bab i
TRANSCRIPT
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 1/20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini produksi padi di Indonesia mengalami penurunan akibat
kondisi iklim yang tidak menentu, serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT), semakin berkurangnya luas lahan untuk menanam padi dan lain-lain. Upaya
jangka pendek untuk mengatasi kekurangan beras dalam negeri telah diputuskan
melalui import, sedangkan upaya jangka panjang yang dicanangkan oleh
pemerintah adalah melalui peningkatan produksi padi dalam negeri yang
diimplementasikan melalui peningkatan produksi padi di semua daerah potensial di
Indonesia.
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah yang didorong
untuk dapat meningkatkan produksi padinya dengan target awal mengatasi
kekurangan kebutuhan beras di NTT, yang selama ini selalu diatasi dengan
mendatangkan beras dari luar NTT. Jumlah kekurangan padi tahun 2005 di NTT
mencapai lebih dari 160 ribu ton (Dinas Pertanian TPH NTT, 2006). Jumlah
kekurangan ini tidak mungkin hanya diatasi dengan peningkatan produktivitas
maupun perluasan areal tanaman padi sawah karena akan membutuhkan
penambahan luas areal tanaman lebih dari 30.000 hektar. Oleh karena itu perlu juga
dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan penanaman padi gogo.
Produktivitas padi gogo saat ini masih kurang dari 1,9 ton/ha, sedangkan luas areal
tanaman padi gogo baru mencapai 116.297 ha (Dinas Pertanian TPH NTT, 2006)
yang berarti masih jauh dari potensi luas lahan kering di NTT yang mencapai lebih
dari 4 juta hektar.
Rendahnya produktivitas tanaman padi gogo selama ini di NTT disebabkan
oleh beberapa faktor penentu diantaranya: perbedaan iklim dan lahan yang
menyebabkan keragaman curah hujan dan kesuburan tanah serta tingginya
intensitas serangan hama dan penyakit.
1
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 2/20
Salah satu solusi dari permasalahan di atas adalah dengan pengembangan
varietas komposit yang lebih tahan terhadap penyakit dan stabil untuk kisaran
lingkungan yang beragam termasuk keragaman karna musim tanam atau waktu
tanam dengan memanfaatkan plasmanutfah padi gogo lokal dari sejumlah daerah di
NTT. Pembentukan 12 varietas komposit telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya (Adwita Arsa, dkk. tahun 2008) dengan memanfaatkan kemiripan sifat
agronomis-morfologis varietas-varietas padi gogo lokal NTT.
Upaya peningkatan produksi padi gogo di NTT selain melalui peningkatan
produktivitas adalah melalui penambahan luas areal tanam dan atau frekuensi
tanaman per tahun. Konsekuensi yang dihadapi dengan perluasan areal penanaman
adalah semakin beragamnya lingkungan, patogen dan ras patogen yang
kemungkinan menyerang tanaman. Oleh karena itu varietas yang diusulkan untuk
digunakan adalah varietas komposit berbasis genetik luas dengan memanfaatkan
aksesi-aksesi padi gogo lokal yang telah beradaptasi yang dapat diperoleh di
beberapa daerah sentra produksi padi gogo di NTT.
Beberapa usaha dehomogenisasi genetik varietas yang telah dilakukan adalah
heterogenitas tersembunyi pada varietas murni, varietas campur sari, varietas
campur terpisah, varietas multi lini dan varietas komposit. Menurut Kim (1992),varietas komposit dibentuk dengan menggunakan beberapa galur harapan yang
daya hasilnya tinggi dan masing-masing memiliki sifat agronomis-morfologis
hampir sama. Galur-galur harapan bahan komposit ini dapat berasal dari satu seri
persilangan yang sama, atau dapat berasal dari berbagai seri persilangan, asalkan
memenuhi syarat seperti tersebut di atas. Perbanyakan benih varietas komposit
tidak dilakukan secara terpisah tetapi merupakan keturunan langsung dari varietas
komposit tersebut.
