bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan WHO, setiap tahun terdapat kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120
juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi
baru lahir (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir
yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat
lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain
dan kelainan kongenital. Asfiksia intrapartum merupakan 1% dari komplikasi
kehamilan, mengakibatkan kematian janin pada 0,5 per 1000 kehamilan dan
cerebral palsy pada 1 per 1000 kehamilan.(Anonym, 2008, James D, 2001)
Pengawasan janin saat kelahiran bertujuan untuk memprediksi dan
mendiagnosis asfiksia janin sebelum terjadinya kerusakan otak akibat terjadi
gangguan pertukaran gas darah. Modalitas yang tersedia saat ini adalah berupa
auskultasi intermiten, kardiotokografi (KTG), penilaian warna dan kuantitas
cairan amnion, fetal blood sampling, penilaian profil biofisik, terbentuknya caput
pada kepala janin dan lain-lain. (Ojha R et al., 2006, Dastur A, 2005,
Wijayanegara H, 2004)
Kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat
kelahiran dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi
miometrium secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-
tanda yang menunjukkan kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan
intervensi tepat waktu. Kardiotokografi diindikasikan bila ditemukan denyut
jantung janin dan kontraksi uterus yang abnormal pada pemeriksaan secara
intermiten.(Gibb D and Arulkumaran S, 2001, Spong C, 2003, Tucker S, 2005)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cardiotocography (CTG) atau biasa dikenal sebagai Electronic
Fetal Monitoring (EFM) merupakan catatan perubahan denyut jantung
janin dan hubungannya dengan kontraksi uterus.1
CTG merupakan alat yang bekerja berdasarkan prinsip Doppler.
Sinyal ultrasonic akan dipancarkan dan menembus jaringan. Alat CTG ini
terdiri dari dua komponen, yaitu komponen yang dapat mengenal serta
memproses denyut jantung janin dan komponen yang dapat merekam
kontraksi uterus (tokodinamometer).2
B. Sejarah2
Pada tahun 1834, A.F.Hohl mengenalkan alat fetal stethoscope
pertama kali. Sejak tahun 1958, EFM mulai digunakan oleh Edward Hon,
dokter dari Universitas Yale. Alat ini merekam Denyut jantung janin (DJJ)
dengan alat kardiografi yang ditempel di dinding perut ibu.
Pada tahun 1968, Hammacer dan Hewlett-Packard memproduksi
secara komersial alat CTG di Amerika Serikat, yang kemudian diikuti oleh
Sonicaid pada tahun 1968 di Inggris.
C. Fisiologi Pernafasan Janin3
Pernafasan pada janin dipengaruhi oleh sirkulasi utero-plasenter
(pengaliran darah antara uterus dan plasenta). Apabila terdapat gangguan
pada sirkulasi utero-plasenter sehingga saturasi oksigen lebih menurun
misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklampsia, maka
terdapatlah gangguan-gangguan dalam keseimbangan asam basa pada
janin tersebut, dengan akibat dapat melumpuhkan pusat pernafasan janin,
Ketika partus, uterus berkontraksi. Dalam keadaan ini darah di
dalam sirkulasi utero-plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena
umbilikalis dam sirkulasi janin, sehingga jantung janin terutama serambi
kanan berdilatasi. Akibatnya, bunyi jantung janin segera setelah kontraksi
uterus menghilang akan terdengar melambar. Keadaan ini fisiologik dan
dikenal sebagai Refleks Marey.
D. Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin4,5
Denyut Jantung Janin diatur oleh banyak faktor, yaitu
a. Sistem saraf simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.
Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan
meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung,
dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem
saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.
Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan
menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.
b. Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus
yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus
SA, nodus AV, dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel
jantung.Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan
menurunkanfrekuensi DJJ, sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya
dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ.
c. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan
nervus glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi
penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan
curah jantung.
d. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak
di daerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak
dibatang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar
oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal.
Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan
terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan
tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan
kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan
hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer
dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor
tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
Gambar 1 : baroreseptor dan kemoreseptor5
e. Susunan saraf pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas
DJJdan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak
menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang
f. Sistem pengaturan hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan
mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan
takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.
g. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri,
baroreseptor,stretchreceptors dan pusat pengaturan (Lauren Ferrara,
Frank Manning,2005)
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah
satutiga sumber, yaitu
o priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi
o serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan
kulit
o baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, danstretch
receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke
cardio regulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan
saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga
timbullah akselerasi DJJ.
