bab 4 revisi kang agus

93
LAPORAN PENDAHULUAN BAB IV METODOLOGI PEKERJAAN 4.1. TAHAPAN PEKERJAAN Berdasarkan lingkup tahapan pekerjaan yang terdapat pada KAK, maka pekerjaan Waduk Cirata meliputi 5 tahapan pekerjaan antara lain : 1. Tahapan pekerjaan persiapan 2. Tahapan Analisis Ekosistem Waduk 3. Penyusunan Draft Zonasi Ruang Pada Waduk 4. Audensi dan Konsultasi Publik 5. Pelaporan. Adapun diagram alir pendekatan umum tahapan pelaksanaan pekerjaan Zonasi Waduk Cirata ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini : IV-1

Upload: cipta-riyana

Post on 14-Apr-2016

268 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

revisi

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

BAB IV METODOLOGI PEKERJAAN

4.1. TAHAPAN PEKERJAAN

Berdasarkan lingkup tahapan pekerjaan yang terdapat pada KAK, maka pekerjaan

Waduk Cirata meliputi 5 tahapan pekerjaan antara lain :

1. Tahapan pekerjaan persiapan

2. Tahapan Analisis Ekosistem Waduk

3. Penyusunan Draft Zonasi Ruang Pada Waduk

4. Audensi dan Konsultasi Publik

5. Pelaporan.

Adapun diagram alir pendekatan umum tahapan pelaksanaan pekerjaan Zonasi

Waduk Cirata ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

IV-1

LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 4. 1. Diagram Alir Pendekatan Umum Zonasi Waduk Cirata

IV-2

LAPORAN PENDAHULUAN

4.1.1. Pekerjaan Persiapan

Adapun tahapan pekerjaan persiapan ini terbagi lagi menjadi beberapa tahap

yaitu :

1. Mobilisasi dan konsolidasi tim

2. Identifikasi kebutuhan data/Desk Studi

3. Survey pendahuluan/Survey Orientasi

4. Audensi/ FGD

5. Desain Survei

4.1.1.1 Mobilisasi dan Konsolidasi Tim

Target Pelaksanaan pekerjaan : Mobilisasi dan konsolidasi tim ini untuk

pematangan konsep pendekatan pelaksanaan pekerjaan, metodologi, rencana

survei, dan rencana kerja keseluruhan. serta pembagian tugas berdasarkan

tenaga ahli yang dibutuhkan pada KAK.

4.1.1.2 Identifikasi Kebutuhan Data/Desk Studi

Metoda : Pengumpulan data sekunder mengenai Kebijakan terkait sumberdaya

air, pengelolaan waduk /danau/bendungan, data-data awal bendungan/Waduk

Cirata dan hasil studi terdahulu (seperti AMDAL, RKL/RPL, Keanekaragaman

Hayati, MPC)

Pelaksanaan kegiatan ini sebagai kajian payung hukum terkait pelaksanaan teknis

termasuk inventarisasi data, pengolahan dan analisis data, serta perencanaan

zonasi waduk. Dari hasil desk studi ini dapat menjelaskan hipotesis umum terkait

kondisi eksisting waduk cirata, perkembangan/permasalahan dan rencana

tindak.

4.1.1.3 Survey Pendahuluan/Survey Orientasi

Survei orientasi dilakukan untuk memverifikasi data yang tersedia pada

dokumen-dokumen, dan untuk memperoleh data faktual yang diperlukan secara

langsung dari lapangan. Survei ini mencakup aspek-aspek lingkungan biofisik dan

sosial ekonomi.

IV-3

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Metoda pengumpulan data primer ini dengan cara observasi, sedangkan

pengumpulan data sekunder kunjungan instansi di lingkungan internal waduk

cirata.

Kegiatan yang dilakukan antara lain : Persiapan perizinan, akomodasi,

perlengkapan di lokasi, personil pendukung survei lapangan.

4.1.1.4 Audensi dan Publikasi/Focus Group Discussion (FGD)

Audensi dan konsultasi publik dilakukan untuk memperkuat perumusan arahan

dan rencana aksi, sekaligus sebagai media penyusunan kesepahaman dan

sinkronisasi tugas dan wewenang di antara stakeholder sehingga implementasi

penyusunan dan penetapan zonasi ekosistem waduk menjadi lebih

implementatif.

4.1.1.5 Desain Survei

Mengolah data dan informasi pada tahap persiapan menjadi desain survei

lapangan berupa pematangan rencana kegiatan survei, melengkapi instrumen

dan personil pendukung survei, rundown survei beserta metodologi yang paling

tepat diterapkan dilokasi pekerjaan.

4.1.2 Pekerjaan Pengumpulan dan Pembaharuan Data

Pada tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan dan memperbaharui data baik

berupa data sekunder maupun data primer yang dilakukan dengan tahap survei.

tahap survei ini terdiri dari survei primer dan survei sekunder.

4.1.2.1 Survei Primer

Survei primer ini bertujuan untuk memperoleh data langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara) atau pengukuran langsung dilapangan. Adapun

metoda yang digunakan dalam survei primer ini yaitu dengan cara wawancara,

observasi lapangan, dan kuisioner.

IV-4

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei

yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada responden atau

subjek penelitian. Pada pekerjaan penyusunan dan penetapan zonasi

ekosistem waduk ini wawancara ditujukan kepada pihak internal BPWC,

dan Stakeholder terkait.

Observasi

Metode observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang),

objek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan

atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti. Observasi di

lapangan pada pekerjaan penyusunan dan penetapan zonasi ekosistem

waduk ini dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik waduk, fasilitas umum

dan utilitas waduk secara langsung dan visual. Serta pengukuran in-situ

kualitas air waduk

Kuisioner

Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk

membaca dan menjawab pertanyaan. Pada pekerjaan penyusunan dan

penetapan zonasi ekosistem waduk kuisioner ini untuk menganalisis

aspek sosial ekonomi, kuisioner ditujukan kepada masyarakat yang

berada di sekitar waduk cirata.

4.1.2.2 Survei Sekunder

Survei sekunder dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang merupakan

sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui

media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain, internet, maupun studi

terdahulu). Adapun data sekunder yang diperlukan pada pekerjaan ini dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

IV-5

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Tabel 4. 1. Kebutuhan Data Sekunder

NO JENIS DATA METODA KETERANGAN

A PETA DASAR

1 Topografi Sekunder Peta RBI skala 1:25.000 dari BIG terbaru

2 Batuan dasar Sekunder Peta geologi skala 1:250.000 dari Badan Geologi

3 Peta tanah Sekunder Peta tanah skala 1:250.000 dari Puslitan

4 Peta Administrasi Sekunder Peta administrasi terbaru, skala terbesar, Bappeda Provinsi/Bappeda

5 Peta Batimetri Sekunder Peta RBI skala 1:25.000 dari BIG terbaru/ BPWC

B PETA TEMATIK

1 Peta kelerengan pengolahan spasial menggunakan peta topografi

2 Peta landuse Sekunder/primer Peta TGL dari Bappeda Provinsi/Kabupaten terbaru dengan skala terbesar yang diverifikasi dan di update oleh data hasil observasi menggunakan drone

3 Peta sarana transportasi Sekunder/primer Peta dari Dinas perhubungan Provinsi/kabupaten yang diverifikasi oleh data tracking GPS untuk memetakan alur serta obstacle pelayaran dan simpul pergerakan

4 Peta sebaran KJA Sekunder/primer Dinas perikanan Provinsi/Kabupaten yang diverifikasi dan di perbaharui oleh data hasil observasi drone

5 Peta ekosistem Sekunder/primer Dinas perikanan / BLH Provinsi/kabupaten yang diverifikasi dan diperbaharui oleh data hasil observasi drone

6 Peta infrastruktur Sekunder/primer Dinas terkait Provinsi/kabupaten yang diverifikasi dan diperbaharui oleh data hasil observasi drone dan manual

7 Peta kualitas air pengolahan data primer

Data kualitas air berupa kontur kesamaan nilai dari indikator kualitas air dari data hasil pengukuran in-situ dan sampling yang dianalisis laboratorium

8 Peta kesesuaian lahan dan perairan

pengolahan spasial Proses overlay dari beberapa peta tematik dan/atau peta dasar untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan dan perairan

C KEBIJAKAN

1 RTRW / RDTR Sekunder Bappeda Provinsi/Kabupaten

2 Perundangan / peraturan / ketetapan, dan produk kebijakan terkait lainnya

Sekunder Diperoleh dari instansi terkait, pengumpulan literatur, penelusuran online

3 Dokumen kebijakan / perencanaan

Sekunder Dokumen kajian / penelitian / kegiatan dari instansi terkait, perguruan tinggi, jurnal, penulusaran online, dan sumber lainnya

D FISIS

1 Klimatologi Sekunder BPWC, BMKG

2 Hidrologi dan tata air Sekunder BPWC, PSDA Provinsi/Kabupaten

3 Kawasan Lindung Sekunder Dokumen Kajian / penelitian / kegiatan di BPLHD / BLH Prov/Kabupaten

4 Pemantauan Per-triwulan kualitas air Waduk Cirata

Sekunder BPWC

5 Pemantauan rutin inflow-outflow dan pengusahaan waduk PLTA Cirata

Sekunder BPWC

6 Hasil Pengukuran Sedimentasi

Sekunder BPWC

IV-6

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

NO JENIS DATA METODA KETERANGAN

E DEMOGRAFI Sekunder BPS

F TRANSPORTASI

1 Masterplan transportasi perairan waduk

Sekunder Dinas Perhubungan Prov/Kab

2 Infrastruktur dan alur transportasi perairan

Sekunder/primer Dinas Perhubungan Prov/Kab, observasi drone dan tracking GPS

G TEKNIS

1 Teknis Bendungan dan Bangunan Utama PLTA Cirata

Sekunder BPWC

2 Waduk PLTA Cirata Sekunder BPWC

H UTILITAS

1 Masterplan persampahan Sekunder/primer Distarkim, BLH Prov/kab, observasi manual, wawancara, quisioner, dan FGD

2 Drainase dan pengendalian banjir

Sekunder BPWC

3 Sistem irigasi Sekunder/primer BPWC, PSDA, observasi manual

I SARANA UMUM

1 Area perdagangan Sekunder/primer Peta pola ruang Bappeda Prov/Kab, observasi manual

2 RTH Sekunder/primer Peta pola ruang Bappeda Prov/kab, observasi drone, observasi manual

J Studi Terdahulu

1 Penyusunan Masterplan Pengelolaan Waduk Cirata

Sekunder BPWC

2 Pengukuran Sedimentasi Waduk Cirata

Sekunder PT.PJB-UP

3 Review RKL-RPL Waduk PLTA Cirata

Sekunder PT.PJB-UP

4 Inspeksi Besar Bendungan Cirata

Sekunder PT.PJB-UP

5 Review Rencana Tanggap Darurat (Internal) Bendungan Cirata

Sekunder PT PJB-BPWC

6 Risk Assessment in Dam Safety Management

Sekunder PT.PJB-UP

4.1.3 Kajian Analisis Ekosistem Waduk

4.1.3.1 Aspek Iklim, Hidrologi, Dan Sumber Daya Air

1. Parameter Kajian

a. Iklim

Parameter iklim yang dikaji pada aspek hidrologi-manajemen sumber

daya air adalah curah hujan harian dan bulanan selama 20 tahun terakhir,

serta data suhu udara bulanan, kelembaban relatif udara bulanan,

IV-7

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

persentase penyinaran matahari bulanan, dan kecepatan angin bulanan

wilayah studi dalam kurun 20 tahun terakhir.

b. Hidrologi

Aspek hidrologi yang dikaji meliputi debit sungai.Data debit sungai yang

dikumpulkan meliputi data sekunder debit sungai Cibalagung, Cikundul,

Cisokan, dan sungai Citarum selama 20 tahun terakhir, sedangkan untuk

anak sungai kecil dilakukan pengukuran debit sesaat. Data hidrologi

tersebut digunakan sebagai data dasar analisis neraca air (water balance)

untuk tangkapan sumber air di waduk Cirata.

c. Manajemen Sumber Daya Air (SDA)

Aspek manajemen SDA yang diteliti meliputi jenis dan sumber air baik air

sungai dan waduk, serta alokasi peruntukan baik untuk rumah tangga,

pertanian, insdustri, dan pariwisata, serta pengelolaan SDA tersebut.

