bab i

Download BAB I

If you can't read please download the document

Upload: muhammad-isnaini-kasipahune

Post on 25-Jul-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Di era milenium ke-3 saat ini, kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi. Permasalahan yang muncul dalam kehidupan seharihari memerlukan informasi dalam memecahkannya. Oleh karena itu, kemampuan sains yang di antaranya mengolah informasi dan memecahkan masalah sangat penting bagi setiap individu agar memililiki kemampuan dan peluang yang lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat. Ada berbagai cara dalam belajar sains, menurut Liliasari (2010) berdasarkan kedalamannya ada 4 cara mempelajari sains: (1) sains sebagai cara berpikir; (2) sains sebagai cara untuk menyelidiki; (3) sains sebagai pengetahuan; (4) sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat. Dari ke-4 Cara belajar sains, saat ini pembelajaran sains lebih memberikan porsi berlimpah kepada cara belajar sains sebagai pengetahuan, akan tetapi sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat, sains sebagai cara untuk menyelidiki dan sains sebagai cara berpikir masih kurang di aplikasikan oleh pendidik, terutama sains sebagai cara berpikir. Belajar sains, pada hakekatnya kegiatan berpikir yang dikembangkan melalui 8 macam keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2000), yang meliputi: (1) pengamatan langsung dan tak langsung (direct and indirect observation) ; (2) kesadaran tentang skala besaran (sense of scale); (3) bahasa simbolik (symbolic language); (4) kerangka logika taat-asas (logical self-consistency) dari hukum alam; (5) inferensi logika (logical inference); (6) hukum sebab-akibat (causality); (7) pemodelan matematik (mathematical modeling); (8) membangun konsep (concept formation). Sains termasuk fisika, dikembangkan dengan tujuan untuk memahami gejala alam. Rasa keingintahuan terhadap gejala alam tersebut mendorong ilmuwan melakukan proses penyelidikan ilmiah. Untuk melakukan penyelidikan ilmiah diperlukan keterampilan generik sains. Menurut Wiyanto (2008) proses penyelidikan ilmiah meliputi langkahlangkah: mengeksplorasi gejala dan merumuskan masalah, menciptakan penjelasan sementara (hipotesis), memikirkan rancangan percobaan untuk menguji hipotesis dan memprediksi hasil yang diharapkan, mengumpulkan data melalui pengamatan dan pengukuran, membandingkan data dengan konsekuensi deduktif yang dijabarkan dari hipotesis. Proses berpikir yang mengkaitkan hipotesis, rancangan percobaan, dan prediksi

tersebut membentuk pola berpikir inferensi logika jika...dan...maka..... Pola berpikir tersebut, menggambarkan pola berpikir manusia pada umumnya tetapi karena ilmuwan terbiasa melakukan kegiatan keterampilan generik sains yang menggunakan pola berpikir inferensi logika sehingga ilmuwan menjadi terampil memecahkan masalah secara efektif. Sudah sewajarnya pembelajaran sains, termasuk fisika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir pola inferensi logika jika...dan...maka.... Teori perkembangan kemampuan berpikir Piaget menjelaskan bahwa struktur pengetahuan deklaratif yang merupakan hasil pembentukan yang terjadi dari interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Wiyanto (2008), untuk dapat bertindak, diperlukan pengetahuan prosedural yang dapat menuntunnya. Jadi proses mengetahui atau memperoleh pengetahuan deklaratif melibatkan pengetahuan prosedural (keterampilan berpikir), oleh karena itu, pembelajaran diharapkan juga mampu mengembangkan pengetahuan prosedural itu. Teori perkembangan pengetahuan prosedural yang disusun oleh Piaget, terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensori-motorik (0-2th), pra-operasional (2-7th), operasional konkret (7-11th), operasi formal (>11th). Menurut Lawson (1995), pada tahap sensomotorik dan pra-operasional, anak belum bisa membangun argumen inferensi logika jika...dan ....maka..., tetapi tingkah lakunya mulai menunjukan kemampuan berpikir inferensi logika tersebut. Pada tahap ke-3 operasional konkret, pola berpikir inferensi logika jika...dan...maka... digunakan dengan media bahasa verbal untuk menamai, menggambarkan, menggolongkan obyek, peristiwa, dan situasi lingkungannya. Pada tahap ini, anak mulai berpikir melalui pengalaman empirik, kemudian menggeneralisasi pengalaman tersebut terhadap abyek, peristiwa, dan situasi yang bersifat khusus menjadi lebih umum. Pada tahap ke-4 operasi formal, pola inferensi logika jika...dan...maka... dimulai dari representasi hipotetik menggunakan abduction (proses menciptakan hipotesis alternatif). Penerapan dari pemahaman teori perkembangan berpikir dalam pembelajaran sains, termasuk fisika adalah bagaimana membantu siswa melatih kemampuan keterampilan berpikir yang sedang mengalami pergeseran proses berpikir. Tugas guru adalah memfasilitasi perkembangan berpikir siswa. Menurut Piaget dalam Lawson (1995) mulai usia sekitar 11 tahun anak sudah mulai mampu berpikir hypothetical-deductive, yaitu berpikir yang berawal dari kemungkinan. Kemampuan berpikir siswa SMP merupakan peralihan dari tahap operasional konkret ke tahap operasi formal sehingga pembelajaran

