bab i

Upload: afriska-norma-utama

Post on 12-Jul-2015

356 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10- 30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 1519 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2002). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli. Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang

pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut apendisitis. Pengebotan apendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non operasi pada kasus ringan apendisitis bisa sembuh hanya dengan pengobatan tetapi untuk apendisitis yang sudah luas infeksinya maka harus segera dilakukan operasi apendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Smeltzer, 2002). Pembedahan segera dilakukan untuk mencegah rupture, terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga parut ( peritonitis ) (Smeltzer, 2002). Hasil akhir operasi pun berbeda tergantung dari tingkatan keparahan, komplikasi setelah operasi antara lain perdarahan, perlengketan organ dalam, atau infeksi pada daerah operasi.

BAB II LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi Nama Jenis Kelamin Umur Kebangsaan Agama Status Pekerjaan Alamat MRS 1.2 Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit : : Nn. A : Wanita : 14 tahun : Indonesia : Islam : Menikah : Pelajar : Jl. Depati Purbo Rt. 17, Pematang sulur : 6 Oktober 2011

3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu hati yang hilang timbul. Kemudian 1 hari SMRS penderita mengeluh nyeri berpindah ke perut kanan bawah yang semakin bertambah hebat dan menetap. Penderita juga mengelukkan adanya demam. Penderita merasa tidak napsu makan, mual, dan muntah. Riwayat

BAB (+) normal dan BAK (+) normal. Penderita berobat ke RSUD Raden Mattaher jambi Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. Penderita mengaku mendapatkan haid terakhir pada bulan september 2011 Riwayat Penyakit maag disangkal Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. 1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Gizi Pernafasan Nadi Tekanan Darah Suhu Kepala Pupil Leher Kelenjar-kelenjar Thorax : - Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris kanan dan kiri : Vocal fremitus (N) Kanan = Kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Vesikuler (+) N, Whezing (-), Rhonki (-) : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Cukup : 24x/menit : 96x/menit : 110/70 mmHg : 37,2C : Konjungtiva Anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-) : Isokor, refleks cahaya (+/+) : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran

-

Jantung Inspeksi Palpasi sinistra Perkusi Auskultasi : Batas jantung normal : BJ I,II murni reguler, murmur (-), gallop (-) : : Datar : Lemas, nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, Rovsing sign Blumberg sign (+), defans muskular (-) : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V Linea mid clavicula

Abdomen Inspeksi Palpasi (+), Perkusi Auskultasi

: Tympani : Bising usus (+) normal : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

1.4 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Rutin (tanggal 6 Oktober 2011) Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit : 11 gr/dl : 28,9 vol% : 12.000 /mm3 : 289.000 /mm3 (P 12 16 gr/dl) (P 37 43 vol%) (5000 10.000 /mm3) (200.000 500.000 /mm3)

1.5 Diagnosis Banding Apendisitis akut Adneksitis Akut Kanan Kehamilan Ektopik Kista Ovarium Terpuntir Kanan

1.6 Diagnosis Kerja Suspek Apendisitis akut 1.7 Penatalaksanaan IVFD RL gtt 30/menit Inj Cefotaxime 2 x 1 gram Inj Ketolac 2 x 30 mg Inj Ranitidine 2 x 50 mg

1.8 Pemeriksaan Anjuran USG Abdomen 1.9 Prognosis Quo ad vitam : Dubia ad Bonam Quo ad functionam : Dubia ad Bonam Follow up Tanggal 12-10 2011 Perjalanan Penyakit S : Nyeri perut Kanan bawah O : KU: Tampak sakit sedang Kes : Compos Mentis N : 96 X/i T : 360C Therapi IVFD RL gtt 30/menit Inj Cefotaxime 2 x 1 gram Inj Ketolac 2 x 30 mg Inj Ranitidine 2 x 50 mg

23 10 2010

S : Sesak nafas (+) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM N : 88 X/i T : 370C Mata : Conjungtiva Anemis (+/+) Abdomen : BU (-), Nyeri tekan (+), Distensi Abdomen (+) WBC : 13,9 Hb : 7,8

