bab i

20
 BAB I PENDAHULUAN 1.1. La ta r Belaka ng Akhi r-a khi r ini produksi padi di Ind ones ia mengal ami penu runan aki bat kondis i ikl im yang tid ak menent u, ser anga n organi sme peng gang gu tanama n (OPT), semakin berkurangnya luas lahan untuk menanam padi dan lain-lain. Upaya  jangka pendek untuk mengatasi kekurangan beras dalam negeri telah diputuskan me lalui impor t, sedangk an upa ya ja ngk a panj ang yang di canangkan ol eh  pemer inta h adal ah mela lui peni ngkatan pr odu ksi pad i dal am neger i ya ng diimplementasikan melalui peningkatan produksi padi di semua daerah potensial di Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah yang didorong untuk dapat meningk at kan pr oduksi padi nya denga n target awal me nga ta si kekurangan keb ut uha n ber as di NTT, ya ng selama ini selalu di at asi denga n mendatangkan beras dari luar NTT. Jumlah kekurangan padi tahun 2005 di NTT mencapai lebih dar i 160 rib u ton (Dinas Per tanian TPH NTT, 2006). Jumlah kekura ngan ini tid ak mungki n hanya diatasi dengan peningkat an pro dukt ivi tas maupun perl uasa n ar eal ta naman padi sa wa h ka rena akan me mbut uhka n  penambahan luas areal tanaman lebih dari 30.000 hektar. Oleh karena itu perlu juga dilakukan peni ngk at an produ kt ivitas dan perl uasan penanaman padi gogo. Produktivitas padi gogo saat ini masih kurang dari 1,9 ton/ha, sedangkan luas areal tanaman padi gogo baru mencapai 116.297 ha (Dinas Pertanian TPH NTT, 2006) yang berarti masih jauh dari potensi luas lahan kering di NTT yang mencapai lebih dari 4 juta hektar. Rendahnya produktivitas tanaman padi gogo selama ini di NTT disebabkan oleh beberapa faktor penent u di antaranya: perbedaan iklim dan lahan yang menyebabkan kera gaman curah hujan dan kesuburan tanah serta ti ngginya intensitas serangan hama dan penyakit. 1

Upload: vincent-yoma-madu

Post on 09-Jul-2015

340 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 1/20

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akhir-akhir ini produksi padi di Indonesia mengalami penurunan akibat

kondisi iklim yang tidak menentu, serangan organisme pengganggu tanaman

(OPT), semakin berkurangnya luas lahan untuk menanam padi dan lain-lain. Upaya

 jangka pendek untuk mengatasi kekurangan beras dalam negeri telah diputuskan

melalui import, sedangkan upaya jangka panjang yang dicanangkan oleh

  pemerintah adalah melalui peningkatan produksi padi dalam negeri yang

diimplementasikan melalui peningkatan produksi padi di semua daerah potensial di

Indonesia.

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah yang didorong

untuk dapat meningkatkan produksi padinya dengan target awal mengatasi

kekurangan kebutuhan beras di NTT, yang selama ini selalu diatasi dengan

mendatangkan beras dari luar NTT. Jumlah kekurangan padi tahun 2005 di NTT

mencapai lebih dari 160 ribu ton (Dinas Pertanian TPH NTT, 2006). Jumlah

kekurangan ini tidak mungkin hanya diatasi dengan peningkatan produktivitas

maupun perluasan areal tanaman padi sawah karena akan membutuhkan

 penambahan luas areal tanaman lebih dari 30.000 hektar. Oleh karena itu perlu juga

dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan penanaman padi gogo.

Produktivitas padi gogo saat ini masih kurang dari 1,9 ton/ha, sedangkan luas areal

tanaman padi gogo baru mencapai 116.297 ha (Dinas Pertanian TPH NTT, 2006)

yang berarti masih jauh dari potensi luas lahan kering di NTT yang mencapai lebih

dari 4 juta hektar.

Rendahnya produktivitas tanaman padi gogo selama ini di NTT disebabkan

oleh beberapa faktor penentu diantaranya: perbedaan iklim dan lahan yang

menyebabkan keragaman curah hujan dan kesuburan tanah serta tingginya

intensitas serangan hama dan penyakit.

1

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 2/20

 

Salah satu solusi dari permasalahan di atas adalah dengan pengembangan

varietas komposit yang lebih tahan terhadap penyakit dan stabil untuk kisaran

lingkungan yang beragam termasuk keragaman karna musim tanam atau waktu

tanam dengan memanfaatkan plasmanutfah padi gogo lokal dari sejumlah daerah di

  NTT. Pembentukan 12 varietas komposit telah dilakukan pada penelitian

sebelumnya (Adwita Arsa, dkk. tahun 2008) dengan memanfaatkan kemiripan sifat

agronomis-morfologis varietas-varietas padi gogo lokal NTT.

