bab 4 hasil dan pembahasan 4.1 pendugaan model permintaan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/136084-t...

26
43 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia Model yang disusun dalam penelitian ini merupakan persamaan simultan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan program software Eviews 4.0 dan data yang diolah merupakan data time series periode 1978 – 2008. Model yang diduga adalah sebagai berikut : Ln(QD) = α 1 + β 1 Ln(HD) + β 2 Ln(Y) + β 3 Ln(POP) + e----------------- pers. 1 Ln(HD) = α 2 + β 4 Ln(HI) + e ------------------------------------------------- pers. 2 Ln(IM) = α 3 + β 5 Ln(QD) + β 6 Ln(PD) + β 7 Ln(BM) + e------------------ pers. 3 Ln(QS) = Ln(QD) Keterangan : QD : permintaan kedelai (Ton) QS : penawaran kedelai (Ton) HD : harga kedelai dalam negeri (Rp/Kg) HI : harga kedelai internasional ($US/Kg) BM : bea masuk impor (%) Y : pendapatan per kapita (Rp/Kap) POP : jumlah penduduk (000 jiwa) IM : Impor kedelai (Ton) PD : produksi kedelai (Ton) Pengolahan data untuk model tersebut melalui beberapa tahapan untuk mendapat hasil yang terbaik yang memenuhi kriteria uji statistik berupa uji parsial (t-statistik), dan uji goodness of fit (R-square). Pada uji ekonometrika akan diuji dengan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

Upload: nguyendan

Post on 18-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

43 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia

Model yang disusun dalam penelitian ini merupakan persamaan

simultan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan

program software Eviews 4.0 dan data yang diolah merupakan data time

series periode 1978 – 2008.

Model yang diduga adalah sebagai berikut :

Ln(QD) = α1 + β1 Ln(HD) + β2 Ln(Y) + β3 Ln(POP) + e----------------- pers. 1

Ln(HD) = α2 + β4 Ln(HI) + e ------------------------------------------------- pers. 2

Ln(IM) = α3 + β5 Ln(QD) + β6 Ln(PD) + β7 Ln(BM) + e------------------ pers. 3

Ln(QS) = Ln(QD)

Keterangan :

QD : permintaan kedelai (Ton)

QS : penawaran kedelai (Ton)

HD : harga kedelai dalam negeri (Rp/Kg)

HI : harga kedelai internasional ($US/Kg)

BM : bea masuk impor (%)

Y : pendapatan per kapita (Rp/Kap)

POP : jumlah penduduk (000 jiwa)

IM : Impor kedelai (Ton)

PD : produksi kedelai (Ton)

Pengolahan data untuk model tersebut melalui beberapa tahapan untuk

mendapat hasil yang terbaik yang memenuhi kriteria uji statistik berupa uji

parsial (t-statistik), dan uji goodness of fit (R-square). Pada uji ekonometrika

akan diuji dengan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji

multikolinearitas.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

44

Universitas Indonesia

Dari hasil pendugaan model yang diduga secara simultan dengan

metode Two Stage Least Square (TSLS) diperoleh R2 yang cukup

memuaskan berkisar antara 65%-99% (lihat lampiran) pada persamaan-

persamaan di atas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel eksogen

secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogen.

Terdapat beberapa variabel yang dimasukkan dalam dugaan

persamaan namun menghasilkan koefisien arahan yang tidak sesuai dengan

yang diharapkan menurut kriteria ekonomi dan ada pula yang tidak signifikan

dalam taraf nyata yang diambil α=10%, akan tetapi hal ini dapat dijelaskan

secara teori ekonomi.

4.2 Hasil Pengolahan Data

4.2.1 Permintaan kedelai

Permintaan kedelai (QD) dari model yang diduga ditentukan oleh

harga kedelai dalam negeri (HD), pendapatan perkapita penduduk

Indonesia (Y), dan jumlah penduduk (POP) dengan persamaan sebagai

berikut :

Ln (QD) = -107,7512 – 1,894428 Ln(HD) + 0,463444 Ln(Y) +

10,57280 Ln(POP) + e

Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Persamaan Permintaan Kedelai

Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik

C -107,7512 -4,244183 0,0001

Ln (HD) -1,894428 -2,966340 0,0039

Ln(Y) 0,463444 0,929316 0,3554

Ln(POP) 10,57280 4,522876 0,0000

Pada persamaan permintaan kedelai diperoleh bahwa variabel-

variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai

adalah sebagai berikut : variabel harga kedelai dalam negeri memiliki

koefisien regresi sebesar -1,894428. Angka ini mengandung pengertian

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

45

Universitas Indonesia

bahwa jika harga kedelai meningkat 1%, maka permintaan kedelai akan

menurun 1,894428%. Demikian pula sebaliknya bila harga kedelai dalam

negeri menurun sebesar 1%, maka permintaan akan meningkat sebesar

1,894428%.

Untuk variabel jumlah penduduk memiliki koefisien regresi sebesar

10,57280 artinya apabila terjadi pertambahan penduduk 1% maka

permintaan kedelai akan meningkat 10,57280%. Jumlah penduduk

mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kedelai, nilai

probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata α=5%.

A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas

Berdasarkan uji autokorelasi dengan pendekatan uji LM dari

Breusch Godfrey. Pendekatan ini merupakan uji Lagrange Multiplier

dengan Ho : Tidak ada autokorelasi dan H1 : ada autokorelasi. Dengan

menggunakan lag 2, diperoleh hasil bahwa probability obs*R-squared

sebesar 0,272256 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 5%,

sehingga dapat disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak

mengalami masalah autokorelasi.

Pada uji heteroskedastisitas melalui White Heteroskedasticity

dengan hipotesa, Ho : tidak ada heteroskedastisitas, H1: ada

heteroskedastisitas diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar

0,769214 (>0,05) dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas.

B. Uji parsial (t-statistik)

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara

individual terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji t, dari

Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel independen yang

berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai adalah variabel harga

kedelai dalam negeri dan jumlah penduduk.

