bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan butadiena Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan yang
signifikan. Peningkatan kebutuhan ini dilatar belakangi oleh berkembangnya
industri otomotif berbasis karet sintetis dalam negeri yang sangat pesat, sehingga
permintaan akan bahan baku pembuatan karet sintetis dan komponen otomotif
lainnya yang berbahan plastik juga mengalami kenaikan.
Butadiena merupakan senyawa organik yang tidak berwarna, gas yang
mudah terbakar pada suhu kamar dan pada tekanan atmosfer serta termasuk
kedalam senyawa aromatik. Butadiena dapat sedikit larut dalam air, sedikit larut
dalam metanol dan etanol serta larut dalam pelarut organik seperti dietil eter,
benzena, dan karbon tetraklorida [Othmer, Vol.4]
Senyawa butadiena banyak digunakan dalam industri kimia pada industri
sintetik elastomer, chloroprene, polimer dan resin, adiponitril, ban mobil, dan
plastik. Penggunaan terbesar butadiena adalah dalam produksi karet sintesis antara
lain Styrene Butadiene Rubber (SBR), SBL (Styrene Butadiene Latex) serta ABS
(Acrylonitrile Butadiene Styrene) yang digunakan untuk memproduksi ban mobil.
Namun di Indonesia sendiri pemenuhan kebutuhan butadiena sampai saat
ini masih sepenuhnya mengandalkan impor dari beberapa negara seperti Thailand,
India dan Singapore. Impor butadiena Indonesia pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 40.768 ton dengan nilai US$ 51.819 ribu dan dalam dua tahun
berikutnya impor terus meningkat mencapai 49.801 ton dengan nilai US$ 52.612
ribu. Pada tahun 2008 impor butadiena indonesia sedikit menurun yaitu sebanyak
43.799 ton dengan nilai yang malah mengalami kenaikan yaitu US$ 97.763 ribu
[Indochemical, 2009].
Terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia sejak akhir 2008
lalu mendorong permintaan butadiena nasional mengalami penurunan. Namun
pada tahun-tahun yang akan datang diprediksikan permintaan butadiena akan
mengalami kenaikan menyusul kondisi perekonomian dunia serta indonesia sudah
mulai membaik sehingga daya beli industri hilir butadiena juga terhadap bahan
baku butadiena juga mengalami kenaikan
Melihat kondisi ini maka peluang industri butadiena di Indonesia dinilai
sangat menjajikan untuk dibangun sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dalam
negeri serta diharapkan dapat mengatasi kebergantungan akan impor butadiene.
1.2 Bahan Baku dan Produk
1.2.2 Bahan Baku
Bahan baku dalam pembuatan butadiena pada pabrik ini adalah butana
yang dapat diperoleh dari LNG (Liquid Natural Gas). Butana juga disebut n-
butana adalah alkana rantai lurus dengan empat atom karbon yaitu CH3-CH2-CH2-
CH3. Butana juga digunakan sebagai istilah kolektif untuk n-butana dan satu-
satunya isomer dari butana adalah isobutana ( 2-metil propana). Butana sangat
mudah terbakar, tidak berwarna dan merupakan gas yang mudah dicairkan.
Ketersediaan bahan baku butana cukup memadai mengingat potensi
kekayaan gas alam (LNG) maupun gas yang berasal dari minyak bumi (LPG) di
indonesia cukup banyak. Salah satu perusahaan yang memproduksi LNG adalah
PT. Badak NGL dengan kapasitas produksi 22,5 juta metrik ton LNG per tahun
[PT. Badak NGL, 2007].
1.2.2 Produk
Butadiena, sebagai produk yang diharapkan dari proses ini dapat
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan produk-produk karet sintetis
seperti Styrene Butadiene Rubber (SBR), SBL (Styrene Butadiene Latex) serta
ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene). Disamping itu butadiena juga dapat
digunakan sebagai bahan baku industri otomotif lainnya yang berbahan plastik.
1.3 Analisis Pasar
Kebutuhan Butadiena yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
karet sintetis cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu prospek
komoditas butadiena masih terbuka luas di Indonesia. Tingginya permintaan
butadiene dalam negeri belum dimanfaatkan oleh pemerintah serta pelaku industri
dengan mendirikan pabrik yang memenuhi kapasitas produksi secara maksimal.
Pada saat ini belum ada indutri dalam negeri yang memproduksi butadiena, baik
sebagai pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor.
Indonesia hingga saat ini masih terus melakukan impor butadiena untuk
memenuhi permintaan dalam negeri.
Tabel 1.1 Perkembangan Impor Butadiene Indonesia, 2003 – 2008
TahunVolume
(ton)Kenaikan
Nilai(US$’000)
Kenaikan
2003 35.892 -- 27.891 -- 2004 44.777 24,8% 39.666 42,2%2005 40.768 -9,0% 51.819 30,6%2006 47.514 16,5% 64.511 24,5%2007 49.801 4,8% 52.612 -18,4%2008 43.799 -12,1% 97.763 85,8%
Rata-rata (% / tahun) 5,0% 32,9% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Indochemical
Konsumen utama butadiena Indonesia pada saat ini berasal dari sektor
industri styrene butadiene rubber. Pada tahun 2008 lalu sektor industri ini
menyerap hingga mencapai 66,3% dari total konsumsi nasional atau sebesar
29.027 ton. Kemudian disusul industri styrene butadiene latex sebesar 9.510 ton
(21,7%), industri acrylonitrile butadiene styrene 3.703 ton (8,5%) serta industri
lainnya sebesar 1.559 ton (3,6%) [indochemical, 2009].
