bab i
DESCRIPTION
mind-mappingTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang
dipakai oleh sebagian besar penduduk dunia. Oleh karena itu, banyak hasil
penemuan – penemuan baik ilmu pengetahuan maupun teknologi yang
ditulis dalam bahasa ini. Dan untuk mengakses informasi tersebut,
dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi berbahasa
Inggris yang memadai pula, baik secara lisan ataupun tulisan. Untuk
menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi yang
dibutuhkan tersebut, dibutuhkan pula pendidikan yang baik dengan
kurikulum yang baik dan tepat. Kurikulum yang berlaku sekarang di dunia
pendidikan adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yaitu
suatu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing –
masing satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).1 Dan untuk menjamin tujuan
pendidikan nasional, KTSP harus tetap mengacu pada standar nasional
pendidikan; dimana salah satunya adalah standar isi dan standar
1 Peraturan Pemerintah No.19 (2005) pasal 1 ayat 15 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
kompetensi lulusan (SKL) yang merupakan acuan utama bagi pelaksanaan
KTSP di masing – masing satuan pendidikan.
Untuk Bahasa Inggris, standar kompetensi lulusan yang tertera di
dalam silabus Bahasa Inggris, masing – masing peserta didik harus mahir
menguasai empat kemahiran berbahasa meliputi menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Berikut adalah penjabarannya: (1) untuk
keterampilan menyimak (listening), standar kompetensi yang harus dicapai
oleh peserta didik adalah mampu memahami makna dalam percakapan
transaksional, interpersonal dan makna teks pendek dan monolog yang
berbentuk narrative, report dan analytical exposition dalam konteks
kehidupan sehari – hari, (2) untuk keterampilan berbicara (speaking),
standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik adalah mampu
mengungkapkan makna dalam teks percakapan transaksional, interpersonal
secara resmi dan berlanjut serta teks fungsional pendek dan monolog yang
berbentuk narrative, report, dan analytical exposition dalam konteks
kehidupan sehari – hari, (3) untuk keterampilan membaca (reading), standar
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik adalah mampu
memahami makna teks fungsional pendek dan esai berbentuk narrative,
report dan analytical exposition dalam konteks kehidupan sehari – hari dan
untuk mengakses ilmu pengetahuan. Dan kompetensi yang terakhir adalah,
(4) keterampilan menulis (writing), dimana para peserta didik diharapkan
mampu mengungkapkan makna dalam teks esai berbentuk narrative,
report, dan analytical exposition dalam konteks kehidupan sehari – hari.2
Dikarenakan pentingnya kompetensi lulusan dalam berbahasa
Inggris, maka guru sebagai fasilitator diharapkan dapat mengatur,
mengarahkan, dan menciptakan suasana dan kegiatan belajar mengajar
yang lebih kondusif pada keempat kompetensi Bahasa Inggris sehingga
tujuan dan standar kompetensi yang tersebut di atas dapat dicapai oleh
para peserta didik. Untuk itu, inovasi dalam metode dan media
pembelajaran harus selalu dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
peserta didik dalam berbahasa Inggris, khususnya pada keterampilan
berbahasa menulis (writing).
Peningkatan keterampilan menulis dari para peserta didik dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan pada kegiatan
pembelajaran di kelas. Kegiatan ini dapat fokus kepada pengajaran dan
pembelajaran unit bahasa baik dari level klausa, kalimat hingga paragraf
atau teks pendek. Selain pengajaran dan pembelajaran dari unit bahasa
tersebut, untuk kompetensi menulis Bahasa Inggris, diharapkan para
peserta didik tidak hanya mampu dan mahir dalam menulis cerita pendek
atau prosa mengenai pengalaman pribadi saja, namun juga teks pendek
dalam konteks akademik. Dalam hal ini, para peserta didik harus mampu
2 Silabus Bahasa Inggris SMA kelas XI IPA (2008) dari KTSP
untuk memberikan argumen atau menjelaskan suatu peristiwa atau isu
hangat yang sedang terjadi dalam tulisan pendeknya. Untuk mendapatkan
hasil tulisan yang baik, maka pembelajaran morfologi, leksis, tata bahasa
dan sintaksis dapat dilakukan secara terintegrasi dengan pemahaman
pragmatis sehingga peserta didik diharapkan mampu menulis lebih dari
sekedar menulis prosa yang bersifat narasi, namun yang bersifat ilmiah atau
akademik. Pengajaran integrasi tersebut disebut pula dengan pemahaman
teks (genre) atau discourse competence3. Dimana kompetensi pemahaman
teks tersebut merupakan komponen penting dalam berbagai keterampilan
Bahasa Inggris khususnya keterampilan menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif
dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, seorang penulis harus terampil
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan
menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan,
menginformasikan dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti
itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pebelajar yang dapat
menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara
tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada
pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata dan struktur kalimat.4
3 Ian Bruce, Academic Writing and Genre: A systematic Analysis. (British Library Cataloguing-in-Publication Data, 2008). h.2.4 James M. McCrimmon. Writing with a Purpose. (Boston: Houghton Mifflin Company, 1967).h.122.