2. Pengumpulan Data

Aspek iklim yang dikumpulkan meliputi data sekunder curah hujan harian dan

bulanan selama 20 tahun terakhir, serta data suhu udara bulanan,

kelembaban relatif udara bulanan, persentase penyinaran matahari bulanan,

dan kecepatan angin bulanan wilayah studi dalam kurun waktu 20 tahun

terakhir. Disamping itu ketinggian tempat (altitude) maupun letak lintang

(latitude) stasiun pengukur curah hujan dan stasiun iklim juga harus dicatat.

Data iklim diambil dari BMKG, sedangkan data curah hujan diambil di stasiun

BMKG, dan stasiun penakar curah hujan milik PT.Perkebunan, maupun

PT.Perhutani, dan BBWC.

Aspek hidrologi yang dikumpulkan meliputi data sekunder debit sungai

Cisokan, Cibalagung, dan Cikundul, dan sungai Citarum selama 20 tahun

terakhir, sedangkan untuk sungai-sungai yang kecil dilakukan pengukuran

debit sesaat. Data sekunder debit sungai diambil di Balai Hidrologi, Pusat

penelitian Sumber Daya Air, Depateman Pekerjaan Umum, BBWC, dan

PT.PLN Unit Pembangkit Jawa Bali. Disamping itu data sekunder desain banjir

IV-8

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

untuk periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun dan 100 tahun

diambil dari data perencanaan bendung sebelum Waduk Cirata dibangun,

kemudian dianalisis.

Disamping itu juga dikumpulkan data distribusi dan alokasi air Waduk Cirata

untuk berbagai macam keperluan yang meliputi, keperluan untuk pertanian

dan perairan, keperluan untuk rumah tangga, keperluan untuk industri dan

keperluan untuk pariwisata. Data alokasi dan distribusi air Waduk Cirata

diambil di Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Kabupaten Bandung Barat,

Purwakarta, Cianjur, Dinas PSDA Propinsi Jawa Barat, Balai Besar Wilayah

Sungai Citarum.

3. Analisis Data

Data iklim digunakan untuk memprediksi evapotranspirasi daerah studi

dengan metode Penman yang akhirnya digunakan sebagai masukan untuk

memprediksi neraca air (water balance) dengan menggunakan metode

Thornwaite and Matter. Di samping itu data iklim digunakan untuk

memprediksi tipe iklim di wilayah studi menurut berdasarkan metode

Schmidt Verguson, metode Olderman, dan metode Mohr.

Untuk mengantisipasi aspek perubahan iklim pada aspek pengelolaan

sumberdaya air, makan data iklim selama 100 tahun digunakan untuk melihat

aspek perubahan iklim tersebut. Data debit sungai harian digunakan untuk

memperkirakan koefisien regim sungai (KRS) yang digunakan sebagai dasar

indikator kesehatan Daerah Aliran Sungai Cisangkuy. Hasil analisis kualitas air

sampel dari laboratorium dibandingkan dengan standar Baku mutu Air.

Distribusi dan alokasi air masing-masing penggunaan (rumah tangga,

pertanian, industri, pariwisata) sungai Cisokan, Cibalagung, Cikundul dan air

genangan Waduk Cirata digunakan untuk memprediksi potensi air yang bisa

dimanfaatkan untuk pengembangan Waduk Cirata.

IV-9

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

4.1.3.2 Aspek Geo-Hidrologi

1. Metode Kajian

Parameter yang dikaji meliputi aspek sumber daya dan bahan geologi, serta

isu-isu yang menyangkut masalah lingkungan beraspek geologi.

Sumber daya geologi yang diteliti meliputi :

a. Morfologi

Pengamatan terutama yang menyangkut tentang kelerengan, pola

aliran dan relief.

b. Litologi

Pengamatan yang meliputi jenis batuan dan pelapukannya,

sebaran dan sifat fisiknya seperti terkait dengan daya

tanah/batuan untuk meresapkan air (analisis daerah

resapan/imbuhan).

c. Hidrogeologi

Untuk mengetahui kondisi keairan terutama yang menyangkut

karakteristik dan jenis akifer, potensi air tanah berkaitan dengan

sebaran mata air dan air permukaan serta debit aliran.

Bahaya geologi yang diteliti meliputi :

Aspek kebencanaan yang berpengaruh terhadap keberadaan sumber

daya air seperti erosi, gerakan tanah, struktur geologi dan

kegempaan.

Masalah lingkungan beraspek geologi yang diteliti meliputi :

a. Aspek degradasi tanah/batuan

Masalah degradasi yang terkait dengan fungsinya sebagai

penyimpan sumber daya air, baik karena sebab-sebab alami atau

gangguan dari kegiatan manusia.

b. Aspek degradasi sumber daya air

Masalah degradasi sumber daya air terutama yang terkait dengan

penyebab timbulnya degradasi tersebut seperti yan terjadi pada

mata air dan air tanah dangkal.

IV-10

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

2. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data geologi lingkungan dilakukan dengan cara

pengumpulan data sekunder seperti peta-peta tematik yang meliputi :

Topografi, foto udara, Landsat, peta hidrogeologi, peta geologi

lingkungan dan peta bahaya geologi. Peta-peta tematik selanjutnya

dilakukan tumpang susun peta (overlay). Disamping itu dilakukan dengan

checking data atau pengamatan fisik di lapangan seperti uji laju resapan,

sampling tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah seperti jenis, besar

butir, kadar air, berat jenis, dan kandungan karbon.

3. Analisa Data

Analisis geologi lingkungan dilakukan dengan cara melakukan perangkuman data

meliputi faktor pendukung (sumber daya geologi) meliputi bentuk morfologi,

kemiringan lereng, litologi dan sifat fisiknya, kondisi sumber daya air (aspek

hidrogeologi). Disamping itu kajian dilakukan terhadap kendala geologi seperti

masalah degradasi di bidang geologi lingkungan seperti erosi, sedimentasi,

masalah gerakan tanah. Data dan informasi dituangkan ke dalam peta tematik

selanjutnya dilakukan tumpang susun peta (overlay), guna memperoleh

kesimpulan informasi pada aspek geologi lingkungan.

4.1.3.3 Aspek Kualitas Air

1. Metoda Pengumpulan Data

Data digunakan pada penelitan ini merupakan data primer yang

dikumpulkan melalui pengambilan contoh air dari lapangan, dan data

sekunder yang tersedia sejak awal operasional PLTA hingga data terakhir.

Lokasi pengambilan contoh air dan titik referensi penilaian kualitas air

diperlihatkan di bawah ini :

1) Kawasan Genangan :

a. Zona operasional PLTA : Dam Site, Intake, Boat house

b. Kawasan KJA : Zona batas bahaya, KJA Zona Bandung, KJA Zona

Cianjur, KJA Zona Purwakarta, Segitiga Emas.

IV-11

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

c. Kawasan Non KJA : Non KJA Zona Bandung, Non KJA Zona Cianjur,

Non KJA Zona Purwakarta.

2) Muara sungai-sungai besar yang menjadi sumber air Waduk Cirata :

Sungai Citarum, Sungai Cisokan, Sungai Cikundul, Sungai Cibalagung,

Sungai Cimeta, dan Sungai Cianjur.

Tabel 4. 2 Parameter Fisika-Kimia-Biologi yang Dianalisa

No. Parameter Satuan Metode

1 Temperatur 0C Termometer Hg

2. Residu

terlarut

Mg/l Gravimetrik

3. Kekeruhan NTU Turbidimeter

4. DHL µmhos/cm Potensiometrik

5. Transparensi Cm Secchi disk

KIMIA

1. pH - Potensiometrik/pH meter

2. CO2 bebas Mg/l Titrasi Asam Basa/Buret

3. HCO3 Mg/l Titrimetrik/Buret

4. Sulfida (H2S) Mg/l Titrasi/Buret

5. Sulfat (SO4) Mg/l Turbidimetrik

6. Klorin

bebas (Cl2)

Mg/l Colorimetrik/Spektrofotometer

7. Klorida Mg/l Titrasi/Buret

8. Ammonia

(NH3)

Mg/l Nessler/Spektrofotometer

9. Nitrit (NO2-

N)

Mg/l Colorimetrik/Spektrofotometer

IV-12

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

No. Parameter Satuan Metode

10. Nitrat (NO3-

N)

Mg/l Colorimetrik/Spektrofotometer

11. Fosfat (PO4) Mg/l

12. Oksigen

Terlarut

(DO)

Mg/l Metode Winkler

13. Alkalinitas Mg/l CaCO3 Kompleksometrik EDTA

14. Silika Mg/l Serapan Atom/AAS

15. Kalsium (Ca) Mg/l Serapan Atom/AAS

16. Magnesium

(Mg)

Mg/l Serapan Atom/AAS

17. Natrium Mg/l Serapan Atom/AAS

18. Besi (Fe) Mg/l Serapan Atom/AAS

19. Mangan

(Mn)

Mg/l Serapan Atom/AAS

20. BOD Mg/l Metode Winkler/Titrasi

21. COD Mg/l Reflux K2Cr207

22. TOC Mg/l Analisis Abu

23. Pestisida Mg/l GC

BIOLOGI

1. E.Coli JPT/100 ml Colony counter

2. Coliform JPT/100 ml Colony counter

IV-13

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Data Sekunder diperoleh dari berbagai sumber misalnya dari hasil kajian dan

studi, monitoring yang dilakukan oleh BPWC dan UP Cirata, BPLH Provinsi

Jawa Barat, BBWS Citarum, dan lain sebagainya.

2. Analisa Data

Data yang tersedia kemudian dievaluasi dalam kaitannya dengan

keberlanjutan fungsi waduk dan keamanan bendungan. Analisis data meliputi

beberapa hal sebagai berikut :

1) Beban Pencemaran Air

Beban pencemaran air meliputi nutrient N dan P, Pestisida, bahan

organik yang diperoleh dari perkalian antara konsentrasi pencemar

dengan debit air dan satuan waktu. Analisis beban pencemar ini

dilakukan untuk anak-anak sungai yang masuk ke waduk yang

bersumber dari subDAS-subDAS disekitarnya. Beban pencemaran

dikaitkan pula dengan kondisi vegetasi di subDAS atau lansekap-

lansekap yang terkait. Jika data tersedia, dinamika beban pencemaran

dianalisis berdasarkan waktunya. Khusus daerah genangan, analisis

pencemaran dilakukan dengan memfokuskan pada dinamika

parameter kimia-fisika-biologi air dari waktu ke waktu, yang dilakukan

dalam konteks genangan secara umum atau dalam konteks zona KJA

dan non-KJA agar dapat diketahui apakah KJA berkontribusi dalam

meningkatkan penurunan kualitas air.

2) Kontribusi KJA terhadap sedimentasi dan hara

Kontribusi kegiatan KJA terhadap sedimentasi dan hara diperoleh dari

estimasi sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan dikalikan dengan

jumlah petak KJA yang terdapat di Waduk Cirata

4.1.3.4 Aspek Sosial-Ekonomi

1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian komponen/aspek sosial mencakup isu

kependudukan, analisis sosial ekonomi, dan sanitasi lingkungan.

IV-14

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

1) Kependudukan/demografi

a. Distribusi dan kepadatan penduduk

b. Laju pertumbuhan penduduk

c. Pola mobilitas penduduk/migrasi masuk (in-migration) dan ke luar

(out-migration).

2) Analisis sosial ekonomi masyarakat sekitar waduk.

a. Pola perekonomian lokal

b. Pola pemilikan dan penguasaan sumber daya alam termasuk

sumber daya alam milik umum yang dikuasai negara.

c. Pola pemanfaatan/penggunaan sumber daya alam/lahan

d. Ketergantungan penduduk terhadap lingkungan Waduk Cirata

e. Pola interaksi dan ketergantungan penduduk sekitar waduk

terhadap Waduk Cirata.

3) Sanitasi Lingkungan

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan (observasi)

lapangan, wawancara, dan pengumpulan data. Observasi non-partisipasi

(non-participant observation) dilakukan untuk mengamati dinamika

ekonomi dan aktivitas-aktivitas sosial ekonomi warga di sekitar Waduk

Cirata dan aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya. Observasi juga

dilakukan untuk mengamati berbagai potensi ekonomi dan

sarana/prasarana pendukung perekonomian penduduk/wilayah.

