bab i

35
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Is Umur : 38 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Pokoh, Dlingo, Bantul Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal periksa : 5 Februari 2013 Diagnosis : FAM dextra No. RM : 48 87 71 B. ANAMNESIS (Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 7 januari di bangsal Bedah dengan melihat rekam medis pasien atas izin dokter yang merawat) 1. Keluhan utama Timbul benjolan di payudara kanan sejak 3 bulan yang lalu 2. Riwayat Penyakit Sekarang

Upload: agus-rudi-kurniawan

Post on 05-Dec-2014

18 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama                          : Ny. Is

Umur                           : 38 tahun

Jenis kelamin              : Perempuan

Alamat                         : Pokoh, Dlingo, Bantul

Pekerjaan                    : Ibu Rumah Tangga

Tanggal periksa          : 5 Februari 2013

Diagnosis                    : FAM dextra

No. RM : 48 87 71

B. ANAMNESIS

(Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 7 januari di bangsal Bedah

dengan melihat rekam medis pasien atas izin dokter yang merawat)

1. Keluhan utama

Timbul benjolan di payudara kanan sejak 3 bulan yang lalu

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan tumbuh benjolan dipayudara kanan sejak 3

bulan yang lalu. Benjolan awalnya kecil namun lama kelamaan dirasakan

semakin membesar. Pasien tidak merasakan sakit / nyeri pada benjolan

tersebut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riyawat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Page 2: BAB I

Riwayat alergi : disangkal

4. Anamnesis Sistem

S.Cerebrospinal : demam (-), kejang (-), sakit kepala (-)

S.Respiratori : sesak (-), batuk (-)

S.Kardiovaskular : pucat (-), mudah lelah (-),biru-biru (-)

S.Gastrointestinal : mual (-), muntah (-),makan/minum (N), BAB (+)N

S.Urogenital : BAK (+) N, perdarahan (-)

S.Muskuloskeletal : nyeri (-)

5. Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal 

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum          :Baik

Kesadaran                   :Compos mentis

Primary Survey         :

A         : Clear, TMD >6.5 cm , M II

B         : Spontan, RR : 18x/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-),

Ronkhi (-/-)

C         : TD = 120/80 mmHg, N = 60x/menit, S1-S2 reguler, bising (-)

D         : compos mentis, E4V5M6, odem –

Kesimpulan Status fisik ASA1

Berat Badan 35 kg

Status Lokalis

• Kepala : CA -/-, SI -/-• Leher : lnn ttb, JVP tidak meningkat• Thorax

– I : simetris, KG (-), retraksi (-)– P : fremitus ka=ki– P : sonor +/+– A : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

• Abdomen– I : supel, flat, DP//DD– A : BU (+) N– P : timpani (+) N– P : nyeri tekan (-)

Page 3: BAB I

• Ekstremitas : dbn

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Thorak Foto : Cor dan Pulmo dalam batas normal

2. EKG : Normal Synus Rytme

3. EEG : Tidak dilakukan

4. Laboratorium : dalam batas normal

Hb : 10,6 gr% Al : 5,1 ribu/ul

AE : 4,61 juta/ul AT : 223 ribu/ul

HMT : 32,8% E/B/B/S/L/M : 2/1/2/60/30/5 (%)

