dengue klasik ditandai onset demam yang terjadi tiba-tiba,

disertai sakit kepala berat, nyeri retro-orbital, dan kelelahan, dan sering dikaitkan dengan

mialgia dan artralgia yang parah ("breakbone demam "). Demam biasanya berlangsung 5-7

hari. Sebuah ruam, biasanya makula atau makulopapular dan sering berkonfluen membentuk

pulau-pulau kecil di atas kulit normal , telah dilaporkan sekitar setengah dari orang yang

terinfeksi. Tanda-tanda dan gejala lainnya termasuk muka memerah (biasanya selama 24

pertama 48 jam), limfadenopati, konjungtiva disuntik, suatu faring meradang, dan ringan

pernapasan dan pencernaan gejala. mungkin memiliki manifestasi perdarahan, seperti

petechiae, purpura, atau bukti tourniquet positif untuk menguji kerapuhan kapiler; tes ini

positif jika 20 atau lebih petechiae muncul pada area kulit dengan luas 6.25 cm2 pada lengan

setelah diberi tekanan manset. (Beckett,2005)

Gusi berdarah, epistaksis, menorrhagia, dan perdarahan gastrointestinal hanya sesekali

terlihat. Sangat jarang terjadi komplikasi demam berdarah termasuk miokarditis, hepatitis,

dan kelainan neurologis, seperti ensefalopati dan neuropati.(Annelies,2005)

Fase kedua adalah fase kritis, fase ini terjadi ketika temperature tubuh menurun hingga

37,5-38oC atau kurang, biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler

dengan peningkatan hematokrit dapat terjadi pada fase ini.Progresif leucopenia diikuti

dengan penurunan jumlah platelet biasanya terjadi sebelum kebocoran plasma. Pada fase ini

dapat juga terjadi syok akibat volume plasma yang hilang akibat kebocoran plasma. Hal ini

biasanya ditandai dengan tanda peringatan. Temperature badan biasanya akan menunjukkan

subnormal. Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan hipoperfusi organ

yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan fungsi organ, asidosis metabolic, gangguan

koagulasi.(WHO,2009)

Menurut WHO (2009), klasifikasi gejala DBD fase kritis dibagi menjadi gejala DBD

dengan atau tanpa tanda peringatan (warning sign) dan gejala DBD berat, yang dijelaskan

pada gambar di bawah.

Page 9: BAB I

DENGUE ± TANDA PERINGATAN DENGUE BERAT

KRITERIA UNTUK DENGUE ± TANDA PERINGATAN KRITERIA DENGUE BERATProbable dengue Tanda Peringatan Kebocoran Plasma BeratHidup/berpergian ke daerah endemic. Panas dengan 2 kriteria penyerta : Mual, muntah Ruam Nyeri Tes Tourniquet positif Leukopenia Ada tanda peringatan

Konfirmasi Laboratorium DenguePenting bila tidak ada tanda kebocoran plasma

Nyeri abdomen Muntah yang persisten Akumulasi cairan secara

klinis Pendarahan mukosa Lethargy, gelisah Pembesaran liver >2 cm Lab : peningkatan Hct

diiringi dengan penurunan kadar platelet secara cepat

Syok (SSD) Akumulasi cairan dan

kesulitan bernafasPendarahan yang Beratevaluasi oleh klinisi

Keterlibatan Organ yang Berat Liver : AST/ALT ≥1000 CNS : kehilangan kesadaran Jantung dan organ lainya

Gambar 5. Klasifikasi DBD dan DSS (WHO, 2009)

Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Fase ini terjadi bila pasien berhasil bertahan 48-

72 jam mengalami fase kritis. Pada fase ini terjadi pengembalian cairan dari ektravaskuler

selama 48-72 jam. Keadaan umum pasien akan membaik, nafsu makan meningkat, gejala

gastrointestinal berkurang, hemodinamik stabil, dan volume kencing normal. Beberapa

pasien akan mengalami rash pada kulitnya dan gatal. Biasanya juga terdapat tanda

bradikardi dan perubahan elektrokardiograf selama fase ini. Yang patut diperhatikan pada

fase ini bila terjadi gangguan pernafasan akibat pembrian cairan yang berlebih sehingga bisa

menyebabkan efusi pleura dan asites.(Annelies, 2005)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium DBD