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Transfusi PRC 250 cc

24 10 2010 S : (-) IVFD Rl 20 gtt/i O : K U : tampak sakit berat Cefotxim 2 X 1 gr Kes : CM Ranitidin 2 X 50 mg N : 90 X/i T : 390C wbc : 8,6 hb: 10,1 Persiapan Operasi Pasien dipersiapkan untuk dilakukan laparatomi atas indikasi peritonitis ec trauma tumpul abdomen untuk itu dilakukan pemeriksaan : - Puasa - Darah rutin - Kimia darah lengkap - Foto thorax - PRC 500 cc - Koreksi albumin post operasi 25 10 Durante Op 2010 Dilakukan Operasi pukul 1015 - 1145 dilakukan laparatomi dan apendiktomi Diagnosa Preoperasi : peritonotis Diagnosa Postoperasi : peritonitis purulen Jenis Operasi: elektif khusus Dilakukan tindakan laparatomi pada diagnosa peritonitis juvenile - Dilakukan incisi abdomen -

Abdomen penuh dengan darah bercampur pus dan fibrin. Perlengketan hebat Perlengketan dibebaskan dan didilusi dengan NaCl 0,9% betadin NaCl dst

-

Didapat lacerasi pada ileum terminal hecting secunder dilanjutkan

aapendiktomi Rawat perdarahan , pasang drain (tube NGT No 16) Tutup luka operasi lapis demi lapis Operasi selesai Post Op (ICU) S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 105/69 mmHg N : 50X/i RR: 33 x/i T : 37,80C WBC : 12,6 Hb: 10,9 Albumin : 1,4 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 94/74 mmHg N : 154X/i RR: 47 x/i T : 38,50C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 106/79 mmHg N : 125X/i RR: 37 x/i T : 38,20C Albumin : 2,1 Globulin : 2,4 Protein total : 4,5 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 116/89 mmHg N : 126X/i Transfusi Albumin 100 cc acc pindah ruangan post albumin IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

25 10 2010

26 10 2010

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotaxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban Transfusi albumin 100 cc

27 10 2010

28 10 2010

RR: 26 x/i T : 37,80C 29 10 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 106/82 mmHg N : 90X/i RR: 23 x/i T : 36,80C WBC : 8 Hb : 7,5 Albumin : 2,4 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 128/91 mmHg N : 108X/i RR: 28 x/i T : 37,40C WBC : 8,4 Hb : 10,3 Albumin : 2,5 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 118/83 mmHg N : 110X/i RR: 20 x/i T : 36,60C Albumin : 2,3 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 111/87 mmHg N : 82X/i RR: 25 x/i T : 36,50C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 102/65 mmHg N : 107X/i Transfusi albumin 100 cc Transfusi PRC 1 kolf

30 10 2010

31 10 2010

1 11 - 2010

Transfusi albumin 100 cc

2 11 - 2010

P cek elektrolit

RR: 22 x/i T : 380Cc WBC : 13,5 Albumin : 2,4 Protein : 5,8 3 11 - 2010

Hb : 8,2 Globulin : 3,4 Dopamin 50 gr Koreksi KCl 11/2 flash Albumin 100 cc

4 11 - 2010

S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 83/51 mmHg N : 96X/i RR: 24 x/i T : 38,50C Pemeriksaan Laboratorium WBC : 15,8 H 103/mm3 RBC : 4,40 106/mm3 HGB : 11,1 g/dl HCT : 35,0 % PLT : 388 103/mm3 PCT : 292 % Elektrolit : Na : 136,50 mmol/L K : 1,92 mmol/L Cl : 99,45 mmol/L S : nyeri perut O : KU: tampak sakit berat Kesadaran : CM TD : 120/80 mmHg N : 107 x/menit RR : 38 x/menit Suhu : 37,6 x/menit Kepala : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, Refleks cahaya (+) Hidung : terpasang NGT (cairan warna Hijau) Leher : pembesaran KGB (-) Thorax : I : Simetris kanan dan kiri, Ictus Cordis tidak terlihat P : Vocal fremitus (N) Ka=Ki,

