bab 7 teknologi pengolahan air hujankelair.bppt.go.id/publikasi/bukuairtanahbuatan/bab7... ·...

74
114 BAB 7 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR HUJAN 7.1 Kualitas Air Hujan Kualitas air hujan yang tergantung dari kondisi cuaca atau kualitas udara serta dipengaruhi oleh bahan atau material penampungan serta waktu penyimpanan di dalam bak penampungnya. Air hujan yang baru turun umumnya mempunyai ph yang agak rendah (asam). Hal ini disebabkan kerena air hujan yang baru turun banyak melarutkan gas CO 2 atau gas SO 2 yang ada di atmosfer. Keasaman air hujan tergantung tingkat konsentrasi gas-gas tersebut. Jika sudah ditampung dalam jangka waktu yang agak lama biasanya pH air akan naik mendekati normal karena gas CO 2 yang terlarut akan lepas atau menguap kembali sampai terjadi kesetimbangan. Beberapa paramater polutan yang sering terdapat di dalam air hujan : pH air yang baru ditampung sedikit asam karena mengandung CO 2 , SO 2 , NH 3 , NO x ; Mengandung partikel padatan tersuspensi akibat kotoran debu dll ; Kemungkinan mengandung logam Fe, Mn, Zn, Ca, Mg dll tergantung dari bahan atap penampungan yang digunakan; Kemungkinan masih mengandung bakteri coli atau mikroorganisme patogen yang lain tergantung dari tingkat kebersihan atap serta bak penampungannya. Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WMO (World Meteorological Organization). Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5,6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danaudanau, dan aliran sungai (Aryanti, 2004). Sifat hujan yang agak asam disebabkan karena terlarutnya asam karbonat (H 2 CO 3 ) yang terbentuk dari gas CO 2 di dalam air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang lemah sehingga pH air hujan tidak rendah, Apabila air hujan tercemar oleh asam yang kuat, pH

Upload: others

Post on 03-Aug-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

114

BAB 7 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR HUJAN 7.1 Kualitas Air Hujan Kualitas air hujan yang tergantung dari kondisi cuaca atau kualitas udara serta dipengaruhi oleh bahan atau material penampungan serta waktu penyimpanan di dalam bak penampungnya. Air hujan yang baru turun umumnya mempunyai ph yang agak rendah (asam). Hal ini disebabkan kerena air hujan yang baru turun banyak melarutkan gas CO2 atau gas SO2 yang ada di atmosfer. Keasaman air hujan tergantung tingkat konsentrasi gas-gas tersebut. Jika sudah ditampung dalam jangka waktu yang agak lama biasanya pH air akan naik mendekati normal karena gas CO2 yang terlarut akan lepas atau menguap kembali sampai terjadi kesetimbangan. Beberapa paramater polutan yang sering terdapat di dalam air hujan : pH air yang baru ditampung sedikit asam karena mengandung CO2, SO2, NH3, NOx ; Mengandung partikel padatan tersuspensi akibat kotoran debu dll ; Kemungkinan mengandung logam Fe, Mn, Zn, Ca, Mg dll tergantung dari bahan atap penampungan yang digunakan; Kemungkinan masih mengandung bakteri coli atau mikroorganisme patogen yang lain tergantung dari tingkat kebersihan atap serta bak penampungannya. Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WMO (World Meteorological Organization). Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5,6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danaudanau, dan aliran sungai (Aryanti, 2004). Sifat hujan yang agak asam disebabkan karena terlarutnya asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang lemah sehingga pH air hujan tidak rendah, Apabila air hujan tercemar oleh asam yang kuat, pH

115

air hujan turun di bawah 5,6 hujan demikian disebut hujan asam. Istilah hujan asam sebenarnya kurang tepat, yang tepat adalah deposisi asam. Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada di dalam udara. Ini dapat terjadi di daerah perkotaan karena pencemaran udara dari lalu lintas yang berat dan di daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Dapat pula terjadi perbukitan yang terkena angin membawa yang mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber pencemaran. Deposisi basah adalah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam di dalam udara larut di dalam butir-butir air di dalam awan. Jika turun hujan dari awan itu, air hujan bersifat asam. Asam itu terhujankan atau rainout. Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu larut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash-out. Deposisi basah dapat terjadi di daerah yang jauh dari sumber pencemaran (Soemarwoto, 1992).

Pemantauan tingkat keasaman air hujan (pH) di Indonesia dilakukan di 35 (tiga puluh lima) stasiun. Pengambilan sampel menggunakan metode Wet Deposition dan Wet & Dry Deposition dengan alat Automatic Rain Water Sampler (ARWS). Analisis sampel air hujan dilakukan di laboratorium kualitas udara BMKG dengan menggunakan alat ion chromatograph.

Pada bulan Pebruari 2012, jumlah sampel air hujan yang diterima di Laboratorium Kualitas Udara berasal dari 24 (dua puluh empat) stasiun pengamatan hujan di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat keasaman (pH) air hujan di 22 (dua puluh dua) kota : Angkasa Pura - Jayapura, Bandung - Jawa Barat, Bawil -1 - Medan, Citeko - Cisarua, Darmaga - Bogor, Juanda - Surabaya, Karang Ploso - Malang, Kemayoran - Jakarta, Kenten - Palembang, Kototabang - Padang, Panakukang - Maros, Patimura - Ambon, Pulau Baai - Bengkulu, Samratulangi - Manado, Selaparang - Mataram, Semarang - Jawa Tengah, Siantan - Pontianak, St.Thaha - Jambi, Tangerang - Banten, Temindung - Samarinda, Tjilik Riwut - Palangkaraya, Yogyakarta - Jawa Tengah berada dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) pH air hujan normal sebesar 5,6. Kondisi ini menunjukkan bahwa hujan yang turun di 2 (dua puluh dua) kota tersebut bersifat asam. Tingkat keasaman air hujan di kota Banjar Baru - Banjarbaru, Branti - Lampung menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6). Secara lebih rinci, hasil analisis pH air hujan pada bulan Pebruari 2012 dapat dilihat pada Gambar 7.1 dan Gambar 7.2. Beberapa contoh

116

kualitas air hujan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.1. Beberapa contoh kualitas air hujan di Ausrtalia dapat dilihat pada Tabel 7.2 dan Tabel 7.3.

Gambar 7.1 : Peta Keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia PebruarI 2012.

117

Gambar 7.2 : Grafik Tingkat Keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia Pebruari 2012. Sumber : BMKG-http://staklim-bengkulu.net/index.php/kualitas-udara/kualitas-air-hujan

118

Tabel 7.1 : Kualitas Air Hujan Di Beberapa Wilayah. No. Parameter Satuan Baku

Mutu Depok Semarang

Tengah Semarang

Timur Pandeglang Keterangan

A. FISIKA

1 Bau - Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau

Tdk berbau SNI 01-3554-2006 (2.2)

2 Rasa - Normal Tdk berasa

Tdk berasa

Tdk berasa

Tdk berasa SNI 01-3554-2006 (2.2)

Warna Pt-Co 5 7 2,4 3 - SNI 01-3554-2006 (2.2)

Kekeruhan NTU 1,5 14 1 0 0,65 SNI 01-3554-2006 (2.4)

Zat Padat Terlarut (TDS)

mg/l 500 38 310 820 77 SNI 01-3554-2006 (2.5)

B. KIMIA

1 pH (26 0C) - 6,5-8,5 7,3 7 7 8 SNI 01-3554-2006 (2.3)

2 Zat Organik (KmnO4) mg/l 1,0 11,0 - - 8,2 SNI 01-3554-2006 (2.6)

3 Nitrat (NO3-N) mg/l 10 2 0,0295 0,2219 0,25 SNI 01-3554-2006 (2.8)

4 Nitrit (NO2-N) mg/l 0,005 0,091 < 0,005 < 0,005 0,42 SNI 01-3554-2006 (2.8)

5 Amonia (NH4) mg/l 0,15 1,39 - - 1,08 SNI 01-3554-2006 (2.9)

6 Sulfat (SO4) mg/l 200 1,0 1,1 7,9 3,85 SNI 01-3554-2006 (2.10)

7 Khlorida (Cl-) mg/l 250 2,9 1,6 4,9 0,98 SNI 01-3554-2006 (2.12)

8 Flourida (F) mg/l 1,0 0,18 < 0,02 < 0,02 0,23 SNI 01-3554-2006 (2.13)

9 Sianida (CN) mg/l 0,05 < 0,005 < 0,01 < 0,01 - SNI 01-3554-2006 (2.14)

10 Besi (Fe) mg/l 0,1 0,11 < 0,03 < 0,03 0,04 SNI 01-3554-2006 (2.15)

11 Mangan (Mn) mg/l 0,05 < 0,02 < 0,01 < 0,01 0,004 SNI 01-3554-2006 (2.16)

12 Cl2 bebas mg/l 0,1 < 0,01 - - - SNI 01-3554-2006 (2.17)

119

13 Kromium (Cr) mg/l 0,05 < 0,02 < 0,0001 0,00013 < 0,02 SNI 06-6989.17-2004

14 Barium (Ba) mg/l 0,7 < 0,1 - - - SNI 06-6989.39-2005

15 Boron (B) mg/l 0,3 < 0,01 - - - SNI 01-3554-2006 (2.20)

16 Selenium (Se) mg/l 0,01 < 0,002 < 0,005 < 0,005 - Std Method (ed.21) 3500 Se

17 Timbal (Pb) mg/l 0,005 < 0,005 < 0,04 < 0,04 < 0,05 SNI 06-6989.8-2004 3)

18 Tembaga (Cu) mg/l 0,5 < 0,02 - - < 0,006 18-5A/K-Cu

19 Kadmium(Cd) mg/l 0,003 < 0,003 < 0,001 < 0,001 SNI 06-6989.16-2004 3)

20 Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 < 0,0005 < 0,001 < 0,001 < 0,0001 SNI 06-6989.2-2003

21 Arsen (As) mg/l 0,01 < 0,005 < 0,002 < 0,002 - SNI 06-6989.33-2005

C. MIKROBIOLOGI

1 Angka Lempeng Total Awal

1) Koloni/m

l 100 90 - - - SNI 01-2897-1992

2 Angka Lempeng Total Akhir

2) Koloni/m

l 100.000 - - - SNI 01-2897-1992

3 Kabteri Koli (Coliform)

MPN/100ml

< 2 0 - - - SNI 06-3957-1996

4 Salmonella - Negatif/100ml

- - SNI 01-3554-2006 (2.24)

Keterangan : Baku Mutu Air Kemasan SNI 01-3553-2006

1) = Di Parik 2) = Di Pasaran 3) = Logam berat merupakan logam terlarut < = lebih kecil Air Baku = Air Sumur

120

Tabel 7.2 : Kualitas Air Hujan Di Figtree Palce, Australia..

121

Tabel 7.3 : Kualitas Air Hujan Di Maryville, Australia.

122

7. 2 Metode Penghilangan Polutan Yang Ada Di Dalam Air Proses pengolahan air hujan prinsipnya sama dengan pengolahan air secara umum. Pemeilihan proses tergantung dari jenis serta konsentrasi polutan yang ada di dalam air hujan. Dibandingkan dengan air permukaan atau air sungai, air hujan yang ditampung dari atap umumnya kualitasnya relatif lebih bagus. Sehingga dengan melakukan pengolahan dengan teknologi yang sederhana sudah dapat dihasilkan air dengan kualitas yang baik. Untuk menghilangkan senyawa atau unsur polutan yang ada di dalam air hujan dapat dilakukan pemilihan proses sperti ditunjukkan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 :Pemilihan Proses Penghilangan Polutan Yang Ada Di Dalam Air.