Varietas komposit tanaman menyerbuk sendiri bersifat heterogen-homosigot,
atau tepatnya adalah Poli-homosigot, yang diharapkan dapat meningkatkan
stabilitas tanaman terhadap keragaman lingkungan dan toleransinya terhadap hama-
penyakit. Banyaknya galur harapan atau genotipe yang diperlukan untuk
membentuk varietas komposit tergantung dari ketersediaan galur yang memiliki
2
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 3/20
sifat spesifik, kesamaan galur dan tujuan yang diinginkan. Jika galur-galur harapan
tidak tersedia, maka penggunaan genotipe- genotipe padi gogo lokal yang berasal
dari lingkungan bio-fisik berbeda perlu dikaji. Pengembangan varietas komposit
memanfaatkan keragaman (tetapi memiliki kemiripan) genotipe-genotipe lokal
dengan demikian diarahkan untuk menghasilkan varietas beradaptasi luas dengan
tetap mempertahankan keunggulan padi cita rasa nasi yang merupakan karakter
spesifik padi gogo lokal di NTT.
Pembentukan varietas komposit dengan memanfaatkan kemiripan aksesi-
aksesi lokal di NTT telah dilaukukan, namun adaptasinya terhadap perbedaan
musim tanam belum banyak diketahui oleh karena itu maka perlu dilakukan
penelitian dengan judul: “Adaptasi dan Stabilitas Beberapa Varietas KompositPadi Gogo Lokal NTT untuk Dua Musim Tanam”.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji daya adaptasi dan stabilitas
beberapa varietas komposit asal NTT untuk dua musim tanam.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu dibidang pertanian khususnya mengenai varietas komposit
padi gogo lokal NTT.
1.3. Hipotesis
Terdapat satu varietas komposit padi gogo lokal NTT yang mampu
beradaptasi dan stabil untuk dua musim tanam dan mempunyai potensi hasil
menyamai atau lebih dari varietas pembanding.
3
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 4/20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Tanaman Padi Gogo
Tanaman padi gogo merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam
golongan rumput-rumputan, dengan klasifikasi sebagai berikut :
Kindom : PlantaeKelas : Spermatophyta
Ordo : Monokotil
Famili : Graminae
Species : Oriza sativa
Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yakni organ vegetatif
dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun,
sedangkan bagian-bagian generatif terdiri dari malai dan bunga.
2.2. Morfologi Tanaman Padi Gogo
Akar
Akar padi gogo digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula),
yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar yang lain yang muncul
dekat bagian buku yang disebut akar seminal, jumlahnya berkisar antara 1-7. Akar-
akar seminal selanjutnya akan digantikan dengan akar-akar sekunder yang tumbuh
dari akar batang terbawah. Akar-akar ini disebut adventif atau akar-akar bukukarena muncul sebelumnya. (Basyir dkk, 1995).
Anakan
Anakan mulai tumbuh setelah tanaman padi gogo memiliki 4 sampai 5 daun.
Seperti halnya dengan akar, perkembangan anakan berhubungan dengan
4
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 5/20
perkembangan daun. Apabilah daun pada buku-buku telah memanjang maka pada
saat itu anakan akan muncul dari ketiak daun pada buku-buku yang berikutnya. Ini
juga berlaku pada semua anakan sekunder dan tersier. Dengan demikian tumbuhnya
anakan dan akar bersamaan pada waktu yang sama. (Basyir dkk, 1995)
Daun
Daun tanaman padi gogo tumbuh pada batang dengan susunan yang
berselang-seling, satu daun setiap buku. Daun teratas disebut daun bendera yang
posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang satu dengan daun yang lain.
Jumlah daun setiap tanaman tergantung varietas.
Batang
Batang padi gogo terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, daun dan
tunas yang tumbuh pada ruas permulaan stadia tumbuh. Selain itu juga batang semu
yang merupakan pelepah-pelepah daun dan ruas yang tertumpuk padat. Ruas-ruas
tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia
reproduktif yang disebut juga sebagai stadia perpanjangan ruas. (Basyir dkk, 1995).
Bunga dan Malai
Bunga padi secara keseluruhan disebut sebagai malai. Setiap unit malai
disebut soikelet. Tiap bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang
terdiri dari cabang primer maupun sekunder. (Basyir dkk, 1995).
2.3. Syarat Tumbuh Padi Gogo
Tanah
Padi gogo dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dimana jenis tanah tidak
begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Yang lebih
berpengaruh adalah sifat fisik dan kimia tanah atau secara keseluruhan disebut
kesuburan tanah.
pH tanah yang baik bagi tanaman padi gogo adalah sekitar 5,5-6,5. Tanaman
padi gogo dapat tumbuh pada lahan yang memiliki kemiringan sampai 38% dengan
ketinggian 0-1300 meter di atas permukaan laut. (Basyir dkk, 1995).
