bab 5 acs

10

Click here to load reader

Upload: novi-kurnasari

Post on 09-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jhhghg

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 5 ACS

Bab 5. Sindrom Koroner Akut

Tujuan (slide 2)

Tujuan bab ini adalah :

Menjabarkan mengenai patofisiologi sindrom koroner akut Mengenali perubahan yang terjadi pada EKG Mengenali perlunya intervensi awal

Pendahuluan (slide 3)

Sindrom koroner akut mencakup seluruh nyeri dada iskemik, dari unstable angina, non ST elevation acute myocardial infarction (Non STEMI) hingga Q-wave AMI klasik yang disebut STEMI.

Serangkaian kejadian yang terjadi dalam lumen arteri koroner, yang mengakibatkan sindrom koroner akut. Pembentukan plak aterosklerotik memerlukan waktu bertahun – tahun dan pasien dapat hidup dengan arteri koroner yang menyempit tanpa keluhan dalam waktu yang lama. Agar ACS terjadi dan menimbulkan gejala, plak dalam arteri koroner harus mengalami erosi atau ruptur mendadak. Platelet segera tertarik dan menumpuk pada permukaan plak yang terekspos. Hal ini diikuti deposisi fibrin dan pembentukan bekuan darah. Dalam beberapa menit hingga beberapa jam, seluruh lumen arteri koroner dapat mendadak tersumbat oleh trombus. Jika agregasi platelet atau deposisi fibrin lisis spontan atau pembentukan bekuan darah hanya bersifat parsial atau intermiten, presentasi klinis dapat berupa unstable angina atau Non STEMI. Jika sumbatan bersifat total, pasien mengalami STEMI.

Definisi Infark Miokard Akut (slide 4)

IMA didefinisikan sebagai kematian sebagian jaringan jantung dikarenakan menurunnya suplai oksigen dan darah secara tiba-tiba (akut).

Page 2: Bab 5 ACS

Diagnosis awal sangat penting karena kita dapat mengurangi mortalitas dengan menyelamatkan jaringan miokard dan mencegah komplikasi, terapi paling efektif diberikan pada fase awal.

Panduan AHA 2011 (slide 5)

Sejak tahun 2000, American Heart Association telah menyarankan protokol – protokol ini.

Untuk mengurangi jumlah miokard yang nekrosis pada pasien dengan IMA, dan dengan demikian mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan mencegah terjadinya gagal jantung, diperlukan perawatan terintegrasi antara pra-rumah sakit, instalasi gawat darurat, dan fasilitas percutaneous coronary intervention (PCI).

Protokol STEMI Tan Tock Seng Hospital telah bergeser dari trombolitik menjadi PCI primer. Jika pasien dibawa ke rumah sakit oleh paramedik, EKG 12 lead dikirim melalui fax ke IGD dan pada saat yang sama IGD diaktifasi. Jika pasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan nyeri dada, dilakukan EKG di triase. Jika terdiagnosis STEMI, maka pasien segera dipindahkan ke ruang resusitasi dan team PCI diaktifkan. PCI harus mulai dikerjakan dalam 90 menit sejak pasien datang. Hal ini disebut dengan door to balloon time. Parameter ini salah satu yang penting untuk indikator performa.

Presentasi klinis (slide 6 – 7)

Sementara presentasi klinis sering berupa nyeri dada klasik, kita ketahui bahwa nyeri dada tersebut tidak selalu merupakan sindrom koroner akut.

Nyeri dada klasik adalah nyeri dada seperti ditekan dan diremas – remas pada daerah prekordial kiri atau substernal, yang menjalar hingga ke leher, rahang, pundak dan terus ke lengan. Kadang, nyeri dada bersifat gradual, hingga mencapai maksimum. Pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang mengalami sindrom koroner akut, nyeri dada menjadi semakin sering, dan terjadi pada saat istirahat dan tidak berkurang dengan GTN. Ingat bahwa beratnya nyeri dan gejala tidak berbanding lurus dengan beratnya sindrom koroner akut yang diderita.