NO KUALITAS AIR BAKU CARA PENGOLAHAN 1 Kekeruhan (TSS) Filtrasi dengan media pasir silika, Filter atau

saringan pasir lamabat, proses koagulasi-flokulasi dan filtrasi pasir cepat , filtrasi dengan membran ultrafiltrasi.

2 Polutan mikro Filtrasi dengan karbon aktif.

3 Carbon dioksida bebas / CO2 agersif

Aerasi, pengolahan dengan zat alkali.

4 Pengaturan pH Pengolahan dengan zat alkali.

5 Besi Prekhlorinasi, aerasi, pengontrolan pH, dengan bakteri besi, pertukaran ion, dg katalis MnO2, oksidasi dg KMnO4 atau ozon dll.

6 Mangan 1. [Oksidasi]] + [Flokulasi] + Saringan Pasir, Khlorinasi Awal, Oksidasi dengan Kalium Per-manganat, Okasi-dasi dengan Ozon.

2. Filtrasi kontak media filter yang mengandung MnO2, Flitrasi ganda.

3. Proses dengan bakteri besi dengan saringan pasir lambat.

7 Plankton Dengan pemakaian bahan kimia: copper sulfat, Khlorine, copper khlorida ; fitrasi ganda; saringan mikro.

8 Bau Proses Aerasi, menghilangkan mikro-organisme, Proses dengan karbon akif, khlorinasi, pengolahan dengan ozon.

9 Deterjen dan phenol Pengolahan dengan karbon aktif, Proses pengolahan awal secara biologis, oksidasi

123

dengan ozon.

10 Warna Pengolahan dengan cara koagulasi-flokulasi, pengolahan dengan karbon aktif, oksidasi dengan ozon.

11 Flourine Pengolahan dengan alumina aktif, pengolahan dengan arang tulang, proses elektrolitik.

12 Kekeruhan Pengolahan dengan cara koagulasi-flokulasi, pengendapan dan filtrasi.

13 Kesadahan Proses pelunakan dan destilasi.

14 Nitrate Proses demineralisasi.

15 Amonia Proses ion exchange dengan hidrogen zeolit.

16 Asam mineral bebas Netralisasi dengan alkali, ion exchange.

17 Hidrogen sulfida Aerasi, khlorinasi dan ion exchange.

18 Konductivity Demineralisasi dan proses pelunakan.

19 Silika Ion exchange dan destilasi.

20 Khlorida Demineralisasi ,destilasi, teknologi membrane RO.

21 Bakteriologis Disinfeksi dengan senyawa khlor, disinfeksi dengan ozon, sterilisai dengan ultraviolet, filtarsi dengan membrane UF/RO.

7.3 Teknolgi Pengolahan Air Hujan 7.3.1 Teknologi Pengolahan Air Hujan Sederhana

Salah satu alat pengolah air hujan sederhana tersebut adalah alat pengolah air minum yang merupakan paket terdiri dari Tong (Tangki), Pengaduk, Pompa aerasi dan saringan dari pasir atau disingkat Model TP2AS. Alat ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa sehingga cara pembuatan dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Alat Pengolah Air Minum model TP2AS ini sangat cocok digunakan untuk pengolahan air hujan baik yang ditampung dari atap maupun air hujan yang ditangkap dengan embung, serta air baku lainnya mengandung zat besi dan mangan dan zat organik, dengan biaya yang sangat murah. 7.3.1.1 Tahapan Proses

Tahapan proses pengolahan terdiri dari beberapa tahap yaitu :

124

1. Netralisasi dengan pemberian kapur/gamping. 2. Aerasi dengan pemompaan udara. 3. Koagulasi – Flokulasi dengan pemberian tawas. 4. Pengendapan. 5. Penyaringan. Skema tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3: Diagram Proses Pengolahan Air Gambut.

1) Netralisasi

Yang dimaksud dengan netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi netral (pH 7 - 8). Untuk air yang bersifat asam misalnya air gambut, yang paling murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur/gamping. Fungsi dari pemberian kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas proses selanjutnya.

2) Aerasi Yang dimaksud dengan aerasi yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan zat besi dan mangan yang ada dalam air baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara memben tuk senyawa besi dan senyawa mangan yang dapat diendapkan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan, Karbon Dioksida (CO2) serta gas-gas racun lainnya. Reaksi

oksidasi Besi dan Mangan oleh udara dapat ditulis sebagai berikut:

125

4 Fe2+ + O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H+

tak larut Mn2+ + O2 + H2O MnO2 + 2 H+

tak larut

Dari persamaan reaksi antara besi dengan oksigen tersebut, maka secara teoritis dapat dihitung bahwa untuk 1 ppm oksigen dapat mengoksidasi 6.98 ppm ion Besi. Reaksi oksidasi ini dapat dipengaruhi antara lain : jumlah Oksigen yang bereaksi , dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah udara yang dikontkkan dengan air serta luas kontak antara gelembung udara dengan permukaan air. Jadi makin merata dan makin kecil gelembung udara yang dihembuskan kedalam air bakunya , maka oksigen yang bereaksi makin besar. Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan oksigen dari udara adalah pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar 7(tujuh). Oleh karena itu sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak menyimpang dari pH standart untuk air minum yaitu pH 6,5 - pH 8,5. Oksidasi Mangan dengan oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar Mangannya tidak terlalu tinggi maka sebagaian mangan dapat juga teroksidasi dan terendapkan. 3) Koagulasi Proses ini digunakan jika air hujan mengandung banyak padatan tersespensi atau keruh. Jika air hujan ditampung dari atap proses ini biasanya tidak diperlukan karena air hujan sudah cukup jernih. Jika air h8ujan ditampung di dalam embung biasanya masih memempunyai kekeruhan yang cukup tinggi. Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia kedalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi misalnya zat warna organik, lumpur halus bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara yang paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan tawas/alum atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18 H2O. (berupa kristal berwarna putih). Reaksi koagulasi dengan Tawas secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :

126

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 ==> 2 Al(OH)3 +3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O alkailnity

Al

2(SO

4)

3.18 H2O + 3 Ca(OH)

2 ==> 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 3 CO2 + 18 H2O

mengendap Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan alumunium hidroksida, Al(OH)3 yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel - partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut yaitu : sejumlah tawas/ alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan kedalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukkan dikurangi sedemikian rupa sehingga terbentuk gumpalan - gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap. 4) Pengendapan Setelah proses koagulasi air tersebut didiamkan sampai gumpalan kotoran yang terjadi mengendap semua (+ 45 - 60 menit). Setelah kotoran mengendap air akan tampak lebih jernih. Endapan yang terkumpul didasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang terdapat di bawah tangki. 5) Penyaringan Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.

127

7.3.1.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan terdiri dari Tong, pengaduk, pompa aerasi, dan saringan dari pasir. Diagram pengolahan air hujan sederhana dapat dilihat pada Gambar 7.4. Tong/Tangki Penampung

Terdiri dari Drum Plastik dengan volume 200 liter. Drum tersebut dilengkapi dengan dua buah kran yaitu untuk mengalirkan air ke bak penyaring dan untuk saluran penguras. Pada dasar Drum sebelah dalam diplester dengan semen sehingga berbentuk seperti kerucut untuk memudahkan pengurasan. Selain itu dapat juga menggunakan tangki fiber atau PE volume 550 liter yang dilengkapi dengan kran pengeluaran lumpur. Tong atau tangki penampung dapat juga dibuat dari bahan yang lain misalnya dari tong bekas minyak volume 200 liter atau dari bahan gerabah. Fungsi dari drum adalah untuk menampung air baku, untuk proses aerasi atau penghembusan dengan udara, untuk proses koagulasi dan flokulasi serta untuk pengendapan.

Gambar 7.4 : Diagram Pengolahan Air Hujan Sederhana.

128

Pompa Aerasi Pompa aerasi terdiri dari pompa tekan (pompa sepeda) dengan penampang 5 cm, tinggi tabung 50 cm. Fungsi pompa adalah untuk menghembuskan udara kedalam air baku agar zat besi atau mangan yang terlarut dalam air baku bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara membentuk oksida besi atau oksida mangan yang dapat diendapkan. Pompa tersebut dihubungkan dengan pipa aerator untuk menyebarkan udara yang dihembuskan oleh pompa ke dalam air baku. Pipa aerator terbuat dari selang plastik dengan penampang 0.8 cm, yang dibentuk seperti spiral dan permukaannya dibuat berlubang-lubang, jarak tiap lubang + 2 cm. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan,

Karbon Dioksida (CO2) serta gas-gas racun lainnya. Bak Penyaring Bak Penyaring terdiri dari bak plastik berbentuk kotak dengan tinggi 40 cm dan luas penampang 25 X 25 cm serta dilengkapi dengan sebuah keran disebelah bawah. Untuk media penyaring digunakan pasir. kerikil, arang dan ijuk. Susunan media penyaring media penyaring dari yang paling dasar keatas adalah sebgai berikut :

Lapisan 1: kerikilatau koral dengan diameter 1-3 cm, tebal 5 cm.

Lapisan 2: ijuk dengan ketebalan 5 cm.

Lapisan 3: arang kayu, ketebalan 5-10 cm.

Lapisan 4: kerikil kecil diameter + 5 mm, ketebalan + 5 cm.

Lapisan 5: pasirsilika, diameter + 0,5 mm, ketebalan 10-15 cm.

Lapisan 6: kerikil, diameter 3 cm, tebal 3-6 cm. Diantara Lapisan 4 dan 5, dan Lapisan 5 dan 6, dapat diberi spons atau kasa plastik untuk memudahkan pada waktu melakukan pencucian saringan. Gambar penampang selang aerator dan penampang saringan pasir dapat dilihat pada Gambar 7.5 dan Gambar 7.6, sedangkan bak saringan pasir dan slang aerator dapat dilihat pada Gambar 5.7. Contoh penampungan dan pengolahan air hujan sederhana dapat dilihat pada Gambar 7.7.

129

Gambar 7.5 : Pipa Aerator. Gambar 7.6 : Penampang saringanPasir.

Gambar 7.7 : Selang Aerator dan Saringan Pasir. 7.3.1.3 Cara Pengolahan

Masukkan air baku kedalam tangki penampung sampai hampir penuh (550 liter).

130

Gambar 5.7 : Contoh Penampungan Dan Pengolahan Air Hujan Sederhana.

Larutkan 60 - 80 gram bubuk kapur / gamping (4 - 6 sendok makan) ke dalam ember kecil yang berisi air baku, kemudian masukkan ke dalam tangki dan aduk sampai merata.

Masukkan slang aerasi ke dalam tangki sampai ke dasarnya dan lakukan pemompaan sebanyak 50 - 100 kali. setelah itu angkat kembali slang aerasi.

