bab i

69
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui mulut mereka. Meskipun begitu, rongga mulut juga memiliki sistem imunitas. Sistem imunitas rongga mulut salah satunya dipengaruhi oleh membran mukosa. Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas 1

Upload: kumihos-my-name

Post on 05-Dec-2014

164 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan

bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya

penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang

meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila

respon penjamu terganggu.

Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah

dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinya

infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang

tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui mulut mereka.

Meskipun begitu, rongga mulut juga memiliki sistem imunitas. Sistem imunitas

rongga mulut salah satunya dipengaruhi oleh membran mukosa. Sistem imunitas

mukosa  merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan berlawanan

sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih

bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan

langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen

yang terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam

jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigen-

antigen tersebut  sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada

mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-

enzim mukosa.

Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai

barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada

deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat

keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi mikrobial.

1

Page 2: BAB I

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari laporan tutorial dengan skenario bertema “Mekanisme

Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut”, yaitu:

1. Bagaimana mekanisme dan struktur sistem imun mukosa rongga mulut

secara fisiologis?

2. Bagaimana mekanisme sistem imun spesifik dan non spesifik?

3. Apa saja komponen sistem imun mukosa rongga mulut?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan tutorial dengan skenario bertema “Mekanisme

Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut”, yaitu:

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami mekanisme

dan struktur sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis.

2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami mekanisme

sistem imun spesifik dan non spesifik.

3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami komponen

sistem imun mukosa rongga mulut.

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan tutorial dengan skenario bertema

“Mekanisme Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut”, yaitu:

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mekanisme dan struktur

sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis.

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mekanisme sistem imun

spesifik dan non spesifik.

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komponen sistem imun

mukosa rongga mulut.

2

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme dan Struktur Sistem Imun Mukosa Secara Fisiologi

2.1.1 Mekanisme Tahapan Adaptif Imunitas Secara Fisiologis

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan

rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan

Penyusun Kekebalan Humoral dan Seluler.

Bakteri yang masuk kemudian merangsang sel mast (residen leukosit )

yang di jaringan untuk mengirimkan signaling endothelium kemudian

terjadilah vasodilatasi pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan

kemoktin. Sel-sel PMN kemudian melekat pada dinding pembuluh darah

(Marginasi) sehingga dapat keluar untuk menghancurkan bakteri yang

masuk.Adanya pergerakan leukosit disebabkan karena adanya rangsangn

kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena

adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel

mast.

Imunologi Rongga Mulut Tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan

mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Keadaan

struktur mukosa rongga mulut akan dapat rusak apabila system pertahanan

mulut terganggu.

Terdapat dua tahapan dalam mekanisme system imun yakni

mekanisme pengenalan dan mekanisme penghancuran.

3

Page 4: BAB I

Mekanisme Pengenalan

1. Antigen Ekstra Sel Akan Diendositosis Dalam Vesikel

Selanjuntnya Berikatan Dengan Molekul Mhc Class Ii Sehingga

Dapat Dikenali Oleh Cd 4 T Helper Limfosit

2. Antigen Citolitic Akan Masuk Sitosol Berikatan Dengan

Proteasome Selanjutnya Di Er Berikatan Dengan Molekul Mhc

Class I Sehingga Dapat Dikenali Oleh Cd 8 T Helper Limfosit.

Reaksi yang terjadi berakibat pada terjadinya baktivasi Limfosit.

Aktifasi limfosit

mhc class ii + cd4 t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga terjadi

proliferasi dan deferensiasi membentuk humoral respon

Mhc class i+cd8 thelper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi proliferasi

deferensiasi membentuk seluler respon

Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya

rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast.

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga

mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan

penyusun kekebalan humoral dan seluler.

Eliminasi antigen

Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap antigen yang

sama sehingga saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang lebih tinggi

Secara normal tubuh mampu mengenali antigen sendiri sehingga tidak terjadi

mekanisme imunologis. Hal ini disebut toleransi. Kegagalan pengenalan

terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit autoimmune

4

Page 5: BAB I

2.1.2 Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan

rongga mulut

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga

mulutadalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen

kekebalan humoral dan selular.

Selaput mukosa

Keratin merupakan salah satu pertahanan yang diperhitungkan,

tetapi bibir, pipi, dasar mulut, dan langit-langit lunak tidak dilapisi

keratin.Pada lapisan granular, selaput yang membungkus granular

dilepaskkan ke rongga mulut dan ini berkaitan dengan pembentukan

penangkal terhadap zat seperti antigen, kemingkinan antibodi menurunkan

penetrasi melalui mukosa dengan membentuk komplek imun.Selaput

basal merupakan penangkal yang lain terhadap bahan-bahan berbahaya.

pada lamina propria mukosa yang berbatasan dengan selaput basal terdapat

beberapa sel limfoid yang akan mengahadapi bahan-bahan lain yang dapat

melewati keempat lapisan penangkal

Lapisan epitel mukosa terdiri dari sel-sel epitel yang termodifikasi

yang disebut FAE (Follicle Associated Epithelial Cell).Sel tersebut

mampu mentransport makromolekul dari lumen jaringan dibawahnya.FAE

sangat penting dalam menentukan efektifitas respon imun mukosa.

Saliva

Komponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA

sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan

akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir

dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen

Crevicular Gingival Fluid

Komponen darah humoral seluler dapat mencapai permukaan gigi dan

epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan menembus epitel

perlekatan gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam

5

Page 6: BAB I

pengertian hubungan biologi antara komponen vaskular dan struktur

periodontal.( Izzata, 2007 )

2.1.3 Sistem Imunitas Rongga Mulut

Menurut Roeslan (2002), sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh :

a. Membran mukosa.

Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai

barier mekanik terhadap infeksi.Mekanisme proteksinya tergantung pada

deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat

keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi microbial.

b. Nodus Limfatik

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra

oral dan agregasi limfoid intra oral.Kapiler limfatik yang terdapat pada

permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang

berasal dari ginggiva dan pulpa gigi.Kapiler ini bersatu membentuk

pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik

yangberasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya.

Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel.

c. Saliva

Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya

memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam

keadaan fisiologis.Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis,

submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah

mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan

mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah

dan berbicara.

d. Celah Ginggiva

Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari

daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG

6

Page 7: BAB I

merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi.

( Ruslan, 2002 )

2.2 Sistem Imun Spesifik

Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh

kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang

ketiga. Ciri-cirinya: Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke dalam

tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis

benda asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya,

Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ), Perlambatan,

waktu antara eksposur dan respon maksimal.

Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam

jaringan submukosa, gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan

kelenjar getah bening ekstra oral.

1. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa

Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar

tepat dibawah epitel mulut, didaerah palatum lunak, dasar mulut,

permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi dan di bibir.

Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil.

2. Jaringan Limfoid Gingival

Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel

terutama sel-sel limfosit yang dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel

plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku gingival sehat akan

meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam

proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang

spesifik.Bagaimanapun juga kebanyakan sel-sel ini memproduksi zat-zat

immunoglobulin non-reaktif.Makrofag hadir dalam gingiva, disamping

memproses antigen juga ikut membantu penghancuran plak gigi.Reaksi

7

Page 8: BAB I

timbal balik antara merusak dan melindungi berlangsung jelas dalam

limfoid gingiva.

3. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral

Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva

dasar mulut, palatum, bibir, dan pipi seperti juga dari gingival dan

pulpa.Semuanya bergabung membentuk saluran yang lebih besar yang

bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih

dalam pada otot lidah.Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju

kelenjar getah bening submental, submaksilaris, dan servikal.Tiap antigen

yang berhasil masuk disebarkan langsung melalui getah bening ini ataupun

melalui sel-sel fagosit.Lalu diteruskan ke kelenjarnya untuk dibangkitkan

tanggap kebalnya.

Gambaran khas dari kelenjar ini ialah adanya sel-sel dendritik yang

berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen.Demikian juga tonsil

faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi

tempat berlangsungnya sekresi antibody local. Tanggap kebal yang

ditunjukan, dapat berbeda sesuai dengan antigen dan

prosentasinya .tanggap kebal seluler menyebabkan pembesaran daerah

parakortikal yang mengemban sel T. sedangkan tanggap kebal humoral

melibatkan bagian korteks yang didominasi oleh sel B. bagaimanapun juga

sel-sel plasma yang memproduksi antibody sebagian besar terdapat

didalam medula.

4. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah

Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar

baik yang besar ataupun kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok

dibawah mukosa mulut.Kebanyakan sel plasma memproduksi IgA dan

beberapa diantaranya IgG dan IgM.Tampak bawah kebanyakan IgA dalam

saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang

bersangkutan dalam bentuk dimerik.

8

Page 9: BAB I

5. Sel-Sel Langerhans

Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini

yang tersebar di atas selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik

yang besar kemampuan kerja seperti makrofag, memiliki reseptor Fe dan

C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen transplantasi yang

dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen

HLA-D. (Gunarso W : 1988)

Sistem imun spesifikmerupakan suatu sistem yang dapat mengenali suatu

substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan

respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut.Sistem imun spesifik

disebut juga dengan sistem imun yang didapat (adaptive immunity). Sel-sel imun

yang berperan dalam respon imun spesifik adalah sel limfosit B dan sel limfosit

T. Substansi yang dapat merangsang terjadinya respon imun spesifik disebut

antigen. Sistem imun merupakan reaksi hospes terhadap benda asing dengan tiga

kekhasan yaitu spesifik, heterogen,memori.

Spesifitas

Respon imun dengan kepekaan yang tinggi akan bereaksi dengan benda

yang sama yang telah memberi respon sebelumnya dan dapat

membedakannya sehingga akan mendiferensiasi antigen yang berasal dari

spesies, individual dan organ yang berbeda.

Heterogenitas

Respon berbagai sel dan produk sel terhadap benda asing akan

menghasilkan produk populasi sel yang heterogen (misal antibodi).

Memori

Mempercepat dan memperbesar respon spesifik dengan proliferasi dan

diferensiasi sel yang telah disensitisasi pada respon sebelumnya.

9

Page 10: BAB I

Limfosit B

Limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma apabila ada

rangsangan dari antigen dan akan membentuk antibody. Limfosit B

merupakan respon imun humoral

Limfosit T

Limfosit T terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah ke kelenjar

timus , mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar timus

limfosit T belajar membedakan bahan asing (non self) dengan bahan

bukan asing (self). Limfosit T dewasa akan meninggalkan kelenjar timus

menuju kelenjar getah bening (sebagai bagian pengawasan sistem imun

tubuh). Limfosit T merupakan respon imun seluler

Antigen ( Ag)

Antigen juga seringkali disebutimunogen . Antigen terdiri dari : protein

dan polisakarida. (Baratawidjaya : 2000)

Antibodi merupakan protein yang diproduksi di dalam tubuh sebagai

respon terhadap masuknya Ag, dapat mengenali dan mengikat Ag secara spesifik.

Ada 5 klasifikasi antibodi , antara lain :

Imunoglobulin A (IgA).

Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva,

keringat, air mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebgainya. Yang

aktiv adalah bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak

aktif.Jaringan yang mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang

bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA

masuk kedalam lumen. Fungsi dari IgA ini ialah:

Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa

Tidak efektif dlam mengikat komplemen

Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada

dalam cairan sekretori yang mengandung IgA

Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif

10

Page 11: BAB I

Imunoglobulin D (IgD)

Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum.IgD adalah penenda

permukaan pada sel B yang matang.IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh

sel B normal.Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit

dari RNA.

Imunoglobulin E (IgE)

Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan

dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan

eosinpphil.IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut.Dengan adanya

antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi silang

untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen lainnya

sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis.IgE sangat berguna untuk

melawan parasit.

Imunoglobulin M (IgM)

Imunoglobulin m ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM

mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan

lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus.Peningkatan

jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atai adanya antigen

(imunisasi/vaksinasi).IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan

merupakan isohem- aglutinin alamiah.IgM sngat efisien dalam mengaktifkan

komplemen.IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan setelah

imunisasi dengan T-dependent antigen.

Imunoglobulin G (IgG)

Imunoglobulin G adalah divalen antigen.Antibodi ini adalah

imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang

belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal.Ia mempunyai waktu paroh

biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas yang baik (sebagai serum

transfer). Ia dapat mengaglutinasi antigen yang tidak larut. IgG adalah satu-

satunya imunoglobulin yang dapat melewati plasenta. Kemampuannya

melewati plasenta untuk setiap jenis hewan berturut-turut adalah:

Rodentia>primata>anjing/kucing> manusia=babi=kuda. IgG adalah opsonin

11

Page 12: BAB I

yang baik sebagai pagosit pada ikatan IgG reseptor. Imunoglobulin ini

merangsang “antigen-dependen cel-mediated cytotoxicity” (ADCC)-IgG Fab

untuk mengikat target sel, “Natural Killer”(NK) Fc-reseptor, mengikat Ig Fc,

dan sel NK membebaskan citotoksik pada sel target. IgFc juga mengaktifkan

komplemen, menetralkan toksin, imobilisasi bakteri dan menghambat

serangan virus.

2.3 Sistem Imun Non Spesifik

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada

organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan

mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi

berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi

tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-

zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan

jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun pada manusia terdiri

dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik.

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate

immunity), sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat

(acquired).Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam

hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon

imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah

dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas

dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu

komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun.

Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga

menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung

terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk

mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya.

12

Page 13: BAB I

Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan

diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan

bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini

leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting,

khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit.Supaya dapat terjadi

fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel

bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada

permukaan fagosit.

Komponen Imunitas Non Spesifik :

Barrier epitel

Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat

menekan atau membunuh mikroorganisme.

sel natural killer (NK)

Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap

mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan

memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel ini

tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat

mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba 

system komplemen

melibatkan kurang lebih 20 serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media

terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi

mikoroorganisme yang menginvasi.

Sitokin pada imunitas non spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya

mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non

spesifik.Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble protein), yang

berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel

lainnya.

13

Page 14: BAB I

Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik

Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen

pada pertahanan melawan infeksi.Mannose-binding lectin (MBL) di plasma

bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan

mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau

mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin.

Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik

Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap

imunitas non spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu.Beberapa bakteri

intraselular tidak dapat didestruksi di dalam fagosit.Lysteria monocytogenes

menghasilkan suatu protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan

masuk ke sitoplasma sel fagosit ( Geo, 2005 ).

2.4 Komponen Sistem Imun Mukosa

Mulut dihuni oleh berbagai jasad renik sejak lahir, walaupun jasad renik

tersebut kebanyakan bersifat komensial, tetapi dapat menjadi patogen apabila

respon hospes berubah.Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam sistem

pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival,

dan komponen kekebalan humoral dan selular.

Immunoglobulin A (IgA) merupakan major immunoglobulin isotype

(antibodi) yang disekresi di permukaan mukosa, selain itu ada juga antibodi

immunoglobulin M (IgM) dan IgG.Bagian dari pertahanan humoral yang non

spesifik adalah mucus.IgA merupakan pertahanan yang pertama secara imunologi

pada permukaan mukosa.Jika antigen menginvasi barier pertama, lapisan epitel

merupakan pertahanan yang kedua. (Barid, Izzata, dkk, 2007)

Sistem Imun Spesifik Humoral

14

Page 15: BAB I

Dalam sistem ini yang berperan adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal

dari sel asal multiprotein.Pada unggas, sel asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel

B, di dalam organ yang disebut bursa fabrisius yang letaknya dekat kloaka. Bila

sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan berproliferasi dan

berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang

dilepas dapat ditemukan di dalam serum.Fungsi utama antibodi ialah

mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus, dan menetralisasi toksin.

Sistem imun spesifik seluler

Yang berperan dalam sistem ini adalah limfosit T atau sel T. Sel tersebut

juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa sel T

dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di

dalam kelenjar timus. Fungsi umum sel T ialah membantu sel B dalam

memproduksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terkena infeksi

virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan mengontrol ambang serta

kualitas sistem imun. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas 4 subset, yaitu: 1)

sel Th (T helper), sel ini menolong sel B dalam memproduksi antibodi. Untuk

membentuk antibodi, kebanyakan antigen (T dependent antigen) harus dikenal

lebih dahulu oleh sel T maupun sel B. sel Th berpengaruh atas sel Tc dalam

mengenal sel yang terkena infeksi virus dan jaringan cangkok alogenik.istilah sel

T inducer dipakai untuk menunjukkan aktivitas sel Th yang mengaktifkan

makrofag dan sel-sel lain, 2) sel Ts (T supresor), sel ini menekan aktivitas sel T

tertentu dan sel Ts nonspesifik, 3) sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity)

adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ke

tempat terjadinya reaksi lambat. Sebenarnya fungsi sel Tdh menyerupai sel Th, 4)

sel Tc (T cytotoxic) mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik

dan sel sasaran yang mengandung virus.Sel Th dan sel Ts disebut juga sel

regulator sedang sel Tdh dan sel Tc disebut sel efektor.

Komponen Cairan (Humoral) – Non Spesifik

15

Page 16: BAB I

1. Protein – Enzim

Lisosim

Lisosim terdapat hampir di semua cairan tubuh dan terdeteksi pada

manusia umur 9 – 12 minggu.Sumber lisosim saliva berasal dari glandula

salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingiva.

Paling banyak disintesis oleh glandula submandibularis atau

sublingualis.Mengandung sel leukosit (sel makrofag, monosit dan limfosit

atau sel polimorphonuklear) yang berasal dari lidah ataupun cairan

gingival.

Fungsi Lisosim :

1. Aktivitas muramidase : lisosim mampu menghidrolisa ikatan Beta

(1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada

lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Hidrolisa lapisan

peptidoglikan akan melisis bakteri. Namun bakteri gram negatif

lebih resisten terhadap lisosim karena dinding luarnya terdapat

lipopolisakarida yang tidak mudah ditembus lisosim. Peptidoglikan

dari bakteri seperti Staphylococcus aureus, Basilus sereus, dan

Streptococcus piogenus lebih tahan terhadap lisosim.

2. Aktivitas bakterial autolisin tergantung pada kationik. Oelh karena

lisosim merupakan kationik, liosim dapat merusak membran

bakteri dan mengaktifkan mekanisme bakterial autolisis karena

aktivasi muramidase dan autolisin.

3. Menyebabkan agregasi bakteri.

4. Mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi.

5. Mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah

produksi asam.

6. Memecah rantai streptokokus.

Laktoferin

16

Page 17: BAB I

Laktoferin adalah glikoprotein, BM 76 kilodalton, mengikat

besi.Dikeluarkan oleh sel serosa dan glandula salivarius minor.Namun

ditemukan juga pada air mata, dan ASI.Sumber LF dalam RM adalah

cairan gingiva.Diperkirakan berasal dari aktivitas fagositosis / rusaknya sel

PMN. Oleh karena itu, level LF saliva sangat tergantung pada influks sel

PMN ke dalam RM Fungsi : ditentukan oleh tingginya afinitas LF untuk

mengikat ion bes, sehingga mLF mampu menurunkan level ion besi.

Laktoperoksidase

Sumber utama sistem peroksidase saliva adalah glandula salivarius

dan sel leukosit.SPS yang berasal dari glandula salivarius disebut salivari

peroksidase, sedangkan SPS yang berasal dari leukosit disebut

mieloperoksidase. Salivari peroksidase manusi kadang disebut pula

laktoperoksidase karena kesamaannya dengan laktoperoksidase susu sapi.

Macam – macam SPS :

1. Salivari peroksidase (SP) :

Diproduksi oleh sel asinar glandula parotis maupun submandibula.

Didapati dalam berbagai bentuk (multiform)

Bentuk monomer BM 78 kilodalton dan pH basa 8-10.

Dapat melekat pada permukaan gigi, sadiment saliva / bakteru

S.Mutans.

Konsentrasi SP tertinggi pada plak gigi, orang dewasa, wanita

menstruasi mengalami fluktuasi besar.

Pada saliva yang distimulasi (mengunyah wax), level SO malah

menurun, tetapi level SPS (SP+mieloper-oksidase) meningat dalam

waktu singkat.

2. Mieloperoksidase (MS) :

17

Page 18: BAB I

Diproduksi oleh leukosit.

Level pada saliva berasal dari sel leukosit kemudian dikeluarkan

dalam RM melalui cairan gingiva.

Pada kondisi flow saliva rendah,level MS memberi kontrbusi

paling besar dari semua total peroksidase saliva.

3. Aktivitas antimikrobial SPS.

Fungsinya dilakukan oeh komponen SPS, yaitu SP, MS, Hidrogen

Peroksida, dan ion Thiosianat (SCN).

pada pH netral, aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion

hipothiosianat.

pH semakin asa, level HOSCN akan lebih banyak dibanding

OSCN. Hal ini sangat penting pada aktivitas antimikrobial karena

HOSCN lebih mudah menembus dinding sel dan menyerang

komponen secara elektrofilik.

Fungsi Peroksidase Saliva :

1. Aktivitas Antimikrobial

2. Melindungi sel dari efek toksik hidrogen peroksida

3. Melindungi bakteri dari efek bakterisidal hidrogen peroksida

4. Melindungi asam sialik dari dekarboksilase oksidatif oleh hidrogen

peroksida

5. Inaktivasi komponen mutagenik dan karsinogenik.

Musin

18

Page 19: BAB I

Musin mempunyai sifat antimikroba, dengan cara mengikat bakteri

dan virus serta segera mengeliminasi dari tubuh. Musin menghambat

adhesi E.coli dan rotavirus.