5
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 6/20
Iklim
Pertumbuhan optimal padi gogo memiliki syarat iklim khusus. Faktor iklim
yang sangat menentukan adalah curah hujan, hal ini disebabkan karena kebutuhan
air untuk pertumbuhannya tergantung curah hujan. Tanaman padi gogo
memerlukan air sepanjang pertumbuhannya. Umur padi gogo berkisar antara 90-
130 hari dan tergantung pada varietasnya. Curah hujan yang cukup sebagai syarat
utama agar tanaman padi gogo berhasil adalah apabila curah hujan dalam satu
bulan 200 mm atau lebih selama tiga bulan tergantung fase pertumbuhannya.
Temperature udara yang baik bagi pertumbuhan padi gogo yang berbeda
antara 200C-300C untuk pertumbuhan anakan antara 200C-250C. di daerah rendah
sampai 500 meter di atas permukaan laut. Temperatur udara di daerah tropika
umumnya tidak menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman padi gogo. Radiasi
matahari merupakan komponen iklim yang penting bagi pertumbuhan dan hasil
padi gogo. Radiasi matahari yang rendah diduga menjadi penyebab rendahnya hasil
padi gogo di daerah tropis.
2.4. Keragaman Genetik Plasmanutfah Padi Gogo Lokal NTT
Hasil penelitian padi gogo lokal di beberapa daerah di NTT menunjukan
bahwa terdapat keragaman yang besar pada karakter tanaman padi gogo.
Keragaman tersebut sebagian besar mencerminkan keragaman faktor genetik
karena dijumpai pada karakter-karakter kualitatif tanaman seperti: panjang gabah,
bentuk gabah, warna gabah, warna endosperm, warna batang dan lain-lain. (Tim
Penelitian Padi Gogo, 2004).
Keragaman genetik di alam terjadi melalui proses mutasi yang diinduksi
oleh keragaman lingkungan tumbuh tanaman, diikuti oleh proses hibridisasi antar
genotipe, baik dengan jenis mutan maupun dengan jenis introduksi dan diikuti
dengan segregasi. Setelah bertahun-tahun akan terbentuk populasi tanaman yang
heterogen homozigot (Allard, 1966). Selanjutnya melalui campur tangan manusia
(para petani), setiap padi gogo diperbanyak secara tersendiri dipisahkan dari jenis
yang lainnya, sehingga terbentuk populasi-populasi yang terpisah satu dengan yang
lainnya.
6
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 7/20
Keadaan yang dijumpai saat ini di lapangan adalah terdapat banyak
populasi local dengan karakteristik spesifik yang berbeda dari yang lainnya, serta
masing-masing diberi nama lokal. Beberapa nama padi gogo lokal yang dikenal di
beberapa daerah seperti di Ende yaitu : Pare Mar-Mar, Pare Sea, Gadis Dara,
Pare Laka, Pare Maro, Pare Ero, Pare Iku Lapa, Are Mera, Kora Tuna, dan lain-
lain; di Ngada yaitu : Pare Bora Ringu, Pae To Lo’o, Pipi Toro, dan lain-lain; di
Sumba Barat yaitu : Pare Rara Kaletes, Kalunmbo Ngoro, Pare Rara, Pare Mete,
Pare Kalenggo, Gogo Wangi, dan lain-lain. Namun masih tetap dijumpai
keragaman sifat kualitatif dalam setiap populasi, yang kemungkinan disebabkan
tidak efektifnya cara seleksi, pencemaran genotipe selama dilapangan, pencemaran
selama dipenyimpanan dan lain sebagainya.
Keragaman karakter kualitatif yang terjadi antara populasi padi gogo lokal
tidak selalu diikuti dengan perbedaan sifat-sifat agronomis tanaman. Hasil
penelitian sebelumnya membuktikan bahwa di antara sejumlah populasi padi gogo
lokal Sumba Barat masih dijumpai kemiripan yang tinggi untuk sifat-sifat
agronomis yang dievaluasi, baik tinggi tanaman, umur berbunga, maupun
komponen hasil tanaman (Arsa dan Kasim, 2004).