fisika di SMP diharapkan dapat membantu terjadinya pergeseran tingkat berpikir ke arah itu dengan mulai melatih mengembangkan inferensi logika jika...dan...maka... yang berawal dari kemungkinan (hypothetical-deductive). Berpikir Hypothetical-deductive merupakan proses berpikir dimana siswa belajar mulai dengan pernyataan berupa pertanyaan mengapa?. Siswa diminta untuk merumuskan kemungkinan jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Kemudian siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis dan merencanakan serta melakukan eksperimen (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak, sedang yang lainnya diterima (pengenalan konsep). Perumusan secara eksplisit dan pengujian hipotesis melalui perbandingan deduksi logis dengan hasil empiris merupakan hal yang diperlukan dalam pemikiran hipotesis deduktif (Lawson, 1989). Dari hasil pengamatan dan diskusi yang dilakukan peneliti dengan guru IPA SMP Muhammadiyah 7 Semarang, terdapat beberapa permasalahan antara lain, (1) pada proses pembelajaran siswa kurang aktif, ini dapat dilihat dari malasnya siswa bertanya, apabila ditanya sedikit yang memberikan jawaban dan terbatas pada siswa tertentu, (2) kurangnya motivasi belajar siswa seperti, siswa kurang tekun dan cepat menyerah dalam mengerjakan tugas, tidak membawa buku catatan atau LKS. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan/aktivitas. Tidak akan terjadi pembelajaran jika tidak ada aktivitas guru dan siswa. Dalam Sardiman (2011), jenis-jenis aktivitas dalam belajar antara lain: (1) visual activities, contohnya membaca, memperhatikan gambar, memperhatikan pekerjaan orang lain; (2) oral activities, contohnya bertanya, berpendapat, berdiskusi; (3) listening activities, contohnya mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi; (4) writing activities, contohnya menulis cerita, laporan, menyalin; (5) motor activities, contohnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, berkebun; (6) mental activities, contohnya memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan. Apa dorongan seseorang melakukan aktivitas? Dalam Sardiman (2011), seseorang melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor: kebutuhan biologis, instink, dan mungkin unsur-unsur kejiwaan lain serta adannya perkembangan budaya manusia. Jawaban tersebut mendorong munculnya teori motivasi. Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan, (Sardiman, 2011). Tugas guru adalah melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbukan motivasi agar siswa terjadi

aktivitas belajar dengan baik. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa, motivasi berperan penting dalam mempengaruhi belajar dan prestasi (Ames, 1990). Ketika cukup termotivasi, siswa cenderung mengerjakan tugas lebih bersemangat, bertahan dalam situasi sulit, dan menikmati prestasi (Stipek, 1993). Ditemukan korelasi yang kuat telah antara motivasi intrinsik dan akademis prestasi (Cordova dan Lepper 1996;. Lepper et al 2005). Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yanga harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa setelah pembelajaran berlangsung, dan LKS), Alat bantu belajar yang sering digunakan oleh guru dan siswa SMP Muhammadiyah 7 Semarang adalah buku LKS IPA Fisika ringkasan materi dan soal-soal pilihan, buku LKS ini kurang memberikan kegiatan-kegiatan sains bagi siswa dan lebih menekankan pemberian materi dan soal-saol. Buku pelajaran siswa ini merupakan buku yang diterbitkan oleh MGMP kota semarang. Buku LKS ini dalam kegiatan sainsnya tidak memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir siswa, selain itu juga hanya menyajikan materi pelajaran tanpa memberikan informasi-informasi sains, penerapan materi tersebut pada kehidupan sehari-hari dan konten gambar-gambar dari buku LKS tersebut tidak menarik bagi siswa perhatian SMP. Dari penelusuran yang dilakukan oleh peneliti di beberapa Sekolah Menengah Pertama dan sederajat, kondisi LKS yang dimiliki hampir serupa. Dalam Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Diknas, 2004), lembar kegiata siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan untuk mata pelajaran IPA harus disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran IPA, salah satu pendekatan yang disarankan yaitu pendekatan keterampilan proses. Menurut Hamdani (2011), LKS sangat baik dipakai untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, baik dipergunakan dalam stategi heuristik maupun strategi ekspositorik. Dalam strategi heuristik, LKS dipakai dalam penerapan metode terbimbing, sedangkan strategi ekspositorik, LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan. konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa (Azhar,2011). Contoh-contoh dari media pembelajaran adalah bahan ajar (buku, modul,

