bab 4 hasil dan pembahasan 4.1 pendugaan model permintaan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/136084-t...
TRANSCRIPT
43 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia
Model yang disusun dalam penelitian ini merupakan persamaan
simultan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan
program software Eviews 4.0 dan data yang diolah merupakan data time
series periode 1978 – 2008.
Model yang diduga adalah sebagai berikut :
Ln(QD) = α1 + β1 Ln(HD) + β2 Ln(Y) + β3 Ln(POP) + e----------------- pers. 1
Ln(HD) = α2 + β4 Ln(HI) + e ------------------------------------------------- pers. 2
Ln(IM) = α3 + β5 Ln(QD) + β6 Ln(PD) + β7 Ln(BM) + e------------------ pers. 3
Ln(QS) = Ln(QD)
Keterangan :
QD : permintaan kedelai (Ton)
QS : penawaran kedelai (Ton)
HD : harga kedelai dalam negeri (Rp/Kg)
HI : harga kedelai internasional ($US/Kg)
BM : bea masuk impor (%)
Y : pendapatan per kapita (Rp/Kap)
POP : jumlah penduduk (000 jiwa)
IM : Impor kedelai (Ton)
PD : produksi kedelai (Ton)
Pengolahan data untuk model tersebut melalui beberapa tahapan untuk
mendapat hasil yang terbaik yang memenuhi kriteria uji statistik berupa uji
parsial (t-statistik), dan uji goodness of fit (R-square). Pada uji ekonometrika
akan diuji dengan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinearitas.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
44
Universitas Indonesia
Dari hasil pendugaan model yang diduga secara simultan dengan
metode Two Stage Least Square (TSLS) diperoleh R2 yang cukup
memuaskan berkisar antara 65%-99% (lihat lampiran) pada persamaan-
persamaan di atas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel eksogen
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogen.
Terdapat beberapa variabel yang dimasukkan dalam dugaan
persamaan namun menghasilkan koefisien arahan yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan menurut kriteria ekonomi dan ada pula yang tidak signifikan
dalam taraf nyata yang diambil α=10%, akan tetapi hal ini dapat dijelaskan
secara teori ekonomi.
4.2 Hasil Pengolahan Data
4.2.1 Permintaan kedelai
Permintaan kedelai (QD) dari model yang diduga ditentukan oleh
harga kedelai dalam negeri (HD), pendapatan perkapita penduduk
Indonesia (Y), dan jumlah penduduk (POP) dengan persamaan sebagai
berikut :
Ln (QD) = -107,7512 – 1,894428 Ln(HD) + 0,463444 Ln(Y) +
10,57280 Ln(POP) + e
Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Persamaan Permintaan Kedelai
Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik
C -107,7512 -4,244183 0,0001
Ln (HD) -1,894428 -2,966340 0,0039
Ln(Y) 0,463444 0,929316 0,3554
Ln(POP) 10,57280 4,522876 0,0000
Pada persamaan permintaan kedelai diperoleh bahwa variabel-
variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai
adalah sebagai berikut : variabel harga kedelai dalam negeri memiliki
koefisien regresi sebesar -1,894428. Angka ini mengandung pengertian
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
45
Universitas Indonesia
bahwa jika harga kedelai meningkat 1%, maka permintaan kedelai akan
menurun 1,894428%. Demikian pula sebaliknya bila harga kedelai dalam
negeri menurun sebesar 1%, maka permintaan akan meningkat sebesar
1,894428%.
Untuk variabel jumlah penduduk memiliki koefisien regresi sebesar
10,57280 artinya apabila terjadi pertambahan penduduk 1% maka
permintaan kedelai akan meningkat 10,57280%. Jumlah penduduk
mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kedelai, nilai
probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata α=5%.
A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas
Berdasarkan uji autokorelasi dengan pendekatan uji LM dari
Breusch Godfrey. Pendekatan ini merupakan uji Lagrange Multiplier
dengan Ho : Tidak ada autokorelasi dan H1 : ada autokorelasi. Dengan
menggunakan lag 2, diperoleh hasil bahwa probability obs*R-squared
sebesar 0,272256 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 5%,
sehingga dapat disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak
mengalami masalah autokorelasi.
Pada uji heteroskedastisitas melalui White Heteroskedasticity
dengan hipotesa, Ho : tidak ada heteroskedastisitas, H1: ada
heteroskedastisitas diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar
0,769214 (>0,05) dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas.
B. Uji parsial (t-statistik)
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara
individual terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji t, dari
Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai adalah variabel harga
kedelai dalam negeri dan jumlah penduduk.