Secara visual kemiripan juga dijumpai di antara padi gogo lokal dengan
daerah adaptasi yang berbeda, seperti antara padi gogo lokal di TTU dan sumbaBarat, atau dengan daerah lainnya. Hal ini memberi peluang untuk menggabungkan
populasi-populasi yang memiliki kemiripan tersebut membentuk populasi homogen
secara terbatas, yaitu masih tetap diharapkan terdapat keragaman genetic untuk
sifat-sifat ketahanan atau toleransi terhadap hama dan penyakit atau adaptasi
terhadap cekaman lingkungan lainnya.
2.5. Keragaman Lingkungan Fisik di NTT
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang terdiri atas banyak
pulau, memiliki karakteristik lokasi yang sangat beragam, terutama dilihat dari
jenis tanah dan curah hujan. Perbedaan curah hujan antar daerah di NTT terkait
dengan variasi ketinggian dan letak geografisnya. Daerah-daerah yang mendapat
curah hujan relatif banyak (1600-3600 mm/tahun) terutama terletak di Pulau Flores,
7
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 8/20
terutama Flores bagian Barat, sedangkan Flores bagian Timur mempunyai curah
hujan antara 1000-1600 mm/tahun. Pulau Timor dan pulau-pulau kecil di sekitarnya
memiliki curah hujan antara 1000-1600 mm/tahun untuk bagian Utara dan Barat,
sedangkan bagian pantai Selatan sampai Pulau Rote antara 1700-2000 mm/tahun.
Pulau sumba, khususnya Sumba Timur merupakan daerah terkering di NTT dengan
curah hujan kurang dari 1000 mm/tahun, sedangkan Sumba Barat memiliki curah
hujan antara 1600-1700 mm/tahun (Benu, 1997).
Secara eko-klimat wilayah NTT memiliki karakteristik spesifik yang
membedakan daerah ini dari daerah lain, walaupun sama-sama dikenal memiliki
lahan kering yang cukup luas. Kondisi spesifik ini lebih mencirikan NTT sebagai
daerah dengan kategori semi-ringkai (semi-arid) (Mudita, 1999).
Secara geologis pulau-pulau di NTT dapat dibedakan menjadi pulau-pulau
busur dalam yang bersifat vulkanik dan pulau-pulau busur luar yang bersifat batuan
karang terangkat (Monk et al., 1997 dalam Mudita, 1999). Perbedaan proses
geologis pembentukannya ini bersama-sama dengan pengaruh faktor iklim
selanjutnya menentukan topografi tanah dan hidrologi pulau-pulau yang ada.
Sekitar 45% wilayah NTT mempunyai topografi berbukit sampai
bergunung dengan kemiringan lebih dari 40%. Wilayah dengan kemiringan tinggi
terutama terdapat di wilayah vulkanik (Flores dan pulau-pulau lainnya) yang bertopografi berbukit sampai bergunung dengan lereng-lereng curam dan lembah-
lembah sempit. Wilayah pegunungan yang relatif basah mangalami pencucian
unsur hara secara lebih intensif dan tanahnya bereaksi masam, tetapi kandungan
unsur haranya masih cukup memadai sebab tanahnya masih muda dan kaya humus,
sedangkan wilayah perbukitan dan dataran rendah mengalami pencucian kurang
intensif sehingga tanahnya kaya kation-kation, bereaksi netral dan umumnya
miskin bahan organik (Nur et al., 1999).
Wilayah sedimen non-vulkanik di pulau Sumba, Timor dan pulau-pulau
disekitarnya memiliki topografi yang bervariasi dari datar, berombak, sampai
berbukit dengan lereng curam dan lembah-lembah yang sempit, dengan batuan
induk tanah umumnya berupa batu kapur/karang, batu liat, atau napal (Monk et al.,
1997 dalam Mudita 1999).
8
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 9/20
2.6. Interaksi Genotip dan Lingkungan
Pengetahuan tentang interaksi genotipe dan lingkungan (G X E)
mempunyai arti penting dalam program seleksi dan dalam membuat rekombinasi
tentang kultivar atau varietas yang dianjurkan (Poespodarsono, 1988). Seleksi
sering tidak efektif karena adanya interaksi ini, sebab genotipe hanya produktif
pada suatu lingkungan tertentu. Oleh karena itu bila lingkungan berubah sering
diperlukan juga perubahan genotipe yang dianjurkan. Dengan demikian penampilan
relatif genotipe yang dievaluasi pada berbagai lingkungan yang berbeda merupakan
indicator tentang adanya interaksi G X E, atau secara tegas interaksi G X E
diartikan sebagai keadaan dimana peragaan nisbi atau peringkat beberapa genotipe
akan berubah dengan perubahan lingkungan (Soemartono, et al., 1992). Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan respon antar genotipe terhadap perubahan
lingkungan yang menyebabkan perubahan tingkat fenotipe. Interaksi genotipe dan
lingkungan dikatakan juga merupakan saling mempengaruhi antar genetic dan
lingkungan.