Interferon

Interferon dalam dosis tinggi dapat menghambat proliferasi sel B

dan sel T sehingga menurunkan respon imun humoral dan seluler.Pada

dosis rendah, interferon ini merangsang sistem imutn dengan jalan

meningkatkan aktivitas sel NK, makrofag, sel T dan mengatur produksi

antibodi.

Sitokin

Sitokin adalah suatu sentral patogenesa yang akan meningkat

jumlahnya bila terdapat suatu penyakit. sitokin adalah protein larut , ia

adalah mediator yang dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi radang atau

imunologik yang berfungsi sebagai isyarat antara sel sel untuk mengatur

respon setempat dan kadang kadang juga secara sistemik.Sitokin

mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan

pertumbuhan,mobilitas dan diferensiasi lekosit dan sel sel lainnya.

Contoh : histamin yang dikenal sebagai vasodilator; prostaglandin, sebagai

mediator rasa sakit yang potean bersama dengan leukotrin, SRA-A (Slow

Reacting Substance of Anaphylaxis) yang menyebabkan meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos.

2. Komplemen

19

Page 20: BAB I

Sudah ada dalam darah sebelum terbentuknya IgM.Dihasilkan oleh hati,

beredar dalam darah sebagai bentuk tidak aktif, bersifat termolabil. Dalam

cairan saku gusi : C2, C4, dan C5. Konsentrasi C3 dan C4 dalam cairan

gingiva yang meradang meningkat dibading normal.Sel-sel ini baru aktif

bekerja kalau tubuh dimasuki zat-zat bersifat allergen yang biasanya terdapat

dalam makanan.

BAB III

PEMBAHASAN

20

Page 21: BAB I

3.1 Struktur dan Mekanisme Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut

3.1.1 Struktur Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut

Tidak seperti kulit, permukaan mukosa tidak mempunyai sistem

pertahanan yang kuat dan daerah pertahanan utamanya ada di bawah epitel

mukosa. Imunologi rongga mulut tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan

mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Mukosa

merupakan kesatuan dengan sejumlah system anatomic. Keadaan ini mudah

rusak apabila system pertahanan mulut terganggu. Faktor-faktor yang

bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan

mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan

selular.

Selaput mukosa

Keratin merupakan salah satu pertahanan yang diperhitungkan,

tetapi bibir, pipi, dasar mulut, dan langit-langit lunak tidak dilapisi keratin.

Pada lapisan granular, selaput yang membungkus granular dilepaskan ke

rongga mulut dan ini berkaitan dengan pembentukan penangkal terhadap

zat seperti antigen, kemungkinan antibodi menurunkan penetrasi melalui

mukosa dengan membentuk komplek imun. Selaput basal merupakan

penangkal yang lain terhadap bahan-bahan berbahaya. Pada lamina propria

mukosa yang berbatasan dengan selaput basal terdapat beberapa sel

limfoid yang akan menghadapi bahan-bahan lain yang dapat melewati

keempat lapisan penangkal.

21

Page 22: BAB I

Lapisan epitel mukosa terdiri dari sel-sel epitel yang termodifikasi

yang disebut FAE (Follicle Associated Epithelial Cell). Sel tersebut

mampu mentransport makromolekul dari lumen jaringan dibawahnya.

FAE sangat penting dalam menentukan efektifitas respon imun mukosa.

Saliva

Komponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA

sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan

akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir

dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen. Saliva

juga mengandung protein, antara lain Lisosim, Sistem Peroksidase Saliva

(SPS), Laktoferin.

Lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor,

sel fagosit maupun cairan krevikular gingival. Pada glandula salivarius

mayor, lisosim disintesa pada lapisan epitel yang mengelilingi duktus

intralobular. Lisosim lebih banyak berasal dari glandula submandibularis

maupun sublingualis dibandingkan glandula parotis. Saliva mengandung

pula sel leukosit (sel makrofag, monosit dan limfosit maupun sel

polimorphonuklear) yang berasal dari lidah ataupun cairan gingival. Oleh

karena sifat saliva yang hipotonik, banyak sel leukosit yang lisis, sehingga

melepaskan kandungan lisosim ke dalam cairan saliva.

Adapun fungsi saliva antara lain Aktivitas muramidase, yaitu

lisosim mampu menghidrolisa ikatan β (1-4) antara asam N-asetil

muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel

bakteri, yang mengakibatkan terjadinya lisis bakteri. Menyebabkan

agregrasi bakteri, mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi,

mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah produksi

asam, memecah rantai Streptokokus.

Sistem Peroksidase Saliva (SPS). Sumber utama SPS ialah

glandula salivarius dan sel lekosit. Aktivitas antimikrobial SPS, dilakukan

oleh komponen SPS yaitu SP, MS, hydrogen peroksid (H2O2) dan ion

thiosianat (SCN-). Mekanismenya pada pH netral, aktivitas antimikrobial

22

Page 23: BAB I

SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat (OSCN-), yang menghasilkan

HOSCN-. HOSCN- mudah menembus dinding sel bakteri dan menyerang

komponennya.

Laktoferin. di rongga mulut, sumber penting LF ialah cairan

gingival. Adapun mekanisme dari laktoferin adalah mengikat ion besi,

sehingga LF mampu menurunkan level ion besi yang merupakan bahan

esensial untuk metabolisme mikroorganisme pathogen. Sehingga

mikroorganisme tidak dapat melaangsungkan hidupnya.

Crevicular Gingival Fluid

Komponen darah humoral seluler dapat mencapai permukaan gigi

dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan menembus epitel

perlekatan gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam

pengertian hubungan biologi antara komponen vaskular dan struktur

periodontal.

3.1.2 Mekanisme Fagositosis

Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh

sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme atau partikel asing

hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2

jenis, yaitu fagosit mononuclear dan polimorfonuklear. Fagosit mononukelar

contohnya adalah monosit (di darah) dan jika bermigrasi ke jaringan menjadi

makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil,

eusinofil, basofil, dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi,

suatu mikroorganisme harus berjarak dekat dengan sel fagositnya.

Sel-sel fagosit terdiri dari :

1. Sel monosit: Sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana

setelah matang akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan berfungsi sebagai

fagosit.

2. Sel makrofag: Diferensiasi dari sel monosit yang berada dalam sirkulasi.

Ada 2 golongan, yaitu :

23

Page 24: BAB I

Fagosit professional : monosit dan makrofag yang menempel pada

permukaan dan akan memakan mikroorganisme asing yang masuk.

Monosit dan makrofag juga mempunyai rseptor interferon dan

migration inhibition Facktor (MIF).