Pasien dengan toleransi nyeri yang tinggi dapat menyebutkan skala nyeri 5 dari 10 bahkan pada kondisi infark miokard akut anterior masif. Pasien lain yang memiliki toleransi nyeri rendah akan berteriak karena nyeri yang dirasakan bahkan jika nyerinya merupakan nyeri muskuloskeletal setelah evaluasi yang menyeluruh.

Presentasi klinis lainnya dapat berupa nyeri epigastrik, sesak nafas, keringat dingin dan nyeri pada rahang atau gigi. Orang tua dan pasien dengan diabetes melitus cenderung memperlihatkan gejala atipikal dengan disertai disorientasi, perubahan kesadaran, atau bahkan kejang. Ingat bahwa pasien sindrom koroner akut dengan kejang dapat diakibatkan oleh takidisritmia atau bradidisritmia.

Sebagian besar pasien sindrom koroner akut memiliki pemeriksaan fisik yang normal, kecuali mereka mengalami komplikasi seperti gagal jantung, edema pulmonum atau syok kardiogenik.

Page 3: Bab 5 ACS

Evaluasi (slide 8)

Kriteria WHO untuk diagnosis IMA ditetapkan pada tahun 1979. Dua dari tiga kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis IMA :

riwayat klinis nyeri dada iskemik perubahan EKG perubahan enzim jantung

bagaimanapun juga, enzim jantung, baik CKMB maupun troponin mungkin tidak meningkat pada 4 – 6 jam pertama. Dengan demikian diagnosis awal dalam beberapa jam pertama berdasar pada anamnesis dan riwayat pasien dan perubahan EKG.

Pada tahun 2000, European Society of Cardiology dan American College of Cardiology menyatakan perbedaan yang sedikit berbeda untuk mendiagnosis sindrom koroner akut. Mereka menekankan pada fluktuasi enzim jantung dan satu dari poin berikut ini :

riwayat gejala jantung iskemik atau perubahan EKG seperti ST elevasi atau depresi, Q wave, dan BBB onset baru, T wave yang tinggi runcing (hiperakut T) atau

penemuan yang didapatkan pada saat intervensi arteri koroner

Diagnosis EKG (slide 9)

Diagnosis STEMI pada EKG berdasarkan adanya ST elevasi, inversi T atau Q patologis.

Dengan adanya edukasi publik, pasien nyeri dada biasanya datang pada fase awal dan EKG 12 leadnya dapat normal atau hanya menunjukkan hiperakut T. Ingat untuk mengulang EKG 5 – 10 kemudian terutama pada pasien dengan nyeri dada atau gejala yang terus menerus.

Perubahan ST segment pada IMA (slide 10)

Lead menunjukkan ST elevasi mengindikasikan lokasi infark

IMA anterior masif (ekstensif) ST elevasi pada lead V2 – V6 IMA anteroseptal ST elevasi pada V2 – V4. IMA Anterolateral, ST elevasi di lead V5,V6, I dan aVL. IMA inferior, ST elevasi pada II,III, aVF Untuk IMA ventrikel kanan, lead kanan harus diperiksa, dan menunjukkan ST elevasi pada V4R

hingga V6R Oklusi arteri koroner kiri cabang utama dapat menunjukkan ST elevasi pada aVR yang

dibandingkan dengan lead V1

IMA Anterior (slide 11)

EKG revisi menunjukkan IMA anterior dengan ST elevasi pada V2 – V6

Page 4: Bab 5 ACS

Gambar 5.2 ST elevasi pada lead V2 – V6

IMA inferior (slide 12)

EKG pada gambar 5.3 menunjukkan IMA inferior dengan ST elevasi pada II, III, aVF. Pada lead V2, gelombang R tampak tinggi dan ST segmen mengalami depresi, yang merupakan bukti tidak langsung adanya IMA posterior. Selalu periksa lead ventrikel kanan karena pada 85% populasi arteri koroner kanan memberi suplai pada dinding inferior dan posterior ventrikel kiri serta ventrikel kanan.

Gambar 5.3 ST elevasi pada II,III, dan aVF

Page 5: Bab 5 ACS

Manajemen awal (slide 13)

Tindakan segera saat anda mempunyai pasien dengan nyeri dada iskemik adalah melakukan pemeriksaan EKG, tekanan darah dan monitor denyut jantung.

