bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

21
ALINYEMEN HORIZONTAL PRESENTASI GEOMETRIK JALAN RAYA Penyusun : Ahmad Jangki Nurdiansyah 1100014 5.1-4 BAB 5

Upload: universitas-pendidikan-indonesia

Post on 25-Jun-2015

2.268 views

Category:

Education


18 download

DESCRIPTION

GEOMETRIK JALAN

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

ALINYEMEN HORIZONTAL

PRESENTASI GEOMETRIK JALAN RAYA

Penyusun :

Ahmad Jangki Nurdiansyah 1100014

5.1-4BAB 5

Page 2: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

ALINYEMEN HORIZONTAL LAZIM DISEBUT SEBAGAI “TRACE

JALAN ATAU GARIS SUMBU JALAN”, YAITU MERUPAKAN GARIS

PROYEKSI DARI SUMBU JALAN TEGAK LURUS TERHADAP BIDANG

DATAR.

ALINYEMEN HORIZONTAL

Page 3: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Pada umumnya Alinyemen Horizontal terdiri dari :

Serangkaian garis lurus yang menggambarkan

bagian jalan dengan titik patah atau titik belok.

Lengkungan horizontal yang menggambarkan potongan

garis lurus antara yang satu dengan yang lain.

Garis lengkung horizontal tersebut lazim disebut “Tikungan

jalan”. Pada alinyemen horizontal tikungan merupakan bagian

jalan yang paling kritis bila ditinjau dari faktor keamanan dan

kenyamanan bagi penumpang.

ALINYEMEN HORIZONTAL

Page 4: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Agar kendaraan dapat bergerak mengikuti perubahan

arah yang disebabkan oleh bentuk tikungan yang

bersangkutan, maka gaya sentrifugal (F) yang bekerja di atas

permukaan jalan melalui titik kendaraan harus dapat diimbangi

oleh gaya kendaraan itu sendiri (G) yang meliputi :

Berat komponen kendaraan, yaitu yang diakibatkan

oleh kemiringan melintang jalan.

Gesekan samping (side friction), yaitu gesekan ban

kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.

HUBUNGAN TIKUNGAN DAN KECEPATAN

Page 5: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Hubungan antara kecepatan kendaraan dan besarnya tikungan jalan

ditentukan berdasarkan hukum kesetimbangan, yaitu mempertimbangkan

faktor kecepayan (V), jari-jari tikungan (R), dan faktor gravitasi (G).

Hubungan tersebut dapat teradi dalam 3 keadaan, yaitu :

AASHTO merekomendasikan bahwa besaran nili koefisien gesekan samping (fm)

berdasarkan kecepatan (Vr) adalah :

HUBUNGAN TIKUNGAN DAN KECEPATAN

STADIUM ISTADIUM IISTADIUM III

Vr (mph) 20 30 40 50 60 70 80

Vr (km/jam) 32 48 64 80 97 113 129

Fm (%) 17 16 15 14 12 10 8

Page 6: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Pada stadium ini keadaan permukaan perkerasan Jalan adalah Datar. Sehingga

Gaya sentrifugal hanya diimbangi oleh gaya gesekan antara roda kendaraan dengan

permukaan jalan. Sehingga Berat gesekan total adalah :

FL + FR =

Dan besarnya nilai Koef. Gesekan Melintang (fm) adalah :

fm = atau fm =

HUBUNGAN TIKUNGAN DAN KECEPATAN

STADIUM I

Keterangan :FL : Gaya Gesek KiriFR : Gaya Gesek KananV : Kecepatan KendaraanR : Jari-jari Tikungan (m)NL : Gaya normal sebelah kiriNR : Gaya normal sebelah kanang : gravitasi (9,8 m/det) atau (127008 Km jam-2)

Page 7: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

HUBUNGAN TIKUNGAN DAN KECEPATAN

STADIUM IIPada stadium ini keadaan permukaan perkerasan Jalan dibuat suatu

kemiringan yang besarnya adalah “k”. Tujuannya adalah supaya gaya sentripugal dapat

diimbangi oleh besarnya kemiringan tersebut. Sehingga gaya gesekan dapat diabaikan.

Besarnya Kemiringan jalan Maksimum adalah :

Kcf.Cos α = G.Sin α

m.a Cos α = m.g Sin αk = tan α = Keterangan :

k : Kemiringan Melintang m/m-1

V : Kecepatan KendaraanR : Jari-jari Tikungan (m)g : gravitasi (9,8 m/det) atau

(127008 Km jam-2)

Page 8: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

HUBUNGAN TIKUNGAN DAN KECEPATAN

STADIUM IIIPada stadium ini besarnya kemiringan jalan (k) tidak dapat mengimbangi

besarnya sentrifugal yang timbul. Hal ini disebabkan semakin tingginya kecepatan

rencanana, atau semakin mengecilnya jari-jari yang dipilih. Sehingga gaya

gesekan dan kemiringan jalan bekerja bersama-sama.

Sehingga rumusnya adalah : k + fm =

Keterangan :

K : Kemiringan (m/m-1)

V : Kecepatan Rencana (km/jam-1)

R : Jari-jari Tikungan (m)

g : gravitasi (9,8 m/det) atau (127008 Km jam-2)

Page 9: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

HUBUNGAN JARI-JARI DAN DERAJAT LENGKUNG

Ketajaman lengkung horizontal pada tikungan jalan raya lazimnya

dinyatakan dengan besaran radius melingkar dari lengkung tersebut, atau

dapat pula dengan besaran “derajat lengkung (degree of curse).

a. Menurut AASTHO

Hubungan lengkung (D) adalah merupakan suatu besaran sudut

yang berbanding dengan jari-jari lengkung melingkar.