Upaya peningkatan produksi padi gogo di NTT selain melalui peningkatan

 produktivitas adalah melalui penambahan luas areal tanam dan atau frekuensi

tanaman per tahun. Konsekuensi yang dihadapi dengan perluasan areal penanaman

adalah semakin beragamnya lingkungan, patogen dan ras patogen yang

kemungkinan menyerang tanaman. Oleh karena itu varietas yang diusulkan untuk 

digunakan adalah varietas komposit berbasis genetik luas dengan memanfaatkan

aksesi-aksesi padi gogo lokal yang telah beradaptasi yang dapat diperoleh di

 beberapa daerah sentra produksi padi gogo di NTT.

Beberapa usaha dehomogenisasi genetik varietas yang telah dilakukan adalah

heterogenitas tersembunyi pada varietas murni, varietas campur sari, varietas

campur terpisah, varietas multi lini dan varietas komposit. Menurut Kim (1992),varietas komposit dibentuk dengan menggunakan beberapa galur harapan yang

daya hasilnya tinggi dan masing-masing memiliki sifat agronomis-morfologis

hampir sama. Galur-galur harapan bahan komposit ini dapat berasal dari satu seri

 persilangan yang sama, atau dapat berasal dari berbagai seri persilangan, asalkan

memenuhi syarat seperti tersebut di atas. Perbanyakan benih varietas komposit

tidak dilakukan secara terpisah tetapi merupakan keturunan langsung dari varietas

komposit tersebut.

Varietas komposit tanaman menyerbuk sendiri bersifat heterogen-homosigot,

atau tepatnya adalah Poli-homosigot, yang diharapkan dapat meningkatkan

stabilitas tanaman terhadap keragaman lingkungan dan toleransinya terhadap hama-

  penyakit. Banyaknya galur harapan atau genotipe yang diperlukan untuk 

membentuk varietas komposit tergantung dari ketersediaan galur yang memiliki

2

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 3/20

 

sifat spesifik, kesamaan galur dan tujuan yang diinginkan. Jika galur-galur harapan

tidak tersedia, maka penggunaan genotipe- genotipe padi gogo lokal yang berasal

dari lingkungan bio-fisik berbeda perlu dikaji. Pengembangan varietas komposit

memanfaatkan keragaman (tetapi memiliki kemiripan) genotipe-genotipe lokal

dengan demikian diarahkan untuk menghasilkan varietas beradaptasi luas dengan

tetap mempertahankan keunggulan padi cita rasa nasi yang merupakan karakter 

spesifik padi gogo lokal di NTT.

Pembentukan varietas komposit dengan memanfaatkan kemiripan aksesi-

aksesi lokal di NTT telah dilaukukan, namun adaptasinya terhadap perbedaan

musim tanam belum banyak diketahui oleh karena itu maka perlu dilakukan

 penelitian dengan judul: “Adaptasi dan Stabilitas Beberapa Varietas KompositPadi Gogo Lokal NTT untuk Dua Musim Tanam”.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji daya adaptasi dan stabilitas

 beberapa varietas komposit asal NTT untuk dua musim tanam.

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak 

yang membutuhkan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi  pengembangan ilmu dibidang pertanian khususnya mengenai varietas komposit

 padi gogo lokal NTT.

1.3. Hipotesis

Terdapat satu varietas komposit padi gogo lokal NTT yang mampu

  beradaptasi dan stabil untuk dua musim tanam dan mempunyai potensi hasil

menyamai atau lebih dari varietas pembanding.

3

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 4/20

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Tanaman Padi Gogo

  Tanaman padi gogo merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam

golongan rumput-rumputan, dengan klasifikasi sebagai berikut :

Kindom : PlantaeKelas : Spermatophyta

Ordo : Monokotil

Famili : Graminae

Species : Oriza sativa

Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yakni organ vegetatif 

dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun,

sedangkan bagian-bagian generatif terdiri dari malai dan bunga.

2.2. Morfologi Tanaman Padi Gogo

Akar

  Akar padi gogo digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula),

yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar yang lain yang muncul

dekat bagian buku yang disebut akar seminal, jumlahnya berkisar antara 1-7. Akar-

akar seminal selanjutnya akan digantikan dengan akar-akar sekunder yang tumbuh

dari akar batang terbawah. Akar-akar ini disebut adventif atau akar-akar bukukarena muncul sebelumnya. (Basyir dkk, 1995).

Anakan

Anakan mulai tumbuh setelah tanaman padi gogo memiliki 4 sampai 5 daun.

