bab 4 kemoterapi pada kehamilan
DESCRIPTION
Kemoterapi pada kehamilanTRANSCRIPT
BAB 4
KANKER-KANKER SPESIFIK YANG DIBERIKAN KEMOTERAPI
SELAMA KEHAMILAN
4.1 Kanker payudara
Kanker payudara selama kehamilan didefinisikan sebagai kanker payudara
yang didiagnosis selama kehamilan atau dalam tahun pertama setelah melahirkan.
Kanker ini merupakan penyebab paling umum dari kanker invasif pada wanita
hamil dan diperkirakan terjadi dalam rasio 6,5 per 100.000 kelahiran hidup.1
Kemoterapi harus diberikan setelah trimester pertama dan dapat diberikan
sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvant. Kejadian malformasi janin yang
dilaporkan ketika menjalani kemoterapi pada trimester kedua dan ketiga adalah
sekitar 3,8%, tidak lebih tinggi dari yang dilaporkan pada populasi umum.2
Kemoterapi berbasis antrasiklin, doxorubicin dan siklofosfamid (regimen
AC) atau 5-fluorouracil, doxorubicin, dan cyclophosphamide (regimen FAC),
yang diberikan selama trimester kedua dan ketiga adalah regimen yang paling
umum digunakan untuk pengobatan kanker payudara selama kehamilan.2,3 Hahn et
al melaporkan penelitian prospektif dalam kasus kanker payudara selama
kehamilan diberikan kemoterapi sistemik FAC baik sebagai terapi adjuvant
maupun neoadjuvant (n = 57) menunjukkan hasil 40 (70%) hidup dan bebas
penyakit, 3 (5%) memiliki kanker payudara berulang, 12 (21%) meninggal karena
kanker payudara, 1 (1,7%) meninggal karena penyebab lain, dan 1 (1,7%) hilang
informasinya dalam proses pengamatan lanjut.2 Semua wanita mendapati
persalinan dengan hasil lahir hidup, dengan usia kehamilan rata-rata 37 minggu
dan rata-rata berat lahir 2890 gr. Anak yang terpapar kemoterapi selama dalam
rahim (n = 40), sebanyak 3 anak mengalami memiliki cacat bawaan (7,5%).2
Mir et al menerbitkan publikasi penggunaan taxan dalam kehamilan pada
40 wanita dan 42 neonatus. Paclitaxel diberikan pada 21 kasus, docetaxel pada 16
kasus, dan gabungan kedua obat tersebut dalam 3 kasus. Satu-satunya malformasi
yang dilaporkan adalah stenosis pilorus pada neonatus yang ibunya menerima
multi agen kemoterapi bersama dengan taxanes. Pada 2 kasus, pasien penerima
paclitaxel melahirkan bayi pada usia kehamilan 30 dan 32 minggu kemudian
mengalami gangguan pernapasan akut yang kemungkinan terkait prematuritas.
Para peneliti menunjukkan meskipun taxan tampaknya layak digunakan pada
trimester kedua dan ketiga, hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati
dikarenakan adanya bias metodologi dan pengumpulan data.2
Pemberian taxan selama trimester kedua dan ketiga kehamilan tampaknya
bisa digunakan, tetapi penggunaan rutin dari taxan tidak dianjurkan selama
kehamilan karena data keamanan yang belum memadai.2 Selain itu, penggunaan
trastuzumab merupakan kontraindikasi selama kehamilan karena risiko
oligohidramnion dan gagal ginjal.2,3 Namun, jika trastuzumab harus digunakan,
harus diberikan dalam durasi jangka pendek serta pengawasan jumlah air ketuban
dan monitoring pertumbuhan janin harus dilakukan.1,2
Siklofosfamid, doxorubicin dan 5-fluorouracil merupakan kombinasi
pilihan untuk kanker payudara selama kehamilan. Penelitian pada 85 perempuan
hamil yang mendapatkan tamoxifen tidak menunjukkan peningkatan risiko untuk
2
malformasi janin, penggunaannya tidak dianjurkan karena terdapat laporan cacat
lahir yaitu sindrom goldenhar dan ambigus genitalia.4
4.2 Leukemia Akut
Prevalensi leukemia selama kehamilan tergolong rendah kira-kira satu
diantara 10.000 kehamilan.5,6,7 Sebagian kasus merupakan leukemia akut,
termasuk myeloid (leukemia myeloblastik akut, sebesar dua pertiga dari kasus),
atau limfoid (leukemia limfoblastik akut).5 Leukemia kronis dan sindrom
myelodisplasia secara umum terjadi pada usia tua, sehingga jarang dilaporkan