Akses vena harus dapat terpasang. Pemberian MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, dan Aspirin) yang banyak tersedia di sarana kesehatan, harus segera dilakukan. Saat STEMI sudah terdiagnosis, persiapkan rencana reperfusi dengan PCI primer.

Manajemen awal (slide 14)

Monitoring EKG mempermudah deteksi awal aritmia, karena aritmia yang mematikan biasanya terjadi pada 4 jam pertama.

Akses vena diperlukan untuk pemberian cairan dan obat – obatan untuk resusitasi. Kanulasi vena perifer menjadi pilihan pertama untuk hal tersebut.

Manajemen awal (slide 15)

Oksigen mencegah hipoksia, yang dapat memperberat kerusakan miokard dan meningkatkan resiko komplikasi. Pada pasien dengan pernafasan normal, pemberian oksigen tambahan dengan nasal kanul sudah cukup untuk mencapai SaO2 ≥ 94%. Bagaimanapun, pasien dengan gagal jantung akut atau syok kardiogenik, penatalaksanaan jalan nafas lanjut dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan.

Penghilang nyeri dengan morfin IV dan GTN, diberikan dalam sediaan sublingual, topikal, atau IV. Sangat penting agar pasien terbebas dari nyeri, karena nyeri meningkatkan sekresi katekolamin endogen yang dapat mengakibatkan aritmia dan dengan demikian, analgesia yang adekuat sangat penting.

Injeksi intramuskular harus dihindari karena didapatkan potensi terjadi hipotensi akibat efek depot intramuskular, dan resiko hematom serta kehilangan darah jika kemudian pasien diberikan terapi antikoagulan atau trombolitik. GTN harus dihindari pada pasien dengan infark ventrikel kanan karena venodilatasi resultan dapat menurunkan pengisian ventrikel kanan, dan memperburuk curah jantung.

Terapi reperfusi dan terapi lainnya (slide 16)

Terapi revaskularisasi adalah trombolitik IV atau percutaneous coronary intervention (PCI).

Kadang – kadang CABG (Coronary artery bypass grafting) emergensi diperlukan saat terjadi kegagaln terapi trombolitik atau PCI.

Sementara terapi revaskularisasi dipersiapkan, berikan terapi antiplatelet. Untuk sebagian besar pasien tanpa kontraindikasi, aspirin cukup sesuai namun merupakan agen antiplatelet yang non spesifik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa clopidogrel seperti Plavix, merupakan agen antiplatelet spesifik yang mengurangi mortalitas pada pasien sindrom koroner akut. Peran glikoprotein Iib – IIIa masih kontroversial karena resiko tinggi terjadi perdarahan. Heparin IV sering diberikan pasca terapi

Page 6: Bab 5 ACS

trombolitik sementara LMWH (low molecular weight heparin) sangat berguna pada NSTEMI dan onset lama (late presenters)

Terapi tambahan lainnya dapat berupa beta-bloker, GTN, dan ACE inhibitor.

Terapi reperfusi dan terapi lainnya (slide 17)

Terapi trombolitik mungkin masih digunakan di beberapa institusi tanpa fasilitas PCI 24 jam. Terapi trombolitik hanya diindikasikan untuk IMA dengan ST elevasi yang datang dalam 4 – 6 jam setelah onset gejala.

Trombolisis dikontraindikasikan untuk unstable angina dan non-STEMI. Sementara PCI dapat digunakan untuk semua jenis sindrom koroner akut. Intinya, trombolitik intravena hanya melisiskan bekuat darah namun tidak menghilangkan plak aterosklerotik. PCI dapat menghilangkan semua bekuan darah dan plak, sehingga sesuai terutama untuk pasien yang lebih muda.

Algoritma sindrom koroner akut (slide 18)

Algoritma sindrom koroner akut diringkas dalam gambar 5.4. Penjelasan dari atas, edukasi public mengajarkan orang awam untuk mengaktifasi pelayanan pra-rumah sakit (EMS) pada saat mereka mengalami nyeri dada. Di ambulans, paramedis memasang akses vena, memberikan oksigen dan GTN sublingual, kemudian menginformasikan IGD untuk melakukan persiapan dan mengirimkan faks EKG 12 leadnya.