Seperti halnya dengan akar, perkembangan anakan berhubungan dengan

4

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 5/20

 

 perkembangan daun. Apabilah daun pada buku-buku telah memanjang maka pada

saat itu anakan akan muncul dari ketiak daun pada buku-buku yang berikutnya. Ini

 juga berlaku pada semua anakan sekunder dan tersier. Dengan demikian tumbuhnya

anakan dan akar bersamaan pada waktu yang sama. (Basyir dkk, 1995)

Daun

Daun tanaman padi gogo tumbuh pada batang dengan susunan yang

 berselang-seling, satu daun setiap buku. Daun teratas disebut daun bendera yang

 posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang satu dengan daun yang lain.

Jumlah daun setiap tanaman tergantung varietas.

Batang

Batang padi gogo terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, daun dan

tunas yang tumbuh pada ruas permulaan stadia tumbuh. Selain itu juga batang semu

yang merupakan pelepah-pelepah daun dan ruas yang tertumpuk padat. Ruas-ruas

tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia

reproduktif yang disebut juga sebagai stadia perpanjangan ruas. (Basyir dkk, 1995).

Bunga dan Malai

Bunga padi secara keseluruhan disebut sebagai malai. Setiap unit malai

disebut soikelet. Tiap bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang

terdiri dari cabang primer maupun sekunder. (Basyir dkk, 1995).

2.3. Syarat Tumbuh Padi Gogo

Tanah

  Padi gogo dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dimana jenis tanah tidak 

  begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Yang lebih

  berpengaruh adalah sifat fisik dan kimia tanah atau secara keseluruhan disebut

kesuburan tanah.

pH tanah yang baik bagi tanaman padi gogo adalah sekitar 5,5-6,5. Tanaman

 padi gogo dapat tumbuh pada lahan yang memiliki kemiringan sampai 38% dengan

ketinggian 0-1300 meter di atas permukaan laut. (Basyir dkk, 1995).

5

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 6/20

 

Iklim

Pertumbuhan optimal padi gogo memiliki syarat iklim khusus. Faktor iklim

yang sangat menentukan adalah curah hujan, hal ini disebabkan karena kebutuhan

air untuk pertumbuhannya tergantung curah hujan. Tanaman padi gogo

memerlukan air sepanjang pertumbuhannya. Umur padi gogo berkisar antara 90-

130 hari dan tergantung pada varietasnya. Curah hujan yang cukup sebagai syarat

utama agar tanaman padi gogo berhasil adalah apabila curah hujan dalam satu

 bulan 200 mm atau lebih selama tiga bulan tergantung fase pertumbuhannya.

Temperature udara yang baik bagi pertumbuhan padi gogo yang berbeda

antara 200C-300C untuk pertumbuhan anakan antara 200C-250C. di daerah rendah

sampai 500 meter di atas permukaan laut. Temperatur udara di daerah tropika

umumnya tidak menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman padi gogo. Radiasi

matahari merupakan komponen iklim yang penting bagi pertumbuhan dan hasil

 padi gogo. Radiasi matahari yang rendah diduga menjadi penyebab rendahnya hasil

 padi gogo di daerah tropis.

2.4. Keragaman Genetik Plasmanutfah Padi Gogo Lokal NTT

Hasil penelitian padi gogo lokal di beberapa daerah di NTT menunjukan

  bahwa terdapat keragaman yang besar pada karakter tanaman padi gogo.

Keragaman tersebut sebagian besar mencerminkan keragaman faktor genetik 

karena dijumpai pada karakter-karakter kualitatif tanaman seperti: panjang gabah,

 bentuk gabah, warna gabah, warna endosperm, warna batang dan lain-lain. (Tim

Penelitian Padi Gogo, 2004).

Keragaman genetik di alam terjadi melalui proses mutasi yang diinduksi

oleh keragaman lingkungan tumbuh tanaman, diikuti oleh proses hibridisasi antar 

genotipe, baik dengan jenis mutan maupun dengan jenis introduksi dan diikuti

dengan segregasi. Setelah bertahun-tahun akan terbentuk populasi tanaman yang

heterogen homozigot (Allard, 1966). Selanjutnya melalui campur tangan manusia

(para petani), setiap padi gogo diperbanyak secara tersendiri dipisahkan dari jenis

yang lainnya, sehingga terbentuk populasi-populasi yang terpisah satu dengan yang

lainnya.