Bari, Musa dan Sjamsudin (1978) membagi lingkungan menjadi dua, yakni
lingkungan makro dan mikro. Lingkungan mikro adalah lingkungan sekitar
tanaman, misalnya kesuburan tanah, hama dan penyakit, persaingan antar tanaman.
Sedangkan lingkungan makro meliputi lokasi, musim dan tahun.Terdapat dua macam kemungkinan penyebab suatu genotipe beradaptasi
lebih baik, yaitu : 1) Genotipe tersebut mempunyai susunan genetik atau kombinasi
gen sedemikian rupa sehingga mampu mengendalikan sifat morfologi dan fisiologi
serta akibatnya mampu menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu atau perubahan
lingkungan. Misalnya pada varietas tanaman menyerbuk sendiri atau klon, 2)
Varietas terdiri dari sejumlah genotipe yang berbeda, dimana masimg-masing
genotipe mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perbedaan kisaran
lingkungan. Misalnya pada tanaman menyerbuk silang dan varietas lokal yang
terdiri dari macam-macam genotipe (Poespodarsono, 1988). Dengan demikian
kemampuan adaptasi dapat dimiliki oleh tanaman secara individual atau adaptasi
pada tingkat populasi.
9
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 10/20
Kemampuan adaptasi secara individual dibedakan atas adaptasi tanaman
yang mempunyai susunan gen homosigot dan susunan gen heterosigot. Pada
tanaman homosigot diketahui bahwa kemampuan adaptasi galur murni dalam
populasi sering kali masih amat beragam, sehingga memungkinkan untuk memilih
galur-galur yang dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan dari populasi
tersebut. Adaptasi tanaman heterosigot lebih tinggi ragamnya. Keragaman tersebut
disebabkan oleh susunan gen heterosigot yang memungkinkan peluang terjadinya
rekombinasi yang lebih besar (Dahlan et al., 1995).
2.7. Adaptasi dan Stabilitas
Adaptasi
Adaptasi adalah cara organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnyauntuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap
lingkungannya mampu untuk: memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan),
mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.,
mempertahankan hidup dari musuh alaminya, bereproduksi dan merespon
perubahan yang terjadi di sekitarnya. Organisme yang mampu beradaptasi akan
bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi
kepunahan atau kelangkaan jenis.
Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu:
a. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi
morfologi dapat dilihat dengan jelas.
b. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh.
Adaptasi ini bisa berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme.
c. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku.
Stabilitas
10
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 11/20
Stabilitas berasal dari kata stabil yang artinya tetap atau tidak berubah, sedangkan
stabilitas merupakan kemampuan dari suatu organisme untuk mempertahankan
sifat dan kemampuan yang dimilikinya walaupun berada di lingkungan yang baru.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang
Barat, Kabupaten Kupang yang berlangsung dari September 2010 sampai Januari
2011 pada musim kemarau dan Februari 2011 sampai Juni 2011 pada musim hujan.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, sabit,
meteran, gembor, ember, handsprayer, kalkulator, timbangan, alat tulis menulis,
papan blok, paku dan palu.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi dari 11 varietas
yang di uji, pupuk (Urea, SP-36 dan KCL), furadan, air dan tali.
3.3. Perancangan Percobaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan atau 3 blok. Dalam setiap blok terdapat 11
perlakuan yaitu 10 aksesi atau varietas padi gogo lokal dan 1 varietas pembanding
sehingga terdapat 33 unit percobaan untuk setiap musim tanam. Padi gogo yang
diuji meliputi :
11
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 12/20
Tabel 1. Varietas Komposit yang digunakan dalam uji Dua Musim
No Komposit yang
Dievaluasi
Aksesi Penyusun Asal Aksesi Penyusun
1. K1 41 dan 46 Kodi, Sumba Barat
2. K2 32 dan 34 Kelimutu dan Wolowaru
3. K3 48 dan 49 Kodi, Sumba Barat
4. K4 54 dan 55 Rindi, Sumba Timur
5. K5 21 dan 28 Bajawa Utara dan Boawae, Ngada
6. K6 14, 21 dan 28 TTU dan Ngada
7. K7 29 dan 60 Ngada dan Sumba Barat
8. K8 5 dan 45 TTU dan Sumba Barat
9. K9 15 dan 22 TTU dan Ngada
10. K10 28 dan 42 Ngada dan Sumba Barat
11. K11 Varietas
Pembanding
Asal Kodi
Penempatan perlakuan dalam satuan percobaan dilakukan secara acak
menggunakan metode lotre.