PPT : 14 detik APTT : 35 detik

C. PTT : 14,2 detik C. APTT : 32,2 detik

SGOT : 24 SGPT : 12

GDS : 104 gr/dl Ureum : 20 mg/dl

Kreatinin : 0.60 mg/dl Natrium : 138,0 mmol/l

Kalium : 3,69 mmol/l Clorida : 107,1 mmol/l

HbSAg : negatif Gol.Darah : O

E. DIAGNOSIS KERJA

Fibro Adenoma Mammae Kanan dengan status Fisik ASA I

Rencana General Anesetesi

F. PENATALAKSANAAN

1. Persiapan Operasi

- Lengkapi Informed Consent Anestesi

- Puasa 8 jam sebelum operasi

- Tidak menggunakan perhiasan/kosmetik

- Tidak menggunakan gigi palsu

- Memakai baju khusus kamar bedah

Page 4: BAB I

2. Premedikasi : Midazolam 2 mg, Fentanyl 50μg

3. Diagnosis Pra Bedah : Fam Dextra

4. Diagnosis pasca Bedah : Post Eksisi FAM Kanan

5. Jenis Anestesi : General Anestesi

6. Teknik : Semi Closed, napas spontan assist, LMA

no.3

7. Induksi : Propofol 70 mg

8. Pemeliharaan : 02, N2O, Halotene

9. Obat-obat : Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg

10. Jenis Cairan : Ringer laktat

11. Kebutuhan cairan selama Operasi

MO Dewasa (18 tahun) =BB x 2ml = 35 kgx2 ml = 70 ml

PP lama puasa ,8Jam =lama puasa x MO= 8 x 70 ml= 560 ml

SO ringan 4 ml/kgBB = 35 kg x 4 ml = 140 ml

Keb. Cairan jam I = 0,5 PP +MO +SO= 280 +70+140= 490 ml

Keb. Cairan jam II/III =0,25 PP +MO +SO= 140+70+140= 350 ml

EBV Dewasa Perempuan 65 ml/kgBB= 35 kgx65ml=2275 ml

ABL =20%EBV= 455 ml

12. Instruksi Pasca Bedah

Posisi : Head up dengan 2 bantal

Infus : Ringer laktat 20 tpm

Antibiotik : Sesuai dr. Operator

Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV mulai pk 17..00

Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam IV mulai pk 17.00

Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU

- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-),

beri makan minum perlahan / bertahap.

- Bed rest 24 jam post op.

13. Lama Operasi : 30 menit

Page 5: BAB I

14. Maintanence Anestesi

B1 (Breathing) : Suara nafas vesikuler, nafas terkontrol,

B2 (Bleeding) :Perdarahan + 75 cc

B3 (Brain) : Pupil Isokor

B4 (Bladder) :Tidak terpasang kateter

B5 (Bowel) : BU (-)

B6 (Bone) : Intak

15. Monitoring pasca Operasi

Skor Lockharte/Aldrete Pasien

Jam I (per 15’) Jam II Jam III Jam IVAktivitas 2 2Respirasi 2 2Sirkulasi 2 2Kesadaran 2 2Warna kulit 2 2Skor total 10 10

Page 6: BAB I

BAB II

DASAR TEORI

A. Fibroadenoma Mammae

Definisi

Fibroadenoma mammae adalah suatu neoplasma jinak yang berbatas tegas, padat,

berkapsul. Merupakan lesi payudara paling umum pada wanita berusia dibawah

25 tahun, sebagian besar (80%) bersifat tunggal. Biasanya bentuk neoplasma ini

tampil sebagai massa payudara yang bersifat mobile, tidak nyeri, kenyal seperti

karet berukuran 1-4cm.

Benjolan dapat dipengaruhi oleh hormon dan dapat berfluktuasi dalam diameter

yaitu ± 1 cm dibawah pengaruh estrogen pada saat menstruasi normal, kehamilan,

laktasi atau penggunaan kontrasepsi oral. Pertumbuhan dapat jelas terlihat selama

kehamilan atau laktasi. Terapi FAM dengan cara biopsi eksisi dan jarang regresi

involusional. Penampilan makroskopik berbeda dari tumor payudara lainnya, pada

FAM tepi benjolan tajam dan permukaan potongannya putih keabu-abuan sampai

merah muda dan homogen. Secara histologi ada susunan lobus perikanalikuler

yang mengandung stroma padat dan epitel proliferatif. Varian FAM bisa

memperlihatkan proliferasi epitel yang jelas dari kelenjar dan epitel sekresi.

Penyebab

FAM merupakan penyakit payudara tersering kedua yang menyebabkan benjolan

di payudara. Muncul paling sering pada usia antara 20-35 tahun, fibroadenoma

mammae jarang terdapat pada pada wanita setelah menopause. Lesi-lesi ini dapat

tumbuh lambat selama kehamilan.