Larutkan 60 - 80 gram bubuk tawas (4 - 6 sendok makan) ke dalam ember kecil, lalu masukkan ke dalam air baku yang telah diaerasi. Aduk secara cepat dengan arah yang putaran yang sama selama 1 - 2 menit. Setelah itu pengaduk diangkat dan biarkan air dalam tangki berputar sampai berhenti dengan sendirinya dan biarkan selama 45 - 60 menit.

Buka kran penguras untuk mengelurakan endapan kotoran yang terjadi, kemudian tutup kembali.

Buka kran pengeluaran dan alirkan ke bak penyaring. Buka kran saringan dan usahakan air dalam saringan tidak meluap.

Tampung air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih. Jika digunakan untuk minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu.

Catatan :

Jika volume bak penampung lebih kecil maka jumlah kapur dan tawas yang dipakai harus disesuaikan.

131

Jika menggunakan kaporit untuk membunuh kuman-kuman penyakit, bubuhkan kaporit sekitar 1-2 gram untuk 500 liter air baku. Cara pemakaiannya yaitu dimasukkan bersama-sama pada saat memasukkan larutan kapur.

Proses koagulasi-flokulasi dengan bahan kimia digunakan untuk pengolahan air hujan yang ditampung dengan embung atau kolam atau untuk air yang keruh.

7.3.2 Pengolahan Air Hujan Dengan Saringan Pasir Lambat 7.3.2.1 Sistem Saringan Pasir Lambat

Sistem saringan pasir lambat merupakan teknologi pengolahan air

yang sangat sederhana yang dapat menghasilkan air bersih dengan kualitas yang baik. Sistem saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan antara lain tidak memerlukan bahan kimia (koagulan) yang sering merupakan kendala pada proses pengolahan air di daerah pedesaan. Di dalam sistem pengolahan ini, proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan 5 - 10 m3/m2/hari. Air baku dialirkan ke tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengedapkan kotoran yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak penampung air bersih, seterus-nya di alirkan ke konsumen. Proses yang terjadi pada saringan pasir lambat adalah sebagai berikut: apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media filternya maka terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika terjadi pula penghilangan kotoran (impuritis) secara bio-kimia. Dengan demikian zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik. Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relaif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan tanpa bahan kimia.

132

7.3.2.2 Sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow Dan Up Flow Teknologi saringan pasir lambat yang telah diterap-kan di Indonesia biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow), namun dari pengalaman yang diperoleh ternyata terdapat beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat konvensiolal tersebut yakni antara lain :

Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadai besar, sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya selang waktu pencucian filter menjadi pendek.

Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas.

Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi ke dalam bak saringan seperti semula.

Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat “Up-Flow” (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).

Untuk mengatasi masalah kebuntuan terutama pada saat tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan yaitu bak pengendapan awal berupa saringan “Up- Flow” dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa/silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas atau Up-Flow (Gambar 7.8). Air limpasan dar bak penyaring utama merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.

Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up- Flow), jika saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat Up-Flow tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau pengerukan media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.

133

Gambar 7.8 : Diagram proses pengolahan air bersih dengan Saringan Pasir

lambat Up Flow. Saringan pasir lambat “Up-Flow” ini mempunyai keunggulan dalam

hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang konvesional. 7.3.2.3 Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow

Pengolahan air berish dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat “Up Flow” mempunyai keuntungan antara lain :

Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.

Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.

Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.

Proses operasi dan perawatannya murah dan mudah.

Sangat cocok untuk daerah pedesaan karena proses pengolahan sangat sederhana.

7.3.2.4 Spesifikasi Saringan Pasir Lambat Up-Flow Kapasitas 100 M3 Per Hari Contoh spesifikasi teknis unit pengolahan air bersih dengan proses saringan pasir lambat dengan kapasitas 100 m3 per hari dapat dilihat seperti pada Tabel 7.5.

134

Contoh konstruksi unit saringan pasir lambat dengan dengan kapasitas pengolahan 100 m3 per hari dapat dilihat seperti pada Gambar 7.9 sampai dengan Gambar 7.11, sedangkan contoh unit saringan pasir lambat yang telah beroperasi dapat dilihat pada Gambar 7.12. Saringan pasir lambat untuk pengolahan air hujan juga dapat dilakukan untuk skala kecil atau skala rumah tangga. Contoh saringan pasir lambat skala kecil dapat dilihat pada Gambar 7.13. Tabel 7.5 : Spesifikasi Teknis Saringan Pasir Lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari.

Kapasitas Pengolahan 100 M3/Hari.

Bangunan Penyadap Pipa PVC dia. 4 “ (berlubang)

Bak Penerima/ Bak Penenang Awal

80cm X 300cm X 250cm

Ukuran Saringan Up Flow Awal

200cm X 300cm X 225cm

Tebal Lapisan Kerikil : Batu Pecah, ukuran2-3 cm : 20 cm Batu Pecah , ukuran 1-2 cm : 10 cm Pasir : 70 cm Kecepatan Penyaringan : 16 M3/M2 per hari.

Bak Penenang Ke Dua 80 cm x 500 cm x 225 cm (2 Buah)

Saringan Pasir Up Flow Kedua

200 cm x 500 cm x 200 cm (2 buah)

Kecepatan Penyaringan 5 M3/M2.hari.

Bak Air Bersih 200 cm X 580 cm X 200 cm (+ 20 M3)

Bahan bangunan Beton semen cor atau pasangan batu bata

Tebal Lapisan Kerikil : Batu Pecah, ukuran 2-3 cm : 20 cm Batu Pecah, ukuran 1-2 cm : 10 cm Pasir : 70 cm

135

Gambar 7.9 : Rancangan Alat Pengolah Air Bersih Saringan Pasir Lambat

Up-Flow”, Kapasitas 100 m3/hari (Tampak Atas).

Gambar 7.10 : Rancangan alat pengolah air bersih “Saringan Pasir Lambat

Up-Flow” (Potongan A-A). kapasitas 100 M3/hari.

136

Gambar 7.11 : Rancangan “Saringan Pasir Lambat Up Flow” kapasitas 100

M3/hari. Potongan B-B dan C-C.

Gambar 7.12 : Contoh Unit Pengolahan Air Bersih Dengan Saringan Pasir Lambat Dengan Arah Aliran Dari Bawah Ke Atas (Up Flow). Kapasitas 100

M3/hari.

137

Gambar 7.13 : Contoh Unit Pengolahan Air hujan Dengan Saringan Pasir Lambat Skala Kecil (Rumah Tangga).

7.3.3 Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air Hujan

Masalah zat besi dan mangan di dalam air minum lebih sering terjadi jika sumber air baku yang digunakan berasal dari air tanah atau air limpasan permukaan hujan yang ditampung di dalam embung atau kolam. Untuk air permukaan masalah zat besi atau mangan umumnya terjadi jika sumber air yang digunakan berasal dari embung, kolam atau danau yang

138

kedalamannya cukup tinggi (dalam) atau danau yang telah mengalami eutropikasi dimana terjadi kondisi reduksi atau anaerobik di bagian bawah atau dasar danau. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan terlarutnya kembali endapan senyawa oksida besi atau mangan yang ada di dasar danau atau reservoir tersebut. Sering juga masalah seperti ini terjadi secara musiman atau pada perioda tertentu saja. Adanya zat besi atau mangan di dalam air hujan yang ditangkap dari atap, sangat dipengaruhi oleh jenis atau material atap serta umur atap. Jika air hujan yang digunakan untuk penyediaan air minum mengandung konsentrasi zat besi lebih besar 0,3 mg/l atau kandungan mangan melebihi 0,05 mg/l maka perlu pemilihan cara pengolahan yang paling sesuai. Untuk menghilangkan zat besi atau mangan di dalam air yang paling sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses pemisahan padatan (suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari pada besi. Hal ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih rendah dibanding dengan kecepatan oksidasi besi. Ada beberapa cara untuk menghilangkan zat besi dan mangan dalam air salah satu diantarannya yakni dengan cara oksidasi, dengan cara koagulasi, cara elektrolitik, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak, proses soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lainnya. Proses penghilangan besi dan mangan dengan cara oksidasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara yakni oksidasi dengan udara atau aerasi, oksidasi dengan khlorine (khlorinasi) dan oksidasi dengan kalium permanganat.

Beberapa cara oksidasi besi atau mangan yang paling sering digunakan di dalam industri pengolahan air minum antara lain yakni proses aerasi-filtrasi, proses khlorinasi-filtrasi dan proses oksidasi kalium permanganat-Filtrasi dengan mangan zeolit (manganese greensand) (Wong, 1984).

Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya konsentrasi zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Proses lain seperti pertukaran ion, proses filtrasi dengan penambahan chlorine dioxide, proses pengaturan pH, proses filtrasi dengan katalis dengan media yang sesuai serta proses oksidasi dengan ozone jarang digunakan karena alasan biaya dan operasional. Rekomendasi untuk proses tersebut dapat ditemukan di dalam berbagai literatur tentang pengolahan air.

Proses aerasi-filtrasi umumnya lebih dianjurkan untuk pengolahan air dengan konsentrasi zat besi lebih besar 5 mg/l untuk menghemat biaya bahan kimia. Proses khlorinasi – filtrasi lebih disarankan untuk konsentrasi zat besi kurang dari 2 mg/l, sedangkan proses filtrasi dengan manganese

139

greensand dengan penambahan kalium permanganat direkomen-dasikan untuk penghilangan zat besi dengan konsentrasi 0-3 mg/l. 7.3.3.1 Proses Aerasi-Filtrasi

Proses aerasi-filtrasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap serta filter atau penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan air agar zat besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3) serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air. Kecepatan oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh pH air. Umunnya makin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat. Kadang-kadang perlu waktu tinggal sampai beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan tergantung dari karakteristik air bakunya.

Jika konsentrsi zat besi atau mangan di dalam air baku cukup tinggi maka perlu bak pengendap yang dilengkapi dengan pengumpul lumpur (sludge collection). Untuk unit fitrasi lebih disarankan menggunakan filter bertekanan dengan dua media yakni pasir silika dan anthrasite. Kelemahan yang utama dari proses aerasi-filtrasi iini adalah besarnya biaya awal untuk pembuatan unit peralatan. Di samping itu jika konsentrasi mangan lebih besar 1 mg/l maka reaksi oksidasi cukup lama sehingga perlu waktu tinggal yang lebih lama atau kadang memerlukan tambahan bahan kimia untuk mempercepat proses oksidasi mangan tersebut sampai tingkat konsentarsi yang diharapkan. Di dalam proses penghilangan besi dan mangan dengan cara aerasi, adanya kandungan alkalinity, (HCO3)- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi atau mangan berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat, Fe(HCO3)2 atau mangano bikarbonat, Mn(HCO3)2. Oleh karena bentuk CO2 bebas lebih stabil daripada (HCO3)-, maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat. Fe(HCO3)2 ===> FeCO3 + CO2 + H2O Mn(HCO3)2 ===> MnCO3 + CO2 + H2O Dari reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai berikut : FeCO3 + CO2 ===> Fe(OH)2 + CO2

140

MnCO3 + CO2 ===> Mn(OH)2 + CO2 Baik hidroksida besi (valensi 2) maupun hidroksida mangan (valensi 2) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion) sebagai berikut : 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O ===> 4 Fe(OH)3 + 8 H+ 2 Mn2+ + O2 + 2 H2O ===> 2 MnO2 + 4 H+

Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan dibutuhkan 0,29 mg/l. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah. Pengaruh pH terhadap oksidasi besi dengan udara (aerasi) dapat dilihat pada Gambar 7.14. Ada beberapa jenis peralatan aerasi yang sering digunakan yakni aerator gravitasi, aerator sembur (spray aerator), aerator dengan difuser, dan aerator secara mekanik (Benefiled, 1982; Fair and Geyer, 1971; Peavy, 1986; Hammer, 1986). Untuk aerator gravitasi, beberapa cara yang sering digunakan misalnya aerator baki (tray aerator), aerator cascade, aerator dengan tower vertikal misalnya bubble cap tray dan lainnya. Untuk aerator sembur (spray aerator) cara yang sering digunakan adalah aerator dengan menggunakan nozzle atau orifice, baik yang stationer maupun bergerak.

