bab i pendahuluan 1.2 maksud dan tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan tugas akhir...

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Platform Musi terletak di Sub-Sub Cekungan Palembang Selatan, merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Selatan diketahui sebagai salah satu cekungan yang kaya akan hidrokarbon di kawasan barat Indonesia. Daerah ini telah dieksplorasi sejak akhir abad ke-19 dan telah memproduksi hidrokarbon lebih dari 1,5 milyar barel minyak dan sejumlah besar gas bumi. Namun demikian, nyatanya hingga saat ini penemuan-penemuan baru hidrokarbon masih terus terjadi, terutama melalui pemahaman yang lebih baik mengenai Endapan Paleogen. Begitu pula yang terjadi dengan lapangan-lapangan tua yang ditemukan dan telah diproduksikan sejak jaman Kolonial Belanda. Misalnya Lapangan Minyak Talangakar, yang memproduksikan hidrokarbon dari Batupasir Formasi Talangakar bagian bawah. Lapangan ini telah diproduksikan melebihi kapasitas perhitungan cadangannya dan terus berproduksi hingga saat ini. Penelitian mengenai sejarah sedimentasi dan pembentukan cekungan merupakan hal yang perlu dilakukan dalam eksplorasi hidrokarbon. Salah satu cara yang dapat dipakai dalam mempelajari sejarah sedimentasi dan pembentukan cekungan sedimen adalah dengan analisis burial geohistory. Metode ini dikembangkan sekitar 1970-an yang merupakan respons dan berkembangnya penarikan unit stratigrafi dan perkiraan paleobatimetri, terutama dengan menggunakan data mikropaleontologi. Hasil dari analisis ini berupa kurva yang menggambarkan hubungan antara waktu dan kedalaman pemendaman sedimen atau paleostratigrafi. Berdasarkan permasalahan tersebut, muncul suatu gagasan pemikiran untuk mencoba melakukan penelitian pemodelan burial geohistory di daerah Sub-Sub Cekungan Palembang Selatan.

Upload: vuonghuong

Post on 07-Apr-2018

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Platform Musi terletak di Sub-Sub Cekungan Palembang Selatan, merupakan

bagian dari Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Selatan diketahui sebagai

salah satu cekungan yang kaya akan hidrokarbon di kawasan barat Indonesia. Daerah ini

telah dieksplorasi sejak akhir abad ke-19 dan telah memproduksi hidrokarbon lebih dari

1,5 milyar barel minyak dan sejumlah besar gas bumi.

Namun demikian, nyatanya hingga saat ini penemuan-penemuan baru

hidrokarbon masih terus terjadi, terutama melalui pemahaman yang lebih baik mengenai

Endapan Paleogen. Begitu pula yang terjadi dengan lapangan-lapangan tua yang

ditemukan dan telah diproduksikan sejak jaman Kolonial Belanda. Misalnya Lapangan

Minyak Talangakar, yang memproduksikan hidrokarbon dari Batupasir Formasi

Talangakar bagian bawah. Lapangan ini telah diproduksikan melebihi kapasitas

perhitungan cadangannya dan terus berproduksi hingga saat ini.

Penelitian mengenai sejarah sedimentasi dan pembentukan cekungan merupakan

hal yang perlu dilakukan dalam eksplorasi hidrokarbon. Salah satu cara yang dapat

dipakai dalam mempelajari sejarah sedimentasi dan pembentukan cekungan sedimen

adalah dengan analisis burial geohistory. Metode ini dikembangkan sekitar 1970-an yang

merupakan respons dan berkembangnya penarikan unit stratigrafi dan perkiraan

paleobatimetri, terutama dengan menggunakan data mikropaleontologi. Hasil dari analisis

ini berupa kurva yang menggambarkan hubungan antara waktu dan kedalaman

pemendaman sedimen atau paleostratigrafi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, muncul suatu gagasan pemikiran untuk

mencoba melakukan penelitian pemodelan burial geohistory di daerah Sub-Sub

Cekungan Palembang Selatan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

1.2 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana

Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian Tugas Akhir B (GL-4098) dan bertujuan

untuk mengetahui sejarah pemendaman. Pendekatannya dilakukan dengan pemodelan

komputasi geologi, menggunakan kajian metode rekonstruksi evolusi penampang pada

waktu-waktu tertentu (backstripping).