6

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 7/20

 

Keadaan yang dijumpai saat ini di lapangan adalah terdapat banyak 

 populasi local dengan karakteristik spesifik yang berbeda dari yang lainnya, serta

masing-masing diberi nama lokal. Beberapa nama padi gogo lokal yang dikenal di

 beberapa daerah seperti di Ende yaitu :  Pare Mar-Mar, Pare Sea, Gadis Dara,

 Pare Laka, Pare Maro, Pare Ero, Pare Iku Lapa, Are Mera, Kora Tuna, dan lain-

lain; di Ngada yaitu :  Pare Bora Ringu, Pae To Lo’o, Pipi Toro, dan lain-lain; di

Sumba Barat yaitu :  Pare Rara Kaletes, Kalunmbo Ngoro, Pare Rara, Pare Mete,

  Pare Kalenggo, Gogo Wangi, dan lain-lain.   Namun masih tetap dijumpai

keragaman sifat kualitatif dalam setiap populasi, yang kemungkinan disebabkan

tidak efektifnya cara seleksi, pencemaran genotipe selama dilapangan, pencemaran

selama dipenyimpanan dan lain sebagainya.

Keragaman karakter kualitatif yang terjadi antara populasi padi gogo lokal

tidak selalu diikuti dengan perbedaan sifat-sifat agronomis tanaman. Hasil

 penelitian sebelumnya membuktikan bahwa di antara sejumlah populasi padi gogo

lokal Sumba Barat masih dijumpai kemiripan yang tinggi untuk sifat-sifat

agronomis yang dievaluasi, baik tinggi tanaman, umur berbunga, maupun

komponen hasil tanaman (Arsa dan Kasim, 2004).

Secara visual kemiripan juga dijumpai di antara padi gogo lokal dengan

daerah adaptasi yang berbeda, seperti antara padi gogo lokal di TTU dan sumbaBarat, atau dengan daerah lainnya. Hal ini memberi peluang untuk menggabungkan

 populasi-populasi yang memiliki kemiripan tersebut membentuk populasi homogen

secara terbatas, yaitu masih tetap diharapkan terdapat keragaman genetic untuk 

sifat-sifat ketahanan atau toleransi terhadap hama dan penyakit atau adaptasi

terhadap cekaman lingkungan lainnya.

2.5. Keragaman Lingkungan Fisik di NTT

 Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang terdiri atas banyak 

  pulau, memiliki karakteristik lokasi yang sangat beragam, terutama dilihat dari

  jenis tanah dan curah hujan. Perbedaan curah hujan antar daerah di NTT terkait

dengan variasi ketinggian dan letak geografisnya. Daerah-daerah yang mendapat

curah hujan relatif banyak (1600-3600 mm/tahun) terutama terletak di Pulau Flores,

7

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 8/20

 

terutama Flores bagian Barat, sedangkan Flores bagian Timur mempunyai curah

hujan antara 1000-1600 mm/tahun. Pulau Timor dan pulau-pulau kecil di sekitarnya

memiliki curah hujan antara 1000-1600 mm/tahun untuk bagian Utara dan Barat,

sedangkan bagian pantai Selatan sampai Pulau Rote antara 1700-2000 mm/tahun.

Pulau sumba, khususnya Sumba Timur merupakan daerah terkering di NTT dengan

curah hujan kurang dari 1000 mm/tahun, sedangkan Sumba Barat memiliki curah

hujan antara 1600-1700 mm/tahun (Benu, 1997).

Secara eko-klimat wilayah NTT memiliki karakteristik spesifik yang

membedakan daerah ini dari daerah lain, walaupun sama-sama dikenal memiliki

lahan kering yang cukup luas. Kondisi spesifik ini lebih mencirikan NTT sebagai

daerah dengan kategori semi-ringkai (semi-arid) (Mudita, 1999).

Secara geologis pulau-pulau di NTT dapat dibedakan menjadi pulau-pulau

 busur dalam yang bersifat vulkanik dan pulau-pulau busur luar yang bersifat batuan

karang terangkat (Monk  et al., 1997 dalam Mudita, 1999). Perbedaan proses

geologis pembentukannya ini bersama-sama dengan pengaruh faktor iklim

selanjutnya menentukan topografi tanah dan hidrologi pulau-pulau yang ada.

Sekitar 45% wilayah NTT mempunyai topografi berbukit sampai

 bergunung dengan kemiringan lebih dari 40%. Wilayah dengan kemiringan tinggi

terutama terdapat di wilayah vulkanik (Flores dan pulau-pulau lainnya) yang bertopografi berbukit sampai bergunung dengan lereng-lereng curam dan lembah-

lembah sempit. Wilayah pegunungan yang relatif basah mangalami pencucian

unsur hara secara lebih intensif dan tanahnya bereaksi masam, tetapi kandungan

unsur haranya masih cukup memadai sebab tanahnya masih muda dan kaya humus,

sedangkan wilayah perbukitan dan dataran rendah mengalami pencucian kurang

intensif sehingga tanahnya kaya kation-kation, bereaksi netral dan umumnya

miskin bahan organik (Nur et al., 1999).

Wilayah sedimen non-vulkanik di pulau Sumba, Timor dan pulau-pulau

disekitarnya memiliki topografi yang bervariasi dari datar, berombak, sampai

  berbukit dengan lereng curam dan lembah-lembah yang sempit, dengan batuan

induk tanah umumnya berupa batu kapur/karang, batu liat, atau napal (Monk et al.,

1997 dalam Mudita 1999).