Secara umum, kegiatan pembelajaran menulis ini bisa berawal dari
minat pebelajar itu sendiri, bisa juga dalam bentuk latihan yang berulang
atau penguatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik. Menulis secara terus
menerus dan teratur (produktif) dan mampu mengungkapkan gambaran,
maksud, gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, keterampilan
menulis membutuhkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Awal dari
sebuah penulisan adalah gagasan atau ide yang harus segera ditulis dan
dicatat dan tidak dibiarkan hialng begitu saja karena momentum seperti itu
tidak berlangsung lama. Itulah salah satu kiat, teknik, dan strategi yang
disampaikan oleh Nunan, suatu konsep pengembangan keterampilan
menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa
tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu
produk, (3) struktur generik wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis
terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan
menulis dalam proses pembelajaran.5
Hal ini menjadikan asumsi bahwa menulis adalah salah satu
kompetensi dari Bahasa Inggris yang paling sulit dilakukan dibandingkan
dengan kompetensi atau keterampilan berbahasa lainnya.6 Karena untuk
mendapatkan hasil tulisan yang baik, ada lima komponen yang harus
5 David Nunan. Language Teaching Methodology. (New York: Prentice Hall, 1991).h.86-90.6 Finocchiaro. English as A Second Language from Theory to Practice. (New jersey: Prentice Hall, 1967)h.25.
dipenuhi yaitu (1) isi, (2) pengorganisasian, (3) tata bahasa, (4)
perbendaharaan kata (kosakata), dan (5) mekanisme dari tulisan tersebut.7
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMA dimana
pembelajarannya mencakup keempat keterampilan yaitu menyimak
(listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
Berdasarkan silabus pembelajaran Bahasa Inggris SMA baik pada semester
pertama maupun semester kedua di kelas, keterampilan menulis
ditempatkan menjadi standar akhir yang dijelaskan di dalam silabus. Hal ini
menegaskan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan berbahasa
yang paling sulit. Pada kompetensi dasar dari menulis, peserta didik
diharapkan mampu mengungkapkan dan mengkomunikasikan secara
tertulis setiap ide ke dalam bentuk wacana fungsional pendek yang
berterima dan sesuai dengan kehidupan sehari – hari dalam bentuk
narrative, report, analytical exposition, spoof, dan hortatory exposition
dengan memperhatikan koherensi dan kekohesifan dari teks tersebut.
Berdasarkan dengan hal tersebut di atas, maka selama 3 tahun
proses belajar mengajar di SMA, peneliti melihat bahwa keterampilan
menulis ini adalah keterampilan yang paling sulit, karena para peserta didik
harus memiliki kosakata Bahasa Inggris yang cukup dan pemahaman
mengenai suatu hal yang detail dan maksimal sebelum bisa menuliskan ide
7 Jacops, et.al. Testing ESL Composition: A Practice Approach. (Rowley: Newburn House, 1981).
dan pendapat. Terkadang pula mereka kekurangan ide untuk menulis
karena biasanya para peserta didik hanya diberikan tema saja, sebagai
contoh para peserta didik hanya diberikan tema “Stop Smoking, Global
Warming, Traffic Jam, Corruption, High Technology of Communication, etc”.