Antigen Presenting Cell (APC) : sel yang mengikat antigen asing

yang masuk lalu memprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Sel-

sel yang dapat menjadi APC antara lain; kelenjar limfoid, sel

langerhans dikulit, sel kupferr dihati, dan sel mikrogrial di SSP

Proses fagositosis adalah sebagai berikut :

1. Pengenalan (recognition), yaitu proses di mana mikroorganisme atau

partikel asing terdeteksi oleh sel-sel fagosit

2. Pergerakan (chemotaxis), setelah suatu partikel mikroorganisme

dikenali, maka sel fagosit akan bergerak menuju partikel tersebut. Proses

ini sebenarnya belum dapat dijelaskan, akan tetapi kemungkinan adalah

karena bakteri atau mikroorganisme mengeluarkan semacam zat chemo-

attract seperti kemokin yang dapat ‘memikat’ sel hidup seperti fagosit

untuk menghampirinya

3. Perlekatan (adhesion), setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing,

partikel tersebut akan melekat dengan reseptor pada membrane sel fagosit.

Proses ini akan dipermudah apabila mikroorganisme tersebut berlekatan

dengan mediator komplemen seperti opsonin yang dihasilkan komplemen

C3b di dalam plasma (opsonisasi)

4. Penelanan (ingestion), ketika partikel asing telah berikatan dengan

reseptor di membrane plasma sel fagosit, seketika membrane sel fagosit

tersebut akan menyelubungi seluruh permukaan partikel asing dan

menelannya ke dalam sitoplasma. Sekali telan, partikel tersebut akan

masuk ke sitoplasma di dalam sebuah gelembung mirip vakuola yang

disebut fagosom

5. Pencernaan (digestion), fagosom yang berisi parrtikel asing di dalam

sitoplasma sel fagosit, dengan segera mengundang kedatangan lisosom.

Lisosom yang berisi enzim-enzim penghancur seperti acid hydrolase dan

24

Page 25: BAB I

peroksidase, berfusi dengan fagosom membentuk fagolisosom. Enzim-

enzim tersebut pun tumpah ke dalam fagosom dan mencerna seluruh

permukaan partikel asing hingga hancur berkeping-keping. Sebagian

epitop/ bagian dari partikel asing tersebut, akan berikatan dengan sebuah

molekul kompleks yang bertugas mempresentasikan epitop tersebut ke

permukaan, molekul ini dikenal dengan MHC (Major Histocompatibility

Complex) untuk dikenali oleh sistem imunitas spesifik

6. Pengeluaran (releasing), produk sisa partikel asing yang tidak dicerna

akan dikeluarkan oleh sel fagosit

3.1.3 Mekanisme Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut

Sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis terbagi menjadi

dua tahapan yaitu tahap pengenalan dan tahap penghancuran. Secara umum

bentuk respon terhadap antigen yang masuk adalah sebagai berikut. Ketika

terdapat invasi bakteri maka sel mast (residen leukosit) yang terdapat di

jaringan akan mengirimkan signaling endothelium kemudian akan terjadi

vasodilatasi pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan kemoktin.

Sel-sel PMN melekat pada dinding pembuluh darah (Marginasi) sehingga

dapat keluar untuk menghancurkan bakteri yang masuk.

Apabila neutrophil beserta monosit yang bekerja tidak mampu

mengalahkan bakteri tersebut, maka sel-sel limfosit dan monosit lain akan

datang untuk menanggulangi dengan mengenali reseptor bakteri tertentu lalu

membentuk pertahanan, jika masih tidak teratasi, maka keadaan radang akan

semakin menjadi kronik.

Setelah terjadi diapedesis (menempelnya PMN pada pembuluh darah)

maka akan terjadinya pergerakan leukosid karna terdapat rangsangan

kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena

adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel

mast.

A. Tahap Pengenalan dalam Sistem Imun

25

Page 26: BAB I

Pada mekanisme sistem pertahanan terdapat tahap pengenalan antigen.

Dalam tahap pengenalan terbagi menjadi dua yaitu proses dan presentasi dari

antigen endogen dan proses dan presentasi dari antigen Ekstraseluler.

Proses dan presentasi antigen endogen

Antigen citolitic akan masuk sitosol kemudian berikatan dengan

proteasome selanjutnya di Retikulum Endoplasma berikatan dengan

molekul MHC class I sehingga dapat dikenali oleh CD 8 T helper

limfosit kemudian akan dipaketkan melalui vesikel yang kemudian akan

dikeluarkan ke membran plasma.

Proses dan presentasi antigen Ekstraseluler

Antigen ekstra sel akan diendositosis dalam vesikel selanjutnya

berikatan dengan molekul MHC class II sehingga dapat dikenali oleh

CD4 T helper limfosit.

26

Page 27: BAB I

Aktifasi limfosit

Mhca class ii+cd4t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga

terjadi proliferasi dan deferensiasi membentuk humoral respon

– Mhc class i+cd8t helper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi

proliferasi deferensiasi membentuk seluler respon

– Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena

adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal

dari sel mast.

– Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan

rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus

gingival dan penyusun kekebalan humoral dan seluler.

Hasil respon imunologis akan terjadi apoptosis dari sel yang telah

teraktifasi. Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap

antigen yang sama sehingga saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang

lebih tinggi secara normal tubuh mampu mengenali antigen sendiri sehingga

tidak terjadi mekanisme imunologis. Hal ini disebut toleransi kegagalan

pengenalan terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit autoimmun.

27

Page 28: BAB I

3.2 SISTEM IMUN SPESIFIK DAN NONSPESIFIK

3.2.1 Sistem Imun spesifik

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada

organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan

mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini

mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme

akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta

menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel

organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.

Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun

nonspesifik.

Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali

suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu

perkembangan respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut. Sistem

imun spesifik disebut juga dengan sistem imun yang didapat (adaptive

immunity). Sel-sel imun yang berperan dalam respon imun spesifik adalah sel

limfosit B dan sel limfosit T. Kekebalan tubuh spesifik adalah sistem

kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan

system pertahanan tubuh yang ketiga.

Ciri-ciri:

1. Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh

2. Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya

3. Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody )

4. Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal.

Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam

jaringan submukosa, gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil

dan kelenjar getah bening ekstra oral.

2. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa

Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar

tepat dibawah epitel mulut, didaerah palatum lunak, dasar mulut,

28

Page 29: BAB I

permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi dan di bibir.

Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil.

3. Jaringan Limfoid Gingival

Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama

sel-sel limfosit yang dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel

plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku gingival sehat akan

meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu,

dalam proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang spesifik.

6. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral

Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva

dasar mulut, palatum, bibir, dan pipi seperti juga dari gingival dan

pulpa. Semuanya bergabung membentuk saluran yang lebih besar yang

bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih

dalam pada otot lidah. Saluran ini melayani pengangkutan antigen

menuju kelenjar getah bening submental, submaksilaris, dan servikal.

Gambaran khas dari kelenjar ini ialah adanya sel-sel dendritik yang

berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen. Demikian juga

tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan

menjadi tempat berlangsungnya sekresi antibody local.

7. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah

Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar

baik yang besar ataupun kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok

dibawah mukosa mulut. Kebanyakan sel plasma memproduksi IgA dan

beberapa diantaranya IgG dan IgM. Tampak bawah kebanyakan IgA

dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang

bersangkutan dalam bentuk dimerik.

8. Sel-Sel Langerhans

Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini

yang tersebar di atas selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel

dendritik yang besar kemampuan kerja seperti makrofag. Memiliki

reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen

29

Page 30: BAB I

transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang

identik dengan antigen HLA-D.

Substansi yang dapat merangsang terjadinya respon imun spesifik

disebut antigen. Sistem imun merupakan reaksi hospes terhadap benda asing

dengan tiga kekhasan yaitu spesifik, heterogen,memori.

