bab i

30
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan WHO, setiap tahun terdapat kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru lahir (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital. Asfiksia intrapartum merupakan 1% dari komplikasi kehamilan, mengakibatkan kematian janin pada 0,5 per 1000 kehamilan dan cerebral palsy pada 1 per 1000 kehamilan.(Anonym, 2008, James D, 2001) Pengawasan janin saat kelahiran bertujuan untuk memprediksi dan mendiagnosis asfiksia janin sebelum terjadinya kerusakan otak akibat terjadi gangguan pertukaran gas darah. Modalitas yang tersedia saat ini adalah berupa auskultasi intermiten, kardiotokografi (KTG), penilaian warna dan kuantitas cairan amnion, fetal blood sampling, penilaian profil biofisik, terbentuknya caput pada kepala janin dan lain-lain.

Upload: kriziazia

Post on 25-Jul-2015

271 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan WHO, setiap tahun terdapat kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120

juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di

Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi

baru lahir (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir

yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat

lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain

dan kelainan kongenital. Asfiksia intrapartum merupakan 1% dari komplikasi

kehamilan, mengakibatkan kematian janin pada 0,5 per 1000 kehamilan dan

cerebral palsy pada 1 per 1000 kehamilan.(Anonym, 2008, James D, 2001)

Pengawasan janin saat kelahiran bertujuan untuk memprediksi dan

mendiagnosis asfiksia janin sebelum terjadinya kerusakan otak akibat terjadi

gangguan pertukaran gas darah. Modalitas yang tersedia saat ini adalah berupa

auskultasi intermiten, kardiotokografi (KTG), penilaian warna dan kuantitas

cairan amnion, fetal blood sampling, penilaian profil biofisik, terbentuknya caput

pada kepala janin dan lain-lain. (Ojha R et al., 2006, Dastur A, 2005,

Wijayanegara H, 2004)

Kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat

kelahiran dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi

miometrium secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-

tanda yang menunjukkan kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan

intervensi tepat waktu. Kardiotokografi diindikasikan bila ditemukan denyut

jantung janin dan kontraksi uterus yang abnormal pada pemeriksaan secara

intermiten.(Gibb D and Arulkumaran S, 2001, Spong C, 2003, Tucker S, 2005)

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Cardiotocography (CTG) atau biasa dikenal sebagai Electronic

Fetal Monitoring (EFM) merupakan catatan perubahan denyut jantung

janin dan hubungannya dengan kontraksi uterus.1

CTG merupakan alat yang bekerja berdasarkan prinsip Doppler.

Sinyal ultrasonic akan dipancarkan dan menembus jaringan. Alat CTG ini

terdiri dari dua komponen, yaitu komponen yang dapat mengenal serta

memproses denyut jantung janin dan komponen yang dapat merekam

kontraksi uterus (tokodinamometer).2

B. Sejarah2

Pada tahun 1834, A.F.Hohl mengenalkan alat fetal stethoscope

pertama kali. Sejak tahun 1958, EFM mulai digunakan oleh Edward Hon,

dokter dari Universitas Yale. Alat ini merekam Denyut jantung janin (DJJ)

dengan alat kardiografi yang ditempel di dinding perut ibu.

Pada tahun 1968, Hammacer dan Hewlett-Packard memproduksi

secara komersial alat CTG di Amerika Serikat, yang kemudian diikuti oleh

Sonicaid pada tahun 1968 di Inggris.

C. Fisiologi Pernafasan Janin3

Pernafasan pada janin dipengaruhi oleh sirkulasi utero-plasenter

(pengaliran darah antara uterus dan plasenta). Apabila terdapat gangguan

pada sirkulasi utero-plasenter sehingga saturasi oksigen lebih menurun

misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklampsia, maka

terdapatlah gangguan-gangguan dalam keseimbangan asam basa pada

janin tersebut, dengan akibat dapat melumpuhkan pusat pernafasan janin,

Ketika partus, uterus berkontraksi. Dalam keadaan ini darah di

dalam sirkulasi utero-plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena

Page 3: BAB I

umbilikalis dam sirkulasi janin, sehingga jantung janin terutama serambi

kanan berdilatasi. Akibatnya, bunyi jantung janin segera setelah kontraksi

uterus menghilang akan terdengar melambar. Keadaan ini fisiologik dan

dikenal sebagai Refleks Marey.

D. Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin4,5

Denyut Jantung Janin diatur oleh banyak faktor, yaitu

a. Sistem saraf simpatis

Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.

Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan

meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung,

dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem

saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.

Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan

menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.

b. Sistem saraf parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus

yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus

SA, nodus AV, dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel

jantung.Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan

menurunkanfrekuensi DJJ, sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya

dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ.

c. Baroreseptor

Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan

darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan

nervus glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi

penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan

curah jantung.

Page 4: BAB I

d. Kemoreseptor

Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak

di daerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak

dibatang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar

oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal.

Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan

terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan

tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan

kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan

hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer

dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor

tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.

Gambar 1 : baroreseptor dan kemoreseptor5

Page 5: BAB I

e. Susunan saraf pusat

Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas

DJJdan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak

menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang

f. Sistem pengaturan hormonal

Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan

mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan

takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.

g. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri,

baroreseptor,stretchreceptors dan pusat pengaturan (Lauren Ferrara,

Frank Manning,2005)

Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah

satutiga sumber, yaitu

o priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi

o serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan

kulit

o baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, danstretch

receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke

cardio regulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan

saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga

timbullah akselerasi DJJ.

Page 6: BAB I

Gambar 2 : Faktor yang mempengaruhi DJJ4

E. Indikasi2

Indikasi penggunaan Electronic Fetal Monitoring, yaitu :

a. Faktor risiko antepartum

Hipertensi gestasional, preeklamsia, dan eklamsia

Diabetes mellitus gestasional

Penyakit ginjal kronis

Janin preterm (kurang dari 36 minggu)

Faktor usia ( < 15 tahun atau > 35 tahun)

Janin postmatur ( lebih dari 42 minggu)

Kehamilan kembar

Grande multipara (kehamilan lebih dari 5 kali)

Anemia

Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)

Perdarahan antepartum

Page 7: BAB I

b. Faktor risiko intrapartum

Prolonged Rupture of Membrane

Ketuban pecah dini (KPD)

Presentasi abnormal

DJJ abnormal pada auskultasi

Persalinan prematur

Cephalo pelvic disproportion (CPD)

Locus minoris resistance (LMR) contohnya bekas section

caesar (SC).

F. Interpretasi garis monitor janin2

Gambar atau grafik pada kertas CTG ditandai dengan interval

waktu yang standar, yaitu :

a. Kecepatan kertas diatur 1cm / menit (di USA, 3cm / menit)

b. Sensitivitas diatur 20 beat per minute, bpm

c. CTG dapat merekam DJJ dengan interval 30 – 210 bpm.

Kertas grafik untuk perekaman CTG dibagi menjadi 2 bagian, yaitu

bagian atas untuk perekaman DJJ, sedangkan bagian bawah untuk

perekaman aktivitas uterus.

Pada grafik bagian DJJ, bidang strip dibagi-bagi secara horizontal

oleh 2 macam garis, yaitu garis gelap (tebal) dan garis terang (tipis). Pada

grafik DJJ terdapat kolom nomer horizontal dengan rentang 30-240 bpm.

Bidang ini menunjukkan hasil pengukuran DJJ dan diberi satuan bpm.

Jarak antara 2 garis gelap adalah 30 bpm dan jarak antara 2 garis tipis

adalah 5 bpm. Pada beberapa kertas CTG juga diberikan variasi warna

hijau pada zona 120-160 bpm (rentang DJJ normal).

Secara vertikal, bidang grafik DJJ juga dibagi-bagi oleh 2 macam

garis, yaitu garis tebal dan garis tipis. Dalam satu kolom garis tebal

terdapat 6 garis tipis. Interval waktu antara 2 garis tebal adalah 1 menit

dan interval waktu antara 2 garis tipis adalah 10 detik.