4.1.3.5 Aspek Agroekosistem Dan Ekologi Konservasi

1. Metode Kajian

Ruang lingkup studi aspek agroekologi dan ekologi konservasi mencakup :

1) Liputan vegetasi: tipe, struktur, distribusi, dan luas;

2) Sistem produksi biologi (pertanian, peternakan, perikanan): kalender

sistem produksi, sistem dan pola budidaya, komoditi yang

IV-15

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

dibudidayakan, input-output komoditi utama, pengelolaan sistem

produksi (subsisten, komersial);

3) Kesesuaian jenis tanaman dengan kondisi fisik lahan, dan

4) Upaya-upaya konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam.

2. Pengumpulan Data

1) Liputan Vegetasi

Dilakukan karakterisasi (identifikasi dan deskripsi) tipe-tipe vegetasi yang

terdapat di lokasi studi dengan teknik transek. Transek diletakkan

memotong gradien ketinggian atau gradien edafik sehingga variasi tipe

vegetasi diharapkan dapat teridentifikasi. Jumlah transek yang digunakan

akan ditentukan berdasarkan hasil survei pendahuluan namun pada

dasarnya peletakkan transek diarahkan untuk dapat mengientifikasi tipe-

tipe penutupan vegetasi dan sebarannya semaksimal mungkin.

Selanjutnya untuk masing-masing tipe yang ditemukan dideskripsikan

strukturnya, dipetakan distribusinya, serta dilakukan estimasi luasannya

dengan bantuan GIS atau analisis numerik lainnya. Data perubahan

liputan vegetasi diperlukan untuk menentukan langkah-langkah dalam

upaya rehabilitasi wilayah tangkapan. Data perubahan liputan vegtasi

dapat bersifat kuantitatif (perubahan luasan) dan/atau kualitatif

(perubahan penampakan luar).

2) Pola sistem produksi biologi (pertanian, peternakan, perikanan):

Karakterisasi sistem produksi biologi dilakukan dengan teknik observasi

langsung di lapangan dan wawancara dengan petani dan peternak

diwilayah sepadan Waduk Cirata. Data dikumpulkan dengan cara

sampling yang ditentukan berdasarkan variasi sistem produksi biologi

yang ditemukan di dalam wilayah studi. Untuk komoditi utama,

dikumpulkan data input-output, khususnya yang berkaitan dengan

kebutuhan sumberdaya air dan potensi pencemaran yang dihasilkan dari

proses budidaya yang dilakukan.

IV-16

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

3) Kesesuaian jenis tanaman dengan kondisi fisik lahan :

Kesesuaian jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan di lokasi studi

diuraikan berdasarkan pengetahuan para petani, termasuk pergantian

varietas tanaman dari waktu ke waktu. Kendala yang dihadapi petani

dalam budidaya tanaman akan diuraikan secara kualitatif. Untuk

melengkapi pembahasan mengenai kesesuaian tanaman dilakukan

evaluasi berdasarkan kriteria dan standar yang sudah biasa digunakan

dalam agroekologi.

4) Budidaya ternak

Analisa budidaya ternak dilakukkan dengan : studi kepustakaan,

observasi dan wawancara terhadap peternak di lokasi studi. Analisa

budidaya ternak di lokasi studi dengan mempertimbangkan : jenis

ternak, populasi ternak, luas wilayah, potensi ketersediaan pakan dan

lahan sebagai basis usaha ternak, potensi pengembangan budidaya

ternak.

5) Upaya-upaya konservasi dan pemanfaatan sumber daya air.

Upaya-upaya konservasi yang difokuskan pada sumber daya air, lahan,

dan hayati dideskripsikan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari

informan dan informan kunci dilengkapi dengan observasi langsung di

lapangan.

3. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif

dan kualitatif liputan vegetasi untuk masing-masing tipe yang ditemukan

kemudian dideskripsikan strukturnya, dipetakan distribusinya, serta

dilakukan estimasi luasannya dengan bantuan GIS atau analisis numerik

lainnya. Analisis data liputan vegetasi dan perubahannya diperlukan

untuk menentukan langkah-langkah dalam upaya rehabilitasi wilayah

tangkapan. Adapun analisis pola sistem produksi pertanian, peternakan,

dan perikanan dilakukan menggunakan teknik analisis input-output.

IV-17

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Analisis yang berkaitan dengan konservasi lahan dan air akan dilakukan

dengan mengacu pada kriteria/standar/tolak ukur yang ada, termasuk

yang tercantum dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Pengembangan usaha budidaya peternakan didasarkan kepada : (1)

ketersediaan data potensi dan daya dukung sumberdaya ternak :

pakan dan (2) kesesuaian wilayah (lahan). Analisis yang dilakukan

meliputi :

a. Penentuan Potensi Pakan

Potensi pakan yang dihitung terdiri dari ketersediaan rumput dan jerami

(limbah pertanian) pada luasan lahan yang ada di lokasi studi selama

satu tahun. Lahan yang diperhitungkan adalah : (1) Lahan sawah, terdiri

atas sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan tadah hujan.

(2) Lahan kering (darat), terdiri dari lahan pekarangan, tegalan atau

perkebunan, ladang atau huma dan lahan lain-lain. (3) Lahan pangonan

atau padang rumput, dan (4) Lahan hutan, terdiri dari lahan hutan

rakyat dan hutan negara.

Menurut Hadiana, dkk (2004) Ketersediaan rumput (bahan kering

rumput) pada masing-masing jenis lahan dihitung berdasarkan rumus

sebagai berikut :

a. Lahan sawah = (0,77591 x luas lahan x 0,06 x 6,083) ton

BK/thn

b. Lahan Kering = (1,062 x luas lahan x 0,09785 x 6,083) ton

BK/thn

c. Lahan pangonan = (1,062 x luas lahan x 6,083) ton BK/thn

d. Lahan hutan = (2,308 x luas lahan x 0,05875 x 6,083) ton

BK/thn

Ketersediaan jerami (limbah pertanian pangan) dihitung berdasarkan

rumus sebagai berikut :

IV-18

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

a. Jerami padi = (3,86 x luas panen x 0, 9) ton BK/thn

b. Jerami jagung = (0,86 x luas panen x 0, 9) ton BK/thn

c. Jerami kacang-kacangan

- Kacang kedele = (1,59 x luas panen x 0,9) ton BK/thn

- Kacang tanah = (2,14 x luas panen x 0,9) ton BK/thn

- Kacang hijau = (1,59 x luas panen x 0,9) ton BK/thn

d. Daun umbi-umbian

- Daun ubi jalar = (1,91 x luas panen x 0,9) ton BK/thn

- Daun ubi kayu = (0,92 x luas panen x 0,9) ton BK/thn

Kapasitas tampung diperhitungkan dari potensi pakan yang dihasilkan

dari berbagai penggunaan lahan, misalnya sawah, lahan terlantar, hutan,

kebun dan lain-lain, menyangkut potensi pakan hijauan (rumput,

daun jagung, leguminosa, jerami dan lain-lain) serta pakan konsentrat

(limbah industri, dedak dan lain-lain). Potensi lain yang dipertimbangkan

adalah potensi limbah agro industri, seperti dedak dan limbah

penggilingan padi, limbah pabrik tahu, limbah pengolahan tepung tapioka

dan lain-lain.

b. Analisis Daya Dukung Wilayah

Analisis daya dukung wilayah KUNAK dilakukan dengan cara menghitung

jumlah potensi pakan hijauan dibagi dengan kebutuhan satu unit ternak

dalam waktu satu tahun (Hadiana, dkk, 2004), dengan rumus sebagai

berikut :

Li x PiKWT =

KHKeterangan :

KWT = kemampuan wilayah menampung ternak

KH = kebutuhan hijauan per tahun (9,1 kg BK x 365)

L = luas lahan

IV-19

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

P = Produksi hijauan setiap pengguanaan lahan per tahun

I = penggunaan lahan ke-i

Kapasitas peningkatan populasi

Analisis kesesuaian wilayah diikuti dengan analisis tingkat kemampuan

suatu wilayah untuk meningkatkan populasi ternak. Nilai kapasitas

peningkatan ruminansia di suatu wilayah dihitung sebagai selisih

kapasitas daya tampung dengan jumlah ternak ruminansia (dalam satuan

ternak=ST) yang ada saat ini (Sondi, K. dan Cecep F., 2007). Kapasitas

peningkatan dinyatakan dalam persen (%), sebagai berikut :

4.1.4 Kajian Analisis Zonasi Ruang Pemanfaatan Waduk

Pada lingkup penyusunan draft zonasi ruang pada waduk penyedia jasa harus

melaksanakan kajian – analisis keruangan (spasial) pengendalian pemanfaatan

ruang pada waduk yang akan digunakan sebagai rujukan/acuan atau dasar

pertimbangan strategi dan program pengelolaan ekosistem danau / waduk,

pemanfaatan sumber daya air secara optimal dan layak lingkungan. Penyusunan

draft zonasi ruang pada waduk harus dibedakan yang meliputi sebagai berikut :

1. Penyusunan dan pemetaan Draft Zonasi yang dapat dimanfaatkan

(Budidaya).

2. Penyusunan dan pemetaan Draft Zonasi yang harus dilindungi (Non

Budidaya).

IV-20

Kapasitas peningkatan di suatu wilayah

Kapasitas peningkatan total di seluruh wilayah

Kapasitas peningkatan (%) 100%= X

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ... IV-21PELESTARIAN/PELIN DUNGAN KAWASAN

PENGEMBANGAN KEMBALI KAWASAN

PERBAIKAN KAWASAN

PENGEMBANGAN BARU KAWASAN

RTR KAWASAN STRATEGIS

RDTR KABUPATEN

RTR KAWASAN PERKOTAAN

RTR KAWASAN STRATEGIS KOTA

RDTR KOTA

RTR KAWASAN STRATEGIS PROVINSI

RTR KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

RTR PULAU

RTRW KABUPATE

RTRW KOTA

RTRW PROVINSI

RTRW NASIONAL

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Gambar ....

Hubungan antara tingkatan Rencana Penataan Ruang

Sumber: Permen PU No. 06/PRT/M/2007

Dari diagram diatas terlihat bahwa Zonasi seharusnya merupakan bagian dari

RDTR Kota dan RDTR Kabupaten. Tetapi pada kenyataannya Zonasi belum

menjadi bagian dari RDTR Kota dan RDTR Kabupaten yang sudah disusun.

Akibatnya timbul kesulitan ketika menjabarkan RDTR menjadi RTBL, karena

belum adanya acuan yang baku tentang pembagian peruntukan tataguna

lahan menjadi peruntukan yang lebih spesifik serta peraturan-peraturan

untuk masing-masing dalam bemtuk luas perpetakan minimal, ukuran

perpetakan, persyaratan jarak bebas, ketinggian bangunan, KDB Minimal, KLB

Maksimal, dan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dibuat

ketentuan yang lebih rinci tentang pemanfaatan ruang (pembagian kawasan

menjadi zona yang memiliki fungsi fungsi dan karakteristik yang spesifik) atau

zoning regulation. Aturan ini berfungsi sebagai instrument pengendalian

pembangunan (pemberian ijin, pengawasan maupun penertiban), dan

panduan teknis pengembangan/ pemanfaatan lahan, bahkan jika diperlukan

dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menyusun program kerja

operasional.

IV-22

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Dalam penyusunan Zoning Regulation, kedudukan Zoning Regulation dalam

penataan ruang kota digambarkan dalam diagram berikut :

Gambar ...

Kedudukan Zoning Regulation dalam Penataan Ruang Kota

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa Zoning Regulation merupakan

bagian dari Aspek Pengendalian tentang Peraturan Pengelolaan Lahan, yang

meliputi: peraturan, perizinan, pengawasan, dan penertiban. Agar

keseluruhan aspek saling berkaitan membentuk suatu sistem, ketentuan-

ketentuan zoning regulation menjadi masukan dalam penyusunan rencana

(Aspek Perencanaan) yang meliputi: Jejaring (network), Kegiatan (activity),

Kepadatan (density), dan Intensitas (intensity). Ketentuan-ketentuan zoning

regulation juga menjadi masukan dalam pengelolaan lahan/kawasan (land

management) yang meliputi pengembangan lahan (land development) atau

pembagian lahan menjadi sektor, blok, dan persil (Zonasi).