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

Ictus cordis teraba di ICS V li nea mid clavikularis sinistra P : sonor, batas jantung normal A : Jantung : BJ I,II murni reguler, G (-), M (-) Paru : Vesikuler (N), W (-), R (-) Abdomen : I : datar, tampak jahitan operasi, A : BU (+) melemah P : Supel, NT (+) P : Timpani, NK (+) Pemeriksaan Laboratorium Albumin : 3 g/dl Elektrolit : Na : 140,1 mmol/L K : 3,3 mmol/L Cl : 107,3 mmol/L S : Sesak nafas, BAB (+) warna hitam O: KU : tampak sakit berat Kes : CM TD : 120/80 mmHg N : 114 x/menit RR : 32 x/menit Suhu: 36,50C Kepala : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, Refleks cahaya (+) Hidung : terpasang NGT (cairan warna Hijau) Leher : pembesaran KGB (-) Thorax : I : Simetris kanan dan kiri, Ictus Cordis tidak terlihat P : Vocal fremitus (N) Ka=Ki, Ictus cordis teraba di ICS V li

5 - 11 - 2010

Ceftriaxon 1 X 2 gr Ranitidin 3 X 25 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

6 11 - 2010

nea mid clavikularis sinistra P : sonor, batas jantung normal A : Jantung : BJ I,II murni reguler, G (-), M (-) Paru : Vesikuler (N), W (-), R (-) Abdomen : I : datar, tampak jahitan operasi, A : BU (+) melemah P : Supel, NT (+) P : Timpani, NK (+) Pemeriksaan Laboratorium WBC : 13,8 H 103/mm3 RBC : 4,05 106/mm3 HGB : 10,2 g/dl HCT : 32,1 % PLT : 488 103/mm3 PCT : 353 % S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 121/84 mmHg N : 111X/i RR: 21 x/i T : 37,50C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 115/90 mmHg N : 119X/i RR: 23 x/i T : 36,50C S : Luka jaitan masih basah O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 112/80 mmHg Rencana operasi ulang tanggal 10 Transfusi PRC 250 cc

7 11 - 2010

8 11 - 2010

N : 112X/i RR: 34 x/i T : 36,80C WBC : 12,9 Hb : 9,2 Albumin :2,6 Kreatinin : 0,3 9 11 - 2010

RBC : 3,24 Ureum: 27,3 Globulin : 9,3 Rencana relaparatomi

S : Os belum kentut, luka masih basah, O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 116/78 mmHg N : 114X/i RR: 24 x/i nafas spontan T : 36,80C Na : 130,55 K : 2,77 Cl : 100,96 CT : 4,5 BT : 5 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 132/94 mmHg N : 96X/i RR: 22 x/i T : 36,50C WBC : 11,3 HB : 13,6

P : Albumin 100 cc PRC 250 cc NaK 1 flash Periksa CT, BT

10 11 2010

Os masuk ke kamar operasi

-

Re Operasi Diagnosa Pre Operasi : Relaparatomi Diagnosa Post Operasi : Sekunder hecting lapisan abdomen Dilakukan general anastesi Dilakukan Aseptik anti septik Dilakukan eksplorasi jaringan luka obdomen. Ditemukan jaringan nekrotik dan pus sampai ke lapisan otot, kemudian dibersihkan dan jaringan sekitarnya dilakukan debridement Luka dicuci dengan NaCl dan betadin sampai tidak ada pus yang tersisa dan jaringan nekrotik Dilakukan penjahitan dari fasia sampai ke kulit dengan cara matras

-

-

Perdarahan dirawat Operasi selesai S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 113/78 mmHg N : 98X/i RR: 24 x/i T : 36,80C WBC : 13,9 RBC : 4,61 Hb : 13,2 Na : 129,5 K : 3,3 Cl : 99,46 Albumin : 3,8 Globulin : 3,3 Protein : 7,1 Boleh pindah Cek ulang

11 11 2010

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apendiks Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada proximal colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun. 2.2 Anatomi Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal. Anatomi lokasi apendiks :

2.3 Fisiologis Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi

pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh. 2.4 Pengertian Apendisitis Akut Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah proses radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai faktor.

2.5 Etiologi Apendisitis Akut Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob