bab i

Upload: hengky-k-martin

Post on 11-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur-unsur yang menyusun lingkungan tetap terpelihara. Terjadinya pencemaran air sebagai akibat kegiatan masyarakat yang beraneka ragam serta kegiatan industri akan berakibat buruk bagi lingkungan. Pencemaran air ini dapat terjadi karena buangan limbah cair yang dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya. Industri yang mengalirkan buangan limbah cairnya ke aliran-aliran air disekitarnya semakin bertambah banyak, sehingga akan menyebabkan beberapa hal, seperti aliran air yang semakin tercemar, merusak tatanan kehidupan air (ikan, mikroorganisme, dan lain-lain), merusak ketersediaan air untuk kepentingan umum (misalnya: fasilitas rekreasi dan fasilitas belanja) serta tidak layak sebagai sumber persediaan air bersih. Aliran air tersebut juga tidak menjadi sehat sebagai persediaan air industri. Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut, maka diadakan suatu upaya pengawasan atau pemantauan terhadap limbah cair yang dibuang (Mahida, 1984). Dari kegiatan industri batik dapat menghasilkan limbah cair yang yang dapat mengakibatkan lingkungan dan sekitarnya menjadi tercemar dan tidak sehat. Dengan kata lain bahwa kesehatan lingkungan di lokasi tersebut akan terganggu, bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Dalam proses produksinya, industri batik banyak meggunakan bahan-bahan kimia dan air. Bahan kimia ini biasanya digunakan pada proses pewarnaan atau pencelupan. Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organik. Oleh karena itu apabila air buangan batik ini dialirkan langsung ke lingkungan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, maka akan menurunkan kualitas lingkungan dan merusak kehidupan yang ada di lingkungan tersebut. Persyaratan air secara fisik meliputi kekeruhan, suhu, bau dan rasa. Kualitas air secara kimia meliputi pH, kandungan senyawa dalam air, kandungan reside atau sisa. Sedangkan kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis ditentukan oleh parameter mikroba pencemar.1

Air normal memenuhi persyaratan untuk dapat digunakan dalam suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 7,5. Air yang mempunyai pH lebih besar dari pH standar akan bersifat basa. Air limbah dan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke badan air umumnya akan mengubah pH sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah pengolahan limbah cair organik hasil pewarnaan batik? Metode apa yang digunakan dalam mengolah limbah cair organik hasil pewarnaan batik? Regulasi apa yang digunakan dalam penanganan limbah cair organik pewarnaan batik? 1.3 Tujuan Mengetahui jenis pencemaran bahan organik Mengetahui metode pengolahan limbah cair organik hasil pewarnaan batik Mengetahui regulasi yang diteraokan dalam mengatasi limbah pencemar bahan organik 1.4

Manfaat

Penambah wawasan dalam kajian ekotoksikologi Sebagai referensi dalam pembuatan tugas mata kuliah ekotoksokologi

2

BAB II 2.1 Sumber Pencemaran 2.1.1 Limbah Industri Batik Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang dilakukan, pada umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik yang tinggi yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Pada proses pencelupan (pewarnaan) umumnya merupakan penyumbang sebagian kecil limbah organik, namun menyumbang wama yang kuat, yang mudah terdeteksi, dan hal ini dapat mengurangi keindahan sungai maupun perairan. Pada proses persiapan, yaitu proses nganji atau penganjian, menyumbang zat organik yang banyak mengandung zat padat tersuspensi. Zat padat tersuspensi apabila tidak segera diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat digunakan untuk menilai kandungan COD dan BOD. Kebanyakan penggunaan bahan pencelup dengan struktur molekul organik yang stabil tidak dapat dihancurkan dengan proses biologis, untuk menghilangkan warna air limbah yang efisien dan efektif adalah dengan perlakuan secara biologis, fisik dan kimia (Alaerts, 1984). 2.1.2 Karakteristik Air limbah BatikKarakteristik air limbah dapat digolongkan dalam sifat fisika, kimia dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan. a. Karakter Fisika Karakter fisika air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan padatan. Temperatur menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang diterakan kedalam skala. Bau merupakan parameter yang subyektif. Pengukuran bau tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang. Adanya bau yang lain pada air limbah, menunjukkan adanya komponen-komponen lain di dalam air tersebut. Misalnya, bau seperti telur busuk menunjukkan adanya hidrogen sulfida. Pada air limbah, warna biasanya disebabkan oleh adanya materi disolved, suspended, dan senyawa-senyawa3

koloidal, yang dapat dilihat dari spektrum warna yang terjadi. Padatan yang terdapat di dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating, settleable, suspended atau dissolved. b. Karakter kimia Karakter kimia air limbah meliputi senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik adalah karbon yang dikombinasi dengan satu atau lebih elemenelemen lain (O, N, P, H). Saat ini terdapat lebih dari dua juta senyawa organik yang telah diketahui. Senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri atas sand, grit, dan mineral-mineral, baik suspended maupun dissolved. Misalnya: klorida, ion hidrogen, nitrogen, fosfor, logam berat dan asam. c. Karakter Biologis Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Secara tradisional, mikroorganisme dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh karena itu, mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori protista, status yang sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting untuk mengevaluasi kualitas air.

2.1.3 Pengaruh Limbah Industri Batik Terhadap LingkunganPengelolaan lingkungan adalah usaha atau upaya agar tanah, air dan udara tidak tercemar oleh air buangan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran potensial lebih lanjut pada penderita pencemaran potensial yaitu manusia dan mahluk hidup lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan lingkungan adalah terkendalinya dan terpeliharanya kesehatan secara menyeluruh (Sumarwoto, 1993). Lingkungan hidup adalah kesatuan dengan kesemua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Rusidana, 2006).

4

Air bekas cucian pembuatan batik yang menggunakan bahan-bahan kimia banyak mengandung zat pencemar/racun yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan, kehidupan manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Zat warna dapat mengakibatkan penyakit kulit dan yang sangat membahayakan adalah dapat mengakibatkan kanker kulit (Sugiharto, 1987). Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan matinya ikan dan bakteri-bakteri di dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air, sehingga proses self purification yang seharusnya dapat terjadi pada air limbah menjadi terhambat (Sugiharto, 1987). Semakin banyak zat organik dalam perairan akan mengalami pembusukan akibat selanjutnya adalah timbulnya bau hasil penguraian zat organik. Di samping bau yang ditimbulkannya, maka menumpuknya ampas akan memerlukan tempat yang banyak dan mengganggu keindahan tempat di sekitarnya. Dan selain bau dan tumpukan ampas yang mengganggu, maka warna air limbah yang kotor akan menimbulkan gangguan pemandangan.

Gambar 1. Alur Pembuatan Batik (Anonim, 1997)5

Gambar 2. Zat Pencemar Pada Limbah Batik2.1.4 Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Maksud dan tujuan pengolahan limbah cair industri batik adalah untuk menghilangkan unsur-unsur pencemar dari limbah batik dan untuk mendapatkan effluent dari pengolahan yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima buangan tanpa gangguan fisik, kimia dan biologis. Pengolahan adalah proses yang dilakukan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan akibat proses fisika, kimia dan biologi dengan melibatkan satuan operasi atau satuan proses pada unit-unit bangunan pengolahan (Tjokrokusumo, 1998). Ada tiga cara pengolahan air limbah batik berdasarkan karakteristik, yaitu :

6

1. Pengolahan limbah cair secara fisik

Bertujuan untuk menyisihkan atau memisahkan bahan pencemar tersuspensi atau melayang yang berupa padatan dari dalam air limbah. Pengolahan limbah cair secara fisik pada industri batik misalnya penyaringan dan pengendapan. Proses penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan padatan tersuspensi atau padatan terapung yang relatif besar seperti lilin batik, zat-zat warna, zat-zat kimia yang tidak larut dan kotoran-kotoran pada limbah cair. Proses penyaringan ini dilakukan sebelum limbah tersebut mendapatkan pengolahan lebih lanjut. Sedangkan proses pengendapan ditujukan untuk memisahkan padatan yang dapat mengendap dengan gaya gravitasi.2. Pengolahan limbah cair secara kimia Bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), menetralkan limbah cair dengan cara menambahkan bahan kimia tertentu agar terjadi reaksi kimia untuk menyisihkan bahan polutan. Penambahan zat pengendap disertai dengan pengadukan cepat menyebabkan terjadinya penggumpalan, hasil akhir proses pengolahan biasanya merupakan endapan yang kemudian dipisahkan secara fisika. Zat-zat pengendap yang ditambahkan biasanya adalah Kapur, Fero Sulfat, Feri Sulfat, Aluminium Sulfat, Feri Khlorida dan sebagainya. 3. Pengolahan limbah cair secara biologi Pengolahan secara biologi ini memanfaatkan mikroorganisme yang berada di dalam air untuk menguraikan bahan-bahan polutan. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pengolahan ini digunakan untuk mengolah air limbah yang biodegradable. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi, di dalam reaktor ini mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif, lagoon dan kolam oksida termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. 2. Reaktor pertumbuhan lekat, di dalam reaktor ini mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Proses pengolahan secara biologi pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga jenis : Proses aerob, yang berlangsung dengan adanya oksigen,7

Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen, Proses fakultatif, yang berlangsung dengan atau tanpa adanya oksigen

3.1 Kajian Zat Warna Warna yang timbul pada perairan disebabkan oleh buangan industri di hulu sungai atau dapat juga berasal dari bahan hancuran sisi-sisi tumbuhan oleh bakteri. Santaniello (1971) menyatakan bahwa industri-industri yang mengeluarkan warna adalah industri kertas dan pulp, tekstil, petrokomia, dan kimia, air yang digunakan oleh masyarakat umum diijinkan dengan kriteria bahwa air tersebut mengandung tidak lebih dari 75 unit warna (standar kobal-platinum), sedangkan yang disarankan tidak lebih dari 10 warna. Hal ini penting mengingat zat-zat warna banyak mengandung logamlogam berat yang bersifat toksis. Dismping bersifat toksis, fotosintesis juga terhambat di perairan yang mengandung 50 warna. Penggolongan Zat Warna Jenis zat warna ada dua, yaitu: a. Zat Warna Alam Zat warna alam adalah zat warna yang berasal dari alam, baik yang berasal dari tanaman, hewan, maupun bahan metal. Zat warna yang berasal dari tumbuhan Tumbuhan-tumbuhan penghasil zat pewarna alami yang tumbuh di Indonesia kurang lebih sebanyak 150 jenis tanaman, tetapi yang paling efektif untuk dapat digunakan san dapat diproduksi menjadi powder maupun dalam bentuk pasta hanya beberapa jenis saja. Zat warna dari tumbuhan yang biasanya digunakan antara lain: indigofera (warna biru), Sp Bixa orrellana (warna orange purple), Morinda citrifolia (warna kuning). b. Zat warna yang berasal dari hewan Jenis hewan yang biasa dijadikan zat warna antara lain: Kerang (Tyran purple), Insekta (Ceochikal), dan Insekta warna merah c. Zat Warna Sintesis Zat warna sintesis adalah zat warna buatan dengan bahan dasar buatan, misalnya: Hirokarbon Aromatik dan Naftalena yang berasal dari batubara. Hampir semua zat warna yang digunakan dalam industri batik merupakan zat warna sintetik, karena zat warna jenis ini mudah diperoleh dengan komposisi yang tetap, mempunyai aneka warna yang banyak, mudah cara pemakaiannya dan harganya relatif tidak tinggi.8

Menurut Susanto (1973), zat warna yang digunakan dalam proses pembatikan adalah sebagai berikut: a. Zat Warna Napthol Zat warna napthol adalah suatu zat warna tekstil yang dapat dipakai untuk mencelup secara cepat dan mempunyai warna yang kuat. Zat warna napthol adalah suatu senyawa yang tidak larut dalam air yang terdiri dari dua komponen dasar, yaitu berupa golongan napthol AS (Anilid Acid) dan komponen pembangkit warna, yaitu golongan diazonium yang biasanya disebut garam. Kedua komponen tersebut bergabung menjadi senyawa berwarna jika sudah dilarutkan. Zat warna napthol disebut sebagai Ingrain Coours karena terbentuk di dalam serat dan tidak terlarut di dalam air karena senyawa yang terjadi mempunyai gugus azo. Zat warna Naphtol dibedakan menjadi : Beta Naphtol (Zat Es) Adalah zat warna azo yang lama, jumlah warnanya terbatas yang ada hanya merah. Orange, biru dan hijau hampir tidak ada. Golongan zat ini mempunyai ketahanan luntur yang baik, juga tahan chlor tetapi tidak begitu tahan terhadap gosokan. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna es atau ice colour. Naphtol As Adalah zat warna azo yang baru, jumlah warnanya banyak dimana hampir semua warna ada. Senyawa-senyawa naphtol As mempunyai daya serap terhadap sellulosa sehingga proses pengeringan setelah pencelupan dengan senyawa tersebut tidak perlu dikerjakan lagi. Demikian pula tahan gosok dan hasil celupan lebih baik karena naphtol As sedikit mengadakan migrasi ke dalam garam diazonium sewaktu proses pembangkitan. Zat Warna Indigosol Zat warna indigosol disebut juga zat warna bejana larut, yaitu leuco esier natrium dari zat warna yang telah distabilkan, dalam proses pencelupannya perlu dibangkitkan warnanya dengan dioksidasi sehingga berubah menjadi bentuk yang tidak larut dan berwarna. Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan teaksi dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif merupakan golongan zat warna yang mempunyai gugus aktif, sehingga dengan9

bahan utama akan terjadi hubungan secara chemical lingkage. Oleh karena itu hasil pencelupan zat warna teaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik dan lebih kilap dari zat warna direk. Zat Warna Indanthreen Zat warna indanthreen merupakan salah satu zat warna bejana yang berupa puder berwarna, tidak larut dalam air. Supaya larut dalam air, perlu ditambahkan larutan kostik soda dan Natrium hidrosulfit sebagai zat pereduksi.2.1.5 Metode Terapan Menurut penelitian sebelumnya (Setyaningsih 1999), melakukan penelitian tentang pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan adsopsi karbon aktif. Tujuan utamanya adalah menghilangkan warna dari limbah batik dengan menggunakan FeSO4 dan Ca(OH)2 sebagai koagulan. Metode yang digunakan secara batch terhadap perubahan waktu kontak dan konsentrasi dari variasi karbon yang digunakan. Jenis karbon aktif yang digunakan adalah tempurung kelapa, sekam padi, batu bara lokal dan batu bara impor. Hasil dari penelitian tersebut adalah penurunan warna yang paling besar dicapai dengan menggunakan karbon aktif sekam padi yaitu sebesar 95,16 %, sedangkan dengan tempurung kelapa hanya sebesar 75,81 %. Kekurangan dari penelitian tersebut diatas adalah biaya operasional terlalu mahal, dan membutuhkan koagulan dengan dosis optimum FeSO4 sebanyak 300 mg/L dan Ca(OH)2 sebanyak 200 mg/L.

Menurut penelitian Anto (2002), pengolahan limbah cair industri tekstil dengan menggunakan metode oksidasi (ozone dan ultra violet). Model pengolahan yang berdimensi (pxlxt) 2x1x1,75 m. Dimana kapasitas maksimumnya adalah 10 m3/hari dengan menggunakan power 750 Wh. Hasil dari penelitian adalah penurunan konsentrasi COD dari 4.000 25.000 mg/L menjadi 17 23 mg/L. Hasil limbah cair tekstil dengan metode oksidasi (ozone ultra violet) lebih baik dari standar baku mutu kelas I sebanyak 40 mg/L. Kekurangan dari penelitian tersebut adalah biaya operasional yang mahal dikarenakan penggunaan daya listik yang cukup banyak untuk mengolah limbah cair tekstil tersebut. Konsep dasar sistem yang akan dibangun adalah sistem AOP dengan menggunakan ozon dan ultraviolet [4,5]. sebagai komponen utama sistem yang dikombinasikan dengan karbon aktif sebagai filtrasi pada tahapan terakhir. Fungsi dari kombinasi ozon dan ultraviolet adalah untuk menghasilkan hydroxyl radikal (OH) ditunjukkan pada persamaan (1) dan (2), dimana sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V)10