Untuk aerator dengan difuser dilakukan dengan cara menyemburkan udara bertekanan ke dalam air melalui difuser yang berbentuk nozzle, pipa berlubang, atau difuser gelembung halus. Dengan cara demikian maka akan terjadi kontak yang efektif antara oksigen atau udara dengan zat besi atau mangan yang ada di dalam air sehingga terjadi reaksi oksidasi zat besi atau mangan membentuk oksida yang tak larut dalam air. Untuk aerator mekanik, beberapa cara yang sering digunakan adalah submerged paddle, surface paddle, propeler blade atau turbine blade.

141

0

2

4

6

8

10

12

0 10 20 30 40 50 60 70

pH 5.0

pH 5.95

pH 6.15

pH 6.5

pH 6.65

pH 6.8

pH 7.0

pH 7.45

KO

NS

EN

TR

AS

I F

e [m

g/l]

WAKTU AERASI [MENIT]

Gambar 7.14 : Pengaruh pH Terhadap Oksidasi Besi Dengan Udara.

7.3.3.2 Proses Khlorinasi-Filtrasi

Di dalam proses Khlorinasi – Filtrasi unit peralatan yang digunakan relatif sederhana. Umumnya terdiri dari sistem pembubuhan (injeksi) bahan kimia dan beberapa unit filter. Unit filter yang digunakan di dalam proses ini sama dengan filter yang digunakan pada Aerasi-Filtrasi. Kadang-kadang perlu tangki retensi kecil serta pengaturan pH dengan penambahan soda ash, soda api atau kapur tohor (Ca(OH)2). Bahan kimia yang digunakan adalah gas khlorine atau hipokhlorit.

142

Gas khlorine (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl)- adalah merupakan bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat. Reaksi oksidasi antara besi dan mangan dengan khlorine adalah sebagai berikut :

2 Fe2+ + Cl2 + 6 H2O ==> 2 Fe(OH)3 (s)+ 2 Cl- + 6 H+

Mn2+

+ Cl2 + 2 H2O ==> MnO2 (s)+ 2 Cl- + 4 H+

Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorine dan setiap 1 mg/l mangan dibutuhkan 1,29 mg/l khlorine. Tetapi pada prakteknya, pemakaian khlorine ini lebih besar dari kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi samping yang mengikutinya. Disamping itu apabila kandungan besi dalam air baku jumlahnya besar, maka jumlah khlorine yang diperlukan dan endapan yang terjadi juga besar sehingga beban flokulator, bak pengendap dan filter menjadi besar pula. Berdasarkan sifatnya, pada tekanan atmosfir khlorine adalah berupa gas. Oleh karena itu, untuk mengefisienkannya, khlorine disimpan dalam bentuk cair dalam suatu tabung silinder bertekanan 5 sampai 10 atmosfir. Untuk melakukan khlorinasi, khlorine dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya diatur melalui orifice flowmeter atau dosimeter yang disebut khlorinator. Pemakaian kaporit atau kalsium hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air. Oksidasi Fe dengan khlorine dapat dilakukan dengan efektif walaupun pada kondisi pH rendah. Salah satu hasil penelitian oksidasi Fe dengan khlorine pada pH rendah ditunjukkan pada Tabel 7.6. Tabel 7.6 : Oksidasi Senyawa Fe (Fe+2) Dengan Khlorine pada pH Rendah

Air Baku Konsentrasi Fe setelah Oksidasi dg Cl2

pH Air Fe (ppm) 15 menit 30 menit 60 menit

4 10,0 - - 0,8 4,55 10,0 - - 0,5 5,0 10,0 < 0,1 < 0,1 < 0,1

Catatan : Air baku yang digunakan adalah air tanah.Konsentrasi Fe setelah diaerasi dan disaring dengan kertas saring. Sumber : Tatsumi Iwao, 1971.

143

7.3.3.3 Proses Kalium Permangganat Dan Filtrasi Dengan Mangan Zeolit (Manganese Greensand ) Untuk menghilangkan besi dan mangan dalam air, dapat pula dilakukan dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator kalium permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut : 3 Fe2+ + KMnO4 + 7 H2O ==> 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K+ + 5 H+ 3 Mn2+ + 2 KMnO4 + 2 H2O ==> 5 MnO2 + 2 K+ + 4 H+ Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat dan untuk 1 mg/l mangan diperlukan 1,92 mg/l kalium permanganat. Dalam prakteknya, kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan stokhiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya mangan dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut : 2 Fe2+ + 2 MnO2 + 5 H2O ==> 2 Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4 H+

3 Mn2+ + MnO2 + 4 H2O ==> 2 Mn2O3 + 8 H+

Peralatan yang digunakan di dalam proses ini sama dengan

peralatan pada proses khlorinasi – Fliltrasi, yang berbeda adalah bahan kimia oksidator yang digunakan yakni kalium permanganat dan media filter yang digunakan yakni manganese greensand (mangan zeolit). Larutan kalium permanganat 1-4 % secara kontinyu diinjeksikan ke dalam air baku sebelum proses filtrasi. Injeksi larutan kalium permanganat tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan pompa dosing yang dapat diatur laju pembubuhannya. Biasanya reaksi oksidasi dapat berjalan sempurna pada pH 7,5 –9,0. Mangan zeolit (manganese-treated greensand) adalah mineral yang dapat menukar elektron sehingga dapat mengoksidasi besi ataiu mangan yang larut di dalam air menjadi bentuk yang tak larut sehingga dapat dipisahkan dengan filtrasi. Mangan Zeolit (K2Z.MnO.Mn2O7) dapat juga berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan besi dan mangan yang ada dalam air teroksidasi menjadi bentuk ferri-oksida dan

144

mangandioksida yang tak larut dalam air. Reaksinya adalah sebagai berikut : K2Z.MnO.Mn2O7 + 4 Fe(HCO3)2 ==> K2Z + 3 MnO2 + 2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O K2Z.MnO.Mn2O7 + 2 Mn(HCO3)2 ==> K2Z + 5 MnO2 + 4 CO2 + 2 H2O Reaksi penghilangan besi dan mangan dengan mangan zeolite tidak sama dengan proses pertukaran ion, tetapi merupakan reaksi dari Fe2+ dan Mn2+ dengan oksida mangan tinggi (higher mangan oxide). Filtrat yang terjadi mengandung mengandung ferri-oksida dan mangan-dioksida yang tak larut dalam air dan dapat dipisahkan dengan pengendapan dan penyaringan. Selama proses berlangsung kemampuan reaksinya makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh. Untuk regenerasinya dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kalium permanganat kedalam mangan zeolite yang telah jenuh tersebut sehingga akan terbentuk lagi mangan zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7).

Keunggulan proses ini adalah mangan zeolit dapat berlaku sebagai buffer (penyangga). Jika penambahan kalium permanganat tidak dapat mengoksidasi zat besi atau mangan yang larut di dalam air secara sempurna maka mangan zeolit akan mengoksidasi logam–logam tersebut dan tersaring di dalamnya.

7.3.3.4 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Skala Kecil Dengan

Proses Aerasi – Filtrasi Unit peralatan terdiri dari bak penampung air hujan, pompa air baku, bak penampung atas yang berfungsi sebagai kontaktor udara atau oksigen dengan air, dan satu unit filter yang diisi dengan media pasir, mangan zeolit dan karbon aktif (filter multi media). Air hujan di dalam bak penampung dipompa ke bak penampung atas yang berfungsi untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan zat besi atau mangan yang larut di dalam air. Kemudian dari tangki penampung atas, air dialirkan ke unit filter multi media untuk menyaring atau menghilangkan zat besi atau mangan yang ada dalam air serta menghilangkan padatan tersuspensi. Skema proses pengolahan ditunjukkan pada Gambar 7.15. Pada saat air dipompa ke bak penampung, terjadi proses oksidasi antara zat besi atau mangan yang ada dalam air dengan oksigen yang ada di udara. Reaksi oksidasi tersebut menghasilkan senyawa ferrihidroksida

145

atau mangan dioksida yang berupa gumpalan sangat halus (micro flock) yang tak larut dalam air, sehinggga dapat tersaring pada filter multi media. Berdasarkan reaksi tersebut diatas, untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi memerlukan 0,14 mg/l oksigen , dan untuk setiap I mg/l mangan diperlukan oksigen sebanyak 0,29 mg/l .

Gambar 7.15 : Diagram Proses Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Skala Kecil Dengan Proses Aerasi-Filtrasi.

Dengan memompa air hujan ke bak penampung atas, maka akan terjadi kontak antara zat besi atau mangan yang ada dalam air dengan oksigen yang ada di udara, sehingga besi atau mangan dapat dioksidasi, yang mana hal tersebut dapat meringankan beban filter mangan zeolitnya. Dengan demikian maka masa pakai (life time) dari filter mangan zeolitnya menjadi lebih lama. Proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas karbon dioksida (CO2) yang terlarut di dalam air. Untuk proses penyaringan, unit filter yang digunakan adalah filter dengan bahan PVC, diameter 12 inc dan tinggi 120 cm. Media yang

146

digunakan adalah pasir silika, mangan zeolit (mangenese greensand), dan karbon aktif. Skema multi media filter yang digunakan dan susunan media dapat dilihat seperti pada Gambar 7.16, sedangkan contoh bentuk filter dapat dilihat pada Gambar 7.17.

Gambar 7.16: Diagram Filter Multi Media Dan Susunan Media Penyaring

Untuk Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air.

Gambar 7.17 : Filter Multi Media Untuk Menghilangkan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air.

147

7.3.3.5 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Dengan Proses Khlorinasi- Filtrasi

Proses pengolahan untuk menghilangkan zat besi dan mangan di dalam air dengan proses khlorinasi-filtrasi secara garis besar ditunjukkan seperti pada Gambar 7.18 (Wong,1984). Air di hujan yang ditampung di bak penampung dipompa dengan menggunakan pompa sambil diinjeksi dengan larutan sodium hipokhlorit untuk mengoksidasi zat besi atau mangan yang ada di dalam air, selanjutnya dialirkan ke static mixer agar larutan sodium hipokhlorit dapat tercampur sempurna dengan air bakunya. Dari static mixer air selanjutnya di alirkan ke tangki reaktor (pressure tank) agar mempunyai waktu yang cukup untuk proses oksidasi sempurna.