Gambar 2 : Faktor yang mempengaruhi DJJ4
E. Indikasi2
Indikasi penggunaan Electronic Fetal Monitoring, yaitu :
a. Faktor risiko antepartum
Hipertensi gestasional, preeklamsia, dan eklamsia
Diabetes mellitus gestasional
Penyakit ginjal kronis
Janin preterm (kurang dari 36 minggu)
Faktor usia ( < 15 tahun atau > 35 tahun)
Janin postmatur ( lebih dari 42 minggu)
Kehamilan kembar
Grande multipara (kehamilan lebih dari 5 kali)
Anemia
Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
Perdarahan antepartum
b. Faktor risiko intrapartum
Prolonged Rupture of Membrane
Ketuban pecah dini (KPD)
Presentasi abnormal
DJJ abnormal pada auskultasi
Persalinan prematur
Cephalo pelvic disproportion (CPD)
Locus minoris resistance (LMR) contohnya bekas section
caesar (SC).
F. Interpretasi garis monitor janin2
Gambar atau grafik pada kertas CTG ditandai dengan interval
waktu yang standar, yaitu :
a. Kecepatan kertas diatur 1cm / menit (di USA, 3cm / menit)
b. Sensitivitas diatur 20 beat per minute, bpm
c. CTG dapat merekam DJJ dengan interval 30 – 210 bpm.
Kertas grafik untuk perekaman CTG dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
bagian atas untuk perekaman DJJ, sedangkan bagian bawah untuk
perekaman aktivitas uterus.
Pada grafik bagian DJJ, bidang strip dibagi-bagi secara horizontal
oleh 2 macam garis, yaitu garis gelap (tebal) dan garis terang (tipis). Pada
grafik DJJ terdapat kolom nomer horizontal dengan rentang 30-240 bpm.
Bidang ini menunjukkan hasil pengukuran DJJ dan diberi satuan bpm.
Jarak antara 2 garis gelap adalah 30 bpm dan jarak antara 2 garis tipis
adalah 5 bpm. Pada beberapa kertas CTG juga diberikan variasi warna
hijau pada zona 120-160 bpm (rentang DJJ normal).
Secara vertikal, bidang grafik DJJ juga dibagi-bagi oleh 2 macam
garis, yaitu garis tebal dan garis tipis. Dalam satu kolom garis tebal
terdapat 6 garis tipis. Interval waktu antara 2 garis tebal adalah 1 menit
dan interval waktu antara 2 garis tipis adalah 10 detik.
Bagian bawah kertas grafik yang menggambarkan kontraksi atau
aktivitas uterus juga dibagi secara horizontal dan vertical oleh garis tebal
dan diantara dua garis tebal tersebut terdapat 6 garis tipis. Jarak garis
vertical di antara 2 garis tebal adalah 1 menit, untuk interval waktu antara
2 garis terang/ tipis adalah 10 detik.
Bagian grafik aktivitas uterus juga dipisahkan secara horizontal
oleh garis gelap, dengan lima garis tipis diantara 2 garis tebal.
Gambar 3 : Hasil perekaman CTG. A. Denyut jantung janin, B. Gerakan janin yang
dirasakan oleh ibu (dengan menekan tombol), C. Gerakan janin, D. Kontraksi uterus
G. Karakteristik gambaran DJJ2,4,6,7
Gambaran DJJ pada pemeriksaan CTG dapat digolongkan menjadi 2
bagian, yaitu :
1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate)
Yang termasuk disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ.
2. Perubahan periodik / episodik DJJ
Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj
yang terjadi akibat kontraksi uterus, sedangkan perubahan episodik djj
adalah perubahan DJJj yang bukan disebabkan oleh kontraksi uterus
(misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).
Baseline DJJ diukur di antara kontraksi, tidak termasuk perubahan
periodik (deselerasi atau akselerasi). Ini dinilai dan dilaporkan dalam
rentang nilai. Rentang waktu 10 menit pada strip menggambarkan secara
akurat pengukuran baseline DJJ. Rentang baseline DJJ yang normal adalah
antara 120-160bpm.
Gambar 4 : Baseline rate6
Takikardia adalah keadaan dimana denyut jantung janin lebih dari
16- bpm. Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin, akan tetapi
gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai
dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan
baik. Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia,
seperti:
1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu
2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis)
3. Anemia janin
4. Ibu gelisah
5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takisistolik)
6. Ibu hipertiroid
7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb).
Bradikardia adalah denyut jantung janin dibawah 120 bpm.
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut.
Pada hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan
variabilitas DJJ masih normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih
mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia
semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.
Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm,
disertai dengan berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ
lainnyabukan petunjuk bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia
dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang bukan hipoksia, seperti:
1. Kehamilan postterm.
2. Hipotermia.
3. Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.
4. Obat (propanolol, dll).
Variabilitas DJJ adalah perubahan dan fluktuasi DJJ normal yang
dievaluasi dalam satuan waktu tertentu. Variabilitas adalah deviasi konstan
denyut jantung janin yang dikendalikan oleh saraf simpatis dan
parasimpatis, sehingga menghasilkan gambaran saw toothed pada rekaman
CTG.