Tema tersebut diberikan tanpa ada visualisasi utuh dan brainstorming ide
atau gagasan, sehingga para peserta didik khususnya kelas XI IPA SMA,
tidak kaya akan pengembangan ide, dimana hal itu sangat dibutuhkan pada
tahapan menulis pertama yaitu pre writing (refernsi). Hal ini pulalah yang
menyebabkan kalimat satu dengan kalimat atau paragraf satu dengan
paragraf lainnya terkadang tidak koheren dan tidak kohesif (gak nyambung).
Terlebih lagi di saat peserta didik diminta untuk menulis teks Bahasa
Inggris khususnya pada indikator pencapaian kompetensi menulis teks
analitikal eksposisi atau teks argumentasi, peserta didik kelas XI IPA
merasa kesulitan untuk menuangkan argumennya ke dalam bentuk teks
karena tema yang diberikan oleh guru tanpa visualisasi atau gambar
sehingga ide atau gagasan menulis mereka terhambat. Selain itu,
kurangnya perbendaharaan kata dan rasa percaya diri dari para peserta
didik dalam menulis teks analitikal eksposisi ini juga menjadi kendala
tambahan. Kendala – kendala ini terungkap setelah peneliti melakukan
wawancara tidak terstruktur dan acak kepada peserta didik mengenai
pembelajaran keterampilan menulis teks Bahasa Inggris analitikal eksposisi,
ketika mereka berkonsultasi mengenai pembelajaran materi tersebut dan
nilai dari keterampilan menulis mereka yang belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Peserta didik berpendapat apabila tema teks
analitikal eksposisi lebih variatif, ada visualisasinya, dan kegiatan pre-writing
dimaksimalkan, maka mereka dapat berimajinasi dan dapat
mengorganisasikan ide mereka menjadi tulisan yang baik.
Dengan diketahuinya hal ini, maka merupakan satu koreksi untuk
pembelajaran dan pengajaran keterampilan menulis teks analitikal
eksposisi, guru atau fasilitator di dalam kelas hendaknya menggunakan
metode dan media pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga
indikator dari kompetensi keterampilan menulis teks analitikal eksposisi
dapat tercapai dengan baik.
Berangkat dari masalah dan kendala tersebutlah, maka peneliti
melakukan penelitian tindakan kelas pada kelas XI SMA program studi IPA
untuk mengatasi masalah tersebut. Mengapa program studi IPA yang
dipilih, karena peneliti mengajar di kelas yang bersangkutan. Penelitian
tindakan kelas ini bertujuan untuk mengatasi masalah peserta didik, yaitu
kurangnya ide menulis karena tema yang diberikan tanpa visualisasi, dalam
kompetensi menulis teks analitikal eksposisi. Selain itu, penelitian tindakan
kelas ini akan mencobakan kombinasi metode pengajaran peta konsep
(mind-mapping) dan media pembelajaran (gambar) untuk membantu
peserta didik mengembangkan ide tulisan mereka. Diharapkan metode peta
konsep dan media gambar dapat menstimulasi ide atau gagasan peserta
didik dalam menulis teks analitika eksposisi, sehingga teksnya menjadi
koheren dan kohesif antara satu paragraf dengan paragraf lainnya.
Diharapkan treatment metode peta konsep dan media gambar dapat
meningkatkan keterampilan menulis peserta didik kelas XI IPA pada
kompetensi dasar menulis teks analitikal eksposisi; sehingga mereka
mendapatkan nilai sesuai dengan standar ketuntasan minimal (SKM) pada
indikator ini.