Gejala

Fibroadenoma mammae biasanya tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara

kebetulan. Pada 10-15% kasus, fibroadenoma mammae bersifat majemuk.

Benjolannya bersifat keras, kenyal, dan tidak nyeri tekan, bulat, berbatas tegas dan

Page 7: BAB I

pada palpasi terkesan mobile. Pemikiran kita yang pertama, adalah untuk

membedakan fibroadenoma dengan kanker. Diperlukan eksisi tumor, atau

memastikan diagnosa dengan aspirasi jarum halus. Resiko utama adalah, bila

fibroadenoma yang tidak tereksisi bertumbuh dan menimbulkan nyeri, khususnya

selama kehamilan. Umumnya tidak ditemukan adanya kanker yang tumbuh

menginvasi fibroadenoma, dan pula sangat jarang (satu per seribu) untuk

menemukan kanker yang berasal dari jaringan fibroid (sebagian besar karena

kanker in situ). Karena resiko kanker meningkat menjadi 1 dalam 30,

kemungkinan adanya kanker pada fibroadenoma menjadi lebihsedikit, dari pada

tidak adanya fibroadenoma.

Penegakan Diagnosis

Fibroadenoma dapat didiagnosis dengan tiga cara, yaitu dengan

pemeriksaan fisik, dengan mammography atau USG, dengan Fine Needle

Aspiration Cytology (FNAC).

Pada pemeriksaan fisik diperiksa benjolan yang ada dengan inspeksi pada

saat berbaring, duduk, dan membungkuk apakah terlihat benjolan, kerutan pada

kulit payudara (peau d’orange), dan dengan palpasi pada daerah tersebut, dari

palpasi itu dapat diketahui ukurannya, jumlahnya, apakah mobil atau tidak, kenyal

atau keras, bernodul atau tidak, dan mengeluarkan cairan dari putting susu atau

tidak.

Mammography digunakan untuk membantu diagnosis, mammography

sangat berguna untuk mendiagnosis wanita dengan usia tua sekitar 60 atau 70

tahun, sedangkan pada wanita usia muda tidak digunakan mammography, sebagai

gantinya digunakan USG, hal ini karena fibroadenoma pada wanita muda tebal,

sehingga tidak terlihat dengan baik bila menggunakan mammography.

Mammography merupakan suatu teknik pemeriksaan soft tissue. Adanya

proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda

primer yaitu jaringan berfibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata

Page 8: BAB I

ukuran VE dan rontgenologik dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda-tanda sekunder

berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi

palpila dan areola adanya bridge of tumor, keadaan daerah dan jaringan

fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang mammae

dan adanya metastis ke kelenjar. Mammografi ini dapat mendeteksi tumor-tumor

yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan

screening. Hanya saja untuk skrining masal cara ini adalah cara yang mahal dan

dianjurkan digunakan secara selektif saja misalnya pada wanita dengan adanya

faktor resiko. Ketetapan 83-95%, tergantung dari teknis dan ahli radiologinya.

Dengan pemeriksaan USG hanya dapat dibedakan lesi solid dan kistik

pemeriksaan lain dapat berupa: termografi, xerografi. Dilakukan untuk mencari

jauhnya ekstensi tumor atau mencari metastasis jauh. Pemeriksaan ini umumnya

hanya dilakukan apabila diperlukan (atas indikasi) pemeriksaan laboratorium

untuk melihat toleransi penderita, juga dapat melihat kemungkinan adanya

metastasis misalnya alkali fosfatase.

Pada FNAC kita akan mengambil sel dari fibroadenoma dengan

menggunakan penghisap berupa sebuah jarum yang dimasukkan pada suntikan.

Dari alat tersebut kita dapat memperoleh sel yang terdapat pada fibroadenoma,

lalu hasil pengambilan tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi (PA)

untuk diperiksa di bawah mikroskop apakah terdapat sel-sel ganas atau tidak.