12
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 13/20
3.4. Metode Analisis Data
Model linear rancangan acak kelompok menurut sastrosupardi (1999)
adalah :
Y ij = µ + Ti + Bj + ∑ ij
Keterangan :
Y ij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke j
µ = Nilai tenga populasi
Ti = Pengaruh dari varietas ke-i (i = 1,2,3,… 11)
Bj = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1,2,3)
∑ ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Data yang diperoleh dari setiap musim tanam dianalisis menggunakan
analisis ragam dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 0,5. Analisis ragam untuk
tiap musim akan dilanjutkan dengan analisis ragam gabungan antar musim, jika
tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kuadrat tengah eror kedua musim untuk
setiap peubah yang di analisis berdasarkan uji F 5%. Model analisis ragam
gabungan disajikan pada Tabel 2. jika terdapat interaksi antar varietas dan musim
maka dibuat peringkat varietas untuk tiap musim. Varietas yang menduduki
peringkat terbaik untuk kedua musim dinyatakan sebagai varietas yang paling
sesuai untuk kedua musim.
13
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 14/20
Tabel 2. Analisis Varietas Gabungan Untuk Kedua Musim
SK Db KT F hitung
Lokasi (L) 1-1 E1 E1/E2Ulangan/Lokasi 1(r-1) E2
Varietas (V) v-1 E3 E3/E4
V X L (v-1) (1-1) E4 E4/E5
Eror 1(r-1) (v-1) E5
Total R1v-1
3.5. Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Persiapan Lahan
Lahan yang akan di gunakan untuk menanam padi sebelumnya
dibersihkan terlebih dahulu dari gulma, sisa-sisa tanaman dan akar tanaman
sebelumnya serta batu-batuan dengan menggunakan parang atau garfu tanah,
kemudian lahan diolah dengan menggunakan cangkul lalu dibiarkan
beberapa hari, hal ini bertujuan agar zat-zat beracun dalam tanah dapat
menguap dan mikro organisme pengganggu dapat mati, setelah tanah
dibiarkan beberapa hari kemudian tanah tersebut digembur dan diratakan.
Seteluh itu dibuat blok sebanyak 3 blok. Setiap blok terdiri atas 11 varietaslokal. Setiap varietas ditanam dalam satu petak berukuran 2m X 2m dengan
jarak tanam 25cm X 25cm dengan jumlah benih 3 biji per lubang, kemudian
dibiarkankan satu bibit per lubang tanam.
3.5.2. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah : pemupukan, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit dan pengairan. Pemupukan dilakukan
dengan menggunakan pupuk organik, urea, SP-36 dan KCL dengan dosis
berturut-turut : 5 ton/ha pupuk organik, 100 kg/ha urea, 150 kg/ha SP-36 dan
100 kg/ha KCL. Pupuk organic, SP-36 dan KCL diberikan seluruhnya pada
saat tanam, sedangkan urea diberikan pada saat tanam sebanyak 1/3 bagian
dan sisanya diberikan sebanyak 2/3 bagian pada saat umur 42 hst.
Penyiangan dilakukan secara manual sebanyak dua kali, masing-masing saat
14
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 15/20
tanaman berumur 14 hst dan 42 hst. Pengendalian OPT dilakukan sesuai
dengan keadaan dilapangan dan pengairan dilakukan dengan penyiraman.
Penyiraman dilakukan 1 kali dalam sehari yaitu pagi atau sore hari atau jika
tidak turun hujan akan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
3.5.3. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak panen
dengan cirri-ciri 90% gabah sudah menguning, isi gabah keras dan seluruh
bagian atas tanaman sudah menguning.