Apabila seorang wisatawan mencurigai dirinya mengalami tanda klinis infeksi dengue,

wisatawan tersebut perlu melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk memastikan

Tanpa Tanda Peringatan

Tanpa Tanda Peringatan

Dengan Tanda Peringatan

Dengan Tanda Peringatan

Kebocoran Plasma Berat

Pendarahan Berat

Gangguan Organ yang berat

Kebocoran Plasma Berat

Pendarahan Berat

Gangguan Organ yang berat

Page 10: BAB I

diagnosis dan rencana terapi selanjutnya. Pada infeksi dengue atau DBD akan ditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada pemeriksaan darah lengkap atau CBC (Complete

Blood Count). Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasaditemukan pada hari

ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai

hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari

peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul

dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya

terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit

bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering

ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran

plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada

pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan

PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga

terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada

pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-

ringannya efusi pleura berhubungandengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang

mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. (Kularatne,2005)

2.5 Penatalaksanaan DBD

Bila seorang wisatawan curiga terkena infeksi dengue di daerah endemis, wisatawan

tersebut pelu melakukan investigasi sebelumnya. Penatalaksanaan DBD dimulai dengan

seorang wisatawan harus mengenali kasus DBD terlebih dahulu, memastikan diagnosis

DBD serta melakukan penatalaksanaan awal yang perlu diberikan. Suatu infeksi dengue

perlu dicurigai dialami para wisatawan ketika terdapat seorang wisatawan di daerah endemis

yang menderita gejala panas yang tidak jelas penyebabnya, yang dikarakteristikan dengan

panas yang bertambah tinggi atau jenis panas saddle back dengan durasi 2 hingga 7 hari.

Kondisi lain yang harus di curigai tanda-tanda petechiae, pendarahan hidung atau gusi,

hematemesis atau melenal, pasien tetap sakit disebabkan oleh temperature yang rendah, kulit

yang berkeringat, eksterimitas dingin, mengantuk dan kelelahan, atau terdapat kematian

Page 11: BAB I

yang tidak dapat dijelaskan akibat syok, dengan atau tanpa pendarahan, terjadi didalam 1

minggu sejak onset panas terjadi.(WHO,1997)

Prinsip penatalaksanaan DBD awal yang dapat dilakukan para wisatawan, menurut WHO

tahun 1997 meliputi :

1. Panas yang tinggi harus di terapi pemberian parasetamol yang sesuai (acetylsalicylic acid

(aspirin) dan jenis salicylates lain sebaiknya tidak diberikan sebab akan menyebabkan

pendarahan dan iritasi gaster serta asidosis)

2. Terapi rehidrasi oral harus diberikan pada fase awal panas.

3. Pasien harus segera di pindahkan ke rumah sakit bila ditemukan tanda-tanda pendarahan

4. Sebelum dibawa ke rumah sakit, penting untuk diberikan cairan intravena bila

temperature turun, ekstremitas menjadi dingin, dan pasien merasa lemas. Jika

memindahkan pasien ke rumah sakit tidak memungkinkan, oral rehidrasi harus

dilanjutkan hingga pasien jumlah keluarnya urin normal dan kulit menjadi hangat

kembali.

Menurut WHO, selama fase panas yang akut, pasien akan memiliki resiko untuk

mengalami kejang. Sehingga, pemberian antipiretik sangat direkomendasikan bagi pasien

dengan hiperpireksia,terutama bagi pasien yang memiliki riwayat kejang sebelumnya.

Salisilat harus dihindari, karena dapat menyebabkan pendarahan dan asidosis, dan bias

memicu terjadinya Reye atau Reye like syndrome. Parasetamol dianjurkan dengan

pengawasan dosis, sebagai berikut : (WHO,1997)

< 1 tahun 60 mg/dosis

1-3 tahun 60-120 mg/dosis

3-6 tahun 120 mg/dosis

6-12 tahun 240 mg/dosis

Dosis harus diberikan ketika temperature badan mencapai lebih dari 390C, tetapi tidak

melebihi 6 dosis selama 24 jam. Pasien DBD harus selalu dipantau tanda-tanda syok. Periode

kritis yaitu transisi dari kondisi panas (febril) ke kondisi afebril , yang biasanya muncul

setelah hari ketiga. Penentuan hematokrit sangat penting sebagai indikasi derajar kebocoran

plasma dan indikasi terapi cairan intravena. Peningkatan hematokrit biasanya diikuti dengan

perubahan tekanan darah dan nadi. Hematokrit harus ditentukan setiap hari sejak tiga hari

setelah onset panas hingga panas pasien normal selama 1 hingga 2 hari. Jika penghitungan

Page 12: BAB I

hematokrit tidak memungkinkan, penghitungan hemoglobin juga dapat dilakukan, hanya saja

kurang sensitive.(WHO, 1997)

Menurut Annelies Wider Smith (2005) , tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD.