8

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 9/20

 

2.6. Interaksi Genotip dan Lingkungan

Pengetahuan tentang interaksi genotipe dan lingkungan (G X E)

mempunyai arti penting dalam program seleksi dan dalam membuat rekombinasi

tentang kultivar atau varietas yang dianjurkan (Poespodarsono, 1988). Seleksi

sering tidak efektif karena adanya interaksi ini, sebab genotipe hanya produktif 

  pada suatu lingkungan tertentu. Oleh karena itu bila lingkungan berubah sering

diperlukan juga perubahan genotipe yang dianjurkan. Dengan demikian penampilan

relatif genotipe yang dievaluasi pada berbagai lingkungan yang berbeda merupakan

indicator tentang adanya interaksi G X E, atau secara tegas interaksi G X E

diartikan sebagai keadaan dimana peragaan nisbi atau peringkat beberapa genotipe

akan berubah dengan perubahan lingkungan (Soemartono, et al., 1992). Hal ini

terjadi karena adanya perbedaan respon antar genotipe terhadap perubahan

lingkungan yang menyebabkan perubahan tingkat fenotipe. Interaksi genotipe dan

lingkungan dikatakan juga merupakan saling mempengaruhi antar genetic dan

lingkungan.

Bari, Musa dan Sjamsudin (1978) membagi lingkungan menjadi dua, yakni

lingkungan makro dan mikro. Lingkungan mikro adalah lingkungan sekitar 

tanaman, misalnya kesuburan tanah, hama dan penyakit, persaingan antar tanaman.

Sedangkan lingkungan makro meliputi lokasi, musim dan tahun.Terdapat dua macam kemungkinan penyebab suatu genotipe beradaptasi

lebih baik, yaitu : 1) Genotipe tersebut mempunyai susunan genetik atau kombinasi

gen sedemikian rupa sehingga mampu mengendalikan sifat morfologi dan fisiologi

serta akibatnya mampu menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu atau perubahan

lingkungan. Misalnya pada varietas tanaman menyerbuk sendiri atau klon, 2)

Varietas terdiri dari sejumlah genotipe yang berbeda, dimana masimg-masing

genotipe mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perbedaan kisaran

lingkungan. Misalnya pada tanaman menyerbuk silang dan varietas lokal yang

terdiri dari macam-macam genotipe (Poespodarsono, 1988). Dengan demikian

kemampuan adaptasi dapat dimiliki oleh tanaman secara individual atau adaptasi

 pada tingkat populasi.

9

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 10/20

 

Kemampuan adaptasi secara individual dibedakan atas adaptasi tanaman

yang mempunyai susunan gen homosigot dan susunan gen heterosigot. Pada

tanaman homosigot diketahui bahwa kemampuan adaptasi galur murni dalam

 populasi sering kali masih amat beragam, sehingga memungkinkan untuk memilih

galur-galur yang dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan dari populasi

tersebut. Adaptasi tanaman heterosigot lebih tinggi ragamnya. Keragaman tersebut

disebabkan oleh susunan gen heterosigot yang memungkinkan peluang terjadinya

rekombinasi yang lebih besar (Dahlan et al., 1995).

2.7. Adaptasi dan Stabilitas

Adaptasi

Adaptasi adalah cara organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnyauntuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap

lingkungannya mampu untuk: memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan),

mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.,

mempertahankan hidup dari musuh alaminya, bereproduksi dan merespon

 perubahan yang terjadi di sekitarnya. Organisme yang mampu beradaptasi akan

  bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi

kepunahan atau kelangkaan jenis.

Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu:

a. Adaptasi Morfologi

Adaptasi morfologi adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi

morfologi dapat dilihat dengan jelas.

 b. Adaptasi Fisiologi

Adaptasi fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh.

Adaptasi ini bisa berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme.

c. Adaptasi Tingkah Laku

Adaptasi tingkah laku adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku.

Stabilitas

10

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 11/20

 

Stabilitas berasal dari kata stabil yang artinya tetap atau tidak berubah, sedangkan

stabilitas merupakan kemampuan dari suatu organisme untuk mempertahankan

sifat dan kemampuan yang dimilikinya walaupun berada di lingkungan yang baru.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang

Barat, Kabupaten Kupang yang berlangsung dari September 2010 sampai Januari

2011 pada musim kemarau dan Februari 2011 sampai Juni 2011 pada musim hujan.

3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, sabit,

meteran, gembor, ember, handsprayer, kalkulator, timbangan, alat tulis menulis,

 papan blok, paku dan palu.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi dari 11 varietas

yang di uji, pupuk (Urea, SP-36 dan KCL), furadan, air dan tali.