Probabilitas harga kedelai dalam negeri sebesar 0,0064 (<5%),

jumlah penduduk mempunyai probabilitas sebesar 0,0009 (<5%). Hal

ini menjelaskan bahwa variabel harga kedelai dalam negeri dan

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

46

Universitas Indonesia

jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

permintaan kedelai. Sedangkan variabel pendapatan per kapita tidak

berpengaruh secara signifikan dikarenakan probabilitasnya >0,05

sebesar 0,2140.

C. Uji F

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan

hasil perhitungan dilihat besarnya probabilitas F statistik sebesar

0,000006, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%) hipotesis nol

penelitian ini ditolak, karena nilai probabilitas F-statistik lebih kecil

dari α. Artinya secara bersama-sama variabel harga dalam negeri,

pendapatan perkapita dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap

pemintaan kedelai.

D. Uji goodness of fit (R2)

Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai R2 sebesar 71,06%. Hal

ini berarti 71,06% permintaan kedelai dapat dijelaskan oleh variasi

variabel independen, yaitu harga kedelai dalam negeri, pendapatan

perkapita, dan jumlah penduduk, sedangkan 28,94% permintaan

kedelai tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam

model seperti selera, ramalan masa datang, dan harga barang lain.

Persamaan ini berdasarkan penelitian-penelitian dan teori ekonomi

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Data yang

digunakan pada penelitian ini hanya pada rentang waktu 31 tahun

(1978-2008), sehingga mempengaruhi hasil regresi pada model

permintaan kedelai. Akan tetapi pada persamaan tersebut tanda +/-

sesuai dengan teori ekonomi dan penelitian-penelitian sebelumnya.

4.2.2 Harga Kedelai Dalam Negeri

Harga kedelai dalam negeri (HD) dari model diduga ditentukan

oleh harga kedelai internasional (HI) dengan persamaan sebagai berikut :

Ln(HD) = 10,34644 + 0,191313 Ln(HI) + AR(1) + e

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

47

Universitas Indonesia

Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Pengolahan Persamaan Harga Kedelai Dalam Negeri

Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik

C 10,34644 1,821484 0,0843 Ln(HI) 0,191313 2,316389 0,0319

Pada persamaan harga kedelai dalam negeri diperoleh koefisien

harga kedelai internasional sebesar 0,191313 maka harga kedelai

internasional mempunyai hubungan positif, dan berarti bahwa setiap

kenaikan harga kedelai internasional sebesar 1%, maka harga kedelai

dalam negeri akan meningkat sebesar 0,191313 dengan kondisi variabel

independen yang lain konstan.

A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas

Berdasarkan persamaan di atas, pengujian untuk variabel

eksogen terhadap variabel endogen ternyata tidak menunjukkan

adanya multikolinearitas, nilai correlation matrix < 0,8 sehingga lolos

dari uji ini. Sedangkan pada pengujian autokorelasi dengan

menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh

hasil bahwa probability obs*R-squared sebesar 0,695866 yang berarti

nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan

persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi.

Sedangkan pada pengujian heterokedastisitas menggunakan

White Heteroskedasticity pada persamaan harga kedelai dalam negeri

diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,053543 (>0,05)

dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas.

B. Uji parsial (t-statistik)

Pada variabel harga kedelai internasional nilai probabilitas t-

statistik sebesar 0,0319 (<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa

harga kedelai internasional berpengaruh signifikan terhadap harga

kedelai dalam negeri.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

48

Universitas Indonesia

C. Uji F

Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 1064.924, F hitung lebih

besar dari F tabel pada α=5% dengan df(1,29). Probabilitas F statistik

sebesar 0,00000, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Hal ini

menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya secara bersama-sama variabel

harga kedelai internasional berpengaruh terhadap harga dalam negeri.

D. Uji goodness of fit (R2)

Berdasarkan hasil pendugaan, model persamaan harga kedelai

dalam negeri diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

99,12%, berarti variasi permintaan, harga internasional kedelai dan

bea masuk impor kedelai sebesar 99,12%, sedangkan sisanya 0,88%

dipengaruhi faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa harga

kedelai dalam negeri tidak hanya dipengaruhi harga kedelai

internasional tetapi ada faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam

penelitian ini yang berpengaruh terhadap harga kedelai dalam negeri.

4.2.3 Impor Kedelai

Persamaan impor kedelai (IM) terdiri dari 3 variabel yaitu

permintaan kedelai (QD), produksi kedelai (PD), dan bea masuk impor

kedelai (BM), berdasarkan pengolahan data menggunakan Eviews

diperoleh persamaan sebagai berikut :

Ln(IM) = -9,934196 + 2,778652 Ln(QD) - 1,263902 Ln(PD) + 0,349327

Ln(BM) + e

Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Persamaan Impor Kedelai

Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik

C -9,934196 -1,590381 0,1155

Ln(QD) 2,778652 5,563275 0,0000

Ln(PD) -1,263902 -4,021879 0,0001

Ln(BM) 0,349327 1,303739 0,1958

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

49

Universitas Indonesia

Pada persamaan impor kedelai diperoleh diperoleh bahwa variabel-

variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap impor kedelai

adalah sebagai berikut : variabel permintaan kedelai memiliki nilai

koefisien regresi sebesar 2,778652. Angka ini mengandung pengertian

bahwa jika permintaan kedelai meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai

meningkat sebesar 2,778652%. Demikian pula sebaliknya jika permintaan

kedelai menurun sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar

2,778652%.

Produksi kedelai memiliki nilai koefisien regresi sebesar

-1,263902. Angka ini mengandung pengertian bahwa jika produksi kedelai

meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar 1,263902%.

Sebaliknya, jika produksi kedelai menurun sebesar 1%, maka impor

kedelai meningkat sebesar 1,263902%.

A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas

Pengujian multikolinearitas untuk variabel eksogen ternyata

tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, sehingga persamaan ini

lolos dari uji ini. Setelah melakukan pengujian autokorelasi dengan

menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh

hasil bahwa probability obs*R-squared sebesar 0,476635 yang berarti

nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan

persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi.

Pada pengujian heterokedastisitas menggunakan White

Heteroskedasticity pada persamaan impor kedelai diperoleh nilai

probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,152741 (>0,05) dan ini berarti

tidak ada masalah heteroskedastisitas.