dan chlorine (1.36 V) [3,6]. Sedangkan lampu ultraviolet pada panjang gelombang tertentu ( = 254 m) akan efektif dalam proses membunuh bakteri. Hal ini menjadikan kombinasi ozon dan ultraviolet sangat potensial untuk mengoksidasi berbagai senyawa organik, minyak, dan bakteri yang terkandung didalam air. O3 + UV O2 + O(1D) (1) O(1D) + H2O 2 OH (2)

TATA KERJA11

Sistem instrumentasi yang digunakan adalah metode Advanced Oxidation Processes (AOP). Sistem AOP yang dipergunakan adalah kombinasi antara OzonUV-H2O2 dan karbon aktif (Gambar 2). Sistem AOP bekerja memanfaatkan hydroxyl radical (OH) yang dihasilkan dari reaksi antara kombinasi Ozon-UV-H2O2 dalam air. Karbon aktif bekerja dalam membantu proses absorpsi mikro polutan hasil oksidasi dari sistem AOP. Sistem instalasi AOP ditunjukkan dengan skema seperti pada Gambar 3. Dari skema percobaan ini dapat dijelaskan tahapan-tahapan proses pengolahan air limbah sebagai berikut: o Air limbah dilewatkan ke unit AOP untuk direaksikan dengan O3-UV- H2O2. o Proses oksidasi terjadi di unit AOP. Air limbah yang sudah teroksidasi dilewatkan unit karbon (CA), o Selanjutnya air blimbah yang sudah melewati tahapan-tahapan tersebut kemudian di analisa kadar COD-nya.Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi kontinyu dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia, yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana salah satu elektrodanya terbuat dari aluminium. Dalam proses ini akan terjadi proses reaksi reduksi dimana logam-logam akan direduksi dan diendapkan di kutub negatif, sedangkan elektroda positif (Fe) akan teroksidasi menjadi [Fe (OH) 3] yang berfungsi sebagai koagulan. Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah limbah cair.

Gambar 5. Hasil Pengolahan Menggunakan Instrumentasi AOP (Anto, 2010) a. Kelebihan Elektrokoagulasi12

Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi nanti abad 20 ini telah ditemukan berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan dari elektrokoagulasi : 1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk untuk dioperasikan. 2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa. 3. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.

0

4. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.

1

5. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.

2 34

6. Tidak diperlukan pengaturan pH. 7. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. b. Kelemahan Elektrokoagulasi Ada beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses elektrokoagulasi : 1 1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda. 2 2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda. 3 4 3. Penggunaan listrik yang mungkin mahal. 4. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus selalu diganti. 5 Reaksi kimia yang terjadi pada proses elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, yaitu sebagai akibat adanya arus listrik (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan dari ion-ion yaitu ion positif (disebut kation) yang bergerak pada katoda yang bermuatan negatif. Sedangkan ion-ion negatif bergerak menuju anoda yang bermuatan positif yang kemudian ion-ion tersebut dinamakan sebagai anion (bermuatan negatif).