pada kehamilan.5
Leukemia akut biasanya dilaporkan selama trimester kedua dan ketiga
kehamilan, dan dapat menyebabkan leukostasis, trombosis, dan koagulasi
intravaskular diseminata (DIC) yang mungkin diperburuk dengan kondisi
trombositopeni selama kehamilan sehingga penundaan pengobatan sampai post
partum dikaitkan dengan peningkatan mortalitas.5,6 Oleh karena itu, setelah
penegakan diagnosis leukemia akut, terapi induksi dengan rejimen yang dipilih
dengan cermat harus diberikan dengan segera.6
Protokol untuk pengobatan leukemia myeloblastik akut terdiri dari
kombinasi sitarabin dengan antrasiklin pada fase induksi dan berbagai kombinasi
intensif pada fase konsolidasi.6 Terdapat 93 kasus ibu hamil dengan terapi tunggal
sitarabin atau dengan kombinasi agen terapeutik (thioguanine, doxorubicin,
vincristine dan prednisone) untuk pengelolaan leukemia akut melaporkan 4 kasus
malformasi ekstremitas terkait dengan paparan kemoterapi pada trimester
3
pertama.6 Komplikasi lain yang terjadi termasuk 6 kasus kematian janin dalam
rahim (IUFD), 12 kasus IUGR, 5 kasus sitopeni neonatal sementara dan dua kasus
kematian neonatal sekunder karena infeksi berat.6
Stewart et al melaporkan konsentrasi anthracyclin pada janin setelah
suntikan intravena sebesar 100 hingga 1000 kali lipat di bawah yang ditemukan
dalam jaringan dewasa. Di antara tiga pasien dengan ALL, dua pasien menerima
lima obat kemoterapi konvensional, dan satu menerima pengobatan dengan
vincristine dan prednisolon saja, karena pasien tersebut berada dalam stadium
akhir kehamilan. Tidak ada laporan kematian intra-uterus atau malformasi janin.7
Terdapat insiden kelahiran prematur yang tinggi, hal ini dapat menjelaskan
alasan bayi dengan berat badan lahir rendah. Germann et al mengevaluasi bayi
dari 160 kasus yang terkena anthracyclin selama kehamilan. Rekomendasi mereka
adalah menggunakan anthracyclin dalam dosis standar, sebaiknya sebagai bolus
atau infus pendek dari trimester kedua sampai dua minggu sebelum persalinan.
Aviles et al mempublikasikan data sebanyak 84 anak-anak yang terkena
kemoterapi dalam rahim, kemudian diamati jangka panjang (median 18,7 tahun)
tidak terdapat cacat bawaan, gangguan neurologis atau efek samping psikologis
dan tidak memberikan efek kapasitas pembelajaran.7
Terdapat kekhawatiran mengenai potensi kardiotoksisitas dari anthracyclin
pada janin karena kerusakan jantung telah dijelaskan dalam beberapa kasus.8
Penelitian lain menunjukkan 160 wanita hamil dengan terapi anthracyclin
dilaporkan 3 kasus kardiotoksik, terutama berkaitan dengan dosis kumulatif terapi
dan radiasi. Pada 2 kasus, paparan idarubicine pada trimester 2 dikaitkan dengan
4
kardiomiopati reversibel, dan satu kasus paparan pada trimester ketiga terdapat
kerusakan jantung yang mematikan.6,8
Namun, anthracyclines merupakan komponen penting pada kemoterapi
AML dan harus digunakan dengan hati-hati. Idarubisin, komponen yang lebih
lipofilik, dapat meningkat dalam transfer plasenta dan potensi toksisitas yang
lebih tinggi, dengan demikian, daunorubisin lebih dianjurkan.8
Induksi dengan sitarabin dan antrasiklin dikaitkan dengan toksisitas,
termasuk mucositis dan neutropenia berkepanjangan disertai dengan infeksi jamur
bakteri yang bersifat invasif dan membutuhkan terapi sistemik.8
4.3 Leukemia kronik
Leukemia myelositik kronis (CML) terjadi pada 10% kehamilan dan
kejadian leukemia limfositik kronis (CLL) sangat jarang.6 Secara tradisional,
terapi pilihan untuk CML transplantasi sumsum tulang, interferon alfa dan
kemoterapi. Dalam beberapa tahun pengobatan penyakit berkembang dengan
imatinib mesylate yang muncul sebagai pengobatan untuk pasien dengan CML.6