B. Uji parsial (t-statistik)

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan

uji t. Pada variabel permintaan kedelai diperoleh probabilitas sebesar

0,0000 sedangkan pada variabel produksi kedelai mempunyai

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

50

Universitas Indonesia

probabilitas sebesar 0,0007. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan

kedelai dan produksi kedelai berpengaruh nyata terhadap impor

kedelai dikarenakan probabilitaas <0,05 sedangkan variabel bea

masuk impor tidak berpengaruh nyata terhadap impor kedelai pada

tingkat kesalahan 5% karena probabilitas yang diperoleh >0,05 yaitu

sebesar 0,2071.

C. Uji F

Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 17,80913. F hitung lebih

besar dari F tabel pada α=5% dengan df(3,27). Probabilitas F Statistik

0,00007 (<0,05) hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya secara

bersama-sama variabel permintaan kedelai, produksi kedelai dan bea

masuk impor berpengaruh terhadap impor kedelai.

D. Uji goodness of fit (R2)

Untuk mengetahui ketepatan model regresi kedelai digunakan

R2. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh R2 sebesar 65,27%.

hal ini berarti 65,27% impor kedelai dapat dijelaskan oleh variabel-

variabel independen, yaitu permintaan kedelai, produksi kedelai, dan

bea masuk impor, sedangkan sisanya 34,73% tidak dapat dijelaskan

oleh variasi variabel independen dalam model. Pada penelitian ini

model persamaan yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya

mengenai impor gula, tetapi setelah diterapkan pada komoditi kedelai

nilai R2 yang diperoleh tidak begitu bagus. Hal ini dikarenakan

terdapat beberapa kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi

kedelai di Indonesia saat ini yang turut mempengaruhi model seperti

menurunnya produksi kedelai dalam negeri sehingga impor kedelai

selalu meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini juga didukung dengan

adanya ketidakstabilan ekonomi di Indonesia.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

51

Universitas Indonesia

4.3 Pembahasan

4.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai

4.3.1.1 Harga Kedelai Dalam Negeri

Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa

terjadi peningkatan harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984,

permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48% menjadi 2.170.384 Ton,

pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya

mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998,

permintaan kedelai menurun sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton,

permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya harga kedelai

dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.

Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis

ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai

melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang menyebabkan harga-harga

kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai,

serta sesuai dengan hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan

kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor

lain tetap sama.

Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan

yaitu jika harga kedelai meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai

akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya, semakin rendah harga suatu

komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan

semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang

diminta. Perkembangan permintaan kedelai.

Harga kedelai dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga kedelai

internasional. Berdasarkan hasil penelitian bahwa harga kedelai dalam

negeri berhubungan positif dengan harga kedelai internasional.

Perkembangan harga kedelai tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.4.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

52

Universitas Indonesia

Tabel 4.4 Perkembangan harga kedelai dalam negeri dan harga kedelai internasional periode 1978-2008

Tahun Harga Kedelai Internasional

(US$/kg)

Pertumbuhan (%)

Harga kedelai dalam negeri

(Rp/Kg)

Pertumbuhan (%)

1978 248,57 0 152,81 - 1979 235,62 (5,21) 166,31 8,83 1980 289,72 22,96 228,42 37,35 1981 224,32 (22,57) 265,74 16,34 1982 207,41 (7,54) 306,31 15,27 1983 299,27 44,29 352,65 15,13 1984 210,26 (29,74) 376,41 6,74 1985 195,20 (7,16) 393,28 4,48 1986 180,32 (7,62) 476,46 21,15 1987 223,03 23,69 505,70 6,14 1988 295,69 32,58 524,34 3,69 1989 208,70 (29,42) 558,06 6,43 1990 205,67 (1,45) 600,10 7,53 1991 203,83 (0,89) 634,18 5,68 1992 208,98 2,53 743,21 17,19 1993 258,74 23,81 790,07 6,31 1994 202,36 (21,79) 860,43 8,91 1995 270,15 33,50 1.131,32 31,48 1996 253,71 (6,09) 1.071,82 (5,26)1997 246,36 (2,90) 1.110,89 3,65 1998 197,59 (19,80) 1.130,38 1,75 1999 169,66 (14,14) 1.160,28 2,65 2000 183,53 8,18 1.284,42 10,70 2001 154,69 (15,71) 1.335,09 3,94 2002 209,25 35,27 2.035,00 52,42 2003 289,90 38,54 2.462,42 21,00 2004 201,26 (30,58) 2.412,50 (2,03)2005 221,19 9,90 2.725,00 12,95 2006 251,14 13,54 3.157,28 15,86 2007 440,55 75,42 4.101,00 29,89 2008 357,23 (18,91) 4.976,07 21,34

3,96 12,50

Sumber : Bloomberg, Deptan, 2008 (diolah)

Harga kedelai di pasar dalam negeri cenderung meningkat, hal ini

terlihat dari laju pertumbuhan periode 1978-2008 rata-rata sebesar 12,5%

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

53

Universitas Indonesia

per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan harga kedelai internasional

hanya meningkat sebesar 3,96%. Harga kedelai dalam negeri mengalami

penurunan sebesar 5,26% pada tahun 1996 menjadi Rp.1.071,82 per Kg.

Penurunan harga kedelai dalam negeri ini juga terjadi pada harga kedelai

internasional sebesar 6,09% menjadi US$ 253,71 per Kg padahal pada

tahun sebelumnya harga kedelai internasional meningkat sebesar 33,5%.

Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi

Rp.1.110,89 per Kg, perubahan harga ini disebabkan harga kedelai

internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg. Peningkatan

harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari

Rp. 1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai

internasional meningkat sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg.

Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga kedelai dalam negeri

berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga

kedelai di pasaran internasional berdampak langsung terhadap harga

kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan, kebutuhan industri makanan

dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai impor.

Sejak krisis moneter melanda Indonesia, harga seluruh barang dan jasa

didalam negeri meningkat, tidak terkecuali untuk kacang kedelai. Dengan

harga seperti ini maka permintaan akan kedelai akan turun terutama

permintaan makanan yang berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe dan

susu kedelai. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin tinggi

harga suatu komoditi, maka permintaan akan komoditi tersebut akan

semakin rendah.