IV-23

ZONING REGULATION

1. PERATURAN2. PERIZINAN3. PENGAWASAN4. PENERTIBAN

LAND DEVELOPMENT(PERSIL, BLOK &

SEKTOR)

PERATURAN PENGELOLAAN

LAND MANAGEMENT (KAWASAN)

1. NETWORK2. ACTIVITY3. DENSITY4. INTENSITY

ASPEK PENGENDALIAN

ASPEK PEMANFAATAN

RUANG

ASPEK PERENCANAAN

RUANG

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Walaupun pada awalnya Zoning Regulation itu mendapat kritikan tajam dari

beberapa pakar karena dikuatirkan akan mengakibatkan rencana kota

menjadi kaku (rigid), namun akhirnya hampir semua sepakat bahwa zoning

tetap diperlukan sebagai instrumen dalam pengendalian pembangunan kota

atau kawasan. Beberapa pakar perencanaan kota memberi respon positif

tentang zoning; antara lain Robert Hood yang menyatakan bahwa zoning

adalah langkah awal menuju community planning dimana milik perorangan

tunduk terhadap kepentingan kesejahteraan masyarakat dan Hugh Ferris

yang menyatakan bahwa zoning adalah dimensi demokratik dalam

pembangunan kota karena melindungi hak punk terhadap hak property yang

semula tidak terbatas.

Fungsi dari Zoning Regulation adalah :

Sebagai instrumen pengendari pembangunan yang memuat tentang

prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara

pengawasannya.

Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional, dan menjadi

jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat

operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang

penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang

bersifat sub makro (zoning plan) sampai kepada rencana yang bersifat

rinci land use plan.

Sebagai panduan teknis pengembangan lahan, seperti ketentuan

tentang batasan-batasan pengembangan persil, ketentuan tentang

pengaturan penggunaan lahan serta ketentuan-ketentuan lainnya,

menjadi dasar dalam pengembangan dan pemanfaatan lahan.

Ruang Lingkup Materi Peraturan Zonasi

Berdasarkan Undang-undang No 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka materi

peraturan zonasi meliputi:

IV-24

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

1) Penyusunan peraturan zonasi didasarkan kepada RDTR (Rencana Detail Tata

Ruang) Kabupaten, RTR (Rencana Teknik Ruang) kawasan strategis

kabupaten;

2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap

zona pemanfaatan;

3) Peraturan zonasi berisi :

4 Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona

pemanfaatan ruang;

4 Amplop bangunan (building envelope) terdiri dari koefisien dasar hijau

ruang, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan garis

sempadan bangunan;

4 Penyediaan sarana dan prasarana;

4 Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman,

nyaman, produktif dan berkelanjutan, antara lain:

Keselamatan penerbangan

Pembangunan pemancar alat komunikasi

Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi

Penetapan aturan zonasi:

- Arahan peraturan zonasi sistem nasional dengan peraturan pemerintah

- Arahan peraturan zonasi sistem provinsi dengan peraturan daerah

provinsi

- Peraturan zonasi (kabupaten/kota) dengan peraturan daerah

kabupaten/kota

4.1.4.1 Aspek Tata Ruang Wilayah

1. Ruang Lingkup Aspek Tata Ruang Wilayah

IV-25

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

A. Isu Permasalahan

Yang menjadi isu permasalahan dalam pengelolaan tata ruang wilayah di

kawasan Waduk Cirata adalah tidak optimalnya penataan ruang dan lahan

khususnya disekitar Waduk Cirata.

Faktor penyebab :

Faktor penyebab yaitu adanya peningkatan tekanan terhadap daya

dukung lingkungan dan pemanfaatan ruang dan lahan seperti

pertumbuhan pusat-pusat pengembangan dan pelayanan baru serta

perkembangan permukiman akibat adanya aktivitas kegiatan ekonomi

yang melampaui daya dukung lingkungan.

Faktor pendorong :

Adanya potensi peningkatan dan percepatan pertumbuhan ekonomi di

Waduk Cirata dan sekitarnya.

Dampak :

1. Penataan ruang dan lahan yang tidak optimal akan mengakibatkan

tidak terkendalinya aktivitas ekonomi baik yang bersifat internal

maupun eksternal.

2. Limbah dari aktivitas kegiatan ekonomi yang bersifat internal yaitu

Bisnis Akuakultur Keramba Jaring apung (BA-KJA) dan eksternal

(aktivitas ekonomi yang berada di Tampung Waduk Cirata dan Waduk

Saguling) akan mengakibatkan pencemaran bagi badan air Waduk

Cirata.

B. Identifikasi Data Permasalahan

Proses pengumpulan data aspek penataan ruang di lapangan bisa dilihat

sebagai berikut :

1. Fisik Dasar :

Letak Geografis Waduk Cirata

Topografi dan Kemiringan

IV-26

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Klimatologi dan Hidrologi

Jenis tanah dan Standar Geologi

2. Fisik Binaan :

Tata guna lahan

Status pemilikan tanah

Penyebaran permukiman

Penyebaran fasilitas umum

3. Kebijakan Pengembangan :

Izin pembangunan

Kawasan – kawasan khusus

C. Analisis Terhadap Permasalahan

Permasalahan Fisik Dasar

1. Posisi strategis geografis Waduk Cirata

2. Karakteristik Topografi

3. Iklim dan Hidrologi :

Curah hujan, arah angin

Deliniasi kawasan rawan banjir / genangan

4. Kemampuan lahan

5. Kesesuaian peruntukan lahan berdasarkan RTRW Kabupaten dengan

lahan Eksisting

6. Kemampuan daya tampung dan daya dukung lahan.

Permasalahan Fisik Binaan (Eksisting)

1. Pengendalian wilayah terbangun

2. Kendala pengembangan kawasan

3. Pola dan Konsep permukiman yang tumpang tindih

4. Daya dukung prasarana / infrastruktur (jalan, drainase, dsb) serta

utilitas.

IV-27

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

2. Objek Kajian

1) Mereview Kebijakan Penataan Tata Ruang Wilayah Eksisting

a. Kebijakan penataan ruang kabupaten dirinci menurut pola

pengembangan wilayah pada daya tampung Waduk Cirata.

b. Kebijakan penataan ruang strategis pemanfaatan waduk cirata

meliputi zonasi ruang hijau, lahan surutan dan zonasi perairan.

2) Mengkaji Keadaan Wujud Struktur dan Pola Pemanfaatan Zonasi

Perairan dan Tampung Waduk Cirata.

a. Pola peruntukan penggunaan lahan

b. Struktur pemukiman

c. Struktur pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan keadaan

sekitar (hinterland)

d. Sistem transportasi darat dan perairan waduk Cirata

e. Pola penataan ruang bagi peruntukan agrowisata dan ekowisata

f. Struktur keruangan pasar-pasar tradisional

g. Sistem penataan ruang perairan (Waduk Cirata) bagi peruntukan

perikanan tangkap dan budidaya karamba jaring apung (floating

net cage aquaculture)

h. Pola pemanfaatan lahan surutan Waduk Cirata.

i. Sistem keruangan bagi kegiatan pemasaran hasil perikanan

tangkap, budidaya karamba jaring apung, dan kegiatan

pendukungnya.

3) Mengkaji sistem Pengendalian pemanfaatan Zonasi perairan dan

Tampung Waduk Cirata.

a. Sistem pengendalian penataan ruang kabupaten dirinci menurut

pola pengembangan wilayah pada tampung waduk cirata.

b. Sistem pengendalian penataan ruang strategis pemanfaatan

waduk Cirata meliputi zonasi ruang hijau, lahan surutan, dan

zonasi perairan.

3. Metode Penelitian

IV-28

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan cara :

1) Mengungkap dokumen Rencana Tata Ruang Kabupaten (RTRK) dan

Rencana Tata Ruang Strategis Pemanfaatan Waduk Cirata.

2) Mengungkap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penataan

ruang, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

3) Mengungkap laporan-aporan berkaitan dengan pemanfaatan waduk

cirata.

4) Survei kepada stakeholder pemanfaat Waduk Cirata.

5) Survei lapangan khususnya berkaitan dengan implementasi

pemanfaatan zonasi perairan Waduk Cirata.

Alternatif dan Rencana Aksi Penelitian

1) Alternatif

Menentukan Strategi pengembangan kawasan

Menentukan Skala Prioritas pengembangan kawasan

2) Rencana Aksi

Menyusun konsep pengembangan berupa skenario pengembangan

fisik

Mengkaji penataan wilayah terbangun (RTH, RTNH, dan Kawasan

Komersial BA-KJA ) dll.

Menyusun proyeksi intensitas pemanfaatan ruang terhadap pola

permukiman dan sistem pelayanan perkotaan.

4. Perumusan Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang

Pada ketentuan teknis pemanfaatan ruang berisi ketentuan mengenai

boleh atau tidaknya suatu sistem kegiatan, yang telah didefinisikan

sebelumnya pada klasifikasi pemanfaatan ruang, berada atau

dikembangkan dalam klasifikasi zona. Pada setiap zona ini nantinya pun

IV-29

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

terdapat aturan mengenai intensitas dan tata massa bangunan, prasarana

minimum yang dibutuhkan oleh zona, dan aturan khusus lainnya.

Dalam Penyusunan Zoning Regulation Kecamatan ini terdapat beberapa

hal yang perlu dijelaskan. Pokok-pokok pembahasan tersebut antara lain:

1. Klasifikasi Zonasi

Klasifikasi zonasi ini merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang ada di

kawasan perencanaan yang dibagi menjadi beberapa hirarki peruntukan

lahan. Jenis penggunaan ini disusun berdasarkan ketelitiannya dalam

sebuah blok, sub blok, atau persil. Hirarki menunjukkan adanya tingkatan

dimana hirarki pertama menunjukkan penggunaan secara umum

sedangkan hirarki kedua menunjukkan karakter tertentu pada

peruntukan tanah hirarhi pertama, sehingga terdapat pembatasan atau

keleluasaan dalam penggunaannya, dan demikian seterusnya menjadi

lebih rinci beserta aturan-aturan yang menyertainya.

2. Daftar Kegiatan

Daftar kegiatan adalah pemanfaatan ruang, aktivitas, dan fungsi apa saja

yang sudah ada dan mungkin ada di kawasan perencanaan saat ini dan

beberapa tahun mendatang dalam sebuah peruntukan pada hirarki

terbesar. Daftar kegiatan ini akan dijabarkan dalam kategori dan sub

kategori untuk mempermudah pengklasifikasian.

3. Identifikasi Aturan Teknis Zonasi

Dalam penyusunan Zoning regulation ini, akan terlebih dahulu

diidentifikasi aturan teknis zonasi yang akan berlaku pada wilayah yang

dikenakan aturan zonasi tersebut. Boleh tidaknya jenis kegiatan dan

IV-30

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

pemanfaatan ruang seperti apa yang pemanfaatannya diizinkankan,

pemanfaatan diizinkan secara terbatas atau dibatasi, pemanfaatan

memerlukan izin penggunaan bersyarat ataupun pemanfaatan yang tidak

diizinkan. Aturan ini disusun dalam bentuk matriks antara klasifikasi

zonasi dan jenis pemanfaatan ruang yang ada. Selain itu, diberikan

ketentuan pembangunan secara jelas berkenaan dengan aturan umum

maupun aturan khusus dan yang lainnya, seperti besarnya Koefisien

Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketentuan jarak

bebas, dan lain-lain.

KERANGKA BERPIKIR ASPEK PENATAAN RUANG

UNTUK PEDOMAN PENYUSUNAN ZONASI EKOSISTEM WADUK CIRATA

IV-31

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

4.1.4.2. Aspek Kebijakan Dan Kelembagaan

1. Ruang Lingkup Aspek Kebijakan

IV-32

INPUT PROSES OUTPUT

ACUAN PEDOMAN

Data TampungDaya Dukung Lahan

Analisis Kawasan

INDIKASI PROGRAM RTRW Kabupaten (Kab.Purwakarta,

Kab.Cianjur, Kab.Bandung Barat RTRW Provinsi Jawa Barat RTR (Detail) Kawasan Strategis Waduk

Cirata. Zonasi Budidaya dan Non Budidaya

KHUSUSUMUM

Konsep & Strategi Pengembangan Visi dan Misi Isu Strategi Tujuan & Sasaran Skenario & Strategi Pengembangan,

Pengendalian, Pemanfaatan Ruang.