Dua puluh tiga kasus ibu hamil dengan CML diobati dengan imatinib telah
dilaporkan. Lima kehamilan diakhiri sebelum waktunya yaitu 4 kehamilan dengan
aborsi spontan di trimester pertama dan 1 kehamilan dengan aborsi terapeutik. 18
kehamilan cukup bulan, menghasilkan 19 bayi sehat tanpa cacat bawaan (satu
bayi memiliki hipospadia tapi sehat) yang signifikan.6
Literatur berisi sejumlah laporan kasus kehamilan dengan terapi imatinib
yang berhenti pengobatan baik pada trimester pertama atau yang tetap menjalani
5
terapi selama kehamilan mendapatkan hasil 125 dari total 180 kehamilan
mendapatkan perhatian mengenai keamanan obat. Sebanyak enam puluh tiga dari
125 kehamilan dengan hasil kelahiran hidup yang normal. Delapan belas dari
wanita ini menerima imatinib selama kehamilan mereka. Tiga puluh lima
perempuan (28%) mengalami persalinan elektif, 3 diantaranya mengalami
kelainan janin. 18 kehamilan lainnya (14,4%) berakhir pada aborsi spontan. Dari
sisa 9 bayi, ada 8 lahir normal dan satu bayi lahir mati, semua dengan kelainan
bawaan.9
Dalam perkembangannya penggunaan imatinib mesylate tidak boleh
diberikan selama kehamilan pada manusia karena risiko nyata yaitu aborsi,
keluaran janin yang buruk dan kelainan janin. Pye et al baru-baru ini melaporkan
data pada 180 wanita yang terkena imatinib selama kehamilan. Penulis
menyimpulkan bahwa paparan imatinib selama kehamilan dapat mengakibatkan
peningkatan risiko kelainan janin yang serius atau aborsi spontan seperti yang
dijelaskan dalam 12 kasus. Jelas bahwa paparan imatinib dikaitkan dengan risiko
tinggi aborsi spontan dan kelainan kongenital.10,11
Ketika menghindari imatinib, leukapheresis dapat digunakan sebagai
strategi yang dapat ditoleransi dengan baik namun terdapat efek samping jangka
pendek. Hidroksi urea tidak cocok karena memiliki potensi teratogenik,
menyebabkan penghambatan sintesis DNA. Interferon tidak memiliki efek yang
diketahui pada DNA. Interferon merupakan molekul besar yang tidak efektif
untuk melewati sawar plasenta. Terdapat laporan kasus pasien hamil yang
menderita CML sukses diterapi dengan Interferon.10
6
Agen lain yang digunakan dalam mengelola pasien CML selama
kehamilan adalah interferon alpha (IFN). IFN dianggap sebagai standar perawatan
pada pasien CML yang tidak memenuhi syarat untuk transplantasi sumsum
tulang. IFN merupakan modulator imun dan berhubungan dengan respon
cytogenic di kisaran 10-38%, namun efeknya cenderung berkurang seiring dengan
waktu yang berjalan. Ketika diberikan selama kehamilan, IFN tidak terkait dengan
efek teratogenik pada hewan. Hal ini mungkin terkait dengan berat molekul yang
tinggi, sehingga sulit untuk menyeberang placenta.11
Hidroksiurea (HU) adalah obat lain yang telah sering digunakan di era pra-
imatinib. HU menginduksi remisi klinis dan hematologi dalam sebagian besar
kasus, tetapi jarang menghasilkan respon sitogenik. Penelitian pra-klinis telah
menunjukkan bahwa HU teratogenik pada hewan, antara lain anomali kongenital
di jantung, sistem saraf pusat, kerangka serta cacat tabung saraf. Terlepas dari
teratogenitas yang parah pada hewan, tidak terdapat laporan pada manusia yang
menunjukkan anomali kromosom pada bayi yang baru lahir atau malformasi
utama. Hanya satu pasien mengalami aborsi spontan setelah paparan HU selama
kehamilan.11
Busulfan merupakan alkylating agen yang sebelumnya digunakan dalam
mengelola pasien CML, tapi jarang digunakan saat ini. Sebanyak lima pasien
hamil dengan CML diterapi busulfan selama trimester pertama dan tiga pasien
selama trimester kedua mendapati kelahiran bayi yang normal.11
7
4.4 Limfoma
Limfoma merupakan kanker yang berada dalam urutan keempat pada
kehamilan, dengan prevalensi diperkirakan dari 1 dari 6000 hingga 10000