Dari tangki reaktor air dialirkan ke saringan pasir cepat bertekanan (rapid pressure filter) untuk menyaring oksida besi atau oksida mangan yang terbentuk di dalam tangki reaktor. Setelah itu dilairkan ke filter mangan zeolit (manganese greensand filter). Filter mangan zeolit berfungsi untuk menghilangkan zat besi atau mangan yang belum sempat teroksidasi oleh kalium permanganat. Untuk menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik, deterjen, bau, senyawa phenol, logam berat dan lain-lain proses ini dapat juga dilengkapi dengan filter karbon aktif.

Gambar 7.18 : Diagram Proses Penghilangan Besi Dan Mangan Di Dalam Air Dengan Proses Khlorinasi-Filtrasi.

148

Air hasil olahan selanjutnya dialirkan ke bak penampung air bersih (Tower Tank) atau saluran distribusi. Salah satu contoh konstruksi peralatan proses penghilangan besi dan mangan di dalam air dengan proses khlorinasi-filtrasi yang telah terpasang, dengan kapasitas 30 M3 per hari dapat dilihat pada Gambar 7.19. Untuk kapasitas yang besar, oksidasi zat besi atau mangan dengan udara jarang digunakan karena memerlukan volume ruangan yang besar. Proses oksidasi zat besi dan mangan yang sering digunakan adalah oksidasi sengan senyawa khlorine atau kalium permanganat. Agar proses oksidasi dapat berjalan secara sempurna perlu dilengkapi dengan tangki reaktor, dengan waktu reaksi sekitar 10 -15 menit. Salah satu contoh diagram proses pengilangan Fe dan Mn untuk kapasitas besar ditunjukkan seperti pada Gambar 7.20, Gambar 7.21 dan Gambar 7.22.

Gambar 7.19 : Konstruksi Peralatan Proses Penghilangan Besi Dan Mangan Di Dalam Air Dengan Proses Khlorinasi-Filtrasi.

149

Gambar 7.20 : Diagram Proses Penghilangan Fe Dan Mn Dengan Injeksi Kalium Permanganat Atau Khlorine Dan Soda Ash Untuk menaikan pH.

Gambar 7.21 : Filter Mangan Zeolit dan Filter Karbon Aktif Untuk Penghilangan Fe Dan Mn Dengan Injeksi Kalium Permanganat Atau

Khlorine.

150

Gambar 7.21 : Pengolahan Air Hujan dengan Filter Mangan Zeolit dan Filter Karbon Aktif Dilengkapi Dengan Filter Penukar Ion Positip Untuk

Menghilangkan Logam berat. 7.3.4 Pengolahan Air Hujan Dengan Teknologi Membrane Salah satu teknologi yang berkembang saat ini adalah teknologi penyaringan atau filtrasi dengan menggunakan membran. Teknologi menggunakan membran sebenarnya bukanlah suatu teknologi yang baru ditemukan, karena membran itu sendiri telah digunakan semenjak lebih dari 50 tahun yang lalu. Adapun jenis membran yang tersedia saat ini dibagi menjadi 4 kelompok besar, disesuaikan dengan ukuran dari tingkat penyaringan atau sering disebut dengan istilah ‘Filtration degree”. Tingkat-tingkat penyaringan yang dimaksud adalah sebagai berikut (Lin, 2007) :

151

Mikro Filtrasi (Micro Filtration ,MF).

Ultrafiltrasi (Ultra Filtration,UF).

Nano Filtrasi (Nano Filtration, NF).

Osmosis Balik (Reverse Osmosis, RO). Distribusi ukuran partikel yang dapat dipisahkan sesuai dengan tingkatan proses filtrasi dapat dilihat pada Gambar 7.22. Selain ukuran pori, membran juga dikelompokkan berdasarkan besarnya berat molekul partikel kotoran yang dapat dipisahkan. Batas berat molekul yang dapat dipsahkan oleh suatu membran disebut batas berat molekul membran.

Gambar 7.22 : Distribusi Ukuran Partikel Yang Dapat Dipisahkan Sesuai Dengan Tingkatan Proses Filtrasi.

152

Batas berat molekul membran (molecular weight cutoff, MWCO) adalah ukuran dari karakteristik pemisahan dari suatu membran dalam istilah berat atom (massa), sebagai lawan dari ukuran pori-pori, biasanya diukur dalam Dalton. Satu Dalton adalah unit massa yang besarnya sama dengan 1/12 massa atom karbon-12 (yaitu satu satuan massa atom (atomic mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan untuk mengukur batas berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh membran ultrafiltrasi (UF), membran nanofiltration (NF) atau membran reverse osmosis (RO).Ukuran diameter pori dan batas berat molekul yang dapat dipisahkan oleh beberapa jenis membran dapat dilihat pada Tabel 7.7. Tabel 7.7 : Ukuran Diameter Pori Dan Batas Berat Molekul Yang Dapat Dipisahkan Oleh Beberapa Jenis Membran.

Tipe Filtrasi Ukuran Partikel

Berat Molekul (Dalton)

Mikro Filtrasi > 0,1µm > 500.000

Ultra Filtrasi 0,01 – 0,1 µm 1000 – 500.000

Nano Filtrasi 0,001 – 0,01 µm

100 - 1000

Reverse Osmosis < 0,001 µm < 100

Sesuai dengan nama dan tingkatan dari tipe filtrasi diharapkan akan didapatkan air olahan dengan tingkat kualitas tertentu pula. Misalnya dengan menggunakan proses penyaringan ultra filtrasi (UF) dengan derajad penyaringan sekitar 0,1 sampai 0,01 micron, diharapkan sebagian besar dari padatan tersuspensi (suspended material) akan tersaring. Dengan menggunakan proses penyaringan osmosis balik (reverse osmosis, RO) dapat digunakan untuk mengolah air laut menjadi air tawar. 7.3.4.1 Mikro Filtrasi Mikro filtrasi menggunakan membran mikroporous yang mempunyai ukuran pori efektif berkisar antara 0,07 – 1,3 µm (mikron), dan umumnya mempunyai ukuran pori aktual 0,45 µm (Bergman, 2005). Ukuran partikel yang dapat dihilangkan dengan proses mikro filtrasi berkisar antara 0.05 sampai 1 µm. Aliran melalui membran mikroporus

153

dapat terjadi dengan menggunakan yang tekanan rendah, tetapi umumnya untuk aplikasi pengolahan air minum atau air limbah dilkukan dengan memberikan sedikit tekanan untuk meningkatkan produksi (fluks). Membran mikro filtrasi dapat menyaring atau menghilangkan partikel dengan ukuran sampai 0,1 – 0,2 µm. Dalam hal ini mikro filtrasi dapat digunakan untuk menghilangkan kekeruhan, alga, bakteria, cysta giardia, oocysta cryptosporodium dan seluruh material padatan. Mikro fltrasi sering juga digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi atau koloid di dalam air limbah. Dipasaran ukuran mikrofilter yang banyak dijumpai adalah berkisar 10 – 1 µm.

Gambar 7.23 : Kombinasi Filter mikrofiltrasi ukuran 1 µm, Karbon Aktif, dan

Sterilisasi Ultraviolet.

154

Gambar 7.23 : Kombinasi Filter mikrofiltrasi ukuran 1 µm, Karbon Aktif, dan Sterilisasi Ultraviolet.

7.3.4.2 Ultrafilrasi

Ultrafiltrasi (UF) merupakan proses pemisahan menggunakan membran dengan ukuran pori-pori berkisar antara 0,1-0,01 µm (mikron). Biasanya, membran UF akan menghilangkan kotoran dari zat yang mempunyai berat molekul tinggi, material koloid, serta molekul polimer organik atau anorganik. Zat organik dengan berat molekul rendah dan ion ion seperti natrium, kalsium, magnesium klorida, serta sulfat tidak dapat dipisahkan oleh Membran UF. Karena hanya zat dengan berat molekul tinggi yang dapat dihilangkan atau dipisahkan, maka perbedaan tekanan osmotik di permukaan Membrane UF diabaikan.

Tekanan operasi rendah sehingga cukup untuk mencapai tingkat fluks yang tinggi dari membran ultrafiltrasi. Fluks membran UF didefinisikan sebagai jumlah air yang disaring atau diproduksi per satuan luas permukaan membran per satuan waktu. Umumnya fluks dinyatakan

155

sebagai galon per feet persegi per hari (GFD) atau sebagai meter kubik per meter persegi per hari. Membran ultrafiltrasi (UF) dapat memiliki fluks sangat tinggi tetapi dalam banyak aplikasi praktis fluks bervariasi antara 50 sampai 200 GFD pada tekanan operasi sekitar 50 psig. Sedangkan, membran reverse osmosis (RO) hanya memproduksi antara 10-30 GFD pada 200-400 psig. Ultrafiltrasi, seperti reverse osmosis, adalah proses pemisahan secara aliran lintas (cross-flow). Air yang akan diolah dialirkan secara tangensial ke sepanjang permukaan membran, sehingga menghasilkan dua aliran. Aliran air yang yang masuk dan meresap melalui membran disebut aliran air olahan (permeate). Jumlah dan kualitas air olahan akan tergantung pada karakteristik membran, kondisi operasi, serta kualitas air bakunya. Aliran lainnnya yakitu aliran air buangan (reject) atau disebut concentrate, dimana di dalam aliran air buangan mengadung zat atau kotoran yang telah dipisahkan oleh membran sehingga konsentrasinya menjadi lebih pekat. Oleh karena itu di dalam pemisahan secara aliran silang (cross-flow), membran itu sendiri tidak bertindak sebagai kolektor ion, molekul, atau koloid tetapi hanya bertindak sebagai penghalang. Di dalam proses penyaringan dengan menggunakan filter konvensional, media penyaring atau filter cartridge, hanya menghilangkan padatan tersuspensi dengan menjebak kotoran dalam pori-pori media filter. Oleh karena itu filter ini bertindak sebagai deposit dari padatan tersuspensi dan harus sering dibersihkan atau diganti. Mekanisme filtrasi cross flow dan filtrasi konvensional (dead-end filtration) dapat dilihat pada Gambar 7. 24.

Gambar 7.24 : Mekanisme filtrasi Cross Flow dan Filtrasi Konvensional (Dead-End Filtration).

156

Filter konvensional umumnya digunakan untuk pengoalahan awal sebelum proses pengolahan dengan sistem membran, yaitu untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang relatif besar, sedangkan proses penyaringan dengan membran digunakan untuk menghilangkan partikel dan padatan terlarut. Di dalam proses ultrafiltrasi, untuk beberapa aplikasi, tidak menggunakan filtrasi awal (prefilter) sehinnga modul ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi atau material emulsi koloid.

Berbagai bahan telah digunakan untuk membran ultrafiltrasi secara komersial, tetapi yang paling banyak dipakai adalah polysulfone dan selulosa asetat. Salah satu contoh unit pengolahan air minum dengan proses ultrafiltrasi dapat dilhat pada Gambar 5.19. Nano berarti satu per milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan 10-9 m = 10-3 µm (mikron). Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran cross-flow. Dalam air yang mengandung campuran beberpa jenis ion, ion monovalen cenderung menembus atau melewati membran sedangkan jenis ion divalen atau multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar muka (interface) membran. Dilihat dari bentuknya ada dua tipe membran Ultrafiltrasi yaitu tipe datar (flat) dan tipe hollow fiber. Dipasaran tipe membran UF yang banyak dijual adalah tipe hollow fiber. Membran UF hollow fiber bentuknya seperti pipa kecil panjang. Ribuan hollow fiber tersebut disusun dan disatukan dalam satu wadah (casing) yang dinamakan module. Contoh membran UF tipe hollow fiber dapat dilihat pada Gambar 7.25, sedangkan contoh modul membran UF dapah dilihat pada Gambar 7.26.