B. Identifikasi Masalah
Pembelajaran dan pengajaran Bahasa Inggris keterampilan menulis,
umumnya adalah guru atau fasilitator hanya memberikan topik atau tema
pilihan kepada peserta didik dan memerintahkan mereka untuk menulis,
tanpa tahu bahwa peserta didik merasa kesulitan untuk mengorganisasikan
ide dan menyusun kalimat demi kalimat hingga menjadi paragraf yang
koheren dan kohesif satu dengan lainnya. Khususnya teks bergenre
analitikal eksposisi yang memiliki tingkat kesulitan tinggi. Teks analitikal
eksposisi adalah satu genre teks Bahasa Inggris yang memuat argumen
dari penulis dan teks ini bertujuan untuk mengajak pembaca bahwa topik
yang disuguhkan atau ditulis oleh penulis adalah merupakan hal yang benar
dan terbaru. Untuk itu, penulis akan memperkuat argumen dan sudut
pandang mereka mengenai topik atau permasalahan yang ditulis dengan
memberikan bukti dan fakta riil yang terjadi sebagai contoh dari
permasalahan tersebut.8
Seperti disebutkan sebelumnya, masalah utama para peserta didik
ketika menulis teks analitikal eksposisi adalah kurangnya ide atau gagasan
yang diperlukan dalam menulis, oleh karena tidak adanya visualisasi dari
tema atau topik yang diberikan oleh guru. Hal ini pun berpengaruh terhadap
pemilihan kosakata (vocabulary) di dalam kalimat sehingga isi dari tulisan
peserta didik kurang koheren dan kohesif. Sementara itu, kegiatan menulis
akan didahului oleh tahapan merencanakan atau menulis ide – ide pokok
tulisan ke dalam kerangka karangan yang disebut dengan tahap inventing.9
Tak terkecuali dalam Bahasa Inggris, tahapan ini disebut dengan tahap pre-
writing dimana pada tahap ini, para peserta didik diajak untuk melakukan
brainstorming kata, frase dan ide – ide dari topik atau tema tulisan yang
diberikan. Kegiatan ini merupakan salah satu stimulus bagi pebelajar untuk
mengaktifkan pengetahuan mereka tentang topik teks yang akan mereka
tulis.
Rangsangan atau stimulus ide untuk menulis pada tahap pre-writing
inilah yang akan disoroti oleh peneliti. Pada fase ini, seorang guru dapat
membantu pebelajar untuk mengekspos ide – ide tulisan dengan cara
8 Kreatif Bahasa Inggris untuk semester ganjil kelas XI SMA (2010)h.42.9 Alice Omaggio Hadley. Teaching Language in Context. Massachussets: Henley&Henley. H.320
membuat peta konsep (mind-mapping) yang dibantu dengan visualisasi
yaitu media gambar yang merepresentasikan dan berhubungan dengan
topik atau tema dari teks analitikal eksposisi yang diberikan. Mengapa
rangsangan ide harus berbentuk peta konsep (mind-mapping)? Hal ini
dikarenakan bahwa penggunaan peta konsep dengan bantuan gambar
dipercaya merupakan salah satu cara mudah untuk menggali informasi dari
dalam dan luar otak sehingga ide – ide brilian dapat didapatkan.10 Untuk
mendapatkan ide – ide lugas dan brilian dari para peserta didik, sebelum
mereka memulai tulisannya adalah pada kegiatan brainstorming atau tahap
menulis inventing atau pre-writing.
Lebih lanjutnya adalah tindakan yang dipakai oleh peneliti yaitu
penggunaan metode peta konsep dan media gambar diharapkan mampu
meningkatkan keterampilan peserta didik khususnya kelas XI IPA, untuk
menulis teks analitikal eksposisi dengan baik. Jadi, apabila tahapan awal
dari menulis yaitu brainstorming ide dan gagasan sudah berjalan baik,
maka tahapan menulis selanjutnya tidak akan menemui hambatan berarti.
C. Fokus dan Subfokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada peningkatan keterampilan menulis teks
analitikal eksposisi peserta didik kelas XI IPA SMA Diponegoro 1 Jakarta
10 Tony Buzan. Buku Pintar Mind-Map Untuk Anak. Harper Collins Publisher. 2007.h.4
dengan menggunakan metode peta konsep (mind-mapping) dan media
gambar. Adapun subfokus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Faktor – faktor apa saja yang menghambat peserta didik dalam
menulis teks analitikal eksposisi.
2. Jenis media gambar apa yang dapat digunakan bersama dengan
metode peta konsep (mind-mapping) untuk dapat memperjelas
ide – ide tulisan terkait dengan tema atau topik alam, lingkungan
dan sosial (konteks kehidupan sehari – hari).
3. Peranan apa yang diberikan dari penggunaan metode peta
konsep (mind-mapping) dan media gambar, dalam meningkatkan
aktifitas menulis teks analitikal eksposisi dari peserta didik pada
fase kegiatan brainstorming.
4. Hasil pencapaian apa yang diharapkan dari peserta didik pada
kompetensi dasar menulis Bahasa Inggris di indikator menulis
teks analitikal eksposisi, setelah menggunakan metode peta
konsep (mind-mapping) dan media gambar.
D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, fokus dan subfokus di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana meningkatkan
keterampilan menulis teks analitikal eksposisi peserta didik kelas XI IPA
SMA Diponegoro 1 Jakarta dengan penggunaan metode peta konsep
(mind-mapping) dan media gambar?
Dan pertanyaan penelitiannya adalah:
1. Faktor – faktor apa sajakah yang menghambat peserta didik dalam
menulis teks analitikal eksposisi?
2. Jenis media gambar apa saja yang dapat digunakan bersama dengan
metode peta konsep (mind-mapping) untuk dapat memperjelas ide –
ide tulisan terkait dengan tema atau topik alam, lingkungan dan sosial
(konteks kehidupan sehari – hari)?
3. Peranan seperti apa yang dapat diberikan dari penggunaan metode
peta konsep (mind-mapping) dan media gambar, dalam meningkatkan
aktifitas menulis teks analitikal eksposisi dari peserta didik pada fase
kegiatan brainstorming?
4. Hasil pencapaian seperti apa yang diharapkan dari peserta didik pada
kompetensi dasar menulis Bahasa Inggris di indikator menulis teks
analitikal eksposisi, setelah menggunakan metode peta konsep (mind-
mapping) dan media gambar?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk mendeskripsikan bagaimana
penggunaan metode peta konsep (mind-mapping) dan media gambar
dalam meningkatkan keterampilan menulis teks analitikal eksposisi peserta
didik kelas XI IPA SMA Diponegoro 1 Jakarta; serta mengatasi masalah
peserta didik dalam hal menulis teks analitikal eksposisi Bahasa Inggris
dengan menggunakan strategi tersebut.
F. Manfaat Penelitian
Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua
manfaat besar, yaitu dari aspek teoritis dan aspek praktis. Untuk aspek
teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian
sejenis, mengenai peningkatan keterampilan menulis teks analitikal
eksposisi bagi peserta didik kelas XI SMA; dan untuk mengembangkan teori
pembelajaran Bahasa Inggris. Dengan demikian, penelitian ini dapat
menjadi acuan untuk memperbaiki mutu pengajaran dan teknik mengajar
guru yang sesuai dengan amanat kurikulum tingkat satuan pendidikan yaitu
PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
Akhirnya adalah hasil belajar peserta didik untuk bidang penguasaan
menulis teks analitikal eksposisi dapat ditingkatkan.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian
tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk
pengembangan materi dan metode untuk mata pelajaran Bahasa Inggris
kelas XI SMA, khususnya peningkatan keterampilan menulis. Hasil
penelitian ini pun diharapkan mampu memberi kontribusi bagi guru dan
instruktur dalam rangka optimalisasi kualitas pembelajaran dan pengajaran
Bahasa Inggris dengan metode dan media kreatif dan inovatif.
Dan hasil penelitian ini semoga dapat memberikan manfaat bagi
peneliti, praktisi dan pemerhati pendidikan. Khusus bagi peneliti, penelitian
ini dapat memberikan:
1. Bahan kajian konstruktif para guru dalam menjalankan proses
pembelajaran di kelas.
2. Inspirasi kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran Bahasa Inggris.
3. Gambaran dan deskripsi hasil pencapaian dalam menulis teks
analitikal eksposisi yang dibantu dengan metode peta konsep
(mind-mapping) dan media gambar.
4. Peningkatan efektifitas dalam pengajaran dan pembelajaran
Bahasa Inggris untuk keterampilan menulis.
5. Dorongan dan acuan untuk para guru Bahasa Inggris untuk
melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research)
sebagai bentuk profesionalitas yang merupakan salah satu
kompetensi guru, akan kemajuan peserta didik dan
menyelesaikan masalah yang ditemui selama mengajar.
6. Sarana untuk memahami apa dan bagaimana melakukan
classroom action research.
Manfaat bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan keterampilan menulis peserta didik dalam menulis
teks analitikal eksposisi Bahasa Inggris dengan penggunaan
metode peta konsep (mind-mapping) dan media gambar.
2. Meningkatkan keaktifan dan kooperasi peserta didik dalam
aktifitas menulis dan pembelajaran Bhasa Inggris.
Dan untuk praktisi dan pemerhati pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini
dapat menjadi acuan untuk mengembangkan langkah – langkah atau
kebijakan baru di bidang pendidikan demi kemajuan bangsa.