Pada saat tiba di IGD, penilaian klinis segera termasuk monitoring tanda vita, EKG 12 lead, akses vena, dan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang fokus. Rontgen dada dan pemeriksaan darah harus dikerjakan sesegera mungkin.

Jika didapatkan IMA dengan ST elevasi, unstable angina, atau non STEMI pada saat evaluasi, maka putuskan apakah pasien layak menjalani prosedur PCI. Pada pasien STEMI, masih dapat dilakukan terapi trombolitik. Ingat bahwa waktu door to ballon (waktu dari datang hingga PCI 90 – 120 menit) sementara door to needle adalah dalam waktu 30 menit. saat merencanakan terapi reperfusi, berikan MONA dan terapi tambahan yang sesuai.

Komplikasi ACS (slide 18)

Komplikasi sindrom koroner akut antara lain aritmia, syok kardiogenik, ruptur miokard, edema pulmonum akut, regurgitasi mitral, sekaligus ruptur septal intraventrikel.

Aritmia akan didiskusikan pada bab terpisah. Jika dinding bebas miokard ruptur, pasien biasanya hilang kesadaran dan tidak berespon terhadap resusitasi. Pasien dengan ruptur dinding septal atau regurgitasi mitral datang dengan syok kardiogenik dan murmur jantung onset baru.

Syok kardiogenik dan edema pulmonum akut akan didiskusikan pada bab terpisah.

Page 7: Bab 5 ACS

Gambar 5.4 algoritma ACS (slide 18)

Infark ventrikel kanan (slide 21)

Sebelum kuliah ini selesai, kita akan melihat infark ventrikel kanan. Jenis infark ini lebih sering terjadi pada IMA inferior. Pada infark ventrikel kanan yang berat, didapatkan kegagalan pompa jantung kanan yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke sirkulasi pulmoner.

Berkurangnya aliran darah tersebut mengakibatkan turunnya curah jantung kiri, dan bermanifestasi sebagai hipotensi, distensi vena leher dan auskultasi paru yang bersih. Harus dicurigai IMA ventrikel kanan pada pasien dengan presentasi klasik di atas.

IGD, CVM

Door-to-balloon90 menit

Door-to-needle≤30 menit

Putuskan apakah pasien layak untuk PCI

Pilihan terapi :O2, GTN, aspirin, morfinHeparin, GP IIa/IIIb

Putuskan apakah pasien layak dilakukan terapi reperfusi :

Trombolitik vs PCI

Unstable angina, NSTEMIIMA dengan ST elevasi

Segera : rontgen dada, pemeriksaan darah, konsultasi

Triase singkat

Segera :Tanda tanda vital, EKG 12 lead, IV linePemeriksaan fisik dan anamnesis singkat dan terfokus

Akses vena, oksigen, GTN, kontak IGD, kirim faks EKG

Orang dewasa dengan nyeri dada, hubungi 995

IGD

EMS

Orang Awam

Page 8: Bab 5 ACS

Manajemen Infark Ventrikel kanan (slide 22)

Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan challenge cairan untuk meningkatkan tekanan darah. Hal tersebut berkebalikan dengan infark ventrikel kirid. Pada pasien yang lebih tua, mulailah dengan 200 – 300 cc NS dan lakukanlah evaluasi respon. Pada pasien lebih muda 500 cc NS lebih sesuai.

Jika tekanan darah tidak berespon adekuat terhadap pemberian cairan, pertimbangkan pemberian inotropik seperti Dopamin. Anda harus menghindari pemberian diuretik dan GTN untuk mencegah penurunan tekanan darah lebih hebat.

Ringkasan (slide 22)

Secara ringkas, sindrom koroner akut merupakan hasil dari ruptur plak aterosklerosis. Diagnosis awal sangat penting karena akan berpengaruh terhadap mortalitas. Terapi yang dimulai awal dapat menyelamatkan lebih banyak miokard dan mencegah komplikasi.