kehamilan.8 Limfoma hodgkin mewakili kurang dari 1% dari semua keganasan,
puncaknya terjadi pada dekade ketiga, yaitu pada usia reproduksi. Hal ini
menjadikan limfoma hodgkin umum didiagnosis saat kehamilan. Pengobatan saat
ini terdiri dari protokol ABVD (adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan
dacarbazine) untuk sebagian besar pasien, dengan atau tanpa radioterapi. Protokol
yang lebih agresif yaitu BEACOPP (bleomycin, etoposid, adriamycin,
siklofosfamid, vinkristin, prednison, dan procarbazine) digunakan untuk pasien
berisiko tinggi dengan stadium penyakit lanjut.8
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan keganasan dengan kelompok
heterogen. LNH dibedakan menjadi LNH indolent, LNH jenis agresif, dan LNH
sangat agresif.8 LNH indolent termasuk limfoma folikular, limfoma limfositik
kecil atau leukemia limfositik kronis, dan limfoma zona marginal, biasanya
didiagnosis pada usia tua dengan demikian sangat jarang terjadi selama
kehamilan.8
LNH jenis agresif merupakan termasuk limfoma sel B-besar difus (diffuse
large B-cell lymphoma / DLBCL), limfoma sel mantel, dan limfoma sel-T matur
dan limfoma sel natural killer. Regimen yang paling umum digunakan untuk
keganasan ini adalah CHOP, dengan penambahan rituximab pada tumor marker
CD20+. Seperti disebutkan sebelumnya, informasi mengenai pengobatan dengan
CHOP selama kehamilan terbatas pada beberapa laporan kasus. Meskipun tidak
8
ditemukan anomali kongenital menggunakan protokol ini, termasuk 4 kasus
wanita yang diobati selama trimester pertama, jumlahnya terlalu kecil untuk
membuat kesimpulan. Laporan lainnya menggambarkan pengobatan dengan
rejimen berbeda yang mengandung alkylating agen dan anthracyclin pada pasien
dengan LNH, meskipun tidak ada anomali janin telah dilaporkan, ada beberapa
kasus kelahiran prematur dan kematian janin dalam kandungan.8
Secara umum, pengobatan pasien hamil dengan tanpa gejala pada tahap
awal limfoma hodgkin harus ditunda sampai setelah trimester kedua. Bahkan,
lebih dari 50% pasien dapat melanjutkan kehamilan tanpa pengobatan. Jika
pengobatan diperlukan, biasanya untuk mengontrol limfoma dengan kemoterapi
agen tunggal, seperti vinblastin atau anthracyclin, yang memungkinkan kehamilan
mecapai cukup bulan. Penggunaan tunggal agen vinblastin dikaitkan dengan
kelahiran bayi normal dalam banyak kasus. Pasien yang tidak mengalami
kemajuan meskipun telah diterapi vinblastine dapat diobati dengan ABVD
(doxorubisin, bleomycin, vinblastin, dakarbazin) selama trimester kedua atau
trimester ketiga.12
Beberapa laporan kasus kehamilan dengan LNH menggambarkan
penggunaan regimen CHOP-R setelah trimester pertama kehamilan, menunjukkan
hasil klinis yang baik bagi ibu dan janin. Data mengenai prevalensi kardiomiopati
dikaitkan dengan anthracyclin selama trimester kedua atau ketiga masih
kontroversial. Agen alkylating dianggap aman dan tidak ada data mengenai
kerusakan neurologis pada janin yang disebabkan oleh alkaloid Vinka. Untuk
9
menyimpulkan, kombinasi anthracyclines dan siklofosfamid dianggap relatif
aman selama trimester kedua dan trimester ketiga kehamilan.13
Penggunaan profilaksis CNS dengan metotreksat dosis tinggi intravena
(HDMTX) harus diberikan hanya setelah melahirkan. MTX diketahui dapat
melewati sawar darah plasenta bahkan segera setelah penggunaan intratekal. Oleh
karena itu, penggunaan agen ini harus dihindari selama trimester pertama.13
Penggunaan rituximab pada trimester pertama kehamilan menunjukkan
hasil yang baik. Sebuah tinjauan baru-baru ini oleh Global Drug Safety Database
menunjukkan 231 kehamilan terkait dengan paparan rituximab. Indikasi tersebut
termasuk limfoma, sitopenia autoimun, dan penyakit autoimun lainnya.