Cara mengukur variabilitas dengan menarik garis horizontal pada
level tertinggi dan terendah gambaran saw toothed pada segmen minimal 1
cm. Nilai normal variabilitas adalah 10-25 bpm, 5-10 bpm (berkurang),
kurang dari 5 bpm (menghilang) sedangkan lebih dari 25bpm disebut
salvatory atau meningkat.
Variabilitas sensitif terhadap hipoksia dan penurunan pH. Biasanya
respon janin terhadap kejadian ini adalah penurunan variabilitas, namun
terkadang stimulus ini dapat menyebabkan peningkatan variabilitas.
Penurunan variabilitas terjadi akibat terbatasnya kemampuan janin untuk
mengkompensasi penurunan oksigenasi.
Gambar 5 : variabilitas DJJ
Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali
padapemeriksaan KTG adalah:
1. Akselerasi
2. Deselerasi dini
3. Deselerasi lambat.
4. Deselerasi variabel.
Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan DJJ sebesar 15 bpm atau lebih, berlangsung
selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin.
Akselerasi merupakan tanda yang paling meyakinkan tentang
kesejahteraan janin. Akselerasi merupakan respon normal dari SSP yang
intak dan merefleksikan kesejahteraan janin serta terkait dengan
probabilitas kematian janin yang rendah. Akselerasi sering terjadi selama
kontraksi sebagai akibat dari manipulasi abdomen maternal, stimulasi
akustik janin, stimulasi kulit kepala janin, atau gerakan janin.
Mekanisme yang diperkirakan menyebabkan akselerasi intrapartum antara
lain gerakan janin, stimulasi oleh kontraksi uterus, oklusi tali pusat, dan
stimulasi janin selama pemeriksaan dalam.
Gambar 6 : Akselerasi denyut janin
Deselerasi dini (early deceleration)
Deselerasi dini adalah deselerasi yang selalu terjadi bersamaan dengan
kontraksi, sehingga selalu bersifat periodik. Deselerasi ini disebabkan oleh
tekanan kepala janin oleh struktur pelvis karena kontraksi mendorong
janin ke pelvis. Ini menyebabkan stimulasi vagal, dengan hasil berupa
penurunan denyut jantung dan merupakan respon reflektif normal fetus
terhadap perubahan tekanan darah.
Deselerasi dini mempunyai awitan segera pada saat awal kontraksi. Pada
waktu in partu, tekanan pada kepala janin menyebabkan tekanan
intrakranial meningkat, yang mengakibatkan peningkatan tonus vagus
sehingga denyut jantung janin melambat. Pada waktu kontraksi berakhir,
tekanan intrakranial menjadi normal, sehingga denyut jantung janin akan
kembali normal.
Deselerasi ini sering terjadi pada akhir kala I, pemeriksaan vaginal dan
pecah ketuban. Bentuk deselerasi ini simetris dan menyerupai lonceng
(bell-shaped). Keadaan ini tidak berhubungan dengan hipoksia janin.
Ciri deselerasi dini adalah :
- Timbul dan hilangnya bersamaan atau sesuai dengan kontraksi
uterus. Gambaran deselerasi dini seolah merupakan cermin
kontraksi uterus (mirror shadow).
- Penurunan amplitude tidak lebih dari 20bpm.
- Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik
- Frekuensi dasar dan variabilitasnya masih normal.
Gambar 7 : deselerasi dini
Deselerasi lambat (late deceleration)
Deselerasi lambat adalah penurunan denyut jantung janin yang periodik
disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta. Insufisiensi uteroplasenta
berarti aliran darah ke janin menurun, akibatnya terjadi penurunan jumlah
oksigen yang tersedia.
Deselerasi lambat mengindikasikan bahwa janin terganggu oleh penurunan
aliran darah dan cadangan oksigen selama kontraksi, yakni pada saat
pembuluh darah uterus tertekan. Deselerasi lambat merupakan tanda gawat
janin (Fetal distress).
Deselerasi lambat mempunyai karakter yang khas, yaitu turunnya denyut
jantung janin terlambat, yakni pada saat puncak kontraksi, dan pada saat
kontraksi uterus mereda, denyut jantung janin kembali normal.
Klasifikasi deserasi lambat berdasarkan penurunan denyut jantung janin :
a. Ringan : penurunan DJJ < 15 bpm
b. Sedang : penurunan DJJ 15 – 45 bpm
c. Berat : penurunan DJJ > 45 bpm
Deselerasi lambat paling sering terjadi pada situasi klinis berikut ini,
yaitu:
- Anemia
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Hipertensi
- Disfungsi plasenta
- DM
- Dehidrasi
- Penyakit jantung maternal
Diagram terjadinya deselerasi lambat
Gambar 8 : deselerasi lambat
Deselerasi variabel
Deselerasi variabel adalah penurunan sesaat (transient) frekuensi DJJ yang
disebabkan oleh kompresi tali pusat.