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian tugas akhir dengan

judul: “Analisis Burial Geohistory Platform Musi, Cekungan Sumatra Selatan”.

1.3 Lokasi Penelitian

Daerah penelitian secara administratif terletak di Provinsi Sumatra Selatan.

(Gambar 1.1. kotak hitam).

Gambar 1.1. Lokasi Daerah Penelitian

Sumber : Encarta 2007

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

Lokasi sumur di daerah penelitian, ditunjukkan pada gambar di bawah ini

(gambar 1.2). Terdapat tiga sumur di daerah penelitian yang tersebar meliputi

Platform Musi. ARAS-1

BUNGUR-1

RENO-1

312000 314000 316000 318000 320000

9612000

9614000

9616000

9618000

9620000

9622000

9624000

9626000

9628000

9630000

0 2000 4000 6000 8000

312000 314000 316000 318000 320000

9612000

9614000

9616000

9618000

9620000

9622000

9624000

9626000

9628000

9630000

Gambar 1.2. Peta Kedalaman Batuan Dasar Sekarang menunjukkan lokasi sumur daerah penelitian.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

1.4 Metode Penelitian

1.4.1 Pengertian Burial Geohistory

Dalam pemodelan burial geohistory, stratigrafi dari waktu ke waktu

penting untuk diketahui, berupa ketebalan dan kedalaman masing-masing lapisan

(gambar 1.3). Ketebalan masing-masing lapisan merupakan fungsi porositas (van

Hinte, 1978, gambar 1.4).

Bila suatu lapisan sedimen dibagi dalam dua bagian yaitu partikel sedimen

dan pori-pori antar partikel (gambar 1.4 dan 1.5) dan bila pada lapisan tersebut

diberikan tekanan (dalam hal ini penekanan akibat pembebanan sedimen

diatasnya), maka partikel-partikel sedimen tersebut akan saling mendekatkan diri.

Akibatnya ruang pori antar partikel menjadi kecil, suatu saat bila tekanan

yang diberikan telah maksimum maka tidak akan terjadi penciutan ruang antar pori

lagi (berkisar pada porositas = 3%, Koesoemadinata 1997, komunikasi personal).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin kecil porositas

suatu lapisan semakin tipis lapisan tersebut.

Sedangkan porositas adalah fungsi dari kedalaman pemendaman lapisan

tersebut, akibatnya semakin dalam terpendam semakin kecil porositasnya (gambar

1.4).

Penciutan porositas ini mengikuti suatu model kurva tertentu. Untuk

memudahkan melihat efek penciutan porositas akibat pemendaman digunakan

litologi serpih, karena pada serpih penciutan porositas akibat efek-efek selain

pemendaman kecil akibatnya.

Banyak peneliti yang melakukan penelitian model kurva kompaksi serpih

ini, yang paling umum digunakan adalah, model kurva kompaksi serpih

eksponensial Sclater dan Christie, 1980 (op.cit. Platte River, 1994) dan model

kurva kompaksi serpih eksponensial Falvey dan Middleton, 1981 (op.cit. Platte

River, 1994).

Akan tetapi terdapat beberapa peneliti yang tidak setuju dengan kedua

peneliti diatas, antara lain:

1. Issler (1992) mengusulkan model kurva kompaksi serpih linear (gambar 1.6).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

Gambar 1.3. Konsep Suksesif dekompaksi Gambar 1.4. Proses Dekompaksi

(Allen dan Allen, 1990) (van Hinte, 1978)

Gambar 1.5. Kelakuan Partikel-Partikel Sedimen Terhadap Penekanan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

2. Baldwin dan Butler (1985) mengusulkan model kurva kompaksi serpih

powerlaw (gambar 1.7)

3. Liu dan Roaldset (1985; dimodifikasi oleh Qivayanti, 1997, komunikasi

personal) mengusulkan model kurva kompaksi serpih parabola (gambar 1.8).

4. Koesoemadinata (1997; komunikasi personal) mengusulkan model kurva

kompaksi serpih hiperbola (gambar 1.9).