Peningkatan harga kedelai internasional tertinggi pada tahun 2007

sebesar 75,42% menjadi US$. 440,55 per Kg, sebelumnya harga kedelai

internasional sebesar US$. 251,14 per Kg. Hal ini dikarenakan harga

minyak melambung tinggi di pasar internasional. Kondisi ini mendorong

orang untuk menciptakan dan mengkonsumsi energi alternatif, antara lain

bio-energi yang berbahan baku jagung. Oleh karena itu, banyak lahan-

lahan pertanian kedelai di Amerika Serikat beralih fungsi menjadi lahan

jagung. Akibatnya pasokan kedelai dari AS berkurang sementara jumlah

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

54

Universitas Indonesia

permintaan tidak menurun. Hal ini secara tidak langsung juga

mempengaruhi harga kedelai dalam negeri yang meningkat menjadi

29,89% menjadi Rp. 4.101 per kg. Kenaikan harga pangan dunia itu

merupakan akibat excess demand dunia terhadap pangan. Excess demand

terjadi karena pangan dibutuhkan bukan hanya untuk kebutuhan manusia,

tapi juga dibutuhkan sebagai sumber energi substitusi bahan bakar

minyak yaitu Biodiesel atau Bio-fuel.

4.3.1.2 Jumlah Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang,

khususnya Indonesia, membawa efek terhadap bertambah cepatnya

permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari

penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai

merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai

sumber utama protein. Meskipun produk kedelai bukan merupakan bahan

pangan pokok, perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan

bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan produk kedelai

dalam pola makanan tradisionalnya.

Perkembangan jumlah penduduk Indonesia periode 1978-2008

meningkat rata-rata sebesar 1,56% per tahun. Permintaan kedelai juga

mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per tahun. Berdasarkan

Tabel 4.5, pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar

16,44%, sedangkan jumlah penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini

dikarena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dikarenakan harga

kebutuhan bahan pokok meningkat, sehingga penduduk yang

mengkonsumsi kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi

penurunan jumlah penduduk sebesar 1,11%, sedangkan pertumbuhan

permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%. Hal ini

disebabkan angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran

sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan. Penurunan ini juga

terlihat dari pertumbuhan konsumsi per kapita rata-rata sebesar 13,54%.

Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar 11,19, yang artinya setiap

1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar 11,19 ton per tahun.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

55

Universitas Indonesia

Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama

dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tahu,

tempe dan kecap. Selain itu, kedelai juga merupakan bahan baku industri

yang penting, terutama bagi industri olahan makanan dan pakan ternak.

Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia

Tahun Permintaan Kedelai (Ton)

Pertumbuhan (%)

Jumlah Penduduk (000 jiwa)

Pertumbuhan (%)

Konsumsi/kap (Ton/000 jiwa)

Pertumbuhan (%)

1978 776.599 0 141.579 0 5,49 - 1979 897.825 15,61 144.893 2,34 6,20 12,97 1980 885.762 (1,34) 146.777 1,30 6,03 (2,61) 1981 756.811 (14,56) 151.315 3,09 5,00 (17,12) 1982 882.394 16,59 154.662 2,21 5,71 14,07 1983 757.603 (14,14) 158.083 2,21 4,79 (16,00) 1984 2.170.384 186,48 161.580 2,21 13,43 180,28 1985 1.171.675 (46,02) 165.154 2,21 7,09 (47,18) 1986 1.585.998 35,36 168.662 2,12 9,40 32,55 1987 1.447.668 (8,72) 172.245 2,12 8,40 (10,62) 1988 1.736.257 19,93 175.904 2,12 9,87 17,44 1989 1.705.584 (1,77) 179.641 2,12 9,49 (3,81) 1990 2.028.493 18,93 179.248 (0,22) 11,32 19,19 1991 2.128.210 4,92 182.940 2,06 11,63 2,80 1992 2.563.846 20,47 186.043 1,70 13,78 18,46 1993 2.432.392 (5,13) 189.136 1,66 12,86 (6,68) 1994 2.365.308 (2,76) 192.217 1,63 12,31 (4,32) 1995 2.287.400 (3,29) 195.283 1,60 11,71 (4,81) 1996 2.263.510 (1,04) 198.320 1,56 11,41 (2,56) 1997 1.973.266 (12,82) 201.353 1,53 9,80 (14,14) 1998 1.648.764 (16,44) 204.393 1,51 8,07 (17,69) 1999 2.684.603 62,83 207.437 1,49 12,94 60,44 2000 2.295.319 (14,50) 205.132 (1,11) 11,19 (13,54) 2001 1.963.351 (14,46) 208.643 1,71 9,41 (15,90) 2002 2.038.309 3,82 211.439 1,34 9,64 2,45 2003 1.864.317 (8,54) 214.251 1,33 8,70 (9,74) 2004 1.839.276 (1,34) 217.077 1,32 8,47 (2,63) 2005 1.894.531 3,00 219.852 1,28 8,62 1,70 2006 1.879.755 (0,78) 222.747 1,32 8,44 (2,07) 2007 2.004.123 6,62 225.642 1,30 8,88 5,25 2008 1.944.726 (2,96) 228.523 1,28 8,51 (4,19)

7,22 1,56 5,55

Sumber : BPS, Deptan, 2008 (diolah)

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

56

Universitas Indonesia

Berdasarkan penelitian, jumlah penduduk mempunyai hubungan

positif terhadap permintaan kedelai. sHal ini terlihat pada laju

pertumbuhan jumlah penduduk periode 1978-2008 yang rata-rata

meningkat sebesar 1,56%, sedangkan permintaan kedelai juga meningkat

sebesar 7,22%. Untuk membandingkan permintaan kedelai terhadap

jumlah penduduk diperoleh pertumbuhan rata-rata sebesar 5,55%. Hasil

simulasi jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai menunjukkan

bahwa jika jumlah penduduk meningkat sebesar 1% maka permintaan

kedelai juga akan meningkat 10,57%.