Dibawah mikroskop tumor tersebut tampak seperti berikut :

a.       Tampak jaringan tumor yang berasal dari mesenkim (jaringan ikat fibrosa) dan

berasal dari epitel (epitel kelenjar) yang berbentuk lobus-lobus

b.      Lobuli terdiri atas jaringan ikat kolagen dan saluran kelenjar yang berbentuk bulat

(perikanalikuler) atau bercabang (intrakanalikuler)

c.       Saluran tersebut dibatasi sel-sel yang berbentuk kuboid atau kolumnar pendek

uniform

Page 9: BAB I

Penatalaksanaan

Terapi fibroadenoma mammae adalah eksisi dengan anastesi lokal. Bila

penderita muda dengan lesi kecil, diagnosa dapat ditegakkan dengan aspirasi

jarum halus, bila penderita tidak menginginkan biopsi dengan eksisi. (samapai

kini belum ada publikasi ilmiah tentang penyelidikan terhadap fibroadenoma,

yang tetap dibiarkan tanpa tindakan, hal ini harus diberitahukan kepada penderita

yang menolak pembedahan). Fibroadenoma yang lebih besar (lebih dari 2 cm)

harus diangkat, karena dapat menyebabkan nyeri, dan dapat bertumbuh terus.

Prognosis dari fibroadenoma mammae adalah baik, bila diangkat dengan

sempurna, tetapi bila masih tertapat jaringan sisa pada saat operasi dapat kambuh

kembali.

B. Tata Laksana Anestesi dan Terapi Intensif pada Tindakan Operasi FAM

1. Batasan

Tindakan anestesi yang dilakukan pada operasi FAM.

2. Masalah anestesi dan terapi intensif

Perdarahan luka operasi

3. Penatalaksanaan Anestesi dan terapi intensif

Penilaian status pasien

Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang

lain sesuai dengan indikasi

4. Persiapan Pra Operatif

Persiapan rutin

5. Premedikasi

Diberikan secara intravena 30 – 45 menit pra induksi dengan obat-obat

sebagai berikut:

Midazolam : 0,05 – 0,10 mg/kgBB

Fentanyl : 1-3 µg/kgBB

6. Pilihan Anestesi

Page 10: BAB I

Laringeal Mask Airway anestesia dengan profofol 2-2,5 mg/kgBB

7. Terapi Cairan dan Tranfusi

Diberikan cairan pengganti perdarahan apabila perdarahan yang terjadi <

20 % dari perkiraan volume darah dan apabila > 20% maka berikan

tranfusi darah.

8. Pemulihan Anestesi

o Segera setelah operasi, hentikan aliran obat anesthesia, berikan oksigen

100%

o Bersihkan jalan nafas

o Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta

jalan nafas sudah bersih

9. Pasca bedah/anestesi

o Dirawat diruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anestesi

o Perhatian khusus pada periode ini adalah ancaman depresi nafas akibat

nyeri dan kompresi luka operasi

o Pasien dikirim kembali keruangan setelah memenuhi kriteria

pengeluaran

C. LMA

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung

jawab dokter anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan

nafas yang adekuat untuk pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk

mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi

secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah

sekeliling pintu masuk laring.

Desain dan Fungsi

Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain

untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk

Page 11: BAB I

ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (<

15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus,

infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.

Gambar 1. Berbagai macam ukuran LMA

Dibawah ini tabel dengan berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang

berbeda yang tersedia untuk pasien-pasien ukuran berbeda

Tabel Berbagai ukuran LMA

Page 12: BAB I

Macam-macam LMA

1. Clasic LMA

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang

dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk

ventilasi facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan

penting dalam penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan

tepat maka tip LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di

fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah.

Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif dengan

inflasi yang minimal dari lambung.

2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )

LMA Fastrach terdiri dari suatu tube stainless steel yang melengkung

(diameter internal 13 mm) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm,

handle, cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara

LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang

pengangkat epiglottic.

Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang

khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway

tube-nya kaku, lebih pendek dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA.

Page 13: BAB I

Ujung proximal ILMA terdapat metal handle yang berfungsi membantu

insersi dan membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi

alat ini. Di ujung mask terdapat ”pengangkat epiglotis”, yang merupakan

batang semi rigid yang menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi

dengan posisi kepala dan leher yang netral.