3.6. Pengamatan
Variabel yang diamati yaitu :
Pengamatan dilakukan terhadap karakter eronomis-morfologis dengan mengamati10 contoh tanaman untuk setiap perlakuan. Prosedur pengamatan untuk setiap
karakter dilaksanakan sebagai berikut :
1. Jumlah anakan dan anakan produktif
Jumlah anakan dan anakan produktif atau malai diamati pada fase mulai
berbunga dan panen. Pada fase mulai berbunga, kriteria anakan adalah
apabilah tunas telah berdaun tiga telah dapat dianggap anakan yang dapat
dihitung. Pada fase panen yang diamati adalah jumlah anakan produktif atau
malai tiap rumpun. Cara penghitungan untuk laporan adalah rata-rata dari 10
rumpun contoh.
2. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diamati pada stadia mulai berbunga dan panen.
Pengukuran tinggi tanaman pada stadia mulai berbunga adalah dari
permukaan tanah sampai dengan ujung daun tertinggi yang telah diluruskan.
Pengukuran tinggi tanaman pada stadia panen adalah dari permukaan tanahsampai dengan ujung malai yang telah diluruskan.
3. Umur Berbunga
Umur berbunga dihitung mulai dari saat tanam sampai tanaman berbunga
sebanyak 50% dari seluruh tanaman dalam satu petak.
15
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 16/20
4. Umur Tanam
Umur tanam dihitung dari saat tanam sampai kurang lebih 90%
pertanaman dalam petak menguning dan lebih dari 85% gabah menguning
atau masak dalam tiap malai.
5. Jumlah gabah tiap malai
Dari setiap rumpun contoh diambil satu malai secara acak, satu petak
terdiri atas 10 tanaman contoh. Selanjutnya dihitung jumlah gabah bernas dan
gabah hampa dari setiap malai. Jumlah gabah tiap malai adalah jumlah gabah
yang bernas dan gabah yang hampa tiap malai, kemudian di rata-rata untuk 10
contoh acak yang diamati.
6. Persentase gabah hampa
Persentase gabah hampa (PGH) dari contoh 1 - 10 dihitung dengan rumus :
GH i
PGH i = X 100
(GH i + GB i)
GBH i = jumlah gabah hampa contoh ke-i
GB I = jumlah gabah berisi contoh ke-i
I = contoh malai ke- 1, 2, 3, …, 10
Persentase gabah hampa contoh ke-1, 2, 3, …, 10, kemudian dirata-
ratakan untuk seluruh contoh tersebut.
7. Kerebahan
Dilakukan pencatatan saat tanaman mulai rebah dan persentase kerebahan.
8. Produksi per petak
16
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 17/20
Data produksi per petak diperoleh dengan menimbang hasil gabah per
petak tanpa tanaman pinggir, namun dicatat berapa jumlah rumpun yang
dipanen. Bila mungkin dilakukan pemanenan terhadap 50 rumpun. Data
produksi diperoleh untuk keadaan gabah kering jemur. Satuan dalam kg.
9. Bobot 1000 butir gabah
Penimbangan dilakukan pada gabah kering konstan yang di ujiu dengan
metode sesuai metode ISTA (Laboratorium).
17
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 18/20
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R. W. 1966. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons, Inc. New-York
London –Sydney.
Allidawati dan Bambang K. 1995. Metode Uji Mutu Beras dalam Program PemuliaanPadi. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. tanggal 6-7 Desember 1994
di Jember.
Arsa, I G. B. dan M. Kasim. 2004. Identifikasi dan Keragaan Galur-Galur Padi GogoLokal Asal Sumba Barat pada Lahan Kering di Kabupaten Kupang.
Balai Pengembangan Tanaman Perkebunan. 1995. Petunjuk Praktis Pengujian Kualitas
Jamur sebagai Agensia Hayati. Jawa Timur.
Bari, A., S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1978. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas
Pertanian, IPB, Bogor.
Bappeda NTT, 2001. Penyusun Data Base Sektoral dalam Wilayah Koordinasi Bidang
Ekonomi. Kerjasama Bappeda NTT dengan BPS Provinsi NTT.
Benu, F. L. 1997. Arah dan Strategi Pengembangan Agribisnis di Provinsi NTT.
Leguminosae 4(2) : 1-4.
Dahlan, M. Sumarno, M. Anwari, dan N. Basuki. 1995. Strategi Pemuliaan untuk Mendukung Pertanian Organik. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III.
tanggal 6-7 Desember 1994 di Jember.
Dinas Pertanian TPH. 2006. Keadaan Areal Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi
Padi dan Palawija Tahun 2005. Dinas Pertanian TPH Provinsi NTT, Kupang.
