bab i

37
BAB I PENDAHULUAN Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK) bila tidak diterapi dengan baik. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab dasar terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barier masuknya mikroba ke telinga tengah menjadi terganggu dan bakteri yang biasanya tidak patogen dapat berkolonisasi dalam telinga tengah akibat adanya sumbatan tuba. Salah satu faktor pencetus terjadinya gangguan fungsi tuba adalah infeksi saluran napas atas. 1,2 Makin sering seseorang, terutama anak-anak, mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya mengalami OMA. Bakteri penyebab OMA yang utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus haemolitikus, Staphyllococcus aureus, dan Pneumococcus. Kadang dapat juga disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Escherichia colli, Streptococcus anhaemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa. 1 1

Upload: egha-bae

Post on 08-Dec-2014

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi

atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif

akut atau otitis media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media

supuratif, yang dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK)

bila tidak diterapi dengan baik. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor

penyebab dasar terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barier masuknya mikroba

ke telinga tengah menjadi terganggu dan bakteri yang biasanya tidak patogen

dapat berkolonisasi dalam telinga tengah akibat adanya sumbatan tuba. Salah satu

faktor pencetus terjadinya gangguan fungsi tuba adalah infeksi saluran napas

atas.1,2 Makin sering seseorang, terutama anak-anak, mengalami infeksi saluran

napas atas, makin besar kemungkinannya mengalami OMA. Bakteri penyebab

OMA yang utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus haemolitikus,

Staphyllococcus aureus, dan Pneumococcus. Kadang dapat juga disebabkan oleh

Haemophilus influenzae, Escherichia colli, Streptococcus anhaemoliticus,

Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa.1

Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas lima stadium,

berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar, yaitu: (1) stadium

oklusi tuba Eustachius, yang ditandai adanya retraksi membran timpani akibat

tekanan negatif dalam telinga tengah; (2) stadium hiperemis, yang ditandai adanya

edema, hiperemia, dan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani; (3)

stadium supurasi, yaitu terbentuknya eksudat yang purulen di dalam telinga

tengah, menyebabkan bulging membran timpani, dan nyeri di telinga bertambah

berat; (4) stadium perforasi, yang terlihat dengan adanya ruptur membran timpani

dan nanah mengalir ke telinga luar; dan (5) stadium resolusi, yaitu bila keadaan

telinga tengah kembali normal dan perforasi membran timpani tertutup. Bila pada

stadium resolusi penyembuhan tidak berjalan dengan baik, maka perforasi bisa

1

Page 2: BAB I

menetap dengan sekret yang mengalir terus atau menghilang, berkembang

menjadi OMSK.1

Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah

satu penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan

dua pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu

episode OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka kejadian OMA

bervariasi di setiap negara.3 Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA

sebelum usia 2 tahun. Insiden penyakit ini akan meningkat pada masyarakat

dengan sosial-ekonomi rendah.4 Di Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada

anak usia nol hingga enam tahun.3 Di Indonesia sendiri belum ada data akurat

yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian OMA. Suheryanto

menyatakan OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik

sehari-hari, di poliklinik THT RSUD dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995

OMA menduduki peringkat dua dari sepuluh besar penyakit terbanyak, sedangkan

di poliklinik THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang pada tahun 1997 OMA

menduduki peringkat kelima.5

Masih besar insidensi dan komplikasi dari penyembuhan yang tidak

sempurna membuat penulis akan menjabarkan mengenai kasus OMA dextra

stadium perforasi yang ditemukan di Poliklinik THT RSUD Palembang BARI.

2

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.

Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu:6

a. Telinga luar

b. Telinga tengah

c. Telinga dalam

Gambar 1. Anatomi telinga.6

2.1.1 Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai

membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang

telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar

dan rangka tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira

2,5 – 3 cm.7

3

Page 4: BAB I

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar

serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada

seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen.7 Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air

serta melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asing berukuran kecil dan

serangga.6

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian

petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas

sebagai berikut:7

Batas luar: membran timpani

Batas depan: tuba Eustachius

Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan

promontorium.