Ukuran ILMA : 3 – 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang

dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 – 8,0 mm

internal diameter.

ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus

bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi

pada ILMA bersifat ”blind intubation technique”. Setelah intubasi

direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri tenggorok dan suara serak

biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA

dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting dalam managemen

kesulitan intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera

tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai selama resusitasi

cardiopulmonal.

Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi

konvensional dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi

ILMA dari belakang, depan atau dari samping pasien dan dengan posisi pasien

supine, lateral atau bahkan prone, yang berarti bahwa ILMA merupakan jalan

nafas yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan pasien yang terjebak.

ILMA merupakan alat yang mahal dengan harga kira-kira 500 dollar America

dan dapat digunakan sampai 40 kali.

3. LMA Proseal

LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan

lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan

positif. Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang

berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal

terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal,

Page 14: BAB I

dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus

atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi lambung.

PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai “mangkuk” yang lebih

lunak dan lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage

tube yang melintas dari ujung mask, melewati “mangkuk” untuk berjalan

paralel dengan airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak

dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan “mangkuk” berada

diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara fungsi

terpisah.

PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit

dapat melalui suatu jalur rel melalui suatu bougie yang dimasukkan

kedalam esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi paling berhasil dengan

misplacement yang kecil.

Terdapat suatu teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung

gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya kebocoran

gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari

regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada

ketepatan posisi alat tersebut.

Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan

jalan nafas, ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan

inflasi yang tinggi dan mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru, Proseal

LMA telah dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang

lebih besar dan tube drain yang memungkinkan insersi gastric tube. Versi ini

sering lebih sulit untuk insersinya dan pabrik merekomendasikan dengan

bantuan introduser kaku.

4. Flexible LMA

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube

terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat

yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa

menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher,

maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap

Page 15: BAB I

laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan

untuk pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy.

Airway tube fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan

resistensi tube dan work of breathing. Ukuran fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA

dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway tube. Mask dapat ber

rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang.

D. TEHNIK ANESTESI LMA

Indikasi :

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk

airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika

pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang

tidak diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak

sadarkan diri.

Kontraindikasi :

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan

pada emergency adalah pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena

seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami

kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan

lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O

untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka

waktu lama.

d. pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat

memicu terjadinya laryngospasme.

Efek Samping :

Page 16: BAB I

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan

insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek

samping yang utama adalah aspirasi.

Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih

besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk

keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam

sering membuat posisi mask yang tidak sempurna.

Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan

mandibula yang relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw thrust.

Tetapi, insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot.

Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan

pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex

proteksi yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan

trauma yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika

manuver jaw thrust tidak dilakukan.

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat

menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk

atau terjadinya gerakan.

Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding

pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi.

Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan

menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis

jantung.

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi

thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau

dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk

memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset

cepat ( seperti fentanyl atau alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi

Page 17: BAB I

dibawah anestesi topikal.

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy ( Sniffing

Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten

selama dilakukan insersi. Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan

permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum

dilakukan insersi.

Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih

menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini

akan menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa

pharing.

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu

tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain

memegang cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan

dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang

leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan

mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya

makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang

palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari

jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama insersi, ujungnya telah mencapai

cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya sudah berada

pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang

lembut untuk meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi.

Gambar Insersi LMA

Page 18: BAB I

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan.

Lima tes sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut.

Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari

pembuat LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk

dicatat bahwa volume yang direkomendasikan adalah volume yang

maksimum.Biasanya tidak lebih dari setengah volume ini yang dibutuhkan.

Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan

nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang

berlebihan akan meningkatkan resiko komplikasi pharyngolaryngeal,

termasuk cedera syaraf (glossopharyngeal, hypoglossal, lingual dan

laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas.

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat

Page 19: BAB I

perbedaan kecil terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan

pada tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas. N2O jika digunakan akan

berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff sama dengan

tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan

cuff yang berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada

pilot ballon.