4.3.1.3 Impor

Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat

positif. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang

diminta maka akan menurunkan volume impor kedelai di Indonesia, dan

sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula

impor kedelai. Perkembangan impor kedelai terhadap permintaan kedelai

terlihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perkembangan produksi, permintaan dan impor kedelai

Tahun Produksi

(Ton) Pertumbuhan

(%) Permintaan

Kedelai (Ton) Pertumbuhan

(%) Impor (Ton)

Pertumbuhan (%)

1978 616.599 0 776.599 0 160.000 0 1979 679.825 10,25 897.825 15,61 218.000 36,25 1980 652.762 (3,98) 885.762 (1,34) 233.000 6,88 1981 703.811 7,82 756.811 (14,56) 253.000 8,58 1982 521.394 (25,92) 882.394 16,59 361.000 42,69 1983 536.103 2,82 757.603 (14,14) 221.500 (38,64) 1984 769.384 43,51 2.170.384 186,48 401.000 81,04 1985 869.718 13,04 1.171.675 (46,02) 301.957 (24,70) 1986 1.226.727 41,05 1.585.998 35,36 359.271 18,98 1987 1.160.963 (5,36) 1.447.668 (8,72) 286.705 (20,20) 1988 1.270.418 9,43 1.736.257 19,93 465.839 62,48 1989 1.315.113 3,52 1.705.584 (1,77) 390.471 (16,18) 1990 1.487.433 13,10 2.028.493 18,93 541.060 38,57 1991 1.555.453 4,57 2.128.210 4,92 572.757 5,86 1992 1.869.713 20,20 2.563.846 20,47 694.133 21,19

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

57

Universitas Indonesia

Tahun Produksi (Ton)

Pertumbuhan (%)

Permintaan Kedelai (Ton)

Pertumbuhan (%)

Impor (Ton)

Pertumbuhan (%)

1993 1.708.528 (8,62) 2.432.392 (5,13) 723.864 4,28 1994 1.564.847 (8,41) 2.365.308 (2,76) 800.461 10,58 1995 1.680.007 7,36 2.287.400 (3,29) 607.393 (24,12) 1996 1.517.181 (9,69) 2.263.510 (1,04) 746.329 22,87 1997 1.356.891 (10,56) 1.973.266 (12,82) 616.375 (17,41) 1998 1.305.640 (3,78) 1.648.764 (16,44) 343.124 (44,33) 1999 1.382.848 5,91 2.684.603 62,83 1.301.755 279,38 2000 1.017.634 (26,41) 2.295.319 (14,50) 1.277.685 (1,85) 2001 826.932 (18,74) 1.963.351 (14,46) 1.136.419 (11,06) 2002 673.056 (18,61) 2.038.309 3,82 1.365.253 20,14 2003 671.600 (0,22) 1.864.317 (8,54) 1.192.717 (12,64) 2004 723.483 7,73 1.839.276 (1,34) 1.115.793 (6,45) 2005 808.353 11,73 1.894.531 3,00 1.086.178 (2,65) 2006 747.611 (7,51) 1.879.755 (0,78) 1.132.144 4,23 2007 592.534 (20,74) 2.004.123 6,62 1.411.589 24,68 2008 775.710 30,91 1.944.726 (2,96) 1.169.016 (17,18)

2,08 7,22 14,56

Sumber : BPS, Deptan (diolah)

Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara

untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode

1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar dibandingkan

pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%.

Berdasarkan Tabel 4.6, selama kurun waktu dua puluh dua tahun

(1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap

permintaan kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada

tahun 2000 sampai 2008 persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap

permintaan kedelai lebih besar dibandingkan produksi kedelai. Pada

tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar

776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (±79%

dari permintaan kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor

kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000 ton (±21% dari permintaan

kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya ±44%

(Sambungan Tabel 4.6)

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

58

Universitas Indonesia

dari permintaan kedelai yaitu sebesar 1.017.634 ton, sedangkan impor

kedelai sebesar 1.277.685 ton (±56% dari permintaan kedelai.

Hal ini sesuai dengan keadaan bahwa jika produksi meningkat

maka impor akan berkurang, dikarenakan meningkatnya produksi dapat

memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi sebaliknya jika produksi

berkurang, maka pemerintah akan mengimpor kedelai untuk memenuhi

kebutuhan akan kedelai, terlihat jelas dari trend produksi kedelai yang

menurun sejak tahun 1999 yang berdampak terhadap volume impor yang

semakin meningkat setiap tahunnya dalam rangka memenuhi kebutuhan

dalam negeri.

Pada tahun 1998 impor kedelai menurun sebesar 343.124 ton,

sedangkan permintaan kedelai sebesar 1.648.764 ton. hal ini diduga

disebabkan krisis ekonomi yang melanda sebagian besar kawasan Asia

serta pergulatan politik tanah air yang menyebabkan terjadinya

guncangan (shock) pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat. Peningkatan impor kedelai semakin besar sejak tahun 1999 yaitu

sebesar 1.301.755 ton, hal ini dikarenakan adanya perubahan kebijakan

pemerintah sejak tahun 1998 dimana pemerintah Indonesia menyetujui

paket kebijakan IMF yang membebaskan monopoli impor kedelai oleh

Bulog sehingga kedelai bebas diimpor dan penghapusan tarif bea masuk

kedelai menjadi nol persen.

Jika kita membandingkan produksi dengan data perkembangan

impor kedelai tahun 1998 hingga 2008, dapat terlihat bahwa pada saat

produksi nasional cenderung berfluktuasi dan turun sedangkan kebutuhan

meningkat sehingga timbul ketergantungan impor. Impor kedelai semula

343.124 ton, tetapi pada tahun berikutnya meningkat dengan

pertumbuhan sebesar 279.38% menjadi 1.301.755 ton.