Gambar 7.25 : Membran Ultrafiltrasi Tipe Hollow Fiber.

157

Filtrasi dengan membran ultrafiltrasi sangat efektif menghilangkan kekeruhan atau padatan tersuspensi yang ada di dalam air, tetapi tidak dapat menghilangan zat terlarut misalnya garam, amonium, deterjen dan lainnya. Bakteria, giardia, dan virus secara teknis dapat tersaring karena ukuran diameter pori membran ultrafiltrasi berkisar anatara 0,1-0,01 µm (mikron). Contoh unit ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 5.27 dan gambar 7.28.

Gambar 7.26 : Modul Membran Ultrafiltrasi Tipe Hollow Fiber.

Gambar 7.27 : Unit Ultrafiltrasi Tipe Hollow Fiber skala kecil.

158

Gambar 7.28 : Unit Pengolahan Air Bersih atau Air Minum Dengan Proses Ultrafiltrasi,

Kapasitas 200 m3 per hari.

7.3.4.3 Nano Filtrasi (NF) Nano berarti satu per milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan 10-9 m = 10-3 µm (mikron). Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran cross-flow. Dalam air yang mengandung campuran beberpa jenis ion, ion monovalen cenderung menembus (melewati) membran sedangkan jenis ion divalen atau multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar muka (interface) membran. Oleh karena beberapa jenis ion, yakni ion monovalen dapat masuk melalui membran, perbedaan potensial kimia antara kedua larutan lebih kecil maka memerlukan daya pendorong yang lebih rendah. Oleh karena itu, tekanan operasi Nano Filtrasi (NF) hanya berkisar antara 7 – 40 bar. Membran NF umumnya dicirikan oleh kemampuan untuk memisahkan jenis ion divalen, umumnya magnesium sulfat (MgSO4) atau kalsium klorida (CaCl2). Oleh karena terdapat banyak variabilitas di dalam aplikasi NF, retensi MgSO4 umumnya berkisar antara 80% hingga 98%.

Nano-filtrasi umumnya dipilih untuk pemisahan apabila aplikasi reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi bukanlah pilihan yang tepat. Nanofiltration dapat digunakan untuk aplikasi pemisahan mineral

159

(demineralization), penghilangan warna, dan desalinasi. Di Indonesia, membran nano filtrasi ini dipasaran jarang ditemui. 7.3.4.4 Osmosis Balik (Reverse Osmosis) Apabila dua buah larutan dengan konsentarsi encer dan konsentrasi pekat dipisahkan oleh membran semi-permeable, maka larutan dengan konsentrasi yang encer akan terdifusi melalui membran semi-permeable tersebut masuk ke dalam larutan yang pekat sampai sampai terjadi kesetimbangan konsentarsi. Phenomena tersebut dikenal sebagai proses osmosis. Jika air tawar dan air asin dipisahkan dengan membran semi permeable, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin melalui membran semi permeable tersebut sampai terjadi kesetimbangan.

Daya pengggerak (driving force) yang menyebabkan terjadinya aliran difusi air tawar ke dalam air asin melalui membran semi-permeable tersebut dinamakan tekanan osomosis. Besarnya tekanan osmosis tersebut tergantung dari karakteristik membran, temperatur air, dan konsentarsi garam yang terlarut dalam air. Tekanan osmotik normal air-laut yang mengandung TDS 35.000 ppm dan suhu 25o C adalah kira-kira 26,7 kg/cm2, dan untuk air laut di daerah timur tengah atau laut Merah yang mengandung TDS 42,000 ppm , dan suhu 30 0C, tekanan osmotik adalah 32,7 kg /m2. Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari dari air asin ke air tawar melalui membran semi-permeable, sedangankan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan garammya sehingga menjadi lebih pekat. Proses tersebut dinakanan osmosis balik (reverse osmosis).

Keunggulan proses osmosis balik antara lain yakni pengopersianya dilakukan pada suhu kamar, tanpa instalasi pembangkit uap, mudah untuk memperbesar kapasitas, serta pengoperasian alat relatif mudah. Teknologi ini sangat cocok untuk digunakan di wilayah dimana tidak terdapat atau sedikit sekali sumber air tawar misalnya untuk daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ada tiga jenis membran RO yang ada dipasaran yaitu membran RO untuk air tawar (tap water membran), membran RO air payau (brackish water membrane) dan membran RO air laut (sea water membran). Membran RO air tawar biasanya digunakan untuk menurunkan konsentrasi padatan terlarut (total disolved solids, TDS) di dalam air maksimum + 2000

160

mg per liter, membran RO air payau digunakan untuk mengolah air baku dengan konsentrasi TDS maksimum 6000 mg per liter, sedangkan untuk mengolah air baku dengan konsentrasi TDS lebih dari 6000 mg per liter digunakan membranRO sew water. Untuk mengolah air hujan menjadi air siap minum umumnya menggunakan membran RO air tawar. Saat ini banyak unit RO skala kecil yang digunakan untuk mengolah air baku yang berasal dari air PAM atau air tanah menjadi air siap minum. Oleh karena filtrasi dengan membran RO merupakan filtrasi dengan ukuran molekul, maka sebelum proses penyaringan dengan memran RO harus dilakukan pengolahan pendahuluan untuk menghilangkan partikel partikel padatan yang berukuran besar serta menghilangkan bau. Pengolahan pendahuluan (pretreatment) biasanya terdiri dari unit penghilangan zat besi dan mangan, Filter pasir bertekanan, filter mangan zeolit untuk menghilangkan zat besi dan mangan, filter karbon aktif untuk menghilangkan bau serta mikrofilter (cratridge filter) ukuran 10-1 µm (mikron). Contoh Unit RO air tawar untuk kapasitas kecil dapat dilihat pada Gambar 5.29, sedangkan unit RO air tawar (tap water RO) dengan kapasitas 10.000-15.000 liter per hari dapat dilihat pada Gambar 5.30.

Gambar 5.29 : Unit Pengolahan Air Siap Minum Dengan Proses Reverse Osmosis (RO) Kapasitas 100 -200 Liter Per Hari

7.3.5 Pengolahan Air Hujan Menjadi Air Siap Minum 7.3.5.1 Proses Pengolahan

Salah satu contoh instalasi pengolahan air hujan menjadi air siap

minum telah dibangun di Pesantren Mandalawangi, Pandeglang. Air baku yang digunakan mengolah air yang berasal dari air hujan dari atap yang

161

ditampung di bak penampung air hujan (PAH). Diagram proses pengolahan air hujan menjadi air siap minum tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.31.

Gambar 5.30 : Unit Pengolahan Air Siap Minum Dengan Proses Reverse Osmosis (RO) Kapasitas 100 -200 Liter Per Hari

Gambar 7.31 : Diagram Proses Pengolahan Air Hujan Menjadi Air Siap Minum.

162

Untuk mengolah air hujan menjadi air yang siap minum, proses pengolahannya adalah sebagai berikut: Air dari bak penampung air hujan dialirkan dengan pompa sambil diinjeksi dengan larutan kaporit melalui static mixer (pencampur) menuju filter multimedia.

Filter multimedia berfungsi untuk menyaring oksida besi atau oksida mangan yang terbentuk setelah pembubuhan kimia kaporit yang tercampur sempurna pada statik mixer. Filter multimedia ini berisi pasir, mangan zeolit dan karbon aktif. Setelah disaring dengan saringan pasir, masih ada kemungkinan kandungan besi dan mangan yang belum sempat teroksidasi dan terendapkan.

Kandungan ini kemudian dihilangkan dengan mangan zeolit. Karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik, deterjen, bau, senyawa phenol, logam berat dan lain-lain. Setelah melalui filter multimedia, air dialirkan ke filter cation exchange (resin penukar kation). Dari filter penukar ion kemudian dialirkan melalui membrane ultra filtrasi selanjutnya di tampung dalam tangki penampungan stainless steel. Untuk pengemasan ke dalam botol gallon, air dari penampungan dialirkan ke botol galon dengan pompa, yang terlebih dahulu melalui sistem desinfeksi ultra violet dan filter cartridge. 7.3.5.2 Spesifikasi Unit Pengolahan Air Hujan Menjadi Air Siap Minum

Kapasitas pengolahan : 10.000 – 15.000 liter per hari

Pompa Pembubuh Kimia : 4,7 l/m, tekanan 7 bar , 220 volt

Pompa air baku : 40 liter/menit , tekanan 5kg/cm2, 220 volt,¾ PK

Static Mixer : PVC tube , 8”, panjang 80 cm

Multimedia Filter : PVC tube , 10 , panjang 120 cm

Tangki Garam : PVC tube , 6” , 60 cm

Cation Exhange Filter : PVC tube , 10” , 120 cm

Catridge Filter : 3”, panjang 20”

Ultrafiltrasi : 15 m3/hari, 500 watt, 220 volt

Ultraviolet Sterilsasi : 15 liter/menit , 40 watt, 220 volt

Catridge Filter : Stainless steel, 3 ” , panjang 10” Unit-unit pengolahan pada instalasi ARSINUM Pandeglang secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

163

a. Multimedia Filter

Unit ini berfungsi menyaring partikel kasar yang berasal dari air baku dan hasil oksidasi klorin, termasuk besi dan mangan, serta beberapa logam-logam lain yang masih terlarut dalam air dapat dikurangi sampai sesuai dengan kandungan yang diperbolehkan untuk air minum. Media ini terdiri atas kombinasi manganese dan karbon aktif.

Unit filter ini berbentuk tubular dan terbuat dari bahan pvc yang relatif tahan terhadap karat. Unit ini dilengkapi dengan empat buah keran, sehingga untuk proses pencucian balik dapat dilakukan dengan sangat sederhana, yaitu dengan hanya memutar keran tersebut sesuai dengan petunjuknya. b. Filter Penukar Ion (Kation Exchange)

Resin penukar ion merupakan suatu polimer dengan berat molekul yang cukup tinggi dan memiliki gugus-gugus tertentu. Air yang telah disaring jika masih mengandung zat-zat terlarut yang menimbulkan kesadahan akan berkurang kesadahannya setelah melewati filter ini. Dengan filter penukar ion ini, diharapkan air yang akan digunakan sebagai air minum memiliki kandungan kesadahan sedikit rendah. Resin ini bila digunakan untuk menyaring terus-menerus, akan dapat mengalami kejenuhan. Bila sudah jenuh, indikasinya kesadahan air akan meningkat. Bila kondisi seperti ini terjadi, maka diperlukan regenerasi resin. Regenerasi resin dilakukan dengan mengalirkan larutan garam jenuh kedalam resin sehingga unsur kalsium dan magnesium yang melekat pada resin akan tertukar dengan unsur natrium yang ada pada garam dapur. Dengan demikian resin ini dapat dipergunakan untuk menyerap kembali air yang mengandung kalsium dan magnesium.

c. Ultrafiltrasi Setelah multimedia filter air hujan selanjutnya disaring dengan membrane ultra filtrasi. Saat ini teknologi filtrasi untuk penjernihan air ada dua tipe yaitu tipe konvensional dengan memakai saringan pasir dan tipe baru dengan menggunakan membrane. Teknologi membrane seperti ultrafiltrasi, saat ini berkembang sangat pesat dan mulai banyak

164

diaplikasikan untuk berbagai kegunaan mengingat banyak sekali keunggulan-keunggulan yang dimiliki nya dibanding teknologi konvensional.