Kebanyakan rituximab tidak diberikan sebagai agen tunggal. Dari 153 kehamilan
dievaluasi, 33 mengalami keguguran selama trimester pertama, sedangkan 90
kehamilan menghasilkan kelahiran hidup. Dua puluh dua bayi (24%) yang lahir
prematur, dua dengan kelainan bawaan dan satu kematian neonatal. Sebelas
neonatus memiliki kelainan hematologi (5 bayi mengalami deplesi sel B, 3 bayi
mengalami trombositopenia dan 3 bayi mengalami leukopenia). Data saat ini,
meskipun terbatas, penggunaan rituximab sendiri atau dalam kombinasi dengan
kemoterapi multi agen, selama trimester kedua dan ketiga dapat dianggap aman.13
4.5 Kanker ovarium
Dengan menggunakan pencitraan USG rutin pada kehamilan, tidak jarang
menemukan massa pada adneksa dengan perkiraan 1 diantara 600-1500
kehamilan.14 Penggunaan penanda tumor terkait dengan keganasan ovarium,
10
secara umum meliputi gonadotropin, alpha-fetoprotein, dan nilai CA-125, laktat
dehidrogenase. Baru-baru ini biomarker human protein epididimis 4 (HE4)
terbukti berguna dalam deteksi dan manajemen kanker ovarium.14
Dalam kehamilan, keganasan ovarium yang paling umum didiagnosis
antara lain tumor sel germinal, sex cord-stromal, borderline tumor, yang lebih
jarang yaitu invasive epithelial ovarian cancer. Penggunaan standar kemoterapi,
yaitu platinum dapat digunakan dengan efek samping yang minimal.14
Pada kasus keganasan ovarium tipe epithelial invasif, stadium II hingga IV
perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan sebelum 24 minggu, dan
melakukan prosedur terapi untuk keganasan ovarium dan disertai kemoterapi.15
Pada kasus keganasan ovarium tipe non-epitelial, kemoterapi dapat dilakukan
sebagai terapi adjuvant.15
Kemoterapi dapat dilakukan trimester kedua atau ketiga, dan ditemukan
bahwa efek samping kemoterapi terkait malformasi kongenital tidak lebih besar
daripada risiko yang terjadi pada populasi umum.16 Penelitian yang dilakukan
Kwon et al tiga pasien dengan tumor sel germinal menerima kemoterapi BEP
selama kehamilan, bayi yang lahir sehat tanpa kejadian malformasi kongenital.17
Laporan mengenai regimen BEP dan ajuvan cisplatin dan siklofosfamid
digunakan pada kehamilan tanpa efek samping. Laporan kasus yang menjelaskan
penggunaan kombinasi paclitaxel dan carboplatin pada kehamilan, dan tidak ada
efek samping pada janin yang muncul secara signifikan ketika diberikan selama
trimester kedua atau ketiga.17
11
Grimm et al melakukan studi mengenai keganasan ovarium epithelial
selama kehamilan, menunjukkan bahwa keganasan ovarium epithelial merupakan
penyakit yang kemosensitif.18 Penggunaan kemoterapi selama trimester pertama,
dikaitkan dengan risiko aborsi atau teratogenik.18 Sebaliknya, kemoterapi selama
trimester kedua dan ketiga cenderung aman. Doll et al menunjukkan risiko
teratogenik hanya 1,3% untuk kombinasi carboplatin pada trimester kedua dan
ketiga, berbeda dengan peningkatan risiko hingga 25% jika diberikan pada
trimester pertama. Penggunaan bevacizumab, yaitu antibodi monoklonal
manusiawi terhadap faktor pertumbuhan endotel vaskular dan inhibitor PARP
yang merupakan kelas baru agen antineoplastik, saat ini diuji dalam uji klinis dan
telah mulai implementasi dalam pengobatan rutin.18
Meskipun cisplatin merupakan obat yang efektif, generasi kedua dari
cisplatin yaitu carboplatin senyawa memiliki efek samping yang lebih sedikit. Mir
et al. menunjukkan tujuh kasus penggunaan carboplatin selama kehamilan yang
diberikan sebagai agen tunggal atau kombinasi dengan paclitaxel dalam tiga
pasien dan dalam kombinasi dengan siklofosfamid pada satu pasien. Tidak ada
malformasi atau toksisitas janin dilaporkan dan semua bayi yang baru lahir
sehatpada follow-up dalam jangka waktu rata-rata 13,5 bulan. Berdasarkan hal
tersebut disarankan menggunakan carboplatin bukan cisplatin karena toksisitas
yang lebih rendah.18
Data penggunaan taxan selama kehamilan lebih terbatas daripada
penggunaan platinum. Tidak dilaporkan kelainan kongenital janin sejauh ini.