1. Spesifitas

Respon imun dengan kepekaan yang tinggi akan bereaksi dengan

benda yang sama yang telah memberi respon sebelumnya dan dapat

membedakannya sehingga akan mendiferensiasi antigen yang berasal

dari spesies, individual dan organ yang berbeda.

2. Heterogenitas

Respon berbagai sel dan produk sel terhadap benda asing akan

menghasilkan produk populasi sel yang heterogen (misal antibodi).

3. Memori

Mempercepat dan memperbesar respon spesifik dengan proliferasi dan

diferensiasi sel yang telah disensitisasi pada respon sebelumnya.

Limfosit B

Limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma apabila ada

rangsangan dari antigen dan akan membentuk antibody. Limfosit B

merupakan respon imun humoral

Limfosit T

Limfosit T terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah ke kelenjar

timus, mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar timus

limfosit T belajar membedakan bahan asing (non self) dengan bahan

bukan asing (self). Limfosit T dewasa akan meninggalkan kelenjar timus

menuju kelenjar getah bening (sebagai bagian pengawasan sistem imun

tubuh). Limfosit T merupakan respon imun seluler

30

Page 31: BAB I

Rangsangan Imunogenik

Respon imun

Sistem Makrofag

Aktifasi LimfositInteraksi sel-sel

Proliferasi dan Diferensiasi

Limfosit T(Imunitas Seluler)

Limfosit B(Imunitas Humoral)

Alami Buatan

Imunitas spesifik

AktifAg masuk ke dlm tubuh secara alamiah dan tubuh memproduksi Ab

PasifAb dari ibu masuk ke dalam janin melalui plasenta, atau ASI kepada bayi

AktifAg masuk kedalam tubuh melalui vaksinasi dan tubuh memproduksi Ab

PasifAb yang terdapat dalam serum disuntikkan ke dlm tubuh seseorang yg membutuhkan

Cara mendapat respon imun spesifik

Antigen ( Ag)

Antigen juga seringkali disebut imunogen. Antigen terdiri dari: protein dan

polisakarida.

Antibodi (Ab)

• Antibodi: protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai

respon terhadap masuknya Ag, dapat mengenali dan mengikat Ag

secara spesifik.

31

Page 32: BAB I

• Ab bersifat sangat spesifik dalam mengenali epitop mikroorganisme,

maka tubuh akan memproduksi beberapa Ab sesuai dengan jenis epitop

yang dimiliki oleh setiap mikroorganisme

Struktur Antibodi (Ab)

• Molekul imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3

fragmen:

–2 fragmen disebut Fab (fragment antigen binfing) berfungsi

mengikat antigen, variabilitas sesuai dengan variabilitas antigen

yang merangsangnya

–1 fragmen disebut Fc (fragment crystalable)

merupakan fragmen yang konstan dan tidak dapat mengikat

antigen.

Klasifikasi Antibodi (Ab)

– IgG mempunyai rantai gama (γ)

– IgM mempunyai rantai mu (µ)

– IgA mempunyai rantai alfa (α)

– IgD mempunyai rantai delta (δ)

– IgE mempunyai rantai epsilon (ε)

32

Klas Tempat Fungsi

IgG Bentuk antibodi utama di sirkulasi Mengikat patogen,

mengaktifkan komplemen,

meningkatkan fagositosis

IgM Di sirkulasi, antibodi terbesar Aktifkan komplemen,

menggumpalkan sel

IgA Di saliva dan susu Mencegah patogen menyerang

sel epitel traktus digestivus dan

respiratori.

Ig D Di sirkulasi dan jumlahnya paling

rendah

Menandai kematuran sel B

Ig E Membran berikatan dengan reseptor

basofil dan sel mast dalam jaringan

Bertanggung jawab dalam

respon alergi dan melindungi

dari serangan parasit cacing

Page 33: BAB I

Pembentukan Antibodi (Ab)

• Pembentukan antibodi

–Sel B → dirangsang antigen → proliferasi sel B → sel plasma →

antibodi

–Antibodi yang telah terbentuk secara spesifik akan mengikat

antigen sejenis yang masuk kembali ke dalam tubuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan antibodi

• Kadar antibodi dalam tubuh dipengaruhi oleh:

– Jenis Ag

– Dosis Ag

– Cara masuk Ag ke dalam tubuh

– Sensitifitas metode pengukuran Ab

Mekanisme kontrol Antibodi (Ab)

• Pembentukan antibodi tdk berlangsung secara tanpa batas, ada

mekanisme kontrol yang mengendalikan dan menghentikan

pembentukan antibodi yang diproduksi secara berlebihan:

–Berkurangnya dosis Ag

–Sel Ts (supressor)

3.2.2 Sistem Imun Nonspesifik

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan

(innate immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun

tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon

imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap

antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya.

Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal

spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon

imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah

dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan

efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan

interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di

33

Page 34: BAB I

dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian

rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon

langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan

waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan

responnya. Respon imun nonspesifik merupakan salah satu upaya tubuh

untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen

bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik

dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit

memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag

demikian pula neutrofil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel

fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau

lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan

fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran.

Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang

disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun

yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada

di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor

kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses

fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu.

Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau

komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit.

Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan

oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom

seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses

oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau

penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.

Komponen imunitas non spesifik ada 6, yaitu:

a) Barriel epitel

b) System fagosit

34

Page 35: BAB I

c) Sel natural killer (nk) 

d) System komplemen

e) Sitokin pada imunitas nonspesifik

f) Protein plasma lainnya pada imunitas nonspesifik

1. Barrier eksternal

Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat

menekan atau membunuh mikroorganisme. Sel epitel memproduksi

antibodi peptida yang dapat membunuh bakteri Limfosit intraepitelial

dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba.

2. Sel natural killer (NK)

Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap

mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan

memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel ini

tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK

dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi

mikroba.

3. Sistem komplemen

Merupakan sekelompok serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media

terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi

mikoroorganisme yang menginvasi Sistem komplemen merupakan

sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam pertahanan

terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim

proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap

enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade.

4. Sitokin pada imunitas non spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya

mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas

non spesifik. Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble

protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara

leukosit dengan sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut

35

Page 36: BAB I

sebagai interleukin dengan alasan molekul tersebut diproduksi oleh

leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini terlalu sederhana

karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya). Pada

imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang

teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag

merupakan rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga

diproduksi pada imunitas selular dengan sumber utamanya adalah sel T

helper (TH).

5. Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik

Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada

pertahanan melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma

bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein

permukaan mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah

fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin. Protein

MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang homolog

dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin).

Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi

melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat

ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk

difagosit (melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai

protein plasma ini akan meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut

sebagai respons fase akut (acute phase response).

Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari

jenis mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit,

sistem komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap

bakteri intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta

sitokin sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK.

Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik

Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap

imunitas non spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri

intraselular tidak dapat didestruksi di dalam fagosit. Lysteria monocytogenes

36

Page 37: BAB I

menghasilkan suatu protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan

masuk ke sitoplasma sel fagosit. Dinding sel Mycobacterium mengandung

suatu lipid yang akan menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom.