Kebijakan&

Strategi Kawasan

KEBIJAKAN NASIONAL

Pola Pemanfaatan

Ruang

Struktur Ruang

ISU STRATEGIS WILAYAH

1. RTRW Nasional2. RTRW Pulau3. RTRW Provinsi4. RTRW

Kabupaten/Kota5. Kebijakan Sektoral

Kebijakan Pembangunan Nasional Daerah (Provinsi,

Kabupaten, Kota)

KETERKAITAN WADUK CIRATA DENGAN WILAYAH LAIN

Peningkatan Kemampuan Pengembangan dan

Pembangunan Regional Nasional Daerah

INTEGRASI SINGERGI PENATAAN RUANG

Identifikasi Profil Kawasan Aktivitas Pemanfaatan

Ruang Eksisting Aspek Agroekosistem dan

Ekologi konservasi SDA dan SDM Eksisting Prasana dan Kelembagaan

REKOMENDASI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO.9 TAHUN 2010

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Waduk Cirata Saat ini

diantaranya adalah adanya pemanfaatan potensi waduk oleh berbagai

pihak secara tidak terkendali, antara lain dikarenakan perangkat aturan

atau kebijakan yang telah ditetapkan belum sepenuhnya dapat

diimplementasikan dengan optimal di tingkat lapangan termasuk proses

evaluasi terhadap implementasi dari kebijakan yang ada (efektif/tidak)

dan atau adanya tumpang tindih kepentingan pembangunan daerah.

Berangkat dari permasalahan tersebut perlu dilakukan proses kebijakan

mulai dari masa lalu, sekarang dan masa depan dari tertinggi yaitu UU

hingga Perda di Tingkat daerah termasuk program-program sektoral.

Selain itu kajian terhadap kebijakan pada pekerjaan Penyusunan dan

Penetapa Zonasi Kawasan Ekosistem Waduk Cirata ini meliputi kebijakan

perundangan terkait dan kebijakan tata ruang terkait. Kebijakan

perundangan dilakukan agar pelaksanaan pekerjaan ini menghasilkan

ketentuan-ketentuan yang sinergis dan selaras dengan kebijakan

perundangan yang ada. Kajian terhadap standar-standar berkaitan

denagan substansi yang akan dibahas dalam Zonasi Kawasan Ekosistem

Waduk Cirata tersebut menjadi acuan dalam penentuan isi dari Zoning

Text dan Zoning Map di Wilayah terkait. Substansi yang akan dibahas

dalam Zonasi Kawasan Ekosistem Waduk Cirata ini merupakan hal-hal

yang belum dibahas di dalam ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang

ada dan merupakan rincian dari kebijakan-kebijakan yang ada khususnya

untuk bagian pengendalian pemanfaatan ruang Zonasi Kawasan

Ekosistem Waduk Cirata.

Didalam perumusan klasifikasi pemanfaatan ruang adalah menentukan

semua aktifitas dan atau fungsi yang mungkin terjadi pada penggunaan

lahan hirarki 3. Hasil perumusan ini akan dijadikan input dalam

penyusunan ketentuan teknis pemanfaatan ruang.

2. Ruang Lingkup Aspek Kelembagaan

IV-33

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Pada Aspek kelembagaan yang dikaji adalah lembaga-lembaga formal

maupun non formal yang terkait dalam pengelolaan Waduk Cirata yang

meliputi :

1) Struktur Organisasi Kelembagaan.

2) Peran dan Fungsi masing-masing kelembagaan.

3) Koordinasi antar kelembagaan dalam pengelolaan waduk Cirata.

4) Jenis perizinan, proses perizinan dan peran serta masyarakat.

Cakupan kajian kelembagaan terdiri dari :

1) Identifikasi pemangku kepentingan yang terkait pengelolaan Waduk

Cirata

2) Identifikasi peran dan fungsi masing-masing kelembagaan

3) Koordinasi antar kelembagaan dalam pengelolaan Waduk Cirata.

3. Tahapan Studi

1) Pengumpulan Bahan/Data

Bahan dan data yang dikumpulkan mencakup berbagai kebijakan sektoral

dan/atau non sektoral yang dikeluarkan oleh berbagai instansi yang

terkait dalam pengelolaan Waduk Cirata.

2) Analisis Data

Analisis data sekunder maupun primer dilakukan secara kualitatif

terhadap aspek-aspek pengelolaan Waduk Cirata sehingga dari analisis ini

diharapkan dapat diidentifikasi : struktur kelembagaan, peran dan fungsi

masing-masing lembaga, butir-butir kebijakan yang tumpang tindih atau

saling bertentangan, serta kebijakan-kebijakan yang perlu diperkuat

dalam pengelolaan Waduk Cirata. Analisis yang dilakukan meliputi

peramalan (forecasting) yang didasarkan atas dasar informasi yang telah

ada melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Masa Lalu

1) Masa Lalu Potensial : melakukan identifikasi aspek-aspek yang

mungkin terjadi di masa lalu dalam pengelolaan Waduk Cirata.

IV-34

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

2) Masa Lalu Plausibel : mengidentifikasi aspek-aspek yang telah

terjadi

3) Masa lalu Normatif : mengidentifikasi aspek-aspek yang

seharusnya terjadi dalam pengelolaan Waduk Cirata.

b. Masa Depan

1) Masa Depan Normatif : melakukan analisa aspek-aspek apa yang

seharusnya terjadi dalam pengelolaan waduk Cirata ke depan

2) Masa Depan Plausibel : melakukan analisa aspek-aspek apa yang

akan terjadi

3) Masa Depan Potensial : melakukan analisa aspek-aspek apa yang

dapat terjadi dalam pengelolaan Waduk Cirata

3) Keluaran yang Diharapkan

a. Fungsi dan peran yang diberikan kepada pihak pengelola waduk;

b. Fungsi dan peran masyarakat dalam pemanfaatan waduk secara

berkelanjutan.

c. Kekuatan dan kelemahan pada pengelolaan waduk dan

sekitarnya;

d. Peluang dan tantangan pengembangan waduk yang multiguna;

e. Isu strategis dan permasalahan-permasalahn yang dihadapi

selama pengelolaan waduk;

f. Faktor-faktor yang dapat dan akan mempengaruhi keberlanjutan

fungsi waduk (faktor positif/Faktor negatif);

g. Perumusan skenario, konsep, dan strategi.

h. Perumusan program-program multisektor dan integrated sektor.

4) Rekomendasi Kebijakan

Selanjutnya hasil studi ini adalah menghasilkan suatu alternatif

rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan Waduk Cirata yang

disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan sehingga pengaturan

dan pengendalian pengelolaan waduk dapat berjalan sesuai dengan

yang diharapkan.

IV-35

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

4.1.4.3 Aspek Ruang Lahan Dan Pemetaan Gis

1. Pendekatan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah

tutupan/penggunaan lahan (landuse/land cover = LULC). Secara khusus,

lahan pertanian adalah yang paling banyak dianggap sebagai tutupan

lahan yang menjadi sumber penurunan kualitas sumber daya air,

terutama akibat eutrofikasi dan erosi sedimen (Cooper 1993 dalam

Griffith dkk. 2002). Sebagai contoh, johnson dkk.1997 (dalam Griffith

dkk.2002) menemukan hubungan yang signifikan antara LULC dengan

posfhor dan nitrogen. Lenat dan Crawford, 1994 (dalam Tong dan Chen

2002) menghasilkan kesimpulan bahwa lahan pertanian merupakan

penghasil nutrien dengan konsentrasi tertinggi.

Data penggunaan lahan saat ini diperlukan untuk mengetahui kondisi

penggunaan lahan dan hubungannta dengan kualitas air pada saat ini.

Selain itu, data penggunaan lahan saat ini juga diperlukan untuk

memperoleh peta potensi erosi saat ini. Untuk memahami fenomena

hubungan antara penggunaan lahan dengan erosi serta kualitas air

Waduk Cirata, diperlukan data penggunaan lahan yang sifatnya ragam-

waktu (multitemporal). Sedangkan data peruntukan penggunaan lahan

dan rencana tata ruang wilayah diperlukan oleh pengambilan kebijakan

dalam perencanaan dan implementasinya dilapangan.

2. Metode Studi

Perubahan tataguna lahan dan praktek pengelolaan lahan akan

berdampak pada sistem hidrologi, menyebabkan perubahan pada aliran

permukaan, suplai air dan juga kualitas air (Tong dan Chen 2002). Oleh

karena itu, untuk dapat memahami pengaruh tataguna lahan yang berada

di dalam DAS terhadap kualitas air Waduk Cirata diperlukan dalam

penggunaan lahan saat ini. Apabila ditemukan adanya pengaruh tataguna

lahan terhadap kualitas air maka diperlukan data lain yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan kawasan DAS.

IV-36

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Data yang dimaksud adalah data peruntukan penggunaan lahan dan

rencana tata ruang wilayah.

Peta potensi erosi dapat digunakan sebagai parameter dalam

menentukan apakah peruntukan penggunaan lahan dan rencan tata

ruang wilayah sudah sesuai harmonis dengan tingkat kualitas air yang

diharapkan di Waduk Cirata. Hal inii dapat dimodelkan dengan

menggunakan data penggunaan lahan saat ini dan data tutupan lahan

ragam waktu sebgai peubah bebas serta peta potensi erosi sebagai

peubah tetapnya. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu tema

yang ada di dalam peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Bakosurtanal skala 1:

25000. Peta RBI dibuat berdasarkan interpretasi foto udara yang direkam

pada tahun 1999 dan dipengaruhi tahun 2007. Yang diperbaharui pada

tahun 2007 bukan informasi tematiknya tetapi hanya keakuratan

spasialnya (topologi). Oleh karena itu, data penggunaan lahan dari Peta

RBI tidak dapat digunakan dalam menghasilkan indormasi penggunaan

lahan saat ini.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan peta

penggunaan lahan saat ini adalah dengan melaukan interpretasi citra

satelit. Proses interpretasi citra satelit bisa dilakukan dengan cepat

apabila kelas penggunaan lahan yang dihasilkan tidak banyak. Selain itu,

ada metode pengolahan citra yang sifatnya generik tetapi dapat

diandalkan, salah satu nya adalah metode Zeng (2007). Dengan metode

Zeng (2007), Proses klasifikasi citra dapat dilakukan tanpa harus melalui

tahapan normalisasi nilai digital dan juga dapat dilakukan untuk data yang

sifatnya ragam waktu (multi temporal).

Luaran hasil kajian dalam peta 1:25000 hanya akan dapat dicapai apabila

data yang digunakan bersumber dari Peta RBI dan dari citra satelit yang

memenuhi syarat dan kaidah pengolahan tertentu. Untuk mendapatkan

peta skala 1:25000, citra satelit yang digunakan hendaklah memiliki

resolusi spasial citra. Rumusannya adalah “bagi bilangan penyebut skala

IV-37

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

peta dengan 1000 (penggunaan angka 1000 dimaksudkan agar terdeteksi

dalam satuan meter) maka resolusi citra yang sepadan adalah setengah

dari hasil pembagian tersebut”. Jadi apabila kita hendak mendapatkan

peta skala 1:25000 maka resolusi citra yang diperlukan adalah

((25000/1000)/2)=12,5 meter. Berdasarkan Rumus Tobler (1987), citra

landsat tidak dapat digunakan untuk mendapatkan peta skala 1:25.000.

Citra satelit yang memenuhi syarat serta relatif efisien adalah citra ALOS

AVNIR. Salah satu kendala dalam penggunaan ALOS AVNIR adalah satelit

ini telah berhenti beroperasi pada bulan Mei 2011 sehingga data yang

bisa digunakan adalah bukan data terkini.

Informasi dinamika penggunaan lahan membutuhkan data yang bersifat

ragamwaktu. Citra satelit Landsat TM/ETM+ memenuhi telah beroperasi

sejak tahun 1970-an hingga saat ini sehingga dapat digunakan untuk

tujuan tersebut. Kendala utama dalam penggunaan citra Landsat

TM/ETM+ adalah luaran hasil kajian yang dapat dihasilam adalah peta

skala 1.50.000. Hal ini dapat dicapai apabila data ragamspektral (multi-

spektral) dengan resolusi 30 meter digabungkan (fusi) dengan data

pankromatrik yang memiliki resolusi 15 meter sehingga dihasilkan data

ragam spektral dengan resolusi 15 meter. Berdasarkan rumus Tobler

(1987) data dengan resolusi 15 meter dapat menghasilkan peta skala

1:30.000 tetapi karena skala peta tersebut tidak ada di dalam standar

peta nasional maka skala peta yang dihasilkan adalah 1: 50.000.