Dalam perangkat lunak pemodelan burial geohistory yang dikembangkan,

digunakan lima buah model kurva kompaksi yaitu :

1. Model kurva kompaksi eksponensial dari Sclater dan Christie, 1980

2. Model kurva kompaksi linear dari Issler,1992.

3. Model kurva kompaksi powerlaw dari Baldwin dan Butler, 1985.

4. Model kurva kompaksi parabola dari Liu dan Roaldset, 1985.

5. Model kurva kompaksi serpih hiperbola dari Koesoemadinata, 1997.

Issler (1992) menyatakan bahwa terjadi perubahan kemiringan kurva pada

kedalaman 500 meter. Dari hasil penelitian Qivayanti (1996, dan 1997, komunikasi

personal) didapatkan bahwa model kurva kompaksi untuk cekungan di Indonesia,

di bawah kedalaman 500 meter mengikuti pola linear, akan tetapi diatas kedalaman

500 meter mengikuti pola “curved”, dengan model kurva yang paling mendekati

adalah kurva power law.

Titik 500 meter menjadi suatu titik kritis perubahan bentuk kurva

kompaksi, titik ini dinamakan DIT (depth inflection point theoriticaly). Titik ini

memiliki porositas sekitar 40% (gambar 1.10 dan 1.11), dengan partikel sedimen

sudah saling bersentuhan sehingga penambahan beban sedimen di atasnya tidak

lagi memperkecil secara cepat akan tetapi mengikuti suatu pola linear.

Selain hal di atas untuk cekungan di Indonesia pola kurva kompaksi satu

sumur pada umumnya mengalami segmentasi, akibat dari perubahan kemiringan

kurva, erosi dan “non compaction” (gambar 1.10 dan 1.11). Dalam hal ini

porositas pada titik DIT menjadi penting, mengingat bila pada suatu sumur

ternyata kedalaman titik dengan porositas 38% tidak sama dengan 500 meter (titik

ini dinamakan DIO (depth inflection point observe), maka pada sumur tersebut

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

Gambar 1.6. Kurva Kompaksi Gambar 1.7. Kompilasi Kurva-Kurva

(Issler,1992) Kompaksi atau Solidity

(Baldwin dan Butler, 1985)

Gambar 1.8. Kurva dengan Garis Gambar 1.9. Kurva Kompaksi

Tegas adalah Kurva Kompaksi Parabola (Koesoemadinata, 1997, komunikasi personal)

(Liu dan Roaldset, 1994)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

Gambar 1.10. Segmentasi Kurva Kompaksi, Akibat Erosi atau Non Compaction Section

(Koesoemadinata, 1997, komunikasi personal)

Gambar 1.11. Segmentasi Kurva Kompaksi, Akibat Perbedaan Kemiringan Kurva dan

Non Compaction (Koesoemadinata, 1997, komunikasi personal)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

 

pernah terjadi erosi atau non compaction. Bila DIO lebih kecil dari 500 m maka

pernah terjadi erosi, sedangkan bila DIO lebih besar dari 500 m maka pernah

terjadi non compaction pada sejarah geologi sumur tersebut.

Untuk menempatkan posisi masing-masing lapisan pada posisi yang benar

dari waktu ke waktu (paleostratigrafi) posisi kedalaman masing-masing lapisan

perlu dikoreksi dengan paleobatimetri (gambar 1.12) dan perubahan muka air laut

purba (gambar 1.13). Untuk paleobatimetri didapatkan dari data biostratigrafi

berupa kurva paleobatimetri terhadap kedalaman (gambar 1.14), sedangkan untuk

perubahan muka air laut purba digunakan kurva Haq et.al., 1987. Dengan

mendapatkan ketebalan untuk masing-masing lapisan dalam suatu waktu maka

ketebalan total yang didapat dari suatu waktu tertentu dinamakan total subsidence.

Selain paleostratigrafi, tectonic subsidence juga termasuk ke dalam

geohistori “burial”. Metode yang digunakan untuk mendapatkan “tectonic

subsidence” dari “total subsidence” yang telah didapatkan diatas adalah dengan

menerapkan konsep isostasi lokal pada “sediment loading” (Watts dan Ryan, 1976,

Steckler dan Watts, 1978, dan Watts, 1981, semuanya op.cit. Wu dan Taib, 1995).