Page 8: BAB I

Bagian bawah kertas grafik yang menggambarkan kontraksi atau

aktivitas uterus juga dibagi secara horizontal dan vertical oleh garis tebal

dan diantara dua garis tebal tersebut terdapat 6 garis tipis. Jarak garis

vertical di antara 2 garis tebal adalah 1 menit, untuk interval waktu antara

2 garis terang/ tipis adalah 10 detik.

Bagian grafik aktivitas uterus juga dipisahkan secara horizontal

oleh garis gelap, dengan lima garis tipis diantara 2 garis tebal.

Gambar 3 : Hasil perekaman CTG. A. Denyut jantung janin, B. Gerakan janin yang

dirasakan oleh ibu (dengan menekan tombol), C. Gerakan janin, D. Kontraksi uterus

G. Karakteristik gambaran DJJ2,4,6,7

Gambaran DJJ pada pemeriksaan CTG dapat digolongkan menjadi 2

bagian, yaitu :

1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate)

Yang termasuk disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ.

2. Perubahan periodik / episodik DJJ

Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj

yang terjadi akibat kontraksi uterus, sedangkan perubahan episodik djj

Page 9: BAB I

adalah perubahan DJJj yang bukan disebabkan oleh kontraksi uterus

(misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).

Baseline DJJ diukur di antara kontraksi, tidak termasuk perubahan

periodik (deselerasi atau akselerasi). Ini dinilai dan dilaporkan dalam

rentang nilai. Rentang waktu 10 menit pada strip menggambarkan secara

akurat pengukuran baseline DJJ. Rentang baseline DJJ yang normal adalah

antara 120-160bpm.

Gambar 4 : Baseline rate6

Takikardia adalah keadaan dimana denyut jantung janin lebih dari

16- bpm. Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin, akan tetapi

gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai

dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan

baik. Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia,

seperti:

1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu

2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis)

3. Anemia janin

4. Ibu gelisah

5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takisistolik)

6. Ibu hipertiroid

7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb).

Page 10: BAB I

Bradikardia adalah denyut jantung janin dibawah 120 bpm.

Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut.

Pada hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan

variabilitas DJJ masih normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih

mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia

semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.

Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm,

disertai dengan berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.

Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ

lainnyabukan petunjuk bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia

dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang bukan hipoksia, seperti:

1. Kehamilan postterm.

2. Hipotermia.

3. Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.

4. Obat (propanolol, dll).

Variabilitas DJJ adalah perubahan dan fluktuasi DJJ normal yang

dievaluasi dalam satuan waktu tertentu. Variabilitas adalah deviasi konstan

denyut jantung janin yang dikendalikan oleh saraf simpatis dan

parasimpatis, sehingga menghasilkan gambaran saw toothed pada rekaman

CTG.

Cara mengukur variabilitas dengan menarik garis horizontal pada

level tertinggi dan terendah gambaran saw toothed pada segmen minimal 1

cm. Nilai normal variabilitas adalah 10-25 bpm, 5-10 bpm (berkurang),

kurang dari 5 bpm (menghilang) sedangkan lebih dari 25bpm disebut

salvatory atau meningkat.

Variabilitas sensitif terhadap hipoksia dan penurunan pH. Biasanya

respon janin terhadap kejadian ini adalah penurunan variabilitas, namun

terkadang stimulus ini dapat menyebabkan peningkatan variabilitas.

Page 11: BAB I

Penurunan variabilitas terjadi akibat terbatasnya kemampuan janin untuk

mengkompensasi penurunan oksigenasi.

Gambar 5 : variabilitas DJJ

Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali

padapemeriksaan KTG adalah:

1. Akselerasi

2. Deselerasi dini

3. Deselerasi lambat.

4. Deselerasi variabel.

Akselerasi

Akselerasi adalah peningkatan DJJ sebesar 15 bpm atau lebih, berlangsung

selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin.

Page 12: BAB I

Akselerasi merupakan tanda yang paling meyakinkan tentang

kesejahteraan janin. Akselerasi merupakan respon normal dari SSP yang

intak dan merefleksikan kesejahteraan janin serta terkait dengan

probabilitas kematian janin yang rendah. Akselerasi sering terjadi selama

kontraksi sebagai akibat dari manipulasi abdomen maternal, stimulasi

akustik janin, stimulasi kulit kepala janin, atau gerakan janin.