3. Analisa Spasial Tata Guna Lahan

Unuk melakukan kajian tataguna lahan yang berpengaruh terhadap Waduk

Cirata berdasarkan klasifikasi wilayah yang telah diuraikan sebelumnya,

digunakan analisis spasial dengan prosedur umum sebagai berikut :

1) Melakukan delineasi Wilayah Sub DAS Cirata

Peta Daerah Aliran Sungai dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BP-DAS) digunakan sebagai peta dasar delineasi. Sub DAS yang

IV-38

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

berbatasan dengan Waduk Cirata kemudian dipilih sebagai Sub DAS

Cirata.

2) Menggunakan Model Hidrologi untuk mendapatkan SubDAS-SubDAS

dengan menggunakan data elevasi (Digital Elevation Model).

3) Data elevasi (Digital Elevastion Model) yang berasal dari interpolasi data

ketinggian pada Peta Rupa Bumi Bakosurtanal skala 1:25.000 digunakan

sebagai sumber data untuk membuat wilayah sub DAS yang lebih detail

dan berpengaruh langsung terhadap Waduk Cirata. Gambar sub DAS

Cirata berdasarkan Model Hidrologi melakukan tumpang susun peta DAS

dan peta ekstraksi batas sub DAS dari melakukan tumpang susun Peta

DAS dan Peta ekstraksi batas sub DAS dari DEM. Peta DAS digunakan

sebagai acuan batas poligon-poligon subdas yang berpengaruh langsung

terhadap waduk Cirata.

4) Membatasi wilayah kajian berdasarkan ruang lingkup wilayah kajian

seperti yang telah ditentukan, yaitu Ring I dan Ring II

5) Melakukan analisis spasial tataguna lahan berdasarkan wilayah yang telah

ditentukan.

Analisis spasial tataguna lahan yang berpengaruh terhadap Waduk Cirata

dibagi berdasarkan klasifikasi berikut ini :

Ring I

Cakupan Wilayah :

Area sempadan waduk (Drawdown, elev +220 mdpl –elev.+210

mdpl)

Daerah sabuk hijau (green belt, elev +236 m dpl – elev +220 m

dpl)

Daerah Tangkapan Air (Catchment area, sub.DAS Citarum)

Area genangan waduk (Reservoir, 62 km2)

Bangunan sarana-prasarana fasilitas area instalasi dan aset-

aset perusahaan kedalam kajian detail.

Ring II

IV-39

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Cakupan Wilayah :

Daerah Tangkapan Air DAS yang menjadi sumber air Waduk Cirata

kedalam Kajian : Global

4. Analisa Potensi Erosi

Potensi erosi dapat diperkirakan dengan menggunakan model USLE

(Universal Soil Equation). Model USLE merupakan model erosi yang paling

sedikit kebutuhan datanya dibandingkan model lain serta merupakan

model yang paling banyak diterapkan. Model USLE adalah model empirik

sederhana yang didasarkan pada analisis regresi laju erosi dalam beragam

plot percobaan di Amerika. Model ini banyak digunakan karena

sederhana tetapi bagus (robust) (Desmet 1996) dan merupakan

pendekatan yang sudah menjadi standar (van der knijff dkk. 2000) (Dalam

Zhou dan Wu 2008).

Proses overlay (tumpang tindih) peta dapat untuk melakukan analisis

kesesuaian anatara rencana peruntukan lahan dengan penggunaan lahan

eksisting serta untuk mengetahui pengaruh perubahan lahan terhadap

potensi erosi di wilayah DAS. Untuk memprediksi perubahan lahan dapat

digunakan metode analisis regresi linear.

Penentuan peta potensi erosi dapat dihasilkan dengan melakukan proses

tumpang suusn peta variabel penyusunnya. Peta potensi erosi dapat

dibuat dengan mengikuti rumus berikut:

E = R.K.L.S.C.P

Keterangan :

E = Erosi (pertahun)

R = Faktor erosivitas curah hujan

K = Faktor erodibilitas tanah

L = Faktor kemiringan lereng

S = Faktor panjang lereng

C = Faktor manajemen lahan

P = Faktor praktek konservasi Lahan

IV-40

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

5. Analisis Data Sistem Informasi Geografi (GIS)

Proses analisis data GIS umumnya dapat dilakukan dengan melakukan

proses tumpang susun (overlay) peta yang menjadi variabel bebas dalam

model. Yang perlu diperhatikan dalam proses ini asalah sumber data yang

dapat digunakan untuk menghasilkan peta tersebut. Sebagai contoh,

untuk mendapatkan peta erosivitas curah hujan diperlukan data curah

hujan yang dikumpulkan dari titik-titik pemantuan curah hujan. Data dari

setiap titik tersebut kemudian diinterpolasi dengan menggunakan teknik

tertentu (misalnya Kriging) untuk menghasilkan sebuah peta curah hujan

yang mencakup semua wilayah kajian. Proses interpolasi amat ditentukan

oleh seberapa banyak titik yang digunakan, semakin banyak maka

informasi yang aan dihasilkan pun akan semakin akurat.

Proses analisis data melibatkan data yang dikumpulkan dari beragam

sumber, termasuk dari skala yang beragam. Luaran yang diharapkan dari

kajian ini adalah peta dengan skala 1:25.000. untuk itu diperlukan sumber

data yang memiliki skala 1:25.000. atau yang lebih baik. Dalam kajian ini,

sumber data yang berpotensi digunakan dalam analisis tidak semuanya

memiliki skala 1:25.000, contohnya adalah data curah hujan dan jenis

tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa penyesuaian dalam

prosesnya, misalnya dengan menurunkan skala peta yang diharapkan

menjadi 1:50.000.

4.1.4.4 Dasar Hukum

Perangkat Undang-undang dan peraturan yang menjadi landasan penyusunan

Peraturan Zoning Regulation adalah sebagai berikut :

A. Perangkat Undang - Undang

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria

Undang-undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian

IV-41

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Undang-undang No 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman

Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pengganti UU

No 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

Undang-undang No 34 Tahun 2006 tentang Jalan

Undang-undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan

Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

B. Perangkat Peraturan Presiden dan Menteri

PP No. 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta

Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 4 Tahun 1976 Tentang Pedoman

Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan

PP No. 26 Tahun 1985 Tentang Jalan

PP No. 35 Tahun 1991 Tentang Sungai

PP No. 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL

PP No 47 Tahun 1997 Tentang RTRW Nasional

IV-42

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang di Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran

Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang

PP No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah

Peraturan Menteri perhubungan No. 14 Tahun 2006 Management dan

Rekayasa Lalulintas.

PP No. 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Kereta Api

Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2010 tentang Perumahan dan

permukiman

Peraturan Menteri Perhubungan No.38 Tahun 2010 tentang Pedoman

Penetapan Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api.

PP No 32 Tahun 2011 Tentang Menagemen dan Rekayasa, Analisis Dampak

Serta Managemen Kebutuhan Lalu-lintas.

C. Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri

Kepmen PU No 640/KPTS/1986 Tentang Perencanaan Tata Ruang Kota

Keppres RI No. 33 Tahun 1991 Tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan

Industri

Kepmen Dalam Negeri No 59/1988 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Kota

Keppres RI No 188/1998 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan

Undang-undang

Kepmen PU No 441/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan

Gedung

IV-43

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Kepmen PU No 486/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas

pada Bangunan Umum dan Lingkungan

Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 Tahun 2002 Tentang

Penetapan Enam Buku Pedoman Bidang Penataan Ruang

Kepmen Negara Lingkungan Hidup No 19/2004 Tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota

Keppres RI No 54/2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

4.2. METODE ANALISIS HIDROLOGI

Secara umum pembahasan analisa hidrologi adalah melakukan analisa

hidroklimatologi dengan teknis analisa secara kuantitatif yang mengacu pada

berbagai metode yang relevan dengan Standar Nasional Indonesia yang berlaku.

Dengan memperhatikan berbagai karakteristik geografis yang terkait, diharapkan

dapat diperoleh informasi berupa besaran hidrologi yang diperlukan untuk

analisis neraca air. Analisis data ini dimaksudkan untuk mendukung pekerjaan

“Penyusunan dan Penetapan Zonasi Ekosistem Waduk”, khususnya dalam hal ini

menentukan ketersediaan air hujan (nilai CHandalan). Ketersediaan air yang

dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50%

dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti .

4.2.1 Analisis Data Curah Hujan

4.2.2 Curah Hujan Rerata Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air

adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-

stasiun pengamat hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap

sebagai titik (point). Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik

(point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai

yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran. Secara umum terdapat tiga

metode untuk mendapatkan curah hujan rerata daerah, yaitu :

IV-44

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Metode Rata-rata Aljabar

Metode Poligon Thiessen

Metode Garis Isohyet

Dengan menggunakan metode Poligon Thiessen, bisa diperoleh luasan daerah

pengaruh dari tiap-tiap stasiun pencatat curah hujan yang ada. Dengan demikian,

bisa diketahui stasiun mana saja yang berpengaruh terhadap lokasi studi.

Selain berdasarakan stasiun pengamat, curah hujan daerah dapat dihitung

dengan parameter luas daerah tinjauan sebagai berikut :

untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi

kecil diwakili oleh sebuah stasiun pengamat

untuk daerah tinjauan dengan luas 250-50.000 ha yang memiliki 2

atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata

aljabar

untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000-500.000 ha yang memiliki

beberapa statiun pengamat tersebar cukup merata dan dimana curah

hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat

menggunakan metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamat

tersebar tidak merata dapat menggunakan metode Thiessen.

Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha

menggunakan metode isohyet atau metode potongan antara.

4.2.3. Curah Hujan Rancangan

Analisis frekuensi curah hujan rencana dilakukan untuk menentukan curah hujan

dengan periode ulang tertentu yang kemudian dipakai untuk perencanaan.

Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik

distribusi hujan daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada

masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 tahun.

Tujuan dari analisis frekuensi curah hujan ini adalah untuk memperoleh curah

hujan dengan beberapa perioda ulang. Pada Analisis ini digunakan beberapa

IV-45

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

metoda untuk memperkirakan curah hujan dengan periode kala ulang tertentu

yaitu :

Metoda Distribusi Normal

Metoda Distribusi Log Normal 2 Parameter

Metoda Distribusi Log Normal 3 Parameter

Metoda Distribusi Gumbel

Metoda Distribusi Pearson Type III

Metoda Distribusi Log Pearson Type III

1. Metoda Distribusi Normal

Merupakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) Normal atau dikenal dengan

distribusi Gauss (Gaussian Distribution). Distribusi normal memiliki fungsi

kerapatan probabilitas yang dirumuskan:

f ( x )= 1σ .√2 .π

.exp [−12 .( x−μσ )2 ]

−∞<x<∞

di mana:

μ dan

σ adalah parameter statistik, yang masing-masing adalah nilai

rata-rata dan standar deviasi dari variat.

2. Metoda Distribusi Log Normal 2 Parameter

Fungsi kerapatan probabilitas Log Normal adalah sebagai berikut:

f ( x )= 1ξ . x .√2. π

. exp[−12.( ln x−λξ )2 ]

di mana:

λ = E ln x

ξ=√Var . ln( x )

Persamaan : log XTR = log + k.Slogx

IV-46

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Cv=Slog xlog x

Slogx = √∑ ( log x−log x i)

2

(n−1); log =

∑ log x in

di mana:

XTR = Besarnya curah hujan dengan periode ulang t

n = Jumlah data

log x= Curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga

logaritmik

k = Faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai

fungsi dari

koefisien variasi, Cv dan periode ulang t

Slogx = Standard deviasi dari rangkaian data dalam harga

logaritmiknya

Cv = Koefisien variasi dari log normal w parameter

3. Metode Distribusi Log Normal 3 Parameter

Distribusi Log Normal 3 Parameter dapat dituliskan sebagai:

Xt =X

+ K.SX

di mana:

Xt = nilai curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm)

X= nilai curah hujan maksimum rata-rata

SX = standar deviasi nilai X

k = nilai karakteristik distibusi Log Normal 3 Parameter

IV-47

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

yang nilainya bergantung dari koefisien kemencengan (CS)

4. Metode Distribusi Gumbell

Metoda distribusi Gumbell yang banyak digunakan dalam analisa frekuensi

hujan mempunyai rumus:

Xt = X + K. Sx

K = (Yt - Yn)/Sn.