Berbagai mikroba lain mempunyai dinding sel yang tahan terhadap

komplemen. Mekanisme ini digunakan juga oleh mikroba untuk melawan

mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral.

3.3 Komponen Sistem Imun

3.3.1 Komponen Sistem Imun Spesifik

Komponen sistem imun spesifik terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Komponen sistem imun humoral spesifik. Sistem imun humoral

spesifik memiliki dua komponen, yaitu antibodi dan limfokin.

a. ANTIBODI. Di dalam sistem imun, antibodi ditemukan dalam

bentuk imunoglobulin. Imunoglobulin yang terdapat dalam gingiva

yaitu IgG, sedangkan imunoglobulin yang terdapat dalam saliva

yaitu IgA. Imunoglobulin A atau IgA dalam saliva ini berfungsi

untuk mencegah perlekatan bakteri dan virus pada gigi dan mukosa

mulut, netralisasi virus, dan meredam rangsangan antigenik dari

makanan maupun bakteri. Pengukuran antibodi saliva sangat

sedikit karena kontaminasi berbagai zat dalam saliva, adanya

enzim-enzim yang dapat mereduksi kadar antibodi, terjadi

transudasi antibodi melalui saku gusi, dan konsentrasi antibodi

yang berhubungan dengan volume bervariasi tiap individu.

b. LIMFOKIN. Limfokin diproduksi oleh sel T. Peran limfokin antara

lain memacu fagositosis, sebagai interferon tipe gamma yang

mengatur aktivitas sel-sel mononuklear, sebagai limfotoksin yang

menimbulkan kerusakan jaringan lokal, dan sebagai pengaktif

osteoklas.

2. Komponen sistem imun seluler spesifik. Sistem imun seluler spesifik

terdiri dari jaringan limfoid gingiva, agregasi jaringan limfoid

submukosa, kelenjar getah bening ekstraoral, jaringan limfoid kelenjar

37

Page 38: BAB I

ludah, dan sel-sel langerhans. Sedangkan jaringan limfoid mulut terdiri

atas tonsil, sel plasma dan limfosit dari kelenjar saliva yang tersebar di

seluruh mukosa mulut, kumpulan sel plasma, limfosit, makrofag, dan

neutrofil gingiva yang berperan penting pada tahap kekebalan terhadap

bakteri, dan sel-sel limfoid submukosa.

3.3.2 Komponen Sistem Imun Non-Spesifik

Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu:

1. Protein – Enzim

Lisosim

Lisosim terdapat hampir di semua cairan tubuh dan terdeteksi

pada manusia berumur 9 – 12 minggu. Sumber lisosim saliva

berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit

maupun cairan krevikular gingiva. Lisosim paling banyak

disintesis oleh glandula submandibularis/sublingualis. Lisosim ini

mengandung sel leukosit seperti sel makrofag, monosit dan

limfosit/sel polimorphonuklear (PMN) yang berasal dari lidah

ataupun cairan gingival. Lisosim juga memiliki berbagai fungsi,

antara lain adalah dapat melakukan aktivitas muramidase. Lisosim

mampu menghidrolisa ikatan Beta (1-4) antara asam N-asetil

muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan

dinding sel bakteri. Dengan hidrolisa pada lapisan peptidoglikan

bakteri, dapat menyebabkan suatu bakteri menjadi lisis atau pecah.

Namun pada beberapa bakteri gram negatif seperti Staphylococcus

aureus, Basilus sereus, dan Streptococcus piogenus lebih tahan

terhadap lisosim.

Pada dinding luar bakteri tersebut terdapat lipopolisakarida

yang tidak mudah ditembus lisosim, sehingga menyebabkannya

menjadi lebih resisten terhadap lisosim. Selain itu, lisosim dapat

melakukan aktivitas bakterial autolisin tergantung pada kationik.

Oleh karena lisosim merupakan kationik, lisosim dapat merusak

38

Page 39: BAB I

membran bakteri dan mengaktifkan mekanisme bakterial autolisis

karena aktivasi muramidase dan autolisin. Kemudian lisosim juga

dapat menyebabkan agregasi bakteri, mencegah perlekatan bakteri

pada permukaan gigi, mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri,

sehingga mencegah produksi asam, dan memecah rantai

streptokokus.

Laktoferin (LF)

Laktoferin adalah glikoprotein yang dapat mengikat besi dan

memiliki berat molekul kurang lebih 76 kilodalton. Laktoferin

dihasilkan oleh sel serosa dan glandula salivarius minor. Namun

ditemukan juga pada air mata, dan ASI. Sumber Laktoferin dalam

rongga mulut adalah cairan gingiva. Diperkirakan lisosim berasal

dari aktivitas fagositosis/rusaknya sel PMN. Oleh karena itu, level

ataupun kadar dari laktoferin di dalam saliva sangat tergantung

pada influks sel PMN ke dalam rongga mulut. Laktoferin

bmemiliki fungsi yang ditentukan oleh tingginya afinitas/daya tarik

laktoferin untuk mengikat ion besi, sehingga laktoferin mampu

menurunkan level ion besi.

Sistem Peroksidase Saliva (SPS)

Sumber utama sistem peroksidase saliva adalah glandula

salivarius dan sel leukosit. SPS yang berasal dari glandula

salivarius disebut salivari peroksidase (SP), sedangkan SPS yang

berasal dari leukosit disebut mieloperoksidase (MS). Salivari

peroksidase manusia kadang disebut pula laktoperoksidase karena

kesamaannya dengan laktoperoksidase susu sapi.

Macam – macam SPS:

Salivari peroksidase (SP):

Diproduksi oleh sel asinar glandula parotis maupun

submandibula. Didapati dalam berbagai bentuk (multiform).

Salivary peroksidase memiliki berat molekul sekitar 78

kilodalton dan pH basa sekitar 8-10. Salivary peroksidase dapat

39

Page 40: BAB I

melekat pada permukaan gigi, sadiment saliva/bakteri

Streptococcus mutans. Konsentrasi salivary peroksidase

tertinggi terdapat pada plak gigi, pada orang dewasa, dan wanita

menstruasi mengalami fluktuasi besar. Pada saliva yang

distimulasi, seperti saat mengunyah wax, level salivary

peroksidase malah menurun, tetapi level SPS (salivary

peroksidase+mieloperoksidase) meningkat dalam waktu singkat.

Mieloperoksidase (MS) :

Mieloperoksidase (MS) diproduksi oleh sel–sel leukosit.

Level pada saliva berasal dari sel leukosit kemudian dikeluarkan

dalam rongga mulut melalui cairan gingiva. Pada kondisi flow

saliva rendah, level / kandungan mieloperoksidase adalah yang

terbesar daripada semua total peroksidase saliva.

Aktivitas antimikrobial SPS.

Aktivitas antimicrobial SPS dilakukan oeh komponen SPS,

yaitu Salivari peroksidase (SP), Mieloperoksidase (MS),

Hidrogen Peroksida, dan ion Thiosianat (SCN). Pada pH netral,

aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat.