Membran UF yang digunakan adalah tipe hollow fiber yang terbuat dari polysulfone. Tingkat filtrasi dengan membrane ini adalah dapat menahan partikel ukuran 0.1- 0.01 mikron dengan tekanan pompa yang rendah dan prosesnya tanpa bahan kimia, sehingga biaya operasinalnya rendah. Hasil akhir kualitas air menggunakan sistem ini dapat selalu konstan dan bisa menghilangkan bakteri serta material yang tersuspensi dalam air. Air yang telah melalui proses ultrafiltrasi ditampung di bak penampung air minum. Jika akan dibotolkan air dari bak penampung air minum dipompa dan dialirkan ke cartridge filter ukuran 1 mikron untuk menghilangkan partikel padatan serta dialirkan ke unit sterilisator ultraviolet untuk membunuh kuman jika masih ada. d. Cartridge Filter

Unit selanjutnya adalah mikro filtrasi (cartridge filter) cartrige ukuran 1,0 mikron untuk menghilangkan sisa partikel padatan yang ada di dalam air, sehingga air menjadi benar-benar jernih. Pada fase ini air sudah melalui tahap filtrasi konvensional yang selanjutnya di tingkatkan kualitasnya menjadi air minum, dengan teknologi catridge. d. Ultraviolet Sterilisator

Selanjutnya air dialirkan ke ultra violet sterilisator agar seluruh bakteri atau mikroorganisme yang ada di dalam air dapat dientaskan secara sempurna. Untuk lebih aman lagi bisa dilengkapai dengan ozon generator yang diinjeksikan setelah filter cartridge. Air yang keluar dari ultra violet merupakan air hasil olahan yang dapat langsung diminum. Contoh Unit pengolahan air hujan menjadi air siap minum dengan kombinasi proses filter multimedia, filter penukar ion, unit ultrafiltrasi dan sterilisator ultraviolet dapat dilihat pada Gambar 7.32 sampai dengan Gambar 7.41.

165

Gambar 7.32 : Bak Penampungan Air Hujan.

Gambar 7.33 : Pompa Air Baku, Static Mixer, Tangki Kimia dan Pompa Dosing.

166

Gambar 7.34 : Multi Media Filter, Cation Exchange Filter dan Tangki Garam.

Gambar 7.35 : Cartridge Filter Air Bersih.

167

Gambar 7.36 : Bak Penampung Air Bersih.

Gambar 7.37 : Unit Ultrafiltrasi Yang dapat Menyaring Partikel Ukuran 0,01 µm (mikron).

168

Gambar 7.38 : Bak Penampung Air Siap Minum.

Gambar 7.39 : Pompa pengisian dan Cartridge Filter Air Siap Minum.

169

Gambar 5.40 : Ultraviolet Sterilizer.

Gambar 5.41 : Air Olahan Dikemas dalam Botol Galon 20 liter.

7.3.6 Pengolahan Air Hujan Dengan Teknologi Biofiltrasi Ultrafiltrasi Dan Reverse Osmosis (RO) Menjadi Air Siap Minum 7.3.6.1 Fungsi Dan Kapasitas Alat Untuk mengolah air hujan yang ditampung di dalam embung atau kolam, air danau, atau air sungai menjadi air bersih dan air siap minum. Kapasitas alat dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan dari mulai kapasitas kecil maupun besar.

170

Air baku yang dapat diolah :

Air permukaan yang keruh, misalnya air sungai, air danau, air hujan yang ditampung di dalam kolam atau embung..

Air tanah misalnya air sumur, mata air, air yang mengandung zat besi, mangan.

Persyaratan air baku adalah sebagai berikut :

Untuk keperluan air berish, air baku adalah air tawar dengan konsentrasi TDS maksimum 1000 mg/l.

Kapasitas Pengolahan : Air Bersih :100 m3/hari. Kapasitas Air Siap Minum (RO) : 12 Liter per Menit Air Baku : Air danau atau embung, air sungai, air banjir. Kualitas air Olahan : Standar DEPKES RI. 7.3.6.2 Proses Pengolahan Proses pengolahan yang digunakan adalah kombinasi proses biofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis. Secara garis besar proses pengolahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7.42. Air baku yang berasal dari kolam atau ungai dipompa ke unit reaktor biofiltrasi yang di dalamnya diisi dengan media plastik tipe sarang tawon. Reaktor biofilter diisi dengan media biofilter dari bahan plastik tipe sarang tawon. Dengan adanya media palstik sarang tawon tersebut maka pada permukaan media tersebut akan tumbuh lapisan filem mikroorganisme (biofilm) yang akan menguraikan polutan yang ada di dalam air baku. Di dalam reaktor biofilter tersebut senyawa polutan yang ada di dalam air baku misalnya zat organik, amoniak, zat besi, mangan, deterjen dan senyawa polutan lain dapat diuraikan secara biologis. Selain itu padatan tersuspensi yang ada di dalam air baku dapat diendapakan. Air yang keluar dari biofilter selanjutnya di tampung ke bak penampung antara.

Dari bak penampung antara air selanjutnya dipompa ke mikro strainer yang dapat menyaring kontoran padatan sampai 50 mikron sambil diinkeksi dengan larutan kaporit untuk membunuh kuman dan mencegah terjadinya biofouling.

171

Gambar 7.42 : Diagram Pengolahan Air Siap Minum Dengan Proses Biofiltrasi-Ultrafiltrasi. Kapasitas Ultrafiltrasi : 125 Liter per menit

Kapasitas RO : 12 Liter per Menit

172

Dari mikro strainer air dilairkan ke unit ultra filtrasi yang dapat menyaring sampai ukuran 0,01 mikron. Unit ultra filtrasi menggunakan modul membran tipe hollow fiber. Unit ultrafiltrasi beroperasi secara otomtis yakni proses penyaringan dan proses pencucian balik (backwash) dilakukan secara bergantian dan waktunya dapat diatur dengan menggunakan alat pengatur waktu (timer).

Proses penyaringan diatur selama 10-15 menit, sedangkan proses pencucian balik diatur selama 1-2 menit. Diagram proses penyaringan dan proses pencucian balik di dalam unit ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 7.43 dan Gambar 7.44. Air yang keluar dari unit ultra filtrasi dialirkan ke bak penampung air bersih dan selanjutnya dilairkan ke sistem distribusi untuk digunakan untuk keperluan air bersih (mandi, cuci dll).

Sebagian dari air bersih hasil olahan proses ultrafiltrasi, selanjutnya diolah untuk menjadi air siap minum. Air dari bak penampung air bersih dipompa ke filter multi media sambil diinjeksi dengan larutan kalium permanganat. Injeksi kalium permanganat berfungsi untuk mengoksidasi zat besi atau mangan yang ada di dalam air serta mengoksidasi zat organik yang ada di dalam air. Selanjutnya zat besi atau mangan yang telah teroksidasi disaring dengan filter multi media yang di dalamnya diisi dengan media mangan zeolit dan karbon aktif.

Filter multi media berfungsi untuk menghilangkkan zat besi dan mangan di dalam air baku yang telah teroksidasi serta untuk menghilangkan bau dan mikro polutan lain yang ada di dalam air. Dari filter multi media, air dialirkan ke filter penukar kation untuk menghilangan kandungan zar kapur dan magnesium yang ada di dalam air. Selanjutnya dialirkan ke unit mikro filter yang dapat menyaring padatan sampai ukuran 1 mikron. Dari unit mikro filter air selanjutnya dialirkan ke unit reverse osmosis (RO),

Unit reverse osmosis (RO) menggunakan modul membrane (tap water membrane) tipe thin film composite. Dengan penyaringan reverse osmosis secara teknis bakteri sudah dapat disaring. Dari unit reverse osmosis, air dialirkan ke unit sterilisator ultraviolet untuk membunuh mikroba yang mungkin belum sempat tersaring oleh membrane RO. Air yang keluar dari unit sterilisator ultra violet adalah air olahan yang siap minum langsung tanpa dimasak dan dapat langsung dibotolkan.

173

7.3.6.3 Keunggulan Proses Ultrafiltrasi Sistem ultrafiltrasi mempunyai beberapa kelebihan antara lain adalah :

Tanpa bahan koagulan dan flokulan, tetapi menggunakan sedikit larutan kaporit untuk mencegah biofouling dan untuk mendapatkan konsentrasi sisa klor yang cukup agar tidak terjadi rekontaminasi.

Kualitas air hasil pengolahan sangat baik dan stabil.

Bentuknya lebih kompak dan luas area yang dibutuhkan lebih kecil.

Sangat fleksibel jika ada penambahan kapasitas.

Menyaring bakteri, suspended solid, warna, partikel koloid, silikat, serta mereduksi kekeruhan, zat besi koloid dan mangan koloid.

Menggunakan murni teknik filtrasi tanpa bahan kimia, sehingga hasilnya jauh lebih absolut. Kondisi air baku dapat berfluktuasi sepanjang waktu tetapi hasil air olahan akan tetap selalu sama

Tidak dibutuhkan pondasi sipil karena sudah berada dalam rangkaian skid mounted base, sehingga instalasinya cepat dan mudah

Mempunyai konsumsi listrik dan penggunaan biaya perawatan yang rendah.

Biaya investasi yang ekonomis.

Salah satu contoh unit pengolahan air hujan dengan teknologi biofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis (RO) menjadi air siap minum yang telah terpasang dapat dilihat pada Gambar 7.45 sampai dengan Gambar 7.51.

174

Gambar 7.43 : Proses Penyaringan pada Unit Ultrafiltrasi. (Solenoid Valve 1 & 4 Buka; Solenoid Valve 2 & 3 Tutup)

175

Gambar 7.44 : Proses Pencucian Balik pada Unit Ultrafiltrasi. (Solenoid Valve 1 & 4 Tutup ; Solenoid Valve 2 & 3 Buka)

176

Gambar 7.45 : Kolam Air baku dan Reaktor Biofiltrasi Dengan Media Plastik Sarang Tawon.

177

Gambar 7.46 : Media Plastik Sarang Tawon Di Dalam Reaktor Biofilter.

Gambar 7.47 : Unit Ultrafiltrasi, kapasitas 125 m3 per hari.

178

Gambar 7.48 : Unit Reverse Osmosis (RO), kapasitas 10.000 liter per hari air siap minum.

Gambar 7.49 : Tangki Produk Reverse Osmosis (RO).

179

Gambar 7.50 : Air Baku Dan Air Olahan.

Gambar 7.51 : Produk Air Siap Minum Dalam Botol Galon.