Yt = - (0.834 + 2.303 log T/T-1)

di mana:

Xt = curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm)

X = curah hujan maksimum rata-rata

Sx = standar deviasi

K = faktor frekuensi

Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya tergantung

dari jumlah data

Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung

dari jumlah data

5. Metoda Distribusi Pearson Type III

Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi Pearson Type III adalah

sebagai berikut:

Xt = Xi + KT.Si

di mana:

Xi = Data ke-i

Si = Standar deviasi

Cs = Koefisien skewness

IV-48

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

KT = Faktor sifat distribusi Pearson Type III, yang merupakan fungsi

dari besarnya Cs yang ditunjukan pada tabel

6. Metoda Distribusi Log Pearson Type III

Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi Pearson Type III ini

mempunyai persamaan sebagai berikut:

log Xt = log X i

+ KT.Si

log X =

∑ log X iN

Si = Standar deviasi = √∑ ( log X i−log X )2

N−1

Cs = Koefisien skewness =

∑ ( logX i− logX )2

(N−1 ).(N−2)Si3

di mana:

KT = Koefisien frekuensi didapat dari tabel

4.2.4. Curah Hujan Netto Harian

Data curah hujan netto harian diperoleh dari hasil analisis hidrologi.

4.2.5. Prediksi Curah Hujan Secara umum pembahasan analisa hidrologi adalah melakukan analisa

hidroklimatologi dengan teknis analisa secara kuantitatif yang mengacu pada

berbagai metode yang relevan dengan Standar Nasional Indonesia yang berlaku.

Dengan memperhatikan berbagai karakteristik geografis yang terkait, diharapkan

dapat diperoleh informasi berupa besaran hidrologi yang diperlukan untuk

analisis neraca air. Analisis data ini dimaksudkan untuk mendukung pekerjaan

“Penyusunan dan Penetapan Zonasi Ekosistem Waduk”, khususnya dalam hal ini

menentukan ketersediaan air hujan (nilai CHandalan). Ketersediaan air yang

IV-49

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50%

dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen,

metode Gumbel, atau lainnya.

4.3 METODE STATUS MUTU EKOSISTEM WADUKPenentuan status mutu ekosistem waduk mengacu pada Pedoman Pengelolaan

Ekosistem Danau (KLH, 2008)

4.3.1. Kriteria Status Ekosistem Perairan

Untuk menentukan status ekosistem akuatik (baik, terancam dan rusak) perlu

ditetapkan terlebih dahulu kelas air dan baku mutu air danau, penentuan status

mutu air serta penentuan status trofik danau. Adapun parameter lainnya adalah

keanekaragaman hayati, jejaring makanan, tutupan tumbuhan air, alga/ganggang

biru (Microcystis) dan limbah pakan perikanan budidaya.

a). Kelas Air dan Baku Mutu Air

Kelas air danau ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun

2001, yaitu terdiri dari Kelas 1 sampai Kelas 4. Kualitas air danau dangkal tidak

banyak berbeda dari permukaan sampai kedalaman mendekati dasar danau,

akan tetapi danau dalam memiliki kualitas yang bebeda dan makin kedasar

makin memburuk. Oleh karena itu penentuan status kelas air dan baku mutu air

danau berbeda dengan air sungai, yaitu sebagai berikut:

Danau sangat dangkal yang memiliki kedalaman kurang dari 10 m :

penentuan satu baku mutu air untuk semua kedalaman danau.

Danau dangkal yang memiliki kedalaman 10 – 50 m : penentuan dua baku

mutu air untuk lapisan epilimnion dan hypolimnion.

Danau medium, dalam dan sangat dalam : penentuan tiga kelas air, yaitu

satu baku mutu air pada lapisan epilimnion dan dua baku mutu air (dua

lapisan) pada hypolimnion bagian tengah danau dan bawah danau (2 m

diatas dasar danau).

IV-50

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

b). Status Mutu Air

Penentuan status mutu air danau dan waduk dilakukan dengan Metode Storet

dan Metode Indeks Pencemaran yang telah dibakukan dalam Pedoman

Penentuan Status Mutu Air pada Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Cara perhitungan nilai skor dan penentuan status

mutu Metode Storet ini disajikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3

Penilaian kadar parameter kualitas air mengacu kepada Baku Mutu Air (BMA)

yang berlaku untuk danau, atau menggunakan Kelas Air pada Lampiran PP No.82

tahun 2001 bila BMA belum ditetapkan. Ada perbedaan dengan cara penentuan

status mutu air sungai, yaitu perlu disebutkan selain lokasinya (koordinatnya),

perlu pula dicatat kedalaman sampel kualitas air danau yang dinilai. Jumlah data

pemantauan air juga harus mewakili kondisi musim hujan dan musim kemarau.

Tabel 4. 3. Nilai Skor Parameter Yang Tidak Memenuhi Standar

IV-51

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Tabel 4. 4. Penentuan Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet

Parameter danau dan kegiatan yang dinilai adalah:

Kelas Kualitas Air, yang menunjukkan tingkat pencemaran air (PP No.82

Tahun 2001).

Keanekaragaman hayati, yang menunjukkan keaneka ragaman biota air

serta ikan endemik.

Jejaring makan (food web), yang menunjukkan struktur rangkaian

makanan secara alami untuk mendukung kehidupan biota air.

Tutupan Tumbuhan Air, baik yang berfungsi untuk menunjang kehidupan

biota akuatik maupun yang bersifat gulma menganggu ekosistem dan

pemanfaatan air danau.

Alga/ganggang biru (Microcystis), yaitu jenis alga yang menganggu

kelestarian dan kualitas air danau serta mengganggu kehidupan ikan.

IV-52

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Limbah pakan perikanan budidaya KJA, mengandung unsur organik dan

unsur hara yang berpotensi mencemari air dan menimbulkan proses

eutrofikasi.

Tabel 4. 5 Kriteria Status Ekosistem Akuatik

c). Status Trofik

Status trofik menunjukkan dampak adanya beban limbah unsur hara yang masuk

air danau. Cara penentuan status trofik danau dapat dipilih menurut tiga

metode, seperti tercantum pada Lampiran 1, 2 dan 3.

Kondisi kualitas air danau dan waduk diklasifikasikan berdasarkan status proses

eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air.

Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Phosphor (P) dan

IV-53

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Nitrogen (N). Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung Nitrogen dan

Phosphor masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Phosphor membatasi

proses eutrofikasi jika kadar Nitrogen lebih dari delapan kali kadar Phosphor,

sementara Nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari

delapan kali kadari Phosphor (UNEP-IETC/ILEC, 2001). Klorofil-a adalah pigmen

tumbuhan hijau yang diperlukan untuk fotosintesis. Parameter Klorofil-a

tersebut mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata

beratnya adalah 1% dari biomassa.

Eutrofikasi yang disebabkan oleh proses peningkatan kadar unsur hara terutama

parameter Nitrogen dan Phosphor pada air danau dan waduk. Proses tersebut

diklasifikasikan dalam empat kategori status trofik kualitas air danau dan waduk

berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomasa atau produktivitasnya.

1. Oligotrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung

unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air

masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara Nitrogen

dan Phosphor.

2. Mesotrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung

unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya

peningkatan kadar Nitrogen dan Phosphor namun masih dalam batas

toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.

3. Eutrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur

hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh

peningkatan kadar Nitrogen dan Phosphor.

4. Hipereutrof/Hipertrof adalah status trofik air danau dan waduk yang

mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini

menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar Nitrogen

dan Phosphor.

Tingkat kesuburan perairan danau dan waduk dapat dihitung berdasarkan

beberapa parameter yang sangat berpengaruh terhadap kesuburan danau sesuai

IV-54

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

dengan perhitungan Indeks Status Trofik atau Tropik Status Index (TSI) yaitu:

total Phosphor, klorofil-a, dan kecerahan menggunakan pengukuran cakram

sechi.

Penentuan ketiga parameter tersebut berdasarkan adanya keterkaitan yang erat

dari masing-masing parameter, dimana unsur pencemar yang masuk ke perairan

danau yang berupa Phosphor akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan

fitoplankton di perairan tersebut yang ditandai dengan adanya konsentrasi

klorofil-a, akibat lebih lanjut dengan adanya kepadatan klorofil-a tersebut akan

menyebabkan terhambatnya cahaya yang masuk kedalam kolom perairan danau

yang ditandai dengan makin pendeknya kecerahan perairan.

Hubungan antara kadar Total Phosphor (TP) dengan konsentrasi klorofil-a ada

korelasi positip seperti ditunjukkan dalam rumus Jones dan Bachmann (1976)

dalam Davis dan Cornwell (1991).

4.3.2 Kriteria Status Ekosistem Sempadan

a). Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau

Daya tampung beban pencemaran air adalah batas kemampuannya untuk

menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas syarat kualitas

air untuk berbagai pemanfaatannya atau memenuhi baku mutu airnya.

Khususnya sumber daya air danau, pengertian daya tampung tersebut lebih

spesifik yaitu kemampuan perairan danau menampung beban pencemaran air

sehingga kualitas air tetap memenuhi syarat atau baku mutu serta sesuai dengan

status trofik yang disyaratkan.

Persyaratan kualitas air untuk berbagai pemanfaatan air danau atau baku

mutunya terdiri dari syarat kadar kualitas air fisika, kimia dan mikrobiologi.

Sedangkan persyaratan status trofik air danau terutama terdiri dari syarat

kecerahan air, kadar unsur hara Nitrogen dan Phosphor serta kadar Klorofil-a.

Oleh karena itu perhitungan daya tampung perairan danau perlu memperhatikan

IV-55

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

sumber dan beban pencemaran air dan dampaknya terhadap pemanfaatan air

serta kesinambungan fungsi danau. Perhitungan Daya Tampung Beban

Pencemaran Air Danau tercantum pada Rumus Umum Penghitungan Daya

Tampung Beban Pencemaran Air Danau Dan Waduk.

b). Alokasi Beban Pencemaran Air

Danau dan waduk sebagai sumberdaya air yang memiliki berbagai pemanfaatan,

juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan

daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai unsur pencemaran air dari

DTA dan DAS serta sempadan danau dan waduk terbawa masuk kedalam

perairannya. Pada daerah tersebut terdapat berbagai kegiatan yang membuang

limbah secara langsung dan tidak langsung ke danau dan waduk, antara lain

limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industri dan pertambangan.

Demikian juga erosi DAS merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan

danau (Gambar 4.)

Beban pencemaran dari berbagai sektor pada DTA dan DAS akan meningkat

terus sesuai dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh

karena itu jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau dan waduk

termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA) perlu ditentukan alokasinya

dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi serta konservasi sumberdaya air

jangka panjang.

Penentuan alokasi tersebut memerlukan kajian pada daerah setempat serta

kebijaksanaan pemerintah daerah mengenai sumber dan beban pencemaran

serta tingkat pengendaliannya yang ditargetkan. Sasaran pengendalian

pencemaran air pada berbagai sektor kegiatan perlu ditentukan alokasi beban

pencemarannya, agar memenuhi daya tampung danau dan waduk terhadap

beban pencemaran untuk memenuhi status mutu air yang diinginkan. Penentuan

alokasi beban pencemaran dan daya tampungnya pada danau dan waduk perlu

IV-56

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

memperhatikan syarat pemanfaatan air dan kelestarian air danau dan waduk

tersebut.

c). Daya Tampung Beban Pencemaran Budidaya Perikanan Keramba Jaring

Apung

Mengingat pada saat ini beban pencemaran air beberapa danau dan waduk telah

meningkat oleh perkembangan budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA),

maka pada pedoman ini secara khusus menguraikan cara perhitungan daya

tampung beban pencemaran air limbah budi daya perikanan. Namun demikian

rumus perhitungan ini memperhitungkan juga adanya beban pencemaran dari

sumber lain, antara lain limbah penduduk, industri dan pertambangan, serta

pertanian dan peternakan, yang secara langsung maupun tidak langsung

memasuki perairan danau yaitu beban pencemaran air dari DAS dan DTA.