Metode ini dinamakan metode “Backstripping”. Metode “Backstripping” pada

dasarnya adalah menggantikan ketebalan total sedimen dalam suatu waktu dengan

kolom air yang telah terkoreksi oleh paleobatimetri dan perubahan muka laut purba

1.4.2 Data Masukan (input) yang dibutuhkan

Data masukan yang dibutuhkan untuk pemodelan burial geohistory antara

lain:

1. Data umum sumur didapat dari kepala log sumur, atau dari laporan sumur.

2. Data stratigrafi dan litologi didapat dari log completion atau final log.

3. Data umur absolut (kurva umur absolut terhadap kedalaman), data ini

didapatkan dari hasil analisis fosil foraminifera plankton atau nannoplankton

dari faunal chart (gambar 1.15), yang kemudian didigitasi untuk mendapatkan

kurva umur absolut terhadap kedalaman, atau data umur absolut per formasi

atau satuan batuan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

10 

 

Gambar 1.12. Koreksi Paleobatimetri Gambar 1.13. Koreksi Paleo Sea Level

Terhadap Pemendaman dan Paleobatimetri Terhadap

Kedalaman Pemendaman

Gambar 1.14. Contoh Kurva Paleobatimetri Terhadap Kedalaman

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

11 

 

4. Data paleobatimetri absolut (kurva paleobatimetri absolut terhadap kedalaman)

data ini didapatkan dari hasil analisis fosil foraminifera bentos dari faunal chart

(gambar 1.14), yang kemudian didigitasi untuk mendapatkan kurva

paleobatimetri absolut terhadap kedalaman, atau data paleobatimetri absolut per

formasi atau satuan batuan.

5. Jenis kurva kompaksi dan konstanta persamaan kurva kompaksi per segmen

kedalaman per litologi, hasil dari analisis log sonic (gambar 1.16), untuk

mendapatkan model kurva kompaksi masing-masing litologi, pada masing-

masing segmen).

6. Data ketebalan tererosi dan waktu erosi, hasil dari analisis kurva kompaksi, atau

dari data lainnya, serta tafsiran litologinya.

1.4.3 Proses yang Terjadi pada Pemodelan Burial Geohistory

Secara umum proses yang terjadi dalam pemodelan burial geohistory

dibagi dalam tiga bagian, pertama mendapatkan ketebalan, dan kedalaman serta

porositas setiap lapisan dari waktu ke waktu, perhitungan tectonic subsidence dan

ketiga koreksi yang dilakukan pada kedua perhitungan di atas.

a. Model Matematika dan Solusi Numerik Kompaksi

Untuk suatu lapisan, ketebalan setiap saat adalah fungsi dari porositas van

Hinte (1978), mengikuti persamaan deterministik:

(1.1)

dengan Фn adalah porositas saat ini, Фo adalah porositas waktu yang lalu, Z

adalah kedalaman, Dn adalah kedalaman sekarang, Tn adalah ketebalan

sekarang, Do adalah kedalaman waktu yang lalu, dan To adalah ketebalan waktu

yang lalu.

Suatu segmen kompaksi akan mengikuti suatu model kompaksi. Dalam

penelitian ini menggunakan persamaan deterministik:

Power Law

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

12 

 

(1.2)

dengan Фz adalah porositas pada kedalaman Z, Z adalah kedalaman, A, b1, dan

b2 adalah konstanta.

Dari persamaan 1.2 dapat diturunkan solusi analitik dari persamaan 1.1

sebagai berikut:

(1.3)

Agar dapat dipergunakan, persamaan diatas perlu diturunkan solusi

numerik untuk mendapatkan ketebalan awalnya (To).

Persamaan tersebut menjadi:

(1.4)

b. Koreksi Paleobatimetri dan Koreksi Perubahan Muka Laut

Paleostratigrafi setiap datum harus dikoreksi dengan paleobatimetri

(gambar 1.12) dan perubahan muka laut purba relatif terhadap muka laut

sekarang (gambar 1.13) dengan menggunakan persamaan:

Doc = Do + Pb - SLC (1.5)

dengan Doc adalah muka laut yang sudah terkoreksi, Do adalah muka laut awal,

Pb adalah paleobatimetri, dan SLC adalah kenaikan muka air laut.

c. Model Matematika dan Solusi Numerik Tectonic Subsidence

Perhitungan tektonik subsidence dengan metode backstripping (Allen dan

Allen 1990, gambar 1.17) mengikuti persamaan:

(1.6)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

13 

 

dengan dan (1.7)

(1.8)

Dari persamaan 1.6, 1.7 dan 1.8, ketebalan yang diperhitungkan adalah

ketebalan total (total subsidence) pada suatu umur tertentu, dengan densitas

lapisan rata-rata untuk seluruh lapisan.