Impor kedelai pada tahun 2000 menurun menjadi 1.277.685 ton

dan tahun 2001 turun lagi menjadi 1.136.419 ton. Akan tetapi pada tahun

2002 meningkat lagi menjadi 1.365.253 ton, mulai tahun 2003-2006

impor kedelai cenderung menurun. Volume impor kedelai mencapai titik

tertinggi pada tahun 2007 sebesar 1.411.589 ton dengan persentase impor

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

59

Universitas Indonesia

terhadap permintaan kedelai sebesar ±70%. Penurunan produksi kedelai

nasional disebabkan membanjirnya kedelai impor yang masuk ke

Indonesia dengan harga lebih murah dan tidak dikenakan tarif/bea masuk

impor.

Produksi kedelai di Indonesia menempati rangking ke-10

dibandingkan produksi kedelai dunia yaitu sebesar 775.710 ton, produksi

kedelai ini hanya sekitar 0,3% dari total produksi kedelai di dunia (FAO,

2008). Walaupun produksi kedelai Indonesia cukup tinggi dibandingkan

negara-negara lain, tetapi produksi kedelai ini belum mencukupi

kebutuhan kedelai di Indonesia sehingga memerlukan impor dari negara-

negara lain.

Produsen kedelai tertinggi ditempati oleh Amerika Serikat dengan

produksi sebesar 80,75 juta ton, Indonesia sebagian besar impor kedelai

dari Amerika Serikat (±50%), Cina (±30%), dan sisanya berasal

Argentina, Brazilia, serta negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia

perlu terus berupaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri

agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai.

Kebijakan pengenaan bea masuk impor kedelai juga dapat dipakai

sebagai alternatif untuk melindungi produsen dalam negeri. Hasil

simulasi dari penelitian ini adalah jika permintaan kedelai meningkat

sebesar 1%, maka impor kedelai akan meningkat sebesar 2,78%. Dan

sebaliknya jika permintaan kedelai menurun sebesar 1%, maka impor

kedelai akan menurun sebesar 2,78%.

4.3.2 Elastisitas

Elastisitas adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu

variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel tak

bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel

bebas) berubah satu persen. Elastisitas permintaan mengukur perubahan

relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan

salah satu faktor yang mempengaruhinya. (Pratahama Rahardja dan

Mandala Manurung, 2004).

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

60

Universitas Indonesia

Nilai elastisitas merupakan angka absolut, disebut elastis jika

mempunyai nilai elastisitas lebih dari 1 (|ε| > 1), dan inelastisitas jika nilai

elastisitas kurang dari 1 (|ε| < 1). Elastisitas permintaan kedelai bertujuan

untuk mengetahui persentase perubahan jumlah permintaan kedelai

terhadap perubahan sebesar satu persen harga kedelai dan variabel-variabel

lainnya.

4.3.2.1 Elastisitas harga dalam negeri terhadap permintaan kedelai

Koefisien harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan kedelai

sebesar -1,894428 diperoleh elastisitas harga kedelai dalam negeri

terhadap permintaan kedelai adalah sebesar -1,894428. Ini berarti bahwa

setiap kenaikan 1% harga kedelai, akan menurunkan permintaan kedelai

sebesar 1,894428%. Perubahan permintaan ini lebih kecil daripada

perubahan harga, karena nilai elastisitas > 1 maka elastisitas permintaan

kedelai terhadap harga kedelai bersifat elastis.

Hasil penelitian Team Fakultas Pertanian IPB (1992) menunjukkan

bahwa elastisitas harga terhadap permintaan bersifat inelastis yaitu -

0,655. Sedangkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

dalam penelitian multikomoditi menghasilkan elastisitas yang bersifat

inelastis sebesar -0,687. Sedangkan penelitian Sahara dan Endang (2003),

Nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk jangka pendek

sebesar –6,675 dan nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk

jangka panjang sebesar –3,3415. Nilai elastisitas permintaan kedelai untuk

jangka pendek lebih kecil daripada nilai elastisitas jangka panjang. Harga

mutlak dari koefisien elastisitas harga lebih besar dari satu menandakan

bahwa permintaan kedelai bersifat elastis atau dengan kata lain kenaikan

harga kedelai diikuti oleh penurunan jumlah kedelai yang diminta dalam

porsi yang lebih besar. Perbedaan angka elastisitas permintaan diatas

disebabkan karena model dan data yang digunakan dalam penelitian

berbeda. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan perubahan harga

kedelai dalam negeri akan memberikan dampak yang besar terhadap

permintaan kedelai di Indonesia.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

61

Universitas Indonesia

4.3.2.2 Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai

Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai dengan

adalah 10,57280. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan jumlah

penduduk sebesar 1%, maka akan meningkatkan permintaan kedelai

sebesar 10,57280%, elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan

kedelai bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006), elastisitas

jumlah penduduk terhadap permintaan bersifat elastis sebesar 2,85.

Dengan demikian jumlah penduduk memberikan dampak yang

besar terhadap permintaan kedelai di Indonesia. Artinya bagi pemerintah,

dengan mengetahui pertumbuhan jumlah penduduk dapat disusun suatu

kebijakan yang mendukung mengenai permintaan kedelai di Indonesia.

Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan yang disarankan untuk mengatasi

permintaan kedelai yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah penduduk, yaitu dengan menerapkan program keluarga

berencana, karena selain mengatasi lonjakan jumlah penduduk, juga

dapat menangani permintaan kedelai yang berlebih.

4.3.2.3 Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga dalam negeri

Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga kedelai dalam

negeri adalah 0,191313. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan

harga kedelai internasional sebesar 1%, maka akan meningkatkan harga

kedelai dalam negeri sebesar 0,191313%, elastisitas harga kedelai

internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis (<1).

Hasil yang serupa juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Daris,

Edmon (1993) yang menunjukkan bahwa elastisitas harga kedelai

internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis

sebesar 0,4911. Erwidodo dan Hadi (1999) memperoleh hasil regresi

sebagai berikut: Elastisitas transmisi harga kedelai internasional terhadap

harga kedelai pedagang besar pada periode 1986-96 adalah 0.7152 dan

elastisitas transmisi harga kedelai pedagang besar terhadap harga kedelai

produsen adalah 0.8774. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kebijakan perubahan harga kedelai internasional tidak akan memberikan

dampak yang besar terhadap harga kedelai dalam negeri.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

62

Universitas Indonesia

4.3.2.4 Elastisitas permintaan terhadap impor kedelai

Pada persamaan impor kedelai diperoleh elastisitas permintaan

kedelai terhadap impor kedelai adalah 2,778652. Artinya bahwa setiap

peningkatan 1% permintaan kedelai akan meningkatkan 2,778652%

impor kedelai. Dan sebaliknya penurunan 1% permintaan kedelai akan

menurunkan 2,778652% impor kedelai, elastisitas tersebut bersifat elastis

(>1). Dengan demikian perubahan permintaan kedelai dalam negeri akan

memberikan dampak yang besar terhadap impor kedelai di Indonesia.