Intensitas kegiatan atau jumlah produksi budidaya perikanan tergantung kepada

daya tampung perairan danau. Sedangkan daya tampung perairan danau sangat

tergantung kepada morfologi dan hidrologinya serta status trofik dan status

kualitas airnya. Pakan ikan dan limbah budidaya ikan KJA terdiri dari berbagai

unsur pencemaran air, sehingga kajian beban pencemarannya dan perhitungan

daya tampungnya berdasarkan jenis unsur penecemaran akibat limbah budidaya

ikan tersebut, seperti halnya perhitungan beban pencemaran dari sumber limbah

lainnya. Namun demikian perhitungan daya tampung beban pencemaran limbah

pakan ikan disederhanakan dengan memilih parameter indikator tingkat trofik

danau. Parameter beban pencemaran limbah perikanan yang dipilih atau

parameter indikator adalah total Phosphor (total-P), mengingat dasar

perhitungannya adalah status trofik danau. Rumus perhitungan yang digunakan

adalah Kotak 15.

IV-57

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Gambar 4. 2. Model dan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Waduk

IV-58

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Gambar 4. 3. Rumus Umum Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Waduk

IV-59

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Gambar 4. 4. Model dan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Waduk Untuk Limbah Budidaya Perikanan

IV-60

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Gambar 4. 5. Rumus Perhitungan Daya Tampung Danau dan Waduk Untuk Budidaya Perikanan

Rumus perhitungan Daya Tampung Danau Dan Waduk Untuk Budidaya Perikanan

menunjukkan contoh perhitungan daya tampung berbagai tipe danau terhadap

beban pencemaran air, dan daya dukungnya terhadap budidaya perikanan KJA.

Pemanfaatan danau adalah serbaguna untuk air baku, PLTA, irigasi pertanian,

pengendalian banjir dan pariwisata. Selain itu danau juga menampung limbah

penduduk, peternakan, pertanian, serta industri dan pertambangan dari DAS,

DTA dan sempadan yang membuang limbah unsur Phosphor (P).

IV-61

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Contoh hasil perhitungannya seperti tercantum pada Lampiran 7 adalah sebagai

berikut:

Contoh a adalah danau yang hanya dimanfaatkan untuk budidaya

perikanan dan pertanian dan tidak menampung limbah daerah tangkapan

air, sehingga mempunyai toleransi yang tinggi terhadap unsur P, sehingga

mempunyai daya dukung yang tinggi bagi budi daya ikan

Contoh b adalah danau serbaguna dan menampung limbah perkotaan,

peternakan dan pertanian pada daerah tangkapan air, sehingga daya

dukungnya bagi budidaya perikanan rendah

Contoh c sama dengan danau pada Contoh b namun telah marak dengan

budidaya perikanan yang melebihi daya tampung danau, sehingga

produksinya harus dikurangi.

Parameter danau dan kegiatan manusia pada sempadan tersebut yang dinilai

adalah:

Sempadan Danau

Sempadan Pasang-Surut

Pembuangan Limbah

4.4. METODE PERBANDINGAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR

Berdasarkan sistem siklus air, dapat di ketahui bahwa air yang berada di bumi ini

merupakan hasil dari hujan (presipitasi). Air hujan di permukaan bumi jatuh di

berbagai kondisi tutupan lahan, baik itu perkotaan, desa, hutan, sawah, jenis

tanah yang berbeda dan topografi yang berbeda. Kondisi lahan yang berbeda

akan membedakan besarnya air yang akan mengalami peresapan ke dalam

tanah, penguapan, tersimpan di tajuk-tajuk pohon dan cekungan, maupun

menjadi aliran langsung. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa komponen fisik

dan meteorologis memiliki pengaruh terhadap ketersediaan air (kondisi

hidrologi) di suatu DAS. Seiring dengan pertumbuhan penduduk serta

meningkatnya pembangunan, membawa dampak berupa tekanan penduduk

IV-62

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

terhadap lahan, perubahan penggunaan lahan, serta meningkatnya kebutuhan

air, padahal kondisi lingkungan semakin menurun. Pengelolaan lingkungan

secara terpadu dibutuhkan agar tercipta keseimbangan di dalam lingkungan.

Telah disebutkan di awal bahwa komponen fisik dan meteorologis

mempengaruhi ketersediaan air di suatu DAS. Curah hujan yang tinggi dengan

evapotranspirasi rendah dan berada di kondisi tutupan lahan hutan akan

memiliki cadangan/ketersediaan air yang melimpah dibandingkan dengan

kawasan perkotaan dengan curah hujan yang tinggi dan evapotranspirasi yang

tinggi. (Purnama, L.Setyawan, 2012 (Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan

Sengkarang).

Kesesuaian mutu air mengacu pada kriteria mutu air dan kualitas air pada

sumber air di suatu kawasan dan dibandingkan dengan mutu air yang dibutuhkan

oleh suatu usaha/kegiatan yang berada di kawasan tersebut. Apabila sesuai,

maka dapat diindikasikan bahwa daya dukung lingkungan hidup berada dalam

keadan tidak terlampaui. Apabila tidak sesuai, maka dapat diindikasikan bahwa

daya dukung lingkungan hidup telah terlampaui. Penentuan daya dukung

lingkungan hidup telah terlampaui. Penentuan daya dukung lingkungan hidup

berdasarkan kesesuaian mutu air digambarkan dalam Gambar 5.9 (Pedoman

Penggunaan Kriteria dan Standar untuk Aplikasi Daya Dukung dan daya

Tampung Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Perkembangan Kawasan,

2010).

Gambar 4. 6. Diagram Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dengan Pendekatan Kesesuaian Mutu Air

IV-63

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

Pendekatan Perhitungan

Penentuan daya dukung air dilakukan dengan membandingkan ketersediaan

dan kebutuhan air seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 7. Diagram penentuan daya dukung air

Cara Perhitungan Penghitungan Ketersediaan (Supply) Air

Perhitungan dengan menggunakan metode koefisien limpasan yang

dimodifikasikan dari metode rasional.

Rumus :

C = ∑ (ci x Ai) / ∑Ai

R = ∑ Ri / m

SA = 10 x C x R x A

Keterangan:

SA = ketersediaan air (m3/tahun)

C = koefisien limpasan tertimbang

Ci = Koefisien limpasan penggunaan lahan i (lihat Tabel 9)

Ai = luas penggunaan lahan i (ha) dari data BPS atau Daerah Dalam

Angka, atau dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN)

R = rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah (mm/tahunan)

dari data BPS atau BMG atau dinas terkait setempat.

Ri = curah hujan tahunan pada stasiun i

M = jumlah stasiun pengamatan curah hujan

IV-64

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

A = luas wilayah (ha)

10 = faktor konversi dari mm.ha menjadi m3

Perhitungan demand air

Rumus:

DA = N x KHLA

Keterangan:

DA = Total kebutuhan air (m3/tahun)

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLA = Kebutuhan air untuk hidup layak

= 1600 m3 air/kapita/tahun,

= 2 x 800 m3 air/kapita/tahun, dimana:

800 m3 air/kapita/tahun merupakan kebutuhan air untuk keperluan

domestik dan untuk menghasilkan pangan .

Catatan: Kriteria WHO untuk kebutuhan air total sebesar 1000–2000

m3/orang/tahun

4.5 PELAPORAN DAN AUDENSI

4.5.1 Pelaporan

Sebagai kontrol dan pertanggung jawaban dari pelaksanaan pekerjaan jasa

konsultansi Penyusunan dan Penetapan Zonasi Ekosistem Waduk ini adalah

adanya pelaporan yang diberikan secara bertahap sesuai dengan tahapan

penyelesaian pekerjaan. Beberapa tahapan pelaporan yang diserahkan adalah:

4.5.1.1 Laporan Pendahuluan (Inception Report)

Laporan pendahuluan berisikan :

- Mobilisasi Personil

- Organisasi pelaksana dan penggunaan tenaga ahli

- Waktu pelaksanaan, rencana kerja, dan realisasi

- Jadwal dan rencana kerja berikutnya

IV-65

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

- Foto foto dokumentasi

- Hasil Dari Survey Orientasi.

- Pengumpulan Data Sekunder.

Laporan Pendahuluan disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender

setelah mulai pekerjaan (Kick of Meeting), Laporan dijilid sebanyak 10 (Sepuluh)

jilid.

4.5.1.2 Laporan Antara (Interim Report)

Laporan antara berisikan :

- Pelaksanaan Kegiatan sesuai yang disampaikan pada laporan pendahuluan

- Hasil desk study

- Permasalahan yang timbul dan penyelesaiannya

Laporan antara disampaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender

setelah mulai pekerjaan, Laporan dijilid sebanyak 10 (Sepuluh) jilid.

4.5.1.3 Laporan Akhir Sementara (Draft Final Report)

Konsep Laporan Akhir dibuat berdasarkan pengumpulan data sekunder, Hasil

Pengumpulan Data Sekunder, Desk Study, kajian analisis ekosistem

danau/waduk, dan penyusunan draft ruang pada waduk sesuai lingkup kerja

Kerangka Acuan Kerja ini, meliputi :

- Hasil Kajian Ekosistem Perairan (Akuatik)

- Hasil Kajian Ekosistem Sempadan (Dermaga, Pariwisata, Niaga, Pertanian &

Peternakan)

- Draft Zonasi yang dapat dimanfaatkan / dibudidayakan.

- Draft Zonasi yang harus dilindungi (Non Budidaya).

- Hasil dari audensi & konsultasi publik

- Draft Penetapan Zonasi

Konsep laporan akhir disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh lima) hari

kalender sebelum pekerjaan berakhir, Laporan dijilid sebanyak 10 (sepuluh) jilid

IV-66

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

4.5.1.4 Laporan Akhir (Final Report)

Laporan akhir adalah hasil pembahasan, perbaikan dan penyempuraan konsep

laporan akhir terdiri dari :

- Laporan Utama (Main Report)

Laporan utama adalah draft penyusunan dan penetapan zonasi ekosistem

waduk yang akan dipergunakan sebagai dasar pemanfaatan dan pengelolaan

ruang pada waduk yang harus mendapatkan legalisasi dari instansi yang

berwenang.

Laporan utama dibuat sebanyak 15 (Lima Belas) jilid disampaikan paling

lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum masa akhir pekerjaan.

- Laporan Pendukung (Supporting Report)

Laporan pendukung merupakan penunjang dari laporan utama yang

berisikan sebagai berikut :

i. Laporan Hasil Desk Study

ii. Laporan hasil kajian Kajian Ekosistem Perairan (Akuatik)

iii. Laporan hasil kajian Ekosistem Sempadan (Dermaga, Pariwisata,

Niaga, Pertanian & Peternakan

iv. Peta Administrasi Waduk Cirata (A2)

v. Peta Pemanfaatan Lahan Eksisting (A2)

vi. Peta Hidrogeologi (A2)

vii. Peta Pendukung lainnya (A2)

viii. Peta Rencana Pemafaatan Lahan (A2)

ix. Peta Zonasi Pemanfaatan Lahan (A2)

Laporan pendukung dibuat sebanyak 15 (Lima Belas) jilid disampaikan paling

lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum masa akhir pekerjaan.

Keselurahan laporan harus terdokumentasi dalam satu media elektronik, yakni

flashdisk ukuran 16 GB.

IV-67

LAPORAN PENDAHULUAN

Picture 2 ...

4.5.2 AudensiDraft zonasi ekosistem danau / waduk hasil kajian analisis berisikan konsepsi

penataan, pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk termasuk perencanaan

dan pelaksanaan untuk keperluan pemulihan akibat kerusakan dan pencemaran

yang dapat mengancam keberlangsungan ketahanan energi nasional dan

keamanan bendungan, implementainya merupakan tanggung jawab bersama

antara pemilik/ pengelola, pemerintah dan stakeholder maka harus dilakukan

konsultasi publik untuk koordinasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan.

Sekurangnya meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Audensi dan Konsultasi terhadap instansi terkait.

2. Audensi dan Konsultasi terhadap Akedemisi dan praktisi.

3. Audensi dan konsultasi terhadap masyarakat dan pihak swasta.

Penetapan zonasi ekosistem waduk dilakukan oleh Pengelola Bendungan dan

Waduk dengan terlebih dahulu dikoordinasikan dan disosialisasikan secara

internal PT. PJB, serta disusun dengan mempertimbangkan program

implementasinya : Penataan, pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk, dan

pengawasannya serta penegembangan ekosistem waduk itu sendiri yang

tentunya merupakan tanggung jawab bersama antara pemilik/pengelola,

pemerintah dan stakeholder lainnya sesuai dengan wewenangnya, maka

diperlukan dukungan landasan suprastruktur peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

IV-68