0

13

Gambar 6. Prinsip Kerja Elektrokoagulasi (Anonim, 2008)

Gambar 7. Alat Elektokoagulasi (Anonim, 2008)

14

Gambar 8. Konsentrasi COD dan Efisiensinya (anonim, 2008) 2.1.6 Regulasi PENGELOLAAN LIMBAH B3: PP 18/1999 JUNCTO PP 85/1999PP 18/1999 tentang pengelolaan limbah berbahaya dan beracun terdiri dari 8 bab yang dibagi lagi menjadi 42 pasal. Kedelapan bab tersebut adalah : Bab I (Ps1 s/d Ps5): Ketentuan umum, Bab II (Ps6 /d Ps8): Identifikasi limbah B3 Bab III (Ps9 s/d Ps26): Pelaku pengelolaan, Bab IV (Ps27 s/d Ps39): Kegiatan pengelolaan , Bab V (Ps40 s/d Ps61): Tata laksana, Bab VI (Ps62 s/d Ps63): Sanksi, Bab VII (Ps64 s/d Ps65): Ketentuan peralihan, Bab VIII (Ps66): Ketentuan penutup BAB III15

Kesimpulan Limbah pewarna yang dihasilkan oleh kegiatan produksi pada industri pembuatan kain batik biasanya terjadi pada proses pencelupan dan pewarnaan. umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik yang tinggi yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Dengan menggunakan metode terapan seperti adsorpsi karbon aktif, AOP (Advanced Oxidation Processes) dan Elektrokoagulasi memberikan hasil penurunan kadar persentase COD yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA16

1. ROTH, J. R.: Industrial Plasma Engineering. Volume II -- Applications to Non-Thermal PlasmaProcessing. Institute of Physics Publishing, Bristol and Philadelphia, ISBN 0-7503- 0545-2, (2001) See Section 18.6.

2. PIGNATELLO, J. J., OLIVEROS, E., MACKAY, A., Advanced Oxidation Processes for OrganicContaminant Destruction Based on the Fenton Reaction and Related Chemistry, Critical Rev. Environ. Sci. Technol., 36, 1-84 (2006).

3. ANTO, T.S., Mengatasi Limbah tanpa masalah: Penerapan Teknologi Plasma untuk Lingkungan. PT.ECO-Plasma Indonesia,Perpustakaan Nasonal, April 2007.

4. RIED, A.; MIELCKE, J.; KAMPMANN, M.; TERNES T.A.; TEISER, B. Ozone and UV processes foradditional wastewater treatment to remove pharmaceuticals and EDCs. Proc. IWA Leading Edge Technologies Conf. (2004).

5.

WINTGENTS, T.; LYKO, S.; MELIN, T.; SCHFER, A.I.; KHAN, S.; SHERMAN, P.; RIED, A. Removal of estrogenic trace contaminants from wastewater and landfill leachate with advanced treatment processes. Proc. IWA Leading Edge Technologies Conf. (2004).

6. TRAPIDO, M., KALLAS, J., Advanced oxidation processses for the degradation and detoxification of4-nitrophenol, Environ, Technol., 21, 799-808 (2000).

7. GUINEA, E., ARIAS, C., CABOT, P. L., GARRIDO, J. A., RODRIGUEZ, R. M., CENTELLAS, F.,BRILLAS, E., Mineralization of salicylic acid in acidic aqueous medium by electrochemical advanced oxidation processes using platinum and boron-doped diamond as anode and cathodically generated hydrogen peroxide, Water Research, 42, 499-511 (2008).

8. MUHAMMAD, A., SHAFEEQ, A., BUTT, M. A., RIZKI, Z. H., CHUGHTAI, M. A., REHMAN.S.,Decolorization and removal of cod and bodfrom raw and biotreated textile dye bath effluent through advanced oxidation processes, (AOPS). Braz. J. Chem. Eng., 25, 453-459 (2008).

9. Kasam, Yulianto A., dan Rahmayanti A.E., Penurunan COD dan Warna pada Limbah Cair IndustriBatik dengan Menggunakan Aerobic Roughing Filter Aliran Horizontal, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61092731.pdf, diakses 12 Januari 2011

10.http://bhupalaka.files.wordpress.com/2011/02/kuliah-3-pengelolaan-b3_regulasi-limbah.pdf 11.http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2018%20Tahun%201999.pdf 12.http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080624105435Skripsi_02513126.pdf

17