Untuk dapat bersaing di era global ini perlu kemampuan berpikir yang dapat memecahkan masalah. Oleh karena itu pembelajaran sains perlu diarahkan untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Permasalahan dalam permbelajaran di SMP Muhammadiyah 7 Semarang adalah kurangnya motivasi dan aktivitas belajar siswa. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan. Dengan adanya feeling maka aktivitas (kegiatan) belajar siswa dapat terjadi. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa adalah dengan menggunakan LKS, seperti diungkap Nurul (2008), menyatakan bahwa LKS sangat baik untuk meningkatkan motivasi, aktifitas dan prestasi belajar fisika. Pengembangan LKS telah banyak dilakukan, seperti Lismawati (2008), Nurkamri (2002), Ziadah (2005), Zumrotul (2009), yang masih mengembangkan LKS untuk mencapai hasil belajar, belum mengarah untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Pengembangan kemampuan berpikir harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan bepikir siswa. Usia siswa di SMP berkisar antara 11-15 tahun, yang berarti berada dalam tahap perkembangan operasi formal dimana pola pikirnya menggunakan inferensi logika jika...dan...maka... yang berawal dari kemungkinan-kemungkinan (hypothetical-deductive). Dari berbagai argumen diatas, maka judul penelitian ini adalah pengembangan LKS fisika model inferensi logika hypothetical-deductive dalam upaya meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa di SMP Muhammadiyah 7 Semarang Rumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah profil LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive? Bagaimana kualitas LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive? Apakah LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir Hypothetical-deductive? Apakah LKS Fisika model inferensi logika dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa?

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive, yaitu LKS yang dapat membimbing siswa untuk berpikir

Hypothetical-deductive. Tujuan khususnya dapat yang dapat dicapai dari penelitian ini adalah untuk: Menghasilkan produk berupa LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive dan panduan LKS model inferensi logika. Merancang alat evaluasi berpikir inferensi logika Hypothetical-deductive. Mengetahui dapat atau tidaknya LKS Fisika Meningkatkan kemampuan berpikir inferensi logika Hypothetical-deductive siswa. Mengetahui dapat atau tidaknya LKS Fisika Meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa. Pembatasan Masalah Agar lebih terarah dan tidak meluasnya penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi pada pembelajaran fisika semester genap kelas VII SMP Muhammadiyah 7 Semarang tahun pelajaran 2011/2012. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran IPA khususnya fisika. Manfaat yang dapat diambil secara khusus adalah sebagai berikut: Dihasilkan produk berupa LKS Fisika model inferensi logika Hypothetical-deductive, panduan LKS, serta alat penilaian berpikir Hypothetical-deductive. Membantu memberi arahan kepada guru fisika bahwa LKS Fisika model inferensi logika dapat meningkatkan kemampuan berpikir Hypothetical-deductive siswa. Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan ajar LKS Fisika sehingga dapat mengembangkan berpikir Hypothetical-deductive, lebih termotivasi dan aktif dalam belajar fisika.

Definisi Istilah Untuk memudahkan memahami isi penelitian ini perlu didefinisikan istilah berikut: Berpikir Hypothetical-deductive (HD) adalah proses kognitif yang berawal dari kemungkinan-kemungkinan (hipotesis). Berpikir Hypothetical-deductive dimulai dari

pertanyaan-pertanyaan................Hipotesis tersebut dibuktikan kebenarannya dengan merancang eksperimen yang tepat untuk menguji hipotesis, menyimpulkan prediksi, dan menentukan kesepakatan bukti dengan prediksi. Berpikir Hypothetical-deductive ini menggunakan pola jika...dan...maka.... Inferensi logika adalah cara penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika, pola logika yang digunakan adalah jika...dan...maka... yang berawal dari kemungkinankemungkinan didasarkan pada pengetahuan prosedural (keterampilan berpikir). Spesifikasi Produk yang Dikembangkan Penelitian pengembangan LKS Fisika model inferensi logika ini bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, khususnya berpikir Hypothetical-deductive. LKS ini dikembangkan melalui pembelajaran berbasis masalah menggunakan kegiatan eksperimen untuk menjawab masalah melalui pola berpikir jika..dan...maka.... LKS Fisika model inferensi logika hypothetical-deductive adalah LKS dengan langkah-langkah kegiatan sains yang akan membimbing siswa berpikir inferensi logika jika...dan...maka.... yang berawal dari kemungkinan-kemungkinan. LKS fisika ini juga terdapat materi dan informasi fisika yang menarik, dan soal-saol fisika yang disusun untuk dalam bentuk permainan teka-teki silang (TTS), Square dan kata berantai yang dapat menarik minat siswa. Selain LKS Fisika model inferensi logika, juga dikembangkan panduan LKS Fisika model inferensi logika ini. Panduan ini berisi petunjuk bagi guru dalam melaksanakan kegiatan LKS Fisika model inferensi logika ini agar dapat memaksimalkan kegiatan LKS tersebut, khususnya berpikir Hypothetical-deductive.