3.3. Perancangan Percobaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan dasar Rancangan Acak 

Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan atau 3 blok. Dalam setiap blok terdapat 11

 perlakuan yaitu 10 aksesi atau varietas padi gogo lokal dan 1 varietas pembanding

sehingga terdapat 33 unit percobaan untuk setiap musim tanam. Padi gogo yang

diuji meliputi :

11

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 12/20

 

Tabel 1. Varietas Komposit yang digunakan dalam uji Dua Musim

 No Komposit yang

Dievaluasi

Aksesi Penyusun Asal Aksesi Penyusun

1. K1 41 dan 46 Kodi, Sumba Barat

2. K2 32 dan 34 Kelimutu dan Wolowaru

3. K3 48 dan 49 Kodi, Sumba Barat

4. K4 54 dan 55 Rindi, Sumba Timur  

5. K5 21 dan 28 Bajawa Utara dan Boawae, Ngada

6. K6 14, 21 dan 28 TTU dan Ngada

7. K7 29 dan 60 Ngada dan Sumba Barat

8. K8 5 dan 45 TTU dan Sumba Barat

9. K9 15 dan 22 TTU dan Ngada

10. K10 28 dan 42 Ngada dan Sumba Barat

11. K11 Varietas

Pembanding

Asal Kodi

Penempatan perlakuan dalam satuan percobaan dilakukan secara acak 

menggunakan metode lotre.

12

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 13/20

 

3.4. Metode Analisis Data

Model linear rancangan acak kelompok menurut sastrosupardi (1999)

adalah :

Y ij = µ + Ti + Bj + ∑ ij 

Keterangan :

Y ij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke j

µ = Nilai tenga populasi

Ti = Pengaruh dari varietas ke-i (i = 1,2,3,… 11)

Bj = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1,2,3)

∑ ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Data yang diperoleh dari setiap musim tanam dianalisis menggunakan

analisis ragam dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 0,5. Analisis ragam untuk 

tiap musim akan dilanjutkan dengan analisis ragam gabungan antar musim, jika

tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kuadrat tengah eror kedua musim untuk 

setiap peubah yang di analisis berdasarkan uji F 5%. Model analisis ragam

gabungan disajikan pada Tabel 2. jika terdapat interaksi antar varietas dan musim

maka dibuat peringkat varietas untuk tiap musim. Varietas yang menduduki

 peringkat terbaik untuk kedua musim dinyatakan sebagai varietas yang paling

sesuai untuk kedua musim.

13

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 14/20

 

Tabel 2. Analisis Varietas Gabungan Untuk Kedua Musim

SK Db KT F hitung

Lokasi (L) 1-1 E1 E1/E2Ulangan/Lokasi 1(r-1) E2

Varietas (V) v-1 E3 E3/E4

V X L (v-1) (1-1) E4 E4/E5

Eror 1(r-1) (v-1) E5

Total R1v-1

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Persiapan Lahan

Lahan yang akan di gunakan untuk menanam padi sebelumnya

dibersihkan terlebih dahulu dari gulma, sisa-sisa tanaman dan akar tanaman

sebelumnya serta batu-batuan dengan menggunakan parang atau garfu tanah,

kemudian lahan diolah dengan menggunakan cangkul lalu dibiarkan

  beberapa hari, hal ini bertujuan agar zat-zat beracun dalam tanah dapat

menguap dan mikro organisme pengganggu dapat mati, setelah tanah

dibiarkan beberapa hari kemudian tanah tersebut digembur dan diratakan.

Seteluh itu dibuat blok sebanyak 3 blok. Setiap blok terdiri atas 11 varietaslokal. Setiap varietas ditanam dalam satu petak berukuran 2m X 2m dengan

 jarak tanam 25cm X 25cm dengan jumlah benih 3 biji per lubang, kemudian

dibiarkankan satu bibit per lubang tanam.

3.5.2. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah : pemupukan, penyiangan,

  pengendalian hama dan penyakit dan pengairan. Pemupukan dilakukan

dengan menggunakan pupuk organik, urea, SP-36 dan KCL dengan dosis

 berturut-turut : 5 ton/ha pupuk organik, 100 kg/ha urea, 150 kg/ha SP-36 dan

100 kg/ha KCL. Pupuk organic, SP-36 dan KCL diberikan seluruhnya pada

saat tanam, sedangkan urea diberikan pada saat tanam sebanyak 1/3 bagian

dan sisanya diberikan sebanyak 2/3 bagian pada saat umur 42 hst.

Penyiangan dilakukan secara manual sebanyak dua kali, masing-masing saat

14

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 15/20

 

tanaman berumur 14 hst dan 42 hst. Pengendalian OPT dilakukan sesuai

dengan keadaan dilapangan dan pengairan dilakukan dengan penyiraman.