Mekanisme yang diperkirakan menyebabkan akselerasi intrapartum antara

lain gerakan janin, stimulasi oleh kontraksi uterus, oklusi tali pusat, dan

stimulasi janin selama pemeriksaan dalam.

Gambar 6 : Akselerasi denyut janin

Deselerasi dini (early deceleration)

Deselerasi dini adalah deselerasi yang selalu terjadi bersamaan dengan

kontraksi, sehingga selalu bersifat periodik. Deselerasi ini disebabkan oleh

tekanan kepala janin oleh struktur pelvis karena kontraksi mendorong

janin ke pelvis. Ini menyebabkan stimulasi vagal, dengan hasil berupa

Page 13: BAB I

penurunan denyut jantung dan merupakan respon reflektif normal fetus

terhadap perubahan tekanan darah.

Deselerasi dini mempunyai awitan segera pada saat awal kontraksi. Pada

waktu in partu, tekanan pada kepala janin menyebabkan tekanan

intrakranial meningkat, yang mengakibatkan peningkatan tonus vagus

sehingga denyut jantung janin melambat. Pada waktu kontraksi berakhir,

tekanan intrakranial menjadi normal, sehingga denyut jantung janin akan

kembali normal.

Deselerasi ini sering terjadi pada akhir kala I, pemeriksaan vaginal dan

pecah ketuban. Bentuk deselerasi ini simetris dan menyerupai lonceng

(bell-shaped). Keadaan ini tidak berhubungan dengan hipoksia janin.

Ciri deselerasi dini adalah :

- Timbul dan hilangnya bersamaan atau sesuai dengan kontraksi

uterus. Gambaran deselerasi dini seolah merupakan cermin

kontraksi uterus (mirror shadow).

- Penurunan amplitude tidak lebih dari 20bpm.

- Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik

- Frekuensi dasar dan variabilitasnya masih normal.

Gambar 7 : deselerasi dini

Page 14: BAB I

Deselerasi lambat (late deceleration)

Deselerasi lambat adalah penurunan denyut jantung janin yang periodik

disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta. Insufisiensi uteroplasenta

berarti aliran darah ke janin menurun, akibatnya terjadi penurunan jumlah

oksigen yang tersedia.

Deselerasi lambat mengindikasikan bahwa janin terganggu oleh penurunan

aliran darah dan cadangan oksigen selama kontraksi, yakni pada saat

pembuluh darah uterus tertekan. Deselerasi lambat merupakan tanda gawat

janin (Fetal distress).

Deselerasi lambat mempunyai karakter yang khas, yaitu turunnya denyut

jantung janin terlambat, yakni pada saat puncak kontraksi, dan pada saat

kontraksi uterus mereda, denyut jantung janin kembali normal.

Klasifikasi deserasi lambat berdasarkan penurunan denyut jantung janin :

a. Ringan : penurunan DJJ < 15 bpm

b. Sedang : penurunan DJJ 15 – 45 bpm

c. Berat : penurunan DJJ > 45 bpm

Deselerasi lambat paling sering terjadi pada situasi klinis berikut ini,

yaitu:

- Anemia

- Solusio plasenta

- Plasenta previa

- Hipertensi

- Disfungsi plasenta

- DM

- Dehidrasi

- Penyakit jantung maternal

Page 15: BAB I

Diagram terjadinya deselerasi lambat

Gambar 8 : deselerasi lambat

Page 16: BAB I

Deselerasi variabel

Deselerasi variabel adalah penurunan sesaat (transient) frekuensi DJJ yang

disebabkan oleh kompresi tali pusat.

Apabila terjadi tekanan pada tali pusat , aliran darah yang melewati vena

umbilikalis akan berkurang sehingga terjadi hipovolemik janin. Akibatnya

janin akan merespon dengan perangsangan saraf otonom berupa

peningkatan frekuensi DJJ sebagai kompensasi. Pada saat ini, akan muncul

gambaran akselerasi pada CTG. Setelah itu, bila tekanan terus berlanjut

arteri umbilikalis akan tertekan dan arteri umbilikalis menjadi tertutup,

sehingga aliran balik dari janin ke plasenta terhenti. Hal ini mengakibatkan

terjadi peningkatan tekanan sistemik janin, yang menyebabkan

perangsangan baroreseptor dan mengakibatkan penurunan frekuensi DJJ.