Apabila terjadi tekanan pada tali pusat , aliran darah yang melewati vena
umbilikalis akan berkurang sehingga terjadi hipovolemik janin. Akibatnya
janin akan merespon dengan perangsangan saraf otonom berupa
peningkatan frekuensi DJJ sebagai kompensasi. Pada saat ini, akan muncul
gambaran akselerasi pada CTG. Setelah itu, bila tekanan terus berlanjut
arteri umbilikalis akan tertekan dan arteri umbilikalis menjadi tertutup,
sehingga aliran balik dari janin ke plasenta terhenti. Hal ini mengakibatkan
terjadi peningkatan tekanan sistemik janin, yang menyebabkan
perangsangan baroreseptor dan mengakibatkan penurunan frekuensi DJJ.
Pada waktu tekanan tersebut menghilang, tekanan pada arteri umbilikalis
akan menghilang, akibatnya secara reflex DJJ akan kembali ke frekuensi
yang normal. Yang kita lihat adalah adanya peningkatan tajam frekuensi
denyut sampai sedikit di atas garis dasar. Pada gambaran CTG tampak
sebagai akselerasi setelah deselerasi (postdeceleration accelerations).
Kedua akselerasi itu disebut dengan shouldering, yang merupakan tanda
bahwa janin mempunyai kompensasi yang baik terhadap kompresi tali
pusat.
Jika deselerasi berlangsung lebih dari 60 detik, dan dalamnya lebih dari 60
bpm, atau disertai dengan takikardia atau penurunan variabilitas,
menunjukkan sudah terjadi hipoksia jaringan.
Penyebab terjadinya deselerasi variable adalah :
- Oligohidroamnion
- Penurunan dan tekanan pada kepala janin
- Prolapsus tali pusat
- Simpul sejati, tali pusat pendek, dll.
Diagram terjadinya deselerasi variabel
Gambar 9 : Deselerasi variabel
H. Persiapan Pasien4
a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent )
menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang
akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
b. Kosongkan kandung kencing.
c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-
plasenter ataugawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen
4 liter / menit.
e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi
dan punktum maksimum DJJ
f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan
segera setelah kontraksi berakhir.
g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di
daerah punktum maksimum.
h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin
terasa bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa
gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.
j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin
dan hasil yang ingin dicapai).
k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk
rumahsakit).
m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf.
n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau
paramedik membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara
lengkap kepada dokter.
Gambar 10 : cara pemasangan CTG
BAB III
KESIMPULAN
Cardiotocography (CTG) merupakan alat monitoring janin secara
elektronik yang dapat digunakan untuk menilai dan mengidentifikasi abnormalitas
yang dapat mempengaruhi kesejahteraan janin.
Walaupun CTG menggunakan prinsip Doppler namun dengan CTG, kita
tidak hanya mengetahui frekuensi denyut janin, namun juga kita dapat mengetahui
kelainan-kelainan yang terjadi pada denyutan janin tersebut, selain itu kita juga
dapat mengetahui dan merekam tentang kontraksi dari uterus.
Meskipun monitoring janin merupakan hal yang penting untuk menilai
status janin, namun evaluasi janin ini harus digunakan dengan parameter lainnya
seperti pemeriksaan dan data laboratorium, riwayat medis dan obstetric serta
penilaian klinis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfirevic Z, Devane D, Gyte GML. Continuous cardiotocography (CTG)
as a form of electronicfetal monitoring (EFM) for fetal assessment during
labour. CochraneDatabase of SystematicReviews.July 2006.
2. Gondo HK, Suwardewa TGA. Kardiotokografi: mengerti dan memahami
pemantauan denyut jantung janin. Jakarta : EGC, 2010.
3. Wiknjosastro H. Fisiologi Janin. Dalam :Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan.Ed.3.cet.8. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal : 77-88.
4. Endjun JJ, Karsono B, Santana S. Pemeriksaan Kardiotokografi dalam
Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : FKUI divisi Feto Maternal, 2005.
5. Parer, J. Fetal Circulation. Glob. libr. women's med.2008.
6. How to read a CTG. Available in
http://geekymedics.com/body-systems/og/how-to-read-a-ctg/. Update May
2011. Accessed 18 Februari 2012.
7. Westerhuis MEMH, et al.A randomised clinical trial on cardiotocography
plus fetal blood sampling versus cardiotocography plus ST-analysis of the
fetalelectrocardiogram for intrapartum monitoring. BMC Pregnancy and
Childbirth 2007, 7:13.