Penyiraman dilakukan 1 kali dalam sehari yaitu pagi atau sore hari atau jika

tidak turun hujan akan disesuaikan dengan kondisi lapangan.

3.5.3. Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak panen

dengan cirri-ciri 90% gabah sudah menguning, isi gabah keras dan seluruh

 bagian atas tanaman sudah menguning.

3.6. Pengamatan

Variabel yang diamati yaitu :

Pengamatan dilakukan terhadap karakter eronomis-morfologis dengan mengamati10 contoh tanaman untuk setiap perlakuan. Prosedur pengamatan untuk setiap

karakter dilaksanakan sebagai berikut :

1. Jumlah anakan dan anakan produktif 

Jumlah anakan dan anakan produktif atau malai diamati pada fase mulai

  berbunga dan panen. Pada fase mulai berbunga, kriteria anakan adalah

apabilah tunas telah berdaun tiga telah dapat dianggap anakan yang dapat

dihitung. Pada fase panen yang diamati adalah jumlah anakan produktif atau

malai tiap rumpun. Cara penghitungan untuk laporan adalah rata-rata dari 10

rumpun contoh.

2. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diamati pada stadia mulai berbunga dan panen.

Pengukuran tinggi tanaman pada stadia mulai berbunga adalah dari

 permukaan tanah sampai dengan ujung daun tertinggi yang telah diluruskan.

Pengukuran tinggi tanaman pada stadia panen adalah dari permukaan tanahsampai dengan ujung malai yang telah diluruskan.

3. Umur Berbunga

Umur berbunga dihitung mulai dari saat tanam sampai tanaman berbunga

sebanyak 50% dari seluruh tanaman dalam satu petak.

15

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 16/20

 

4. Umur Tanam

Umur tanam dihitung dari saat tanam sampai kurang lebih 90%

 pertanaman dalam petak menguning dan lebih dari 85% gabah menguning

atau masak dalam tiap malai.

5. Jumlah gabah tiap malai

Dari setiap rumpun contoh diambil satu malai secara acak, satu petak 

terdiri atas 10 tanaman contoh. Selanjutnya dihitung jumlah gabah bernas dan

gabah hampa dari setiap malai. Jumlah gabah tiap malai adalah jumlah gabah

yang bernas dan gabah yang hampa tiap malai, kemudian di rata-rata untuk 10

contoh acak yang diamati.

6. Persentase gabah hampa

Persentase gabah hampa (PGH) dari contoh 1 - 10 dihitung dengan rumus :

GH i

PGH i = X 100

(GH i + GB i)

GBH i = jumlah gabah hampa contoh ke-i

GB I = jumlah gabah berisi contoh ke-i

I = contoh malai ke- 1, 2, 3, …, 10

Persentase gabah hampa contoh ke-1, 2, 3, …, 10, kemudian dirata-

ratakan untuk seluruh contoh tersebut.

7. Kerebahan

Dilakukan pencatatan saat tanaman mulai rebah dan persentase kerebahan.

8. Produksi per petak 

16

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 17/20

 

Data produksi per petak diperoleh dengan menimbang hasil gabah per 

  petak tanpa tanaman pinggir, namun dicatat berapa jumlah rumpun yang

dipanen. Bila mungkin dilakukan pemanenan terhadap 50 rumpun. Data

 produksi diperoleh untuk keadaan gabah kering jemur. Satuan dalam kg.

9. Bobot 1000 butir gabah

Penimbangan dilakukan pada gabah kering konstan yang di ujiu dengan

metode sesuai metode ISTA (Laboratorium).

17

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 18/20

 

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W. 1966. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons, Inc. New-York 

London –Sydney.

Allidawati dan Bambang K. 1995. Metode Uji Mutu Beras dalam Program PemuliaanPadi. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. tanggal 6-7 Desember 1994

di Jember.

Arsa, I G. B. dan M. Kasim. 2004. Identifikasi dan Keragaan Galur-Galur Padi GogoLokal Asal Sumba Barat pada Lahan Kering di Kabupaten Kupang.

Balai Pengembangan Tanaman Perkebunan. 1995. Petunjuk Praktis Pengujian Kualitas

Jamur sebagai Agensia Hayati. Jawa Timur.

Bari, A., S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1978. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas

Pertanian, IPB, Bogor.

Bappeda NTT, 2001. Penyusun Data Base Sektoral dalam Wilayah Koordinasi Bidang

Ekonomi. Kerjasama Bappeda NTT dengan BPS Provinsi NTT.

Benu, F. L. 1997. Arah dan Strategi Pengembangan Agribisnis di Provinsi NTT.

Leguminosae 4(2) : 1-4.