Page 10: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Dari perbandingan tersebut diperoleh bahwa :

= feet

Jadi, D =

Menurut definisi tali busur, sudut Lengkung (degree of curve)

adalah sudut pusat yang dibentuk oleh tali busur sepanjang 100 feet,

maka hubungan yang tepat antara jari-jari

(R) dengan sudut lengkung tersebut adalah :

Rminimum =

Dmaximum =

Keterangan :

Dmaksimum : sudut Lengkung max. yang dijinkan

V : Kecepatan Rencana

Page 11: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

b. Menurut Bina Marga

R = D = =

R = =

D =

Dari persamaan sebelumnya Terlihat bahwa R sangat dipengaruhi oleh k, fm, dan Vr yg ditetapkan. Dengan demikian dapat diperoleh suatu sudut lengkung tertajam dari suatu tikungan jalan raya yang disesuaikan dengan suatu nilai kecepata rencana (Vr) yang dipilih pada suatu nilai kemiringan melintang maksimum.

Page 12: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Yaitu dengan mempergunakan rumus d bawah ini :

1. Rumus AASHTO Rminimum =

Dmaximum =

= Dan Fmax = - e

2. Rumus Bina MargaRminimum =

Dminimum =

= Dan k+fm =

Page 13: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Kemiringan melintang pada tikunga terjadi secara berangsur-angsur,

yaitu dari keadaan dengan kemiringan normal pada jalan lurus hingga ke

bagian lereng dengan kemiringan maksimum pada daerah titik belok yang

ditujukan oleh “diagram super-elevation”.

Pada jalan raya tanpa Median, diagram super-elevation dapat

digambarkan dengan 3 cara, yaitudengan sumbu jalan sebagai sumbu putar,

dengan tepi dalam perkerasan sebagai sumbu putar, dan dengan tepi luar

perkerasan sebagai sumbu putar.

Page 14: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 15: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Dari ketiga cara tersebut yang lazim digunakan untuk jalan dua

jalur arah tanpa median adalah cara satu, yaitu dengan sumbu

jalan sebagai sumbu putar. Hal ini disebabkan karenan cara ini

tidak mempengaruhi perencanaan penampang memanjang jalan

yang bersangkutan, serta titik sumbu jalan tidak berubah dari

kedudukan elevasi semula.

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 16: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Untuk menggambarkan diagram super-elevation dngan sumbu jalan sebagai sumbu putar dapat dilakukan :

1. Meninggikan sisi luar perkerasan jalan terhadap sumbu

jalan sampai menjadi datar ( Potongan II)

2. Sisi luar tersebut dinaikan lagi sampai potongan melintang

perkerasan jalan berbentuk garis lurus (Potongan III)

3. Kemudian seluruh potongan melintang jalan diputar hingga

mencapai super-elevation penuh yang dikehendaki

(Potongan V)

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 17: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Menurut AASHTO, panjang lengkung peralihan

kemiringan melintang sangat tergantung ada

besaran super elevasi yang digunakan dan

kecepatan rencanan. Namun harus tetap memenuhi

nilai batas panjang minimum yang

direkomendasikan AASHTO adalah sekkitar 2 detik.

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 18: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Panjang lengkung peralihan minimum :

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Super elevasi

Panjang lengkung peralihan

Mph. 20 30 40 50 60 70 80

Km/jam 32 48 64 80 97 113 19

0,020,040,060,080,10

306095125160

3570110145180

408125170210

5095145190240

55110160215270

60120180240300

65130200265330

Page 19: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Selanjutnya AASHTO juga merekomendasikan bahwa :

a) Bila badana jalan terletak pada daerah bebas galian dan garis

kelandaiaannya hampir datar, maka menurunkan elevasi tepi perkerasam

jalan akan dapat menyebabkan genangan air. Oleh sebab itu super elevasi

dapat dibentuk dengan meninggikan elevasi tepi luar perkerasan jalan

sebesar dua kali dari keadaan normal

b) Bila sebuah alinyemen terdiri dari atas bagian lurus dan lengkung melingkar,

maka super elevasi dimulai dari bagian lurus sebelum memasuki daerah

tikungan hingga tercapai superelevasi penuh pada posisi dipotongan V.

c) Bila pada alinyemen horrizontal terdapa lengkung spiral, maka seluruh

superelevasi diletakkan disepanjang lengkung spiral tersebut, kecuali bila

pada perkerasan bagian luar berubah posisi menjadi datar.

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 20: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

Pada jalan raya dengan median, ada 3 cara yang dapat dilakukan

untuk menentukan diagram superelevasi, yaitu sangat bergantung dari

lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan.

1. Masing-masing sumbu jalan pada jalur jalan dijadikan sebagai sumbu

putar.

2. Setiap jalur perkerasan jalan diputar sendiri-sendiri dengan masing-

masing sisi dalam mediam sebagai semu putar, sedangkan mediam itu

sendiri dibuat tetap dalm keadaan mendatar.

3. Seluruh bagian perkerasan jalan dari kedua jalur lalulintas termasuk

median diputar dalam satu bidang yang sama, dimana semu median

dijadikan sebagai semu putar.

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN

Page 21: Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)

KEMIRINGAN MELINTANG PADA TIKUNGAN