Tabel 1.2 Konsumsi Butadiena pada Masing-masing Pemakai 2004-2008
TahunIndustri pemakai (ton)
TOTALSBR SBL ABS resin Lainnya *)
2004 30.612 8.304 3.439 2.422 44.7772005 27.230 8.867 2.363 2.308 40.7682006 31.650 9.924 3.221 2.719 47.5142007 33.173 9.861 3.430 3.336 49.8012008 29.027 9.510 3.703 1.559 43.799
Sumber : Indochemical, 2009
1.4 Kapasitas Produksi
Pabrik ini akan memproduksi butadiena yang dapat diaplikasikan sebagai
bahan baku industri hilir berbasis karet sintetis. Mengingat kebutuhan butadiena
mengalami peningkatan setiap tahunnya, maka kapasitas produksi direncanakan
akan proporsional dengan kebutuhan proses yang menggunakan butadiena di
Indonesia.
Tabel 1.3 Proyeksi Konsumsi Butadiene Pasar Dalam Negeri 2009-2013
TahunIndustri pemakai (ton)
TOTALSBR SBL ABS resin Lainnya
2009 25.544 8.369 3.444 1.481 38.8372010 27.332 8.955 3.616 1.518 41.4202011 28.425 9.313 3.724 1.556 43.0182012 29.854 9.778 3.911 1.595 45.1302013 31.936 10.365 4.184 1.635 48.120
Sumber : Indochemical, 2009
Pabrik direncanakan akan didirikan pada tahun 2012 dan akan mulai
berproduksi pada tahun 2014. Sejauh ini industri hilir pemakai butadiena masih
melakukan impor dan melakukan kontrak kerjasama dengan industri penghasil
butadiena dari luar negeri untuk memperoleh bahan baku. Mengingat hal ini,
maka pabrik butadiena direncanakan akan dibangun dengan kapasitas yang dapat
memenuhi sekitar 70% kebutuhan butadiena dalam negeri yaitu dengan kapasitas
34.000 ton per tahun.
1.5 Pemilihan Lokasi Pabrik
Pabrik butadiena akan direncanakan didirikan di kota Bontang Kabupaten
Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Penentuan lokasi pabrik
didasarkan atas tersedianya bahan baku, utilitas, sarana transportasi, pajak,
ketersedian listrik, dan keadaan lingkungan [Kirk-Othmer, vol. 19].
Secara keseluruhan, luas Kota Bontang mencapai 49.752,56 Ha, dimana
sebagian besar merupakan wilayah perairan, sementara luas wilayah daratan
sekitar 29% atau 14.870 Ha.
Gambar 1.1 Penggunaan lahan kota Bontang
Dari diagram di atas, khususnya jenis penggunaan lahan untuk wilayah
daratan. Kota Bontang memperlihatkan pembagian guna lahan yang secara umum
terdiri dari 3 jenis penggunaan: Hutan Lindung & Pertanian, Kawasan Industri,
serta Areal terbangun Perkotaan.
Adapun penggunaan lahan wilayah daratan Kota Bontang yagn mencakup
areal seluas 147,80 km² terdiri dari :
Kawasan Hutan Lindung/TNK : 9.025 Ha (11,96%)
Kawasan PT Badak NGL.Co : 1.527 Ha (3,15%)
Kawasan PT.Pupuk Kaltim : 2.010 Ha (4,04%)
Areal efektif untuk pembangunan : 1.950 Ha (10,56%)
Sumber : Pemkot Bontang, 2003
Letak kota Bontang tergolong strategis, pada poros jalan Trans-
Kalimantan serta dilalui jalur pelayaran Selat Makassar sehingga menguntungkan
dalam mendukung sarana transportasi. Bontang memegang peranan yang cukup
penting dalam pembangunan Kalimantan Timur maupun nasional. Karena di kota
yang berpenduduk sekitar 110.000 jiwa ini, terdapat dua perusahaan raksasa
internasional yaitu PT Badak NGL di Bontang Selatan dan PT Pupuk Kaltim di
Bontang Utara.
Gambar 1.2 Peta kota Bontang
PT Badak NGL merupakan pabrik penghasil LNG terbesar di Indonesia
dan di dunia, perusahaan ini memiliki 8 process train (A - H) yang mampu
menghasilkan 22,5 Mtpa LNG (juta metrik ton LNG per tahun). Oleh sebab itu
dengan adanya ketersediaan LNG dari PT Badak NGL dan jarak lokasi pabrik
yang tidak terlalu jauh dari sumber bahan baku maka kebutuhan akan bahan baku
butana pada pabrik pembuatan butadiena dapat dipenuhi dengan baik.