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging

dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat

bertekanan rendah sekitar laryng dan tekanan jalan nafas diatas sekat ini

akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan

lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa

adanya suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat

terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi

ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran yang

besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka

cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang.

cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya

migrasi keluar. Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat

sirkuit tadi tidak menarik cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran.

Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek dengan

capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada posisi

yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat menurun

pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring

dan penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi

dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi,

resiko regurgitasi faring rendah.

Maintenance ( Pemeliharaan )

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang

lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan

Page 20: BAB I

nafas dan akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik

lewat tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah

sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan

compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum

sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas

yang bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran

dapat terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung

reservoir sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang

tepat harus digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-

kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana

untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah

dilakukan, sambungkan kembali kea sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan

nafas

Tehnik Extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun

dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan

nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara

umum tidak diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan

komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka

mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada

saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat

cLMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa kajian

menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat

sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik dalam kondisi

masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia.

Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya

laryngospasme

Komplikasi Pemakaian LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena

Page 21: BAB I

regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA

pada pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien

yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks

gastro-esofageal dan pada pasien obese.

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %.

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas

yang lebih kecil dibandingkan dengan ET . Namun clasic LMA

mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah

(rata-rata 18 – 20 cmH2O), sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada

paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas

akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung.

Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus

regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya

stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi pembiusan.

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama

ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan

50 % dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan

mengurangi kebocoran dari jalan nafas. Sebagai tambahan drain tube pada

ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi rute

untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

Page 22: BAB I

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis FAM pada pasien ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pada

palpasi tidak ditemukan nyeri tekan.

Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (pasien keadaan sehat

normal(tidak ada kelainan organ /gangguan fisiologi, biokimia dan psikiatri). Teknik general

anestesi inhalasi pada pasien ini dilakukan atas pertimbangan lama waktu operasi yang relatif

lama, yaitu sekitar 1 jam.

Persiapan sebelum operasi pasien dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi untuk

mencegah terjadinya aspirasi.

Pada pasien (BB 35 kg) ini diberikan premedikasi berupa midazolam 2 mg (0,05-0,1

mg/kgBB) intravena dan fentanil 50 mcg. Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian

propofol 70 mg (2 – 2,5 mg/kgBB) (intravena), setelah refleks bulu mata menghilang segera

dilakukan pemasangan LMA no.3. Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan

N2O 50%, O2 50%, dan Sevoflurane 2 vol % dengan cara inhalasi dengan mesin anestesia.

Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi

mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat bekerja dengan

aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien

lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan

intravena RL. Pada saat dilakukannya operasi diberikan injeksi ketorolac 30mg intravena

sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan anestesi selesai, serta diberikan

injeksi ondansetron 4 mg sebagai pencegahan terjadinya PONV. Setelah operasi selesai,

dilakukan tindakan suction dan reoksigenasi menggunakan face mask dengan Oksigen 2-3

liter/menit.

Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor Aldrete. Bila

pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

Pada kasus ini Aldrete Score-nya sebesar 10 dengan rincian yaitu aktivitas 2 ( dapat

menggerakan 4 extrimitas setelah diperintah), respirasi 2 (dapat bernafas dalam dan batuk),

sirkulasi 2 (perubahan tekanan darah < 20 mmHg dari tekanan darah preoperasi), kesadaran

2 (dapat dibangunkan dan membuka mata), saturasi oksigen 2 (saturasi oksigen 99-100%

diudara kamar). Setelah dinilai Aldrete skornya dan nilainya > 8, pasien dipindahkan ke

bangsal.

Page 23: BAB I
Page 24: BAB I

PRESENTASI KASUS

Anestesi Umum menggunakan LMA Untuk Tindakan Eksisi pada kasus FAM Dextra

Dengan Status ASA I

Diajukan Kepada :

dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An

Disusun Oleh :

Agus Rudi Kurniawan

2007.031.0017

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PROGRAM PENDDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012