Direktoral Jendral Pertanian Tanaman Pangan. 1992. Pedoman Pengamatan dan
Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direktoral Bina perlindungan
Tanaman, Jakarta.
Djaelani, A. K. 1995. Pendekatan untuk Mempelajari Interaksi Genotipe dan Lingkungandalam Menentukan Adaptasi Suatu Galur. Makalah Seminar. Program Pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta.
Eberhart, S. A. and W. A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varietes.
Crop Sci. 6 : 36-40.
Finlay, K. W. and G. N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in a plant-breding
program. Austt. J. Agric. Res. 14 : 742-754
18
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 19/20
Francis, T. R. and L. W. Kannenberg. 1978. Yield stability studies in short-season maize.
1. A. descrptive method for grouping genotypes. Can J. Plant Sci. 58 : 1029-1034.
Harini, T. S. I G. B. Adwia Arsa, 2006. Pemanfaatan Galur-Galur Padi Gogo Lokal NTTuntuk Pembentukan Varietas Komposit dan Evaluasi Ketahanannya terhadap
Penyakit Bercak Coklat. Laporan Penelitian Dosen Muda. Faperta Undana.
Kim, C. H. 1992. Breeding Rice for Sustainable Agrikulture in D. Bay-Peterson (Es.) :
Sustainable Agriculture for The Asian and Pasific Region. FFTC ASPAC pp : 6-7
Tim Peneliti Padi Gogo, 2004. Keragaan Padi Ladang dan Upaya Pengembangannya.Tinjauan dari Aspek Agronomis dan Sosial. Dinas Pertanian TPH Provinsi NTT
dengan Faperta Undana dan BPTP NTT.
Mudita, I W. 1999. Teknologi Pertanian dalam Konteks Lingkungan Kepulauan Semi
Ringkai Nusa Tenggara Timur. Prosiding Lokakarya : Dampak Teknologi
Pertanian Terhadap Kondisi Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati KawasanSemi RingkaiDi Nusa Tenggara Timur, PPLHSA Undana, Kupang.
Nur, M. S. Barhiman, dan IW. Mudida. 1999. Informasi Teknologi Spesifik Lokasi
Dalam Mendukung Pelaksanaan Program Bimas Intensifikasi di NTT. MakalahDisampaikan pada Pertemuan Penyusunan Pedoman Pembinaan Intensifikasi
Pertanian Tingkat Provinsi Daerah Tingkat I NTT, tanggal 14-16 Juni 1999 di
Kupang.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB, Bogor.
Siwi, B. H. dan S. Kartowinoto, 1989. Plasmanutfah Padi dalam M. Ismunadji, et. Al.(Eds) Padi (Buku 2). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Badan Penelitian dan Pengembangann Pertanian Bogor.
Sumartono, Nasrullah, dan H. Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan BiologiMolekuler. PAU-UGM, Yogyakarta.
Soetopo, L dan N. Saleh, 1992. Perbaikan Ketahanan Genetik Tanaman terhadap
Penyakit. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnan (Eds.). Prosiding Simposium
Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia (PPTI),Komisariat Daerah Jawa Timur.
Sparrow, H. D. B. 1979. Breeding for disiase resistance in R. Knight (Ed). Plant
Breeding Academy Press Pty. Ltd., Brisbane.
Subandi, Djamaludin, E. O. Momuat dan A, Bamualim, 1997. Sistem Usaha Tani LahanKering di NTT. Prosiding Seminar Regional Hasil-Hasil Penelitian Pertanian
Berbasis Perikanan, Peternakan, dan Sistem Usaha Kawasan Timur Indonesia,
Kupang 28-30 Juli 1997.
19
5/10/2018 BAB I - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 20/20
Sukarso, G. 1995. Penataan Kembali Pemuliaan Komoditi Pertanian untuk Meningkatkan
Daya Saing. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. Tanggal 6-7
Desember 1994 di Jember.
Sumarno dan M. Anwar, 1993. Upaya Pengamanan dan Peningkatan Stabilitas Produksi
Melalui Dehomogenisasi Genetik Varietas. Makalah Balittan Malang No. 93-137,9p.
Thurston, H. D. 1984. Tropical Plant Diseases. Amer. Phytopath. Soc. St. Paul, Minn
Widayanto, E. B. 1994. Pedoman Praktikum Mikrobiologi. Faperta Undana. Kupang.
20