Artinya bagi pemerintah dengan mengetahui permintaan kedelai di

Indonesia sebaiknya disusun suatu kebijakan mengenai impor kedelai.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daris, Edmon (1993) juga

menunjukkan bahwa elastisitas permintaan terhadap impor kedelai

bersifat elastis sebesar 1,3793. Sedangkan penelitian Widjajanti (2006)

memperoleh elastisitas bersifat elastis sebesar 2,81. Perbedaan nilai

elastisitas ini disebabkan perbedaan data yang berbeda selama penelitian.

4.3.2.5 Elastisitas produksi kedelai terhadap impor kedelai

Sedangkan pada elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai

adalah sebesar -1,263902. Artinya setiap peningkatan produksi kedelai

sebesar 1%, akan menurunkan impor sebesar 1,263902%, dan sebaliknya

setiap penurunan produksi kedelai sebesar 1% akan meningkatkan impor

kedelai sebesar 1,263902%. elastisitas produksi kedelai terhadap impor

kedelai ini bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006)

menunjukkan bahwa elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai

bersifat elastis sebesar -2,71.

Jadi perubahan produksi kedelai memberikan dampak yang besar

terhadap impor kedelai. Dengan melihat kondisi produksi kedelai di

Indonesia, pemerintah sebaiknya menyusun kebijakan mengenai impor

kedelai.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

63

Universitas Indonesia

4.4 Implikasi Kebijakan

Distribusi tingkat kesejahteraan antara produsen dan konsumen diukur

dari besar surplus yang diterima masing-masing pelaku ekonomi, baik

produsen maupun konsumen. Surplus konsumen adalah perbedaan antara

nilai maksimum uang yang ingin dibayar konsumen dengan nilai yang benar-

benar dibayarkan terhadap jumlah tertentu dari suatu produk. Surplus

produsen adalah perbedaan antara nilai uang yang sesungguhnya diterima

oleh produsen dengan nilai minimum yang diinginkan produsen. Besarnya

surplus produsen dan konsumen merupakan indikator penentu arah kebijakan

yang akan dilakukan.

Konsumen yang rasional menginginkan harga komoditas kedelai

murah dan terjangkau oleh daya beli agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Sebaliknya sangat rasional pula apabila para petani menginginkan harga jual

komoditas cukup tinggi agara dapat memperoleh pendapatan yang memadai

sebagai imbalan atas usaha dan investasi yang dilakukan. Untuk memenuhi

keinginan yang nampaknya saling bertentangan itu dan lebih jauh lagi demi

kepentingan ekonomi, sosial dan politik negara yang stabil, maka pemerintah

dapat melakukan intervensi terhadap pasar komoditas kedelai di pasar

domestik melalui berbagai kebijakan.

Selain itu dalam kaitannya dengan perdagangan dunia, suatu

pemerintah dapat pula melakukan proteksi perdagangan komoditas kedelai

untuk melindungi produsen maupun konsumen domestik. Kebijakan yang

berkaitan dengan hal tersebut adalah pengenaan bea masuk untuk impor

kedelai. Kebijakan ini dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi

produsen kedelai di dalam negeri. Bea masuk impor tersebut dimulai sejak

1974 sebesar 30% yang dipertahankan sampai tahun 1982. Sejak tahun 1983

sampai tahun 1993 bea masuk impor kedelai diturunkan menjadi 10% dan

kemudian menjadi 5% pada tahun 1994 sampai 1997.

Sebelum tahun 1998 impor kedelai dimonopoli oleh Bulog. Kebijakan

kuota dapat diterapkan, sehingga volume impor dapat dikendalikan. Pada era

perdagangan bebas tahun 1998, kebijakan kuota impor tidak dapat lagi

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

64

Universitas Indonesia

diterapkan, sehingga pemerintah hanya dapat memberlakukan kebijakan tarif.

Pemerintah telah melakukan liberalisasi sepenuhnya atas perdagangan dan

distribusi berbagai komoditi yang sebelumnya ditangani Bulog.

Pada tahun 1998 sampai 2003 bea masuk impor ditiadakan. Alasan

pemerintah menetapkan bea masuk impor 0 adalah untuk memenuhi

kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada tahun 1999 volume impor mencapai

kenaikan sebanyak 279,38% dari 343.124 ton menjadi 1.301.755 ton, bahkan

pada tahun 2004 total kebutuhan kedelai nasional, 65% berasal dari impor.

Oleh karena itu, pada tahun 2004 sampai 2007 bea masuk impor dinaikan

kembali menjadi 10%. Kemudian pada tahun 2008 bea masuk impor kembali

dihapuskan. Belum berlakunya bea masuk impor pada saat ini menyebabkan

jumlah kedelai impor semakin banyak, sehingga harga kedelai dalam negeri

jatuh dan petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu pengendalian

impor dan pengamanan pasar dalam negeri perlu ditingkatkan.

Kebijakan bea masuk impor berpengaruh terhadap besarnya volume

impor kedelai. Dampak pengenaan bea masuk impor terhadap perdagangan

yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor (Salvatore,

1997). Beberapa negara ASEAN juga menerapkan bea masuk terhadap

kedelai, misalnya Thailand menerapkan bea masuk 5%. Negara-negara lain

juga melakukan perlindungan terhadap petani kedelai di negaranya dengan

berbagai cara, yaitu melalui penetapan tarif impor atau penetapan kuota

impor. Misalnya, Jepang meskipun menetapkan bea masuk impor kedelai nol

persen, tetapi mensyaratkan aturan karantina yang ketat melalui Plant

Quarantine Law dan Food Sanitation Law. Amerika Serikat juga menetapkan

tarif impor 4,4 sen per kilogram. Cina menetapkan ceiling binding 180

persen. Korea Selatan memberlakukan kuota dengan tarif kuota 503.2988

won per kilogram. Cile dengan advalorem tariff sebesar delapan persen,

Papua New Guinea dengan tarif bea masuk produk kedelai sebesar 11 persen.