Akan tetapi, pengawasan tindak lanjut jangka panjang belum diketahui. Karena
12
efek samping dari carboplatin dan paclitaxel untuk ibu dan bayi dapat ditoleransi,
kami sarankan hal ini sebagai rejimen standar untuk keganasan ovarium epitelial
selama kehamilan.18
Machado et al. dalam studinya menunjukkan tumor sel germinal dan
karsinoma epitel invasif memerlukan kemoterapi adjuvant. Cisplatin paling
banyak diteliti dan paling sering digunakan selama kehamilan manusia. Satu
kasus ventrikulomegali ditemukan pada neonatus.19 Yeol han et al. menunjukkan
laporan kasus mengenai penggunaan bleomycin, etoposide dan cisplatin untuk
tumor sel germinal. Seorang wanita menerima kombinasi kemoterapi ini dari
minggu ke-21 hingga melahirkan bayi perempuan normal pada 39 minggu
kehamilan. Kasus kedua yang dilaporkan dalam literatur menunjukkan bayi lahir
dengan ventrikulomegali sekunder dan atrofi otak setelah terpapar agen
kemoterapi selama kehamilan.20
4.6 Kanker Serviks
Kanker serviks terjadi pada 1 dari 10.000 kehamilan. Dua-pertiga dari
perempuan didiagnosis di trimester pertama atau kedua dan berada pada tahap Ib.
Diagnosis mungkin tertunda, karena gejala yang muncul sering dikaitkan dengan
kehamilan dan penilaian kolposkopi serviks pada kehamilan tidak selalu mudah.21
Studi yang dilakukan oleh Teefey et al. menunjukkan laporan kasus
karsinoma neuroendokrin serviks. Karsinoma jenis ini merupakan keganasan
langka yang memiliki perjalanan klinis yang agresif dan mengurangi
kelangsungan hidup bila dibandingkan dengan subtipe histologis yang lebih
13
umum (sel skuamosa dan adenokarsinoma).22 Pasien berada dalam stadium FIGO
kelas 1B1. Pasien telah diberikan konseling tentang sifat agresif tumor dan telah
diberikan penjelasan untuk menjalani histerektomi radikal diikuti oleh adjuvant
kemoterapi. Pasien diberikan etoposid dan cisplatin (EP) karena ada cukup bukti
yang menunjukkan rejimen ini aman. Setelah diamati selama 24 bulan, anak tidak
menunjukkan kelainan fisik dan memenuhi semua tahap perkembangan.22
Studi yang dilakukan Tae wook et al pada pasien hamil dengan kanker
serviks stadium FIGO IB menunjukkan bahwa kemoterapi yang diberikan selama
trimester kedua dan ketiga dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan dalam
kandungan, prematuritas, dan berat lahir rendah sekitar satu setengah dari bayi
yang terpajan. Zemlickis et al. menganjurkan menggunakan dosis yang lebih
rendah dari kemoterapi selama kehamilan karena konsentrasi agen kemoterapi
bebas lebih tinggi pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Dalam penelitian ini, NACT dengan dosis yang dikurangi dari cisplatin (60
mg/m2) dan paclitaxel (135mg/m2) setiap 3 minggu digunakan. Selain
pengurangan dosis, NACT dalam waktu 3 minggu setelah persalinan atau setelah
usia kehamilan 35 minggu tidak diberikan untuk menghindari mielosupresi
neonatal dan potensial komplikasi yang mungkin terjadi seperti perdarahan,
sepsis, dan kematian pada saat persalinan.23
Calsteren et al. dalam studi nya menunjukkan bahwa kanker serviks
selama kehamilan, obat sitotoksik yang paling efektif termasuk cisplatin dan
paclitaxel.24 Jacobs et al dan Henderson et al melaporkan bahwa paparan pada
janin usia 12 minggu tidak menghasilkan efek yang merugikan. Otton et al