Untuk mendapatkan tektonik subsidence dengan memperhitungkan

densitas per lapisan maka persamaan 1.7 dan 1.8 harus dimodifikasi menjadi:

(1.9)

dengan (1.10)

1.4.4 Asumsi dan Batasan

Dalam melakukan suatu pemodelan perlu ditetapkan asumsi-asumsi untuk

membatasi kompleksnya masalah-masalah yang timbul dalam keadaan sebenarnya

di alam. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan burial geohistory

antara lain:

a. Proses kompaksi:

- Proses kompaksi semata-mata hanya diakibatkan oleh proses pembebanan

sedimen di atasnya saja, tanpa memperhitungkan proses-proses lainnya.

- Bila terjadi pengangkatan maka porositas masing-masing lapisan tidak akan

berubah (tidak terjadi elastic rebound).

- Model kurva kompaksi mengikuti Model Kurva Kompaksi Power Law dari

Baldwin dan Butler (1985).

b. Umur absolut dan paleobatimetri:

- Masing-masing lapisan memiliki umur absolut, dan paleobatimetri, paling

tidak untuk setiap formasi atau satuan stratigrafinya.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

14 

 

Gambar 1.15. Kurva Umur Terhadap Kedalaman Gambar 1.16. Kurva Porositas Terhadap Kedalaman

Gambar 1.17. Perhitungan Total Subsidence dan Tectonic Subsidence

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

15 

 

c. Perhitungan tectonic subsidence:

- Perhitungan tectonic subsidence tidak memperhitungkan adanya thermal

subsidence, dan terjadi mengikuti prinsip isostasi lokal.

Sebagai akibat dari asumsi-asumsi yang digunakan, akan timbul suatu

batasan dalam penggunaan perangkat lunak pemodelan burial geohistory ini antara

lain:

a. Sumur yang akan dianalisis tidak memiliki struktur, terutama struktur sesar.

Bila terdapat struktur sesar, harus dikoreksi dahulu sehingga memiliki data

stratigrafi dan litologi yang lengkap.

b. Bila terdapat erosi, maka ketebalan yang hilang akibat erosi harus ditentukan.

Umur awal erosi harus ditentukan (sebagai acuan dapat digunakan setengah

dari umur yang hilang), dan terdiri dari hanya satu litologi tertentu.

c. Data litologi per kedalaman harus lengkap, bila ada yang tidak lengkap, harus

ditafsirkan, bila dibiarkan “blank” secara otomatis ditafsirkan sebagai serpih.

d. Setiap lapisan hanya terdiri dari satu litologi saja.

1.4.5 Parameter dan Konstanta

Dalam pemodelan burial geohistory diperlukan beberapa konstanta yang

pada umumnya diambil dari literatur, antara lain:

a. Densitas air = 1000 g cm-3

b. Densitas astenosfer = 3400 g cm-3

c. Densitas matriks untuk batupasir = 2,65 kg m-3, batuserpih = 2,72 kg m-3, dan

batugamping = 2,71 kg m-3.

1.4.6 Luaran (output)

Dari pemodelan burial geohistory ini akan dihasilkan output berupa

penampilan data dalam bentuk kurva:

a. Data stratigrafi dari waktu ke waktu dengan ketebalan, kedalaman dan

porositasnya masing-masing lapisan, yang kemudian dapat ditampilkan dalam

bentuk burial geohistory per perlapisan atau per satuan stratigrafi.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

16 

 

b. Data total subsidence dan tectonic subsidence dari waktu ke waktu dapat

ditampilkan berupa kurva subsidence.

c. Data ketebalan per satuan stratigrafi dari waktu ke waktu.

1.5 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini adalah diagram alir penelitian yang digunakan untuk pembuatan tugas akhir

(Gambar 1.18) :

Gambar 1.18. Diagram Alir Penelitian

Data Sumur 

Data Log

Gamma Ray Sonic Porosity

Kurva Umur‐Kedalaman

Biostratigrafi 

Kurva Paleobatimetri 

Studi Literatur 

Kurva Eustasi Global 

Litologi  Kurva Porositas ‐Kedalaman

Erosi,PersamaanKompaksi 

Model Burial Geohistory

Analisis Burial Geohistory