bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang
memiliki sumber daya alam hasil tambang, hutan, minyak, gas alam dan batu
bara.
Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Timur merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam
terutama minyak bumi dan gas alam (migas) serta batu bara sehingga
perekonomian Kutai Kartanegara masih didominasi oleh sektor pertambangan
dan penggalian yang mencapai lebih dari 77%. Sektor pertanian dan kehutanan
hanya memberikan konstribusi sekitar 11%, sedangkan sisanya disumbangkan
dari sektor perdagangan dan hotel, yakni kurang lebih 3%, industri pengolahan
sekitar 2,5%, bangunan 3%, keuangan 1% dan sektor lainnya sekitar 2%.
Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur
umumnya, dan khususnya Kabupaten Kutai Kartanegara masih mengandalkan
kepada sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan, tanah dan air (HTA). Di
lain pihak pemanfaatan sumberdaya alam seringkali terpaksa dilakukan secara
tidak efisien dan berorientasi kepada kepentingan jangka pendek, sehingga
mengakibatkan terjadinya pengurasan sumberdaya alam secara tidak terkendali.
Akibat dari pemanfaatan sumberdaya hutan yang tak terkendali maka laju
kerusakan hutan yang terjadi diperkirakan semakin mengkhawatirkan, baik
ditinjau dari segi ekologis, ekonomi dan fisik lingkungan. Selain itu, akibat
konversi kawasan hutan menyebabkan meluasnya lahan-lahan kritis. Di lain
pihak, pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis
Kondisi realita di masyarakat tentang pemanfaatan sumberdaya alam
yang dilaksanakan pada masa lalu lebih mengutamakan kepada upaya mengejar
perolehan devisa negara, sehingga dalam mengekploitasi sumberdaya alam
kurang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam yang
berkelanjutan dan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan sumberdaya alam, serta
masih digunakannya pendekatan bernuansa perintah dan pengendalian
(command and control).
Masalah lain yang dihadapi adalah pola pemanfataan sumberdaya alam,
yang cenderung terpusat pada beberapa kelompok masyarakat atau golongan
tertentu, sehingga hal ini mengurangi kesempatan dan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya alam. Di samping itu, masalah yang lain adalah
rendahnya tekanan publik terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat
tingkat partisipasi masyarakat tidak sepenuhnya dilibatkan.
Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup di masa depan adalah bagaimana memanfaatkan dan
memelihara sumberdaya secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat sejalan dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
terutama yang berkaitan dengan makin meluasnya tuntutan masyarakat untuk
memperoleh kualitas lingkungan hidup yang semakin baik dan adil, disisi lain
ketersediaan ruang yang layak untuk memanfaatkan potensi lahan yang
semakin terbatas.
Peraturan perundangan mengamanatkan bahwa pengelolaan
sumberdaya alam diarahkan kepada peningkatan kesejahteraan rakyat melalui
konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan sumberdaya alam
dengan menerapkan teknologi yang akrab lingkungan. Disamping itu dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem juga diamanatkan untuk
mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam
Laju kerusakan hutan yang disebabkan oleh berbagai faktor diprediksikan
telah mencapai 1.6 juta hektar per tahunnya. Apabila hal ini dibiarkan maka
menurut Witular (2000) hutan alam tropika di Sumatera dan di Kalimantan akan
habis pada tahun 2015. Sementara menurut inventarisasi Depertemen
kehutanan 2003, luas lahan kritis di Indonesia sekitar 43 juta hektar, dengan laju
kerusakan hutan sekitar 3,5 juta hektar per tahun. Kebutuhan bahan baku
industri sekitar 58.87 juta m3/tahun, sedangkan pemenuhan kayu yang
diproduksi dari hutan alam, hutan rakyat, HTI dan PT Perhutani dan Inhutani
selama 5 tahun terakhir hanya sekitar 25 juta m3/tahun. (Direktorat Produksi
Hasil Hutan, 2000). Emil Salim (2005) mengatakan bahwa kebutuhan kayu di
Indonesia sekitar 60 – 70 juta m3 /tahun, sementara kayu yang bisa ditebang
secara lestari dari hutan (alam, HTI dan Hutan Rakyat) hanya sekitar 20 juta
m3/tahun.
Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas lahan potensial pertanian dalam
arti luas pada tahun 2007 seluas 2.511.167 ha terdiri dari lahan sawah seluas
225.451 ha dan lahan bukan sawah 2.285.716 ha. Lahan sawah yang tidak
diusahakan selama satu tahun seluas 23.232 ha dan lahan sawah yang
sementara tidak diusahakan adalah 121.270 ha, lahan sawah yang ada baru di
fungsikan seluas 104.181 ha (±46%). Untuk lahan bukan sawah dari lahan
potensial seluas 2.285,716 ha yang difungsikan baru seluas 1.446.132 ha
(±63%) dan sementara tidak diusahakan adalah 893.584 ha (±37%). Dari luasan
lahan yang tidak diusahakan tersebut terdapat sekitar enam juta hektar (6 juta
ha) lahan kritis, yang terdiri dari lahan pada Kawasan Budidaya Kehutanan dan
lahan pad Kawasan Budidaya Non Kehutanan, termasuk didalamnya lahan-lahan
milik warga. (Tribun, 2009).
Salah satu faktor penyebab degradasi lahan (lahan kritis), karena
banyaknya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Termasuk perambahan hutan lindung oleh masyarakat dan perusahaan yang
tidak terkontrol mengakibatkan rusaknya ekosistem di sepanjang Daerah Aliran
Sungai (DAS), selain itu tingginya alih fungsi lahan seperti pertambangan,
perkebunan yang tidak terencana, dan rendahnya tingkat pengawasan dan
kurangnya program dan proses rehabilitasi lahan, terutama lahan-lahan marginal,
sehingga peningkatan luasan lahan kritis terus meningkat setiap tahunnya.
Demikian pula lahan kritis di Kabupaten Kutai Kartanegara, dari total
luasan wilayah 27.263.10 km2, diduga terdapat luasan lahan marginal atau lahan
kritis yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di propinsi
Kalimantan Timur terjadi penambahan hutan dan lahan sekitar 8 – 9 %. Hal ini
disebabkan karena di Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan suatu kawasan
yang memiliki cukup banyak lahan konsesi perusahaan kayu (HPH, HTI, hutan
kemasyarakatan, IUPHHK, DLL), konsesi tambang batu bara (KP, PKP2B, dan
Koperasi), areal perkebunan baik swasta maupun petani dan areal perladangan
serta kawasan budidaya lainnya. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanganan
rehabilitasi lahan yang sinergis antara pemerintah dan semua komponen
masyarakat, secara arif dan bijaksana.
Oleh karena itu penulis memilih Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai
wilayah kajian studi. Dalam kajian ini penulis ingin melakukan studi analisis
mengenai suatu rancangan Strategi Reklamasi Lahan Kritis bekas hutan lindung
Diharapkan studi rancangan strategi Reklamasi Lahan Kritis Bekas Hutan
Lindung dapat dijadikan sebagai landasan awal dalam perencanaan
kedepannya.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian Reklamasi Lahan Kritis
bekas hutan lindung yaitu :
1. Menginfentarisir pengaruh negatif pada lahan kritis terutama sifat fisik
dan kimia serta tingkat erosi pada lahan-lahan kritis yang digunakan
sebagai sampel.
2. Memberikan rekomendasi sistem pengelolaan lahan kritis.