Peluang untuk menetapkan tarif impor terbuka lebar.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

65

Universitas Indonesia

Penilaian terhadap penerapan kebijakan bea masuk impor umumnya

difokuskan pada dampak yang ditimbulkan terhadap produsen, konsumen,

dan pemerintah. Gambar 4.1 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan

konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor)

pada pasar komoditas kedelai. Harga barang-barang normal di pasar dunia

lebih murah daripada di pasar dalam negeri. Namun harga yang berlaku di

pasar dalam negeri menjadi sama dengan harga yang berlaku di pasar

internasional apabila ada impor yang dapat menutup defisit produksi (yaitu

selisih antara produksi dan konsumsi).

Pada kondisi 1 : (Ada kebijakan tarif impor yang menyebabkan harga

kedelai yang berlaku di pasar dalam negeri (PD1) lebih tinggi daripada harga

dunia (Pw) dengan selisih T). Pada posisi ini, jumlah produksi adalah QM1 =

QD1 – QS1, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah sebesar

daerah segiempat NURS. Surplus produsen adalah sebesar daerah segitiga

(LUPD1) yang lebih kecil daripada surplus konsumen yaitu sebesar daerah

segitiga (KR PD1). Perubahan kesejahteraan masyarakat (surplus ekonomi)

total adalah daerah LURK karena ada surplus ekonomi yang hilang (dead

weight loss) sebesar daerah segitiga MNU dan RST.

Pada kondisi 2 : (Tanpa kebijakan tarif impor, harga yang berlaku di

pasar dalam negeri turun dari PD1 menjadi sama dengan harga dunia (Pw).

Pada posisi ini, jumlah produksi turun menjadi QS2, jumlah konsumsi

(permintaan) meningkat menjadi QD2, jumlah impor meningkat menjadi QM2

= QD2 – QS2, dan penerimaan pemerintah dari tarif impor menjadi nol. Surplus

produsen turun menjadi sebesar daerah segitiga LMPW, yang semakin jauh

lebih kecil daripada surplus konsumen yang meningkat menjadi sebesar

daerah KT PW. Surplus ekonomi total meningkat menjadi sebesar daerah

LMTK.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

66

Universitas Indonesia

(a). Kondisi 1 (Ada Kebijakan Tarif impor)

(b). Kondisi 2 (Tanpa Kebijakan Tarif impor)

Gambar 4.1. Dampak Kebijakan Tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen

Gambar 4.1 mengilustrasikan dampak kebijakan tarif impor kedelai di

Indonesia. Jika pemerintah menghilangkan seluruh biaya tarif impor, maka

perdagangan kedelai di Indonesia akan berada pada kondisi 2. Perbedaan

kinerja perdagangan kedelai nasional antara kondisi 2 dan kondisi 1 dianggap

merupakan dampak dari penerapan kebijakan menghilangkan tarif impor.

P

Q

S

D

Pe PD1

Pw

E

U R

M N S T

QS2 Q S1 Qe Q D1 Q D2

K

L

Tarif

QS2 Qe Q D2

D

S

E

T M Pw

Pe

L

K

Q

P

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

67

Universitas Indonesia

Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa berbagai ukuran dalam mengukur

kesejahteraan masyarakat seperti surplus konsumen, surplus produsen, dan

surplus ekonomi dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari berbagai

kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis dari teori permintaan, maka pada saat tarif

impor diberlakukan harga kedelai impor akan meningkat dan mengakibatkan

menurunnya jumlah permintaan dibandingkan dengan tanpa dikenakannya

tarif. Akibat lebih lanjut dari peningkatan harga ini akan mendorong kenaikan

harga kedelai dalam negeri sedemikian rupa sehingga produksi akan ikut

meningkat. Setelah mengalami penyesuaian, maka penurunan permintaan dan

peningkatan produksi kedelai akan mengakibatkan jumlah impor kedelai

mengalami penurunan. Penurunan impor kedelai ini juga menyebabkan GDP

meningkat, hal ini sesuai dengan teori makroekonomi, jika jumlah impor

menurun maka GDP akan meningkat. Secara garis besar dapat dikatakan

bahwa pengenaan tarif impor berdampak pada aspek konsumsi (permintaan)

domestik yang menurun, aspek produksi domestik meningkat, dan

kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga. Oleh karena itu peningkatan

bea masuk impor kedelai perlu diikuti dengan pengaturan harga kedelai

dalam negeri guna untuk meningkatkan surplus konsumen yang

mempengaruhi aktivitas konsumsi.

Secara umum, dengan penurunan tarif impor yang sejalan dengan

agenda AFTA berdampak terhadap penurunan harga kedelai impor, sehingga

permintaan kedelai impor meningkat dan produksi kedelai dalam negeri

menurun. Akibatnya, penurunan tarif impor kedelai maka jumlah impor

semakin besar, hal ini akan menyebabkan GDP menurun. Penurunan tarif

impor ini berdampak pada meningkatnya kesejahteraan konsumen dan

menurunnya kesejahteraan produsen. Sementara itu, penerimaan pemerintah

terus menurun sejalan dengan penurunan tarif impor dan nilai tukar rupiah.

Kesejahteraan konsumen meningkat dengan penurunan tarif impor

kedelai karena konsumen dapat membeli kedelai dengan harga yang lebih

murah dan jumlah barang yang dikonsumsi lebih banyak. Sebaliknya,

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.

68

Universitas Indonesia

produsen domestik mengalami kerugian dengan penurunan tarif impor karena

harus bersaing dengan produk kedelai impor yang harganya menjadi relatif

lebih murah. Berkenaan dengan hal ini, maka penerimaan pemerintah dari

pengenaan tarif impor hendaknya dapat dimanfaatkan untuk mendanai

berbagai upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri.

Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.