Gambar 2. Telinga tengah.7

4

Page 5: BAB I

Organ telinga tengah terdiri dari:

A. Membran timpani.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut

pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa

(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus

bersilia, seperti epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu

lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit

serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian

dalam.7

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani

disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light)

ke arah bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan,

sementara membran timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah

cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran

timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan

timbulnya refleks cahaya.7

Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis

searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis

itu di umbo, sehingga didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-

belakang, bawah depan, dan bawah belakang.7

Vaskularisasi membran timpani telah dipelajari dengan berbagai cara.

Cabang-cabang dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal,

memberikan suplai darah pada pars flaksida, bagian manubrial dari pars tensa

dan persimpangan antara cincin fibrokartilaginosa dari membran timpani dan

sulkus timpanikum pada tulang temporal.8

Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flaksida dan bagian

manubrial cincin fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel skuamosa,

dekat dengan sel mast dan bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari

rongga timpani yang juga berasal dari arteri karotis eksterna mensuplai daerah

5

Page 6: BAB I

perifer dari pars tensa dengan cabang-cabang kecil, terlokalisasi tepat dibawah

epitel membran timpani. Jika dibandingkan dengan bagian manubrial, pars

tensa memiliki vaskularisasi yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan

sebagian besar dari pars tensa mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel.

Keadaan kurangnya pembuluh darah ini juga menyebabkan imunitas pada pars

tensa ini lebih sedikit dari bagian lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya

perforasi akibat infeksi sering berada pada bagian ini.8

G/ambar 3. Membran timpani.7

B. Rongga timpani.

Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya

merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior

pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia.

Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum.9

C. Tulang pendengaran.

Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga

tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang

maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung

6

Page 7: BAB I

pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada

tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam.9

D. Otot

Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang

pendengaran. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-

getaran berfrekuensi tinggi. Otot tersebut adalah:9

Muskulus tensor timpani. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di

atas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior

kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi

rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam

gagang maleus.

Muskulus stapedius. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang

berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk

berinsersi ke dalam leher stapes.

E. Dua buah tingkap.

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,

memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh

karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian

tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga

keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup

pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan

belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal

sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan rongga

timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.9

F. Tuba auditiva (tuba Eustachius).

Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring,

lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan

biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel

bertingkat, hingga selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat faring.

7

Page 8: BAB I

Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan

udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara

pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.9

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi

Zainul A. Djafaar, dkk (2007) dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan

otitis media sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba

Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Sedangkan otitis media akut atau

otitis media supuratif akut adalah bentuk supuratif dan akut dari otitis media.1

2.2.2 Epidemiologi

Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah

satu penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan

dua pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu

episode OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka kejadian OMA

bervariasi di setiap negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian

otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, latar belakang genetik, status

sosioekonomi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem

respirasi, musim, dan status vaksinasi pneumokokus.3

Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA sebelum usia 2 tahun.

Insiden penyakit ini akan meningkat pada masyarakat dengan sosial-ekonomi

rendah.4 Di Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada anak usia nol hingga enam

tahun.3 Di Indonesia sendiri belum ada data akurat yang ditemukan untuk

menunjukkan angka kejadian OMA. Suheryanto menyatakan OMA merupakan

penyakit yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, di poliklinik THT RSUD

dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995 OMA menduduki peringkat dua dari

sepuluh besar penyakit terbanyak, sedangkan di poliklinik THT RSUD dr.Saiful

Anwar Malang pada tahun 1997 OMA menduduki peringkat kelima.5

2.2.3 Patogenesis

8

Page 9: BAB I

Gangguan tubaEtiologi:Perubahan tekanan udara tiba-tibaAlergiInfeksiSumbatan: sekret, tampon, tumor

sekretHiperemis Efusi

Sembuh/normal

Fungsi tuba tetap tergangguInfeksi (-)

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor dasar penyebab OMA. Karena

sumbatan ini, fungsi tuba dalam pencegahan invasi kuman ke telinga tengah

terganggu sehingga kuman masuk ke telinga tengah dan terjadi infeksi.1

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di

saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya

saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah

putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai

hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan

jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di

telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.1

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga

dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 dB (bisikan halus).

Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran

hingga 45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa

nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat

merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi

otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,

pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.1

9

Page 10: BAB I

Bagan 1. Patogenesis terjadinya otitis media.1

2.2.4 Faktor Risiko dan Etiologi

Faktor pencetus terjadinya otitis media akut yaitu:1

a. Terganggunya faktor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada

mukosa tuba Eustachius.

b. Sumbatan tuba Eustachius.

c. Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA (infeksi saluran

napas akut) maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA.

d. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah

terjadinya OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut),

seperti Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang-

kadang Haemophylus influenza, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan

Pseudomonas aurugenosa ditemukan juga.1

10

Page 11: BAB I

2.2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada

bayi didapatkan suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi), gelisah,

sukar tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga. Bila terjadi

ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun

dan anak tertidur tenang. Pada anak yang sudah dapat berbicara akan

mengeluhkan nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya terdapat riwayat batuk

pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau dewasa mengeluh nyeri di

dalam telinga, rasa penuh di telinga, atau rasa kurang dengar.1

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dibagi menjadi 5

stadium:1

a. Stadium oklusi tuba Eustachius

Terjadi retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif

di telinga tengah akibat absorpsi udara.

kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh

pucat.

efusi tidak dapat dideteksi.

stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena

virus atau alergi.

b. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pelebaran pembuluh darah di membran timpani

membran timpani tampak hiperemis dan edem

Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar

terlihat.

c. Stadium supurasi

Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis

hancur, terbentuk eksudat purulen di kavum timpani

membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar.

Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu,

pertambahan nyeri telinga

11

Page 12: BAB I

Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah

iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa

dan submukosa daerah ini tampak kekuningan dan lebih

lembek akan terjadi ruptur.

d. Stadium perforasi

Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga

luar Anak menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak.

e. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara

perlahan-lahan.

Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau

virulensi kuman rendah.

Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau

hilang timbul OMSK.

Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi

perforasi timbul gejala sisi berupa OM serosa.

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut ini :

1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga

tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda

berikut:

a. Mengembangnya gendang telinga

b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

d. Cairan yang keluar dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan

adanya salah satu diantara tanda berikut :

a. Kemerahan pada gendang telinga

b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

12

Page 13: BAB I

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-

narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya

pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-

gejala ini tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat

didasarkan pada riwayat semata.13

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas

keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan

kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga.13

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic

(alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil

untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).

Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.

Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk

memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan otoskop biasa.13

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis

(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan

pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada

bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah

sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon

pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan

komplikasi.13

2.2.7 Penatalaksanaan

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Seikitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik

tidak mengurangi komplikasi yang terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.

Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, American

Academy of Pediatric (APP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan

yang harus segera diberikan terapi antibiotik. Pilihan observasi selama 48-72 jam

13

Page 14: BAB I

hanya dapat dilakukan pada anak usia 6 bulan-2 tahun dengan gejala ringan saat

pemeriksaan atau diagnosis meragukan pada anak di atas 2 tahun. Analgesia harus

tetap diberikan selama observasi.13

Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoxycilin.

American Academy of Family Physicians (AAFP) menganjurkan pemberian dosis

standar 40mg/kgBB/hari pada anak dengan resiko rendah (umur >2tahun, tidak

dalam perawatan intensif, belum pernah menerima pengobatan antibiotik dalam 3

bulan terakhir). Sedangkan pemberian dosis tinggi 80mg/kgBB/hari diberikan

pada anak dengan resiko tinggi ( umur <2tahun, dalam perwatan, ada riwayat

pemberian antibiotik dalam 3 bulan terakhir serta resisten terhadap pemberian

dosis rendah amoxycilin).13

Setelah pengobatan adekuat, perforasi pada membran timpani dapat

menutup kembali. Sekitar 80% pasien dengan perforasi, didapatkan membran

timpani kembali intak dalam 14 hari setelah terjadinya perforasi. Penyembuhan

membran timpani ini akibat migrasi dari sel-sel epitel membran timpani pada tepi

perforasi. Namun penyembuhan ini tidak disertai pemulihan pada pars tensa

lapisan fibrosa dan kolagen yang berada ditengahnya. Sehingga lapisan

neomembran tersebut cenderung lebih tipis dan lebih rentan terjadi perforasi.13

Terapi pada OMA menurut Djafar (2007) Tergantung pada stadium

penyakitnya:1

Stadium

oklusi

Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah hilang

Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik

(<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12

tahun, dan dewasa)

Obati sumber infeksi

Stadium

presupurasi

Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini

pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat

konsentrasi yang adekuat dalam darah tidak terjadi mastoiditis

terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, maupun

kekambuhan).