14
melaporkan kasus kemoterapi berbasis platinum pada kehamilan, selama trimester
kedua dan ketiga dan malformasi yang dilaporkan meliputi: gangguan pernapasan
sebanyak dua kasus, gangguan pendengaran bilateral, alopecia dan neutropenia
satu kasus; pertumbuhan intra-uterin yang terhambat sebanyak dua kasus; anemia
neonatal satu kasus serta atrofi otak dan ventrikulomegali dalam satu kasus.24
Cardonick dan Iacobucci mengikuti empat kasus paparan cisplatin selama
kehamilan dengan bayi yang normal.24 Penggunaan taxan pada kehamilan jarang
dilaporkan. Cardonick dan Iacobucci melaporkan empat kasus penggunaan
paclitaxel pada kehamilan manusia tanpa efek janin yang merugikan.24
Penelitian yang dipublikasikan oleh Hunter et al melaporkan tentang
penggunaan cisplatin (50 mg / m2, hari 2 dan 3) dan bleomycin (30 mg, hari 1)
pada pasien yang didiagnosis dengan kanker serviks pada kehamilan usia 14
minggu. Kemoterapi diberikan pada usia kehamilan 17 minggu dan diberikan lagi
pada usia kehamilan 20 minggu. Pasien kemudian menolak perawatan lebih
lanjut, baik selama atau setelah kehamilan. Saat ini bayi berusia 3 tahun dengan
tidak ada bukti gangguan perkembangan neurologis. Sayangnya, pasien
meninggal sekitar 1 tahun setelah melahirkan. Beberapa laporan kasus telah
menyebutkan penggunaan platinum dalam kombinasi dengan paclitaxel pada
trimester kedua dan ketiga, tanpa efek samping pada janin atau efek jangka
panjang yang dilaporkan.25
Dawood et al. mempublikasikan suatu laporan kasus pasien hamil 11
minggu dengan kanker serviks stadium 2B. Pasien memutuskan untuk
melanjutkan kehamilan hingga dapat dilakukan persalinan dengan menggunakan
15
kemoterapi neo-adjuvan. Waktu target persalinan adalah kehamilan dua puluh
delapan minggu. Kemoterapi cisplatin dimulai tiga minggu setelah scan, di awal
trimester kedua. Kemoterapi neo-ajuvan diberikan dalam siklus dua mingguan
dengan dosis 50 mg / m2 serta MRI dilakukan setiap empat minggu untuk
memantau status penyakit. Operasi caesar elektif dilakukan pada usia kehamilan
dua puluh delapan minggu, dua minggu setelah siklus kemoterapi neoadjuvant
terakhir, dengan kortikosteroid antenatal. Seorang bayi seberat 1,8 kg lahir dengan
apgar skor 9, 9 dan 10. Setelah persalinan, Ibu melanjutkan kemoterapi gabungan
dengan radioterapi eksternal. Laporan kasus ini menambah literatur terkait
penggunaan kemoterapi neoadjuvant pengobatan kanker serviks pada kehamilan.
Cisplatin merupakan terapi yang dapat diandalkan dalam pengobatan.26
16
1. Dziadek, O. & Singh, P. Breast Cancer in Pregnancy. Case Reports Women’s Heal. 3-4, 7–9 (2014).
2. Krishna, I. & Lindsay, M. Breast cancer in pregnancy. Obstet. Gynecol. Clin. North Am. 40, 559–71 (2013).
3. Córdoba, O. et al. Multidisciplinary approach to breast cancer diagnosed during pregnancy: maternal and neonatal outcomes. Breast 22, 515–9 (2013).
4. Amant, F., Van Calsteren, K., Vergote, I. & Ottevanger, N. Gynecologic oncology in pregnancy. Crit. Rev. Oncol. Hematol. 67, 187–95 (2008).
5. Brenner, B., Avivi, I. & Lishner, M. Haematological cancers in pregnancy. Lancet 379, 580–7 (2012).
6. Shapira, T., Pereg, D. & Lishner, M. How I treat acute and chronic leukemia in pregnancy. Blood Rev. 22, 247–59 (2008).