Pada pH semakin basa, level HOSCN lebih banyak dibanding

OSCN. Keadaan ini sangat penting pada aktivitas antimikrobial

karena HOSCN lebih mudah menembus dinding sel dan

menyerang komponen secara elektrofilik. Peroksidase saliva

sendiri memiliki fungsi, antara lain dapat melakukan aktivitas

antimicrobial, melindungi sel dari efek toksik hidrogen

peroksida, melindungi bakteri dari efek bakterisidal hidrogen

peroksida, melindungi asam sialik dari dekarboksilase oksidatif

oleh hidrogen peroksida, serta dapat menginaktivasi komponen

mutagenik dan karsinogenik.

Musin

40

Page 41: BAB I

Musin mempunyai sifat antimikroba, dengan cara mengikat

bakteri dan virus serta segera mengeliminasi dari tubuh. Musin

dapat menghambat adhesi E.coli dan rotavirus.

Interferon

Interferon dalam dosis tinggi dapat menghambat proliferasi

sel B dan sel T sehingga menurunkan respon imun humoral dan

seluler. Pada dosis rendah, interferon ini merangsang sistem imun

dengan jalan meningkatkan aktivitas sel NK, makrofag, sel T dan

mengatur produksi antibodi.

Sitokin

Sitokin adalah suatu sentral patogenesa yang akan meningkat

jumlahnya bila terdapat suatu penyakit. Sitokin adalah protein

larut/sebuah mediator yang dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi

radang atau imunologik yang nantinya akan memberikan isyarat

antara sel sel untuk mengatur respon setempat dan kadang-kadang

juga secara sistemik. Sitokin mempengaruhi peradangan dan

imunitas melalui pengaturan pertumbuhan, mobilitas dan

diferensiasi lekosit dan sel-sel lainnya.

Contoh: histamin yang dikenal sebagai vasodilator;

prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama

dengan leukotrin, SRA-A (Slow Reacting Substance of

Anaphylaxis) yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah dan kontraksi otot polos.

2. Komplemen

41

Page 42: BAB I

Komplemen sudah terdapat di dalam darah sebelum terbentuknya

IgM. Dihasilkan oleh hati, beredar dalam darah sebagai bentuk tidak

aktif, bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi komplemen

ditemukan dalam bentuk C2, C4, dan C5. Konsentrasi C3 dan C4 dalam

cairan gingiva yang meradang akan meningkat jika dibandingkan

dengan komplemen dalam cairan gingiva yang normal. Sel-sel ini baru

aktif bekerja kalau tubuh dimasuki zat-zat bersifat allergen yang

biasanya terdapat dalam makanan.

3. Komponen Selular Sistem Imun Nonspesifik

Komponen selular sistem imun nonspesifik merupakan suatu

komponen selular yang menyusun sistem pertahanan tubuh secara

nonspesifik. Disebut nonspesifik karena respon imun terjadi tidak hanya

kepada beberapa jenis antigen tertentu saja, melainkan merespon semua

jenis antigen. sedangkan yang termasuk bagian sistem imun nonspesifik

adalah seperti saliva dan selaput lendir. Komponen ini memiliki domain

di persalivaan. Selain komponen ini, sIgA, IgA, dan IgG yang

merupakan komponen humoral sistem imun spesifik juga terdapat

dalam domain persalivaan. Begitu pula dengan protein dan enzim yang

merupakan bagian dari komponen humoral sistem imun nonspesifik

Terdapat empat komponen selular sistem imun nonspesifik, yaitu:

1. Neutrofil

Neutrofil, disebut juga dengan Polimorfonuklear Neutrofil

(PMN), merupakan bagian dari leukosit. Ketika sulkus gingival

mengalami keradangan, maka jumlah cairan yang berada di

dalamnya meningkat. Cairan gingival ini mengandung berbagai

macam ion mineral, maupun sel-sel, termasuk diantaranya

neutrofil. Pada suatu waktu, neutrofil akan bermigrasi dalam

jumlah ratusan hingga ribuan per menit dari pembuluh darah

melewati sulkus gingival. Sel ini membaur dalam MMP (Mobile

Mucous Phase), yaitu lapisan lendir tipis bersifat isotonik yang

meliputi seluruh permukaan gigi dan mulut. Pearn MMP yaitu

42

Page 43: BAB I

sebagai sarana yang menjamin fungsi kerja neutrofil. Neutrofil

nantinya akan mengamankan antigen yang masuk kedalam tubuh.

2. Makrofag

Berdasarkan fungsinya, sel makrofag dibagi menjadi dua tipe

yaitu sebagai pemapar antigen dan menjalankan fungsi fagositosis.

Fagositosis sendiri dibagi menjadi tiga tahap yaitu 1) attachment, 2)

ingestion, dan 3) killing and digestion. Selain itu, makrofag

berfungsi untuk memproduksi IL-1 (Interleukin-1) yang akan

memacu kerja sel T dan sel B, melokalisasi sel-sel yang rusak dan

tua, menyembuhkan luka, membunuh bakteri patogen, mengatur

fungsi sel hospes selama terjadinya proses radang, dan destruksi sel

tumor.

3. Basofil dan Sel Mast

Merupakan salah satu komponen selular sistem imun non

spesifik yang baru bekerja jika tubuh dimasuki zat yang bersifat

alergen. Degranulasi sel ini akan melepaskan histamin, yaitu suatu

zat yang berperan sebagai vasodilator. Ketika terjadi inflamasi atau

luka pada jaringan, secara fisiologis pembuluh darah akan

mengalami vasodilatasi.

4. Sel NK (Natural Killer)

Sel ini telah jelas perannya dalam sistem pertahanan tubuh,

yaitu memproduksi sitokin, kemudian mengaktifkan interferon,

yaitu suatu protein yang berperan sebagai anti virus. Sel NK tidak

memiliki sifat fagosit tetapi memiliki reseptor IgG.

BAB IV

KESIMPULAN

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada

organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan

43

Page 44: BAB I

mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem imun pada

manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik. Sistem

imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing

yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon imun yang

spesifik terhadap substansi tersebut. Sedangkan sistem imun nonspesifik

merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh

karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen.

Komponen sistem imun spesifik terdiri dari dua macam yakni komponen

sistem imun humoral spesifik dan komponen sistem imun seluler spesifik.

Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu: protein – enzim,

komplemen, komponen selular sistem imun nonspesifik. Faktor-faktor yang

bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan

mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular.

Proses fagositosis adalah sebagai berikut: Pengenalan (recognition), pergerakan

(chemotaxis), perlekatan (adhesion), penelanan (ingestion), pencernaan

(digestion), dan pengeluaran (releasing).

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaya, Karnen Garna.2000.Imunologi Dasar.

Jakarta :BalaiPenerbitKedokteranUniversitas Indonesia.

44

Page 45: BAB I

Barid, Izzata, dkk. 2007. BiologiMulut I untukKedokteran Gigi.Jember;

JemberUniversity Press.

Carranza. 2006. Clinical Periodontology Tenth Edition. Los Angeles : Saunders

Elsevier.

Gunarso W, 1988.Buku AjarAlergiImunologi. IkatanDokterAnak Indonesia edisi

2.

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteranEdisi

11.Alihbahasa :Irawati, et al. Jakarta : EGC.

Nurhayati, Diana.2001.Imunomodulator padaInfeksiBakteri.Semarang.

Tjakronegoro, Arjatmo.2002.Imunologi Oral.Jakarta : Kedokteran Universitas

Indonesia.

45