Jika alergi pensilin, beri eritromisin.

14

Page 15: BAB I

Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3 dosis

Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari

Obat tetes hidung

Analgetika

Stadium

supurasi

Antibiotika

Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat

menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang

Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran timpani

agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke telinga luar

Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan, trauma

pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi antibiotik yang

adekuat dapat diberikan

Stadium

perforasi

Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang

adekuat

Biasanya dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi dapat

menutup kembali

Jika tidak

terjadi

resolusi

Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih tetap

banyak mungkin terjadi mastoiditis

Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif

subakut.

Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan otitis

media supuratif kronik (OMSK)

15

Page 16: BAB I

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Tn. W

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Abi Kusno RT 27, Kel. Kemang Agung, Kertapati

Tanggal periksa : 10 April 2013

No RM : 397474

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Keluar cairan seperti nanah kental dari telinga

kanan sejak 4 hari yang lalu

Keluhan tambahan : -

Riwayat perjalanan penyakit

Sejak 4 hari yang lalu pasien mengeluh keluar cairan seperti nanah dari telinga

kanan. Saat keluar telinga terasa gatal lalu cairan akan keluar. Sakit padan

telinga kanan disangkal. Riwayat demam diakui sejak 5 hari yang lalu namun

sudah reda sejak kemarin. Riwayat batuk pilek disangkal.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah sakit yang sama saat masih di sekolah dasar. Saat itu dari

telinga kanan baru pasien keluar cairan kuning kental

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama seperti yang

dialami pasien.

16

Page 17: BAB I

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, dan bersin-bersin

saat terkena debu atau dingin.

3.3 Pemeriksaan

Keadaan Umum : Baik

Sensorium : Compos mentis

Vital Sign

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 89x/menit reguler, isi dan tegangan cukup.

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 37°C

17

Page 18: BAB I

sekretHiperemis

sekretHiperemis

Status lokalis

Pemeriksaan telinga

No

.

Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (+)

di sekitar membran timpani,

furunkel (-), edema (-),

otorhea (+), aktif

mukopurulen)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (+),

hiperemi (+), edema (+),

perforasi (+), sentral

postero-superior), cone of

light (-), gambaran pulsasi

(+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

18

Perforasi dgn sekret aktif

Page 19: BAB I

Pemeriksaan Hidung

kanan kiri

Pemeriksaan

HidungHidung kanan Hidung kiri

Hidung LuarBentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas(-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum Nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum NasiBentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Meatus nasi

media

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Konka nasi

inferior

Edema (-), mukosa hiperemi

(+)

Edema (-), mukosa hiperemi

(+)

Pemeriksaan Tenggorok

19

Page 20: BAB I

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris dan

Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

3.4 Diagnosis

Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

3.5 Penatatalaksanaan

Medikamentosa

Antibiotik sistemik :

Amoxicillin tablet 3x500mg selama 7 hari

Analgetik :

Paracetamol tablet 3 x 500mg selama 7 hari

Dekongestan

Tablet pseudoefedrine HCL oral 3 x 15 mg selama 3-4 hari

KIE pasien

Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak

mengorek-ngorek liang telinga.

Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang,

agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.

20

Page 21: BAB I

Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga

kanan ditutup dengan kapas.

Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat

perkembangan peyembuhan pada perforasi membran timpani.

3.6 Prognosis

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam

21

Page 22: BAB I

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis,

tergambar jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis

adanya riwayat demam sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab

terjadinya infeksi pada telinga tengah. Adanya riwayat keluhan yang sama pada

pasien menunjukkan penyakit ini bukan pertama kali dialami oleh pasien. Hasil

anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan

perjalanan penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi tuba, stadium

hiperemis, stadium supurasi dan stadium perforasi saat pasien datang berobat ke

Poliklinik.

Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat

infeksi pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan,

dengan daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani

tampak hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada

membran timpani. Pada membran timpani juga terlihat perforasi pada postero-

superior pars tensa dengan sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi.

Walaupun telah terjadi perforasi pada membran timpani pasien, membran timpani

yang bulging masih tampak. Hal ini disebabkan karena masih banyak terdapat

sekret di dalam telinga tengah dan perforasi sangat kecil sehingga sekret hanya

dapat keluar sedikit demi sedikit, pada titik perforasi juga tampak mukosa yang

edema menonjol keluar dan menutupi perforasi. Dengan keadaan ini, penekanan

membran timpani oleh sekret yang menyebabkan tampakan bulging masih terjadi.

Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang

baru terjadi dengan sekret keluar mulai 4 hari lalu, menunjukkan adanya proses

akut pada telinga. Pasien juga mengaku pernah keluar cairan dari telinga kanan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang perforasi sentral kecil tunggal, tidak

terdapat penipisan pada bagian lain membran timpani.

22

Page 23: BAB I

Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk

mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus

adekuat sehingga infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini

pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Pasien diminta

kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama

penutupan pada perforasi membran timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan

untuk mengurangi sumbatan pada tuba Eustachius, sehingga drainase sekret lebih

lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba kembali normal. Pseudoefedrin HCl

dipilih dalam bentuk tablet oral untuk meringankan sumbatan pada rongga hidung

bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi normal tuba kembali normal.

Sediaan murni pseudoefedrine HCl tidak ada, karena itu digunakan sediaan tablet

yang ada di pasaran, yang dicampur dengan antihistamin H1, digunakan selama 3

hari untuk menghindari efek samping berupa penurunan produksi sekret.

Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat

mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral diberikan

pada pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Antibiotic topikal dapat

diberikan pada pasien setelah dilakukan cuci telinga menggunakan H202 3% agar

hasil dari penggunaan antibiotika topical dapat maksimal.

23

Page 24: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Zainul A. Djaafar, Helmi, dan Ratna D.R. Kelainan Telinga Tengah.

Dalam: Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 65-

69

2. Michael, M. Paparella, George, L.A., dan Samuel C.L. Penyakit Telinga

Tengah dan Mastoid. Dalam: George, L.A., dkk (editor). Boies Buku Ajar

Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC. 1994. hlm 96-97

3. Paola Marchisio, et al. Burden of Acute Otitis Media in Primary Care

Pediatrics in Italy: A Secondary Data Analysis from the Pedianet

Database. BioMed Central Pediatrics. 2012. Diakses dari

http://www.biomedcentral.com/1471-2431/12/185

4. John D. Donaldson. Acute Otitis Media. Medscape Reference. 2013.

Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#a0156

5. Anonim. Otitis Media Akut. Universitas Sumatera Utara. Diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31376/5/Chapter%20I.pdf

6. Van De Graaff. Human Anatomy, 6th edition. New York: The McGraw-

Hill Companies. 2001. pg 516-519

7. Indro Soetirto, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli).

Dalam: Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 10 –

13

8. Hellstorm. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an animal

model. Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology, University

Hospital of Umeå, Sweden. 2012. Diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306

9. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, 6th Ed. New York: The

McGraw−Hill Companies. 2004. chapter 15

24

Page 25: BAB I

10. Lawrence R. Boeis, Jr. Penyakit Telinga Luar. Dalam: George, L.A., dkk

(editor). Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC. 1994. hlm

76-77

11. Sosialisman, Alfian F.H., dan Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam:

Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 57-58

12. Timothy T.K. Jung dan Tae H. Jinn. Disease of External Ear. Dalam:

James B Snow Jr. dan John J. Ballenger. Ballenger’s Otorhinolaryngology

Head and Neck Surgery, 16th ed. Spain: BC Deker Inc. 2003. pg 233-234

13. Subcommittee on Management of Acute Otitis Media, Diagnosis and

Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May

2004, pp.1451-1456.

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics; 113/5/1451

25