7. Saleh, a J. M. et al. Leukemia during pregnancy: long term follow up of 32 cases from a single institution. Hematol. Oncol. Stem Cell Ther. 7, 63–8 (2014).
8. Abadi, U., Koren, G. & Lishner, M. Leukemia and Lymphoma in Pregnancy. Hematol. Oncol. Clin. North Am. 25, 277–291 (2011).
9. Apperley, J. CML in pregnancy and childhood. Best Pract. Res. Clin. Haematol. 22, 455–74 (2009).
10. Klamová, H. et al. Response to treatment in women with chronic myeloid leukemia during pregnancy and after delivery. Leuk. Res. 33, 1567–1569 (2009).
11. Azim, H. a, Pavlidis, N. & Peccatori, F. a. Treatment of the pregnant mother with cancer: a systematic review on the use of cytotoxic, endocrine, targeted agents and immunotherapy during pregnancy. Part II: Hematological tumors. Cancer Treat. Rev. 36, 110–21 (2010).
12. Gobbi, P. G., Ferreri, A. J. M., Ponzoni, M. & Levis, A. Hodgkin lymphoma. Crit. Rev. Oncol. Hematol. 85, 216–37 (2013).
13. Avivi, I., Farbstein, D., Brenner, B. & Horowitz, N. a. Non-Hodgkin lymphomas in pregnancy: tackling therapeutic quandaries. Blood Rev. 28, 213–20 (2014).
17
14. Salani, R., Billingsley, C. C. & Crafton, S. M. Cancer and pregnancy: an overview for obstetricians and gynecologists. Am. J. Obstet. Gynecol. 211, 7–14 (2014).
15. Marret, H. et al. Guidelines for the management of ovarian cancer during pregnancy. Eur. J. Obstet. Gynecol. Reprod. Biol. 149, 18–21 (2010).
16. Gezginç, K. et al. Ovarian cancer during pregnancy. Int. J. Gynaecol. Obstet. 115, 140–3 (2011).
17. Kwon, Y.-S. et al. Ovarian cancer during pregnancy: clinical and pregnancy outcome. J. Korean Med. Sci. 25, 230–4 (2010).
18. Grimm, D., Woelber, L., Trillsch, F., Keller-v Amsberg, G. & Mahner, S. Clinical management of epithelial ovarian cancer during pregnancy. Eur. J. Cancer 50, 963–71 (2014).
19. Machado, F. et al. Ovarian cancer during pregnancy: Analysis of 15 cases. Gynecol. Oncol. 105, 446–450 (2007).
20. Han, J.-Y., Nava-Ocampo, A. a, Kim, T.-J., Shim, J.-U. & Park, C.-T. Pregnancy outcome after prenatal exposure to bleomycin, etoposide and cisplatin for malignant ovarian germ cell tumors: report of 2 cases. Reprod. Toxicol. 19, 557–61 (2005).
21. Kyrgiou, M. & Shafi, M. I. Invasive cancer of the cervix. Obstet. Gynaecol. Reprod. Med. 23, 343–351 (2013).
22. Teefey, P., Orr, B., Vogt, M. & Roberts, W. Neuroendocrine carcinoma of the cervix during pregnancy: A case report. Gynecol. Oncol. case reports 2, 73–4 (2012).
23. Kong, T.-W. et al. Neoadjuvant and postoperative chemotherapy with paclitaxel plus cisplatin for the treatment of FIGO stage IB cervical cancer in pregnancy. Obstet. Gynecol. Sci. 57, 539–43 (2014).
24. Van Calsteren, K., Vergote, I. & Amant, F. Cervical neoplasia during pregnancy: diagnosis, management and prognosis. Best Pract. Res. Clin. Obstet. Gynaecol. 19, 611–30 (2005).
25. Hunter, M. I., Tewari, K. & Monk, B. J. Cervical neoplasia in pregnancy. Part 2: current treatment of invasive disease. Am. J. Obstet. Gynecol. 199, 10–8 (2008).
18
26. Dawood, R., Instone, M. & Kehoe, S. Neo-adjuvant chemotherapy for cervical cancer in pregnancy: a case report and literature review. Eur. J. Obstet. Gynecol. Reprod. Biol. 171, 205–208 (2013).
19