180

7.3.7 Pengolahan Air Hujan Menjadi Air Bersih Atau Air Minum Dengan Proses Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir Cepat

Air hujan yang berasal dari limpasan permukaan dan ditampung di dalam suatu kolam atau embung, air hujan yang tergenang di daerah yang bergambut umumnya mengandung konsentrasi padatan tersuspensi yang cukup tinggi atau mempunyai kekeruhan yang cukup tinggi. Jika diolah dengan sistem saringan pasir lambat maka akan menyebabkan filter cepat tersumbat sehingga waktu operasinya menjadi pendek. Salah satu cara penglahan yang banyak dilakukan adalah dengan proses pengendapan kimia dan saringan pasir cepat seperti yang banyak dlakukan oleh PDAM di Indonesia. Prosesnya dapat dilakukan secara batch untuk skala kecil atau dengan proses kontinyu untuk skala yang besar. 7.3.7.1 Proses Pengolahan Dengan Pengendapan Kimia Diagram pengolahan air hujan menjadi air bersih atau air minum dengan proses pengendapan kimia dan saringan pasir cepat secara garis besar dapat dilihat pada diagrap proses pengolahan seperti pada Gambar 7.52. Air baku yang berasal dari embung, danau atau sungai dipompa ke bak penerima, selanjutnya dialuirkan ke bak koagulasi-flokulasi sambil dibubuhkan bahan kimia misalnya soda ash untuk kontrol pH, bahan kimia koagulan serta polimer untuk proses koagulasi dan flokulasi. Selanjutnya dialirkan ke bak pengendap atau bak sedimentasi untuk mengendapkan flok kotoran yang terjadi. Air limpasan dari bak pengendap dialirkan ke unit saringan pasir cepat untuk menyaring sisa sisa flok yang belum sempat mengendap. Dari saringan pasir cepat air dilairkan ke bak kontaktor khlor untuk proses disinfeksi dan selanjutnya di alirkan ke bak penampung air bersih, dan selanjutnya dialirkan ke jaringan distribusi.

Beberapa fasilitas utama yang perlu disediakan antara lain adalah fasilitas intake (penyadapan), screen (penyaring sampah), bak pemisah pasir, bak penerima, bak pencampur cepat, unit koagulasi-flokulasi, fasilitas pembubuhan bahan kimia, unit pengendapan atau sedimentasi, unit filtrasi (penyaringan), fasilitas disinfeksi, bak penampung air bersih serta jaringan distribusi.

181

Gambar 7.52 : Diagram Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir Cepat.

7.3.7.2 Bahan Kimia untuk Proses Koagulasi-Flokulasi Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi – flokulasi umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan yakni Zat Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan. 7.3.7.2.1 Bahan Koagulan Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel padat tersuspesi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel yang besar (flok) sehingga dapat dengan cepat dapat diendapkan pada bak pengendap sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat menunjang proses flokulasi serta membantu agar pembentukan flok dapat berjalan denganlebih cepat dan baik. Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain : jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering dipakai antara lain aluminium sulfat (alum), poly aluminium chloride (PAC). Di samping itu ada senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersama-sama dengan senyawa koagulan lainnya.

182

A . Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O Alum merupakan bahan koagulan yang banyak dipakai untuk pengolahan air karena harganya murah, flok yang dihasilkan stabil serta cara pengerjaanya mudah. Garam aluminium sulfat jika ditambahkan ke dalam air dengan mudah akan larut akan bereaksi dengan HCO3- menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai muatan positip. Sementara itu partikel-parikel koloidal yang terdapat dalam air baku biasanya bermuatan negatip dan sukar mengendap karena adanya gaya tolak menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya hidroksida aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid yang bermuatan negatip dengan partikel aluminium hidroksida yang bermuatan positip sehingga terbentuk gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat dan cepat mengendap. Selain partikel-partikel koloid juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikroorgaisme yang lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel (flok) yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air baku tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka dapat ditambahkan kapur (lime) atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik. Reaksi kimianya secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai berikut : Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO

4 + 6 CO2

+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Mg(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 MgSO

4 + 6 CO

2

+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(HCO

3) 2 Al(OH)

3 + 3 Na2SO

4 + 6 CO2

+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Na2(CO

3) 2 Al(OH)

3 + 3 Na2SO

4 + 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(OH) 2 Al(OH)

3 + 3 Na2SO

4+ 3 CO

2

+ 18 H2O

183

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)

3 + 3 CaSO4 + 18 H2O

Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau dalam bentuk cair. Alum ini banyak dipakai karena harganya relatip murah dan efektif untuk air baku dengan kekeruhan yang tinggi serta sangat baik untuk dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan koagulan dari garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada diding bak. Salah satu kekurangannya yakni flok yang terjadi lebih ringan dari pada flok yang dihasilkan koagulan garam besi dan selang pH operasi lebih sempit yakni 5,5 - 8,5. Alum padat mempunyai berat jenis sekitar 1,62 dan dalam bentuk butiran kasar mempunyai berat jenis semu (apparent density) + 0,5. Sedangkan untuk butiran halus mempunyai berat jenis semu 0,6 - 0,7. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk larutan dengan konsestrasi 5 - 10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar 20 - 30 %. Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara pengerjaannya maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang rendah dan konsetrasi yang tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan penyumbatan pada perpipaan. Oleh karena itu, untuk pemakaian alum cair, konsentrasi Al2O3 harus diatur pada konsentrasi tertentu, biasanya sekitar 8- 8,2 %. B. Poly Aluminium Chloride (PAC) Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi kondensasi dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik. Mempunyai dosis yang bervariasi dan sedikit menurunkan alkalinitas. Daya koagulasinya lebih besar dari pada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah serta pengerjaannyapun mudah. Dibandingkan dengan Aluminium Sulfat, PAC mempunyai beberapa kelebihan yakni kecepatan pembentukan floknya cepat dan flok yang dihasilkan mempunyai kecepatan pengendapan yang besar yakni 3 - 4,5 cm/menit, dan dapat menghasilkan flok yang baik meskipun pada suhu rendah. Dari segi teknik dan ekonomi, alum biasanya dipakai pada saat kondisi air baku yang normal sedangkan poly aluminium chloride dipakai pada saat temperatur rendah atau pada saat kekeruhan air baku yang sangat tinggi.

184

7.3.7.2.2 Penentuan dosis koagulan bervariasi sesuai dengan jenis koagulan yang dipakai, kekeruhan air baku, pH, alkalinitas dan juga temperatur operasi. Disamping itu dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lainnya misalnya kandungan zat besi dan mangan yang tinggi, mikroorganisme. Untuk aluminium sulfat padatan, dapat dipakai langsung dalam bentuk padatan (bubuk) tetapi sering kali dilarutkan terlebih dahulu sebelum dibubuhkan kedalam air baku. Konsentrasi larutan alum biasanya sekitar 5 -10 % untuk instalasi kecil dan untuk isntalsi yang besar biasanya 20 -30 %. Sedangkan untuk poly aluminium chloride harus dipakai dalam bentuk aslinya (cair) tanpa pengenceran karena jika diencerkan akan terhidrolisa. Perhitungan dosis koagulan dapat dilakukan dengan memakai rumus sebagai berikut :

Vv = Q x Rs x (100/C) x 10-3

dimana : Vv = Dosis volumetrik koagulan ( lt/jam).

Q = Laju alir air baku ( M3). Rs = Dosis koagulan yang diharapkan (ppm).

C = Konsentrasi larutan koagulan ( % ). 7.3.7.2.3 Zat Alkali (Alkaline Agent) Zat alkali dipakai untuk pengolahan air minum dengan tujuan untuk pengaturan pH dan alkalinitas air baku agar proses koagulasi - flokulasi dapat berjalan dengan baik dan efektif. Zat - zat alkali yang sering digunakan yakni kapur mati (slake lime), soda abu, NaHCO

3. Batu kapur

(slake lime) banyak dipakai karena harganya murah dan hasilnya baik. Tetapi mempunyai beberapa kekurangan yakni kelarutannya kecil dan dapat memperbesar kesadahan. Dosis zat zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

Laju pembubuhan harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku dan laju pembubuhankoagulan. Perlu atau tidaknya penambahan zat

185

alkali tersebut serta dosisnya (rata-rata, minimum dan maksimum) harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku, laju pembubuhan koagulan serta alkalinitas air olahan yang diharapkan dengan menggunakan jar tes.

Untuk menghitung dosis zat alkali yang diperlukan dapat memakai rumus

sebagai berikut :

W = [( A2 + K x R ) - A

1] x F

Keterangan:

W = Dosis pembubuhan zat alkali ( mg/lt = ppm ) A

1 = Alkalinitas air baku (mg/lt = ppm )

A2 = Alkalinitas yang diinginkan (mg/lt = ppm )

K = Pengurangan alkalinitas akibat penambahan 1 ppm koagulan (dapat dilihat pada Tabel 7.8)

R = Dosis koagulan (ppm). F = Penambahan zat alkali untuk menaikan alkalinitas 1

mg/l ( dapat dilihat pada tabel 7.9 )

Konsentrasi larutan yang dipakai harus disesuaikan dengan dosis dan cara opersinya (handling). Cara pembubuhannya dapat dengan cara basah atau cara kering. Untuk bubuk kapur atau soda abu (soda ash) biasanya dipakai cara pembubuhan kering tetapi dapat juga memakai cara basah yaitu dengan cara melarutkan dalam air dengan konsestrasi tertentu. Untuk larutan kapur (susu kapur) konsentrasi antara 5-10 % sedangkan untuk larutan soda abu antara 20 -25 %.

Tabel 7.8 : Pengurangan Alkalinitas Akibat Penambahan 1 ppm Koagulan

Jenis koagulan K (ppm)

Aluminium sulfat (padat) - (Al2O3, 15 %) 0,45

Aluminium sulfat (cair) - (Al2O3, 8 %) 0,24

Poly aluminium chloride - (Al2O3, 10 %) 0,15

186

Tabel 7.9 : Kebutuhan Zat Alkali Untuk Menaikkan Alkalinitas 1ppm

Jenis zat alkali F (ppm)

Slaked lime (CaO 72 %) 0,77

Soda ash (NaCO3 99%) 1,06

Soda caustic (cair) (NaOH 45%) 1,78

Soda caustic (cair) (NaOH 20%) 4

Lokasi pebubuhan (feeding point) harus ditentukan sedemikian rupa sehingga fungsi pembubuhan zat alkali dapat dipenuhi yaitu untuk pengontrolan pH dan alkalinitas. Biasanya pembubuhan dilakukan di lokasi sebelum titik pembubuhan koagulan atau dapat juga dilakukan bersama-sama dengan koagulan di bak pencampur cepat.

7.3.7.2.4 Zat Koagulan Pembantu Pada saat kekeruhan air baku tinggi misalnya setelah hujan, pada saat musim dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat, maka jika memakai zat koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang baik. untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan memakai koagulan pembantu sehingga pembentukan flok berjalan dengan baik. Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan flok yang baik atau stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan. Disamping itu juga harus ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai bahan koagulan pembantu yang sering dipakai yakni silika aktif dan sodium alginat (sodium alginic acid). Dosis zat koagulan pembantu harus ditentukan dengan pertimbangan sebagai berikut : Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai SiO

2 dan untuk sodium alginat yakni antara

0,2 - 2 ppm. Salah satu contoh unit pengolahan air bersih menggunakan air baku air sungai dengan proses pengendapan kimia dan saringan pasir cepat dapat dilihat pada Gambar 7.53.

187

Gambar 7.53 : Contoh Paket Unit Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan Kimia dan Saringan Pasir Cepat.