Dahlan, M. Sumarno, M. Anwari, dan N. Basuki. 1995. Strategi Pemuliaan untuk Mendukung Pertanian Organik. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III.

tanggal 6-7 Desember 1994 di Jember.

Dinas Pertanian TPH. 2006. Keadaan Areal Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi

Padi dan Palawija Tahun 2005. Dinas Pertanian TPH Provinsi NTT, Kupang.

Direktoral Jendral Pertanian Tanaman Pangan. 1992. Pedoman Pengamatan dan

Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direktoral Bina perlindungan

Tanaman, Jakarta.

Djaelani, A. K. 1995. Pendekatan untuk Mempelajari Interaksi Genotipe dan Lingkungandalam Menentukan Adaptasi Suatu Galur. Makalah Seminar. Program Pasca

Sarjana UGM, Yogyakarta.

Eberhart, S. A. and W. A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varietes.

Crop Sci. 6 : 36-40.

Finlay, K. W. and G. N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in a plant-breding

 program. Austt. J. Agric. Res. 14 : 742-754

18

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 19/20

 

Francis, T. R. and L. W. Kannenberg. 1978. Yield stability studies in short-season maize.

1. A. descrptive method for grouping genotypes. Can J. Plant Sci. 58 : 1029-1034.

Harini, T. S. I G. B. Adwia Arsa, 2006. Pemanfaatan Galur-Galur Padi Gogo Lokal NTTuntuk Pembentukan Varietas Komposit dan Evaluasi Ketahanannya terhadap

Penyakit Bercak Coklat. Laporan Penelitian Dosen Muda. Faperta Undana.

Kim, C. H. 1992. Breeding Rice for Sustainable Agrikulture in D. Bay-Peterson (Es.) :

Sustainable Agriculture for The Asian and Pasific Region. FFTC ASPAC pp : 6-7

Tim Peneliti Padi Gogo, 2004. Keragaan Padi Ladang dan Upaya Pengembangannya.Tinjauan dari Aspek Agronomis dan Sosial. Dinas Pertanian TPH Provinsi NTT

dengan Faperta Undana dan BPTP NTT.

Mudita, I W. 1999. Teknologi Pertanian dalam Konteks Lingkungan Kepulauan Semi

Ringkai Nusa Tenggara Timur. Prosiding Lokakarya : Dampak Teknologi

Pertanian Terhadap Kondisi Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati KawasanSemi RingkaiDi Nusa Tenggara Timur, PPLHSA Undana, Kupang.

 Nur, M. S. Barhiman, dan IW. Mudida. 1999. Informasi Teknologi Spesifik Lokasi

Dalam Mendukung Pelaksanaan Program Bimas Intensifikasi di NTT. MakalahDisampaikan pada Pertemuan Penyusunan Pedoman Pembinaan Intensifikasi

Pertanian Tingkat Provinsi Daerah Tingkat I NTT, tanggal 14-16 Juni 1999 di

Kupang.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB, Bogor.

Siwi, B. H. dan S. Kartowinoto, 1989. Plasmanutfah Padi dalam M. Ismunadji, et. Al.(Eds) Padi (Buku 2). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,

Badan Penelitian dan Pengembangann Pertanian Bogor.

Sumartono, Nasrullah, dan H. Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan BiologiMolekuler. PAU-UGM, Yogyakarta.

Soetopo, L dan N. Saleh, 1992. Perbaikan Ketahanan Genetik Tanaman terhadap

Penyakit. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnan (Eds.). Prosiding Simposium

Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia (PPTI),Komisariat Daerah Jawa Timur.

Sparrow, H. D. B. 1979. Breeding for disiase resistance in R. Knight (Ed). Plant

Breeding Academy Press Pty. Ltd., Brisbane.

Subandi, Djamaludin, E. O. Momuat dan A, Bamualim, 1997. Sistem Usaha Tani LahanKering di NTT. Prosiding Seminar Regional Hasil-Hasil Penelitian Pertanian

Berbasis Perikanan, Peternakan, dan Sistem Usaha Kawasan Timur Indonesia,

Kupang 28-30 Juli 1997.

19

5/10/2018 BAB I - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-559e0338295b9 20/20

 

Sukarso, G. 1995. Penataan Kembali Pemuliaan Komoditi Pertanian untuk Meningkatkan

Daya Saing. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. Tanggal 6-7

Desember 1994 di Jember.

Sumarno dan M. Anwar, 1993. Upaya Pengamanan dan Peningkatan Stabilitas Produksi

Melalui Dehomogenisasi Genetik Varietas. Makalah Balittan Malang No. 93-137,9p.

Thurston, H. D. 1984. Tropical Plant Diseases. Amer. Phytopath. Soc. St. Paul, Minn

Widayanto, E. B. 1994. Pedoman Praktikum Mikrobiologi. Faperta Undana. Kupang.

20