Pada waktu tekanan tersebut menghilang, tekanan pada arteri umbilikalis

akan menghilang, akibatnya secara reflex DJJ akan kembali ke frekuensi

yang normal. Yang kita lihat adalah adanya peningkatan tajam frekuensi

denyut sampai sedikit di atas garis dasar. Pada gambaran CTG tampak

sebagai akselerasi setelah deselerasi (postdeceleration accelerations).

Kedua akselerasi itu disebut dengan shouldering, yang merupakan tanda

bahwa janin mempunyai kompensasi yang baik terhadap kompresi tali

pusat.

Jika deselerasi berlangsung lebih dari 60 detik, dan dalamnya lebih dari 60

bpm, atau disertai dengan takikardia atau penurunan variabilitas,

menunjukkan sudah terjadi hipoksia jaringan.

Penyebab terjadinya deselerasi variable adalah :

- Oligohidroamnion

- Penurunan dan tekanan pada kepala janin

- Prolapsus tali pusat

- Simpul sejati, tali pusat pendek, dll.

Page 17: BAB I

Diagram terjadinya deselerasi variabel

Gambar 9 : Deselerasi variabel

Page 18: BAB I

H. Persiapan Pasien4

a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent )

menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang

akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter

penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).

b. Kosongkan kandung kencing.

c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.

d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-

plasenter ataugawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen

4 liter / menit.

e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi

dan punktum maksimum DJJ

f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan

segera setelah kontraksi berakhir.

g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di

daerah punktum maksimum.

h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin

terasa bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa

gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.

i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf. 

Page 19: BAB I

j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin

dan hasil yang ingin dicapai).

k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.

l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk

rumahsakit).

m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf.

n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.

o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau

paramedik membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara

lengkap kepada dokter.

Gambar 10 : cara pemasangan CTG

Page 20: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Cardiotocography (CTG) merupakan alat monitoring janin secara

elektronik yang dapat digunakan untuk menilai dan mengidentifikasi abnormalitas

yang dapat mempengaruhi kesejahteraan janin.

Walaupun CTG menggunakan prinsip Doppler namun dengan CTG, kita

tidak hanya mengetahui frekuensi denyut janin, namun juga kita dapat mengetahui

kelainan-kelainan yang terjadi pada denyutan janin tersebut, selain itu kita juga

dapat mengetahui dan merekam tentang kontraksi dari uterus.

Meskipun monitoring janin merupakan hal yang penting untuk menilai

status janin, namun evaluasi janin ini harus digunakan dengan parameter lainnya

seperti pemeriksaan dan data laboratorium, riwayat medis dan obstetric serta

penilaian klinis.

Page 21: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Alfirevic Z, Devane D, Gyte GML. Continuous cardiotocography (CTG)

as a form of electronicfetal monitoring (EFM) for fetal assessment during

labour. CochraneDatabase of SystematicReviews.July 2006.

2. Gondo HK, Suwardewa TGA. Kardiotokografi: mengerti dan memahami

pemantauan denyut jantung janin. Jakarta : EGC, 2010.

3. Wiknjosastro H. Fisiologi Janin. Dalam :Wiknjosastro H, Saifuddin AB,

Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan.Ed.3.cet.8. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal : 77-88.

4. Endjun JJ, Karsono B, Santana S. Pemeriksaan Kardiotokografi dalam

Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : FKUI divisi Feto Maternal, 2005.

5. Parer, J. Fetal Circulation. Glob. libr. women's med.2008.

6. How to read a CTG. Available in

http://geekymedics.com/body-systems/og/how-to-read-a-ctg/. Update May

2011. Accessed 18 Februari 2012.

7. Westerhuis MEMH, et al.A randomised clinical trial on cardiotocography

plus fetal blood sampling versus cardiotocography plus ST-analysis of the

fetalelectrocardiogram for intrapartum monitoring. BMC Pregnancy and

Childbirth 2007, 7:13.