Corticosteroid, carbazochrome (obat yang menurunkan permeabilitas kapiler) dan obat

antiviral tidak memiliki peran yang bermakna (walaupun ribavirin, interferon alfa dan 6-

azauridine terbukti bekerja secara in vitro). Pemberian terapi cairan yang tepat akan

mengurangi resiko kematian akibat DBD ataupun Dengue Syok Syndrom (DSS).

Penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif, yang bertujuan untuk mencegah

kematian. Dengue ringan dan klasik diobati dengan antipiretik seperti acetaminophen,

istirahat (bed rest), dan terapi cairan (secara oral maupun parenteral). Pemantauan jumlah

platelet dan hematokrit harus selalu diulang setiap 24 jam sekali untuk mengikuti

perkembangan DBD.(Annelies,2005)

Bila para wisatawan sudah mencapai fase kritis DBD yaitu pada hari ke 3-7, dan di tandai

dengan adanya tanda peringatan , maka wisatawan tersebut harus segera dibawa ke rumah

sakit untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan diberikan penatalaksanaan yang

cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Jika pasien dengue

disertai dengan tanda peringatan , tindakan yang harus dilakukan antara lain: (WHO,2009)

1. Para wisatawan harus dilakukan pemeriksaan hematokrit sebelum memberikan terapi

cairan. Berikan cairan isotonik seperti salin 0,9%, Ringer laktat, atau solusi Hartmann.

Kemudian,nilai kembali status klinis dan ulangi penghitungan hematokrit. Jika

hematokrit tetap sama atau naik hanya minimal, lanjutkan dengan kecepatan yang sama

selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat cepat,

tingkatkan pemberian cairan. Nilai kembali status klinis, ulangi hematokrit dan meninjau

tingkat cairan infus sesuai.

2. Wisatawan dengan tanda-tanda peringatan harus dimonitor oleh penyedia perawatan

kesehatan sampai fase kritis berakhir. Sebuah keseimbangan cairan rinci harus

dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda vital dan perfusi

perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), urin (4-6 jam), hematokrit

(sebelum dan setelah penggantian cairan, maka 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi

organ lain (seperti tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, koagulasi ).

Page 13: BAB I

Indikasi masuk rumah sakit bagi pasien DBD menurut WHO bila terapi cairan intravena

dianggap sangat perlu yaitu ketika pasien mengalami dehidrasi yang signifikan (>10% dari

berat badan normal). Tanda-tanda dehidrasi yang signifikan meliputi : (WHO,1997)

1. Takikardi

2. Peningkatan waktu pengisian kapiler (> 2 detik)

3. Kedinginan, kulit menjadi pucat

4. Berkurangnya perabaab nadi perifer

5. Perubahan mental status

6. Oliguria

7. Peningkatan hematokrit yang tiba-tiba atau peningkata hematokrit yang berlanjut

walaupun telah diberikan terapi cairan.

8. Memendeknya tekanan nadi (< 20mmHg)

9. Hipotensi hingga munculnya tanda-tanda syok

Penatalaksanaan kegawatdaruratan (emergency) pasien DBD diperlukan saat pasien

mengalami fase syok atau yang disebut dengan Dengue Shock Syndrom (DSS).Seorang

wisatawan dicurigai mengalami fase syok, bila wisatawan tersebut tiba-tiba terlihat letargi

atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab,

sianosis sekitarmulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.

Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan

diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun

bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat

dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,

sehingga memperburuk prognosis. Pemberian cairan intraveana secara cepat untuk

meningkatkan volume plasma sangat penting. Penatalaksanaan syok menurut WHO (2009),

dibagi menjadi 2 kondisi, yaitu syok yang tekompensasi dan syok hipotensi. Syok yang

terkompensasi adalah kondisi syok dimana tekanan sistolik dipertahankan tetapi ada tanda-

tanda berkurangnya perfusi jaringan, sedangkan syok hipotensi saat tekanan darah sistolik

pasien sudah tidak mampu mengkompensasi. (WHO,2009)

Selain penatalaksanaan syok, beberapa kondisi harus di waspadai wisatawan dapt terjadi

pada pasien DBD, antara lain seperti pendarahan massif. Pada kasus perdarahan biasanya

membaik dengan cepat selama fase pemulihan. Pada pasien dengan trombositopenia,

Page 14: BAB I

pastikan pasien istirahat yang cukup dan lindungi dari trauma untuk mengurangi risiko

perdarahan. Jangan memberikan suntikan intramuskular untuk menghindari hematoma.

Transfusi trombosit profilaksis untuk trombositopenia yang parah pada pasiendengan

hemodinamik stabil belum terbukti efektif dan tidak diperlukan. (WHO,2009)

Wisatawan yang menderita DBD yang dicurigai mengalami pendarahan hebat biasanya

ditandai dengan perdarahan hebat yang persisten dengan status hemodinamik yang tidak

stabil terlepas dari nilai hematokrit, penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan dengan

status hemodinamik yang tidak stabil ,pasien gagal untuk merespon resusitasi cairan berturut-

turut, syok hipotensi dengan hematokrit yang rendah / normal sebelum resusitasi cairan, serta

asidosis metabolik persisten atau memburuk dengan atau tanpa tekanan sistolik normal,

terutama bila pasien mengeluh nyeri abdominal berat dan distensi. Apabila seorang

wisatawan mengalami tanda-tanda pendarahan massif, wisatawan tersebut harus segera

dibawa ke rumah sakit dan segera diberi transfusi darah, hingga status pasien membaik.

(WHO,2009)

BAB III

SIMPULAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Demam dengue menjadi kasus

kedua tersering (setelah malaria) bagi wisatawan masuk rumah sakit setelah melakukan

perjalanan ke Negara endemis, sehingga wisatawan yang hendak berpergian ke daerah

endemis dengue, memiliki resiko untuk terkena DBD itu sendiri. Oleh karena itu, seorang

wisatawan perlu memiliki pengetahuan khusus mengenai infeksi dengue serta mampu

melakukan rencana terapi awal untuk menangani kasus DBD.

Seorang wisatawan yang hendak melakukan perjalanan ke daerah endemis, harus

mengetahui beberapa hal mengenai DBD, meliputi definisi, pathogenesis, serta gejala klinis

Page 15: BAB I

awal terlebih dahulu. Mekanisme infeksi dengue disebabkan oleh suatu virus dengue yang

menyerang sel-sel imun dalam tubuh yang menyebabkan suatu mekanisme yang pada

akhirnya menyebabkan disfungsi endotel dan dan gangguan koagulasi. Gejala dan tanda

klinis DBD dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis yang bisa bermanifestasikan

syok, serta fase pemulihan.

Setelah seorang wisatawan memiliki pengetahuan DBD, maka seorang wisatawan juga

harus mengetahui cara mengatasi infeksi dengue apabila wisatawan mencurigai dirinya

terinfeksi dengue. Wisatawan juga penting untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium apa

yang diperlukan. Setelah memastikan diagnosis, seorang wisatawan bisa memutuskan dirinya

untuk melakukan perawatan di rumah atau di rumah sakit berdasarkan gejala dan tanda DBD

yang dialaminya.Seorang wisatawan dapat memutuskan untuk beristirahat dirumah bila

hanya mengalami gejala dan tanda DBD ringan dan tanpa tanda peringatan. Bila sudah

ditemukan tanda peringatan, wisatawan harus segera mencari pertolongan atau ke rumah

sakit untuk dilakukan pemeriksaan dan tindakan yang lebih lanjut. Seorang wisatawan juga

harus mengetahui kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi saat terinfeksi dengue,

seperti mengalami syok, ataupun pendarahan berat, sehingga bila hal itu terjadi wisatawan

tidak akan terlambat melakukan tindakan selanjutnya.

Dengan pengetahuan mengenai infeksi dengue dan cara penatalaksanaan awal DBD ,

maka seorang wisatawan tidak perlu merasa khawatir bila akan berpergian ke Negara

endemis DBD dan akan mengerti apa yang harus dilakukan bila tanda-tanda infeksi dengue

muncul.