Probabilitas harga kedelai dalam negeri sebesar 0,0064 (<5%),
jumlah penduduk mempunyai probabilitas sebesar 0,0009 (<5%). Hal
ini menjelaskan bahwa variabel harga kedelai dalam negeri dan
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
46
Universitas Indonesia
jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
permintaan kedelai. Sedangkan variabel pendapatan per kapita tidak
berpengaruh secara signifikan dikarenakan probabilitasnya >0,05
sebesar 0,2140.
C. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan
hasil perhitungan dilihat besarnya probabilitas F statistik sebesar
0,000006, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%) hipotesis nol
penelitian ini ditolak, karena nilai probabilitas F-statistik lebih kecil
dari α. Artinya secara bersama-sama variabel harga dalam negeri,
pendapatan perkapita dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap
pemintaan kedelai.
D. Uji goodness of fit (R2)
Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai R2 sebesar 71,06%. Hal
ini berarti 71,06% permintaan kedelai dapat dijelaskan oleh variasi
variabel independen, yaitu harga kedelai dalam negeri, pendapatan
perkapita, dan jumlah penduduk, sedangkan 28,94% permintaan
kedelai tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam
model seperti selera, ramalan masa datang, dan harga barang lain.
Persamaan ini berdasarkan penelitian-penelitian dan teori ekonomi
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Data yang
digunakan pada penelitian ini hanya pada rentang waktu 31 tahun
(1978-2008), sehingga mempengaruhi hasil regresi pada model
permintaan kedelai. Akan tetapi pada persamaan tersebut tanda +/-
sesuai dengan teori ekonomi dan penelitian-penelitian sebelumnya.
4.2.2 Harga Kedelai Dalam Negeri
Harga kedelai dalam negeri (HD) dari model diduga ditentukan
oleh harga kedelai internasional (HI) dengan persamaan sebagai berikut :
Ln(HD) = 10,34644 + 0,191313 Ln(HI) + AR(1) + e
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
47
Universitas Indonesia
Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengolahan Persamaan Harga Kedelai Dalam Negeri
Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik
C 10,34644 1,821484 0,0843 Ln(HI) 0,191313 2,316389 0,0319
Pada persamaan harga kedelai dalam negeri diperoleh koefisien
harga kedelai internasional sebesar 0,191313 maka harga kedelai
internasional mempunyai hubungan positif, dan berarti bahwa setiap
kenaikan harga kedelai internasional sebesar 1%, maka harga kedelai
dalam negeri akan meningkat sebesar 0,191313 dengan kondisi variabel
independen yang lain konstan.
A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas
Berdasarkan persamaan di atas, pengujian untuk variabel
eksogen terhadap variabel endogen ternyata tidak menunjukkan
adanya multikolinearitas, nilai correlation matrix < 0,8 sehingga lolos
dari uji ini. Sedangkan pada pengujian autokorelasi dengan
menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh
hasil bahwa probability obs*R-squared sebesar 0,695866 yang berarti
nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan
persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi.
Sedangkan pada pengujian heterokedastisitas menggunakan
White Heteroskedasticity pada persamaan harga kedelai dalam negeri
diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,053543 (>0,05)
dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas.
B. Uji parsial (t-statistik)
Pada variabel harga kedelai internasional nilai probabilitas t-
statistik sebesar 0,0319 (<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa
harga kedelai internasional berpengaruh signifikan terhadap harga
kedelai dalam negeri.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
48
Universitas Indonesia
C. Uji F
Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 1064.924, F hitung lebih
besar dari F tabel pada α=5% dengan df(1,29). Probabilitas F statistik
sebesar 0,00000, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Hal ini
menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya secara bersama-sama variabel
harga kedelai internasional berpengaruh terhadap harga dalam negeri.
D. Uji goodness of fit (R2)
Berdasarkan hasil pendugaan, model persamaan harga kedelai
dalam negeri diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
99,12%, berarti variasi permintaan, harga internasional kedelai dan
bea masuk impor kedelai sebesar 99,12%, sedangkan sisanya 0,88%
dipengaruhi faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa harga
kedelai dalam negeri tidak hanya dipengaruhi harga kedelai
internasional tetapi ada faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam
penelitian ini yang berpengaruh terhadap harga kedelai dalam negeri.
4.2.3 Impor Kedelai
Persamaan impor kedelai (IM) terdiri dari 3 variabel yaitu
permintaan kedelai (QD), produksi kedelai (PD), dan bea masuk impor
kedelai (BM), berdasarkan pengolahan data menggunakan Eviews
diperoleh persamaan sebagai berikut :
Ln(IM) = -9,934196 + 2,778652 Ln(QD) - 1,263902 Ln(PD) + 0,349327
Ln(BM) + e
Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Persamaan Impor Kedelai
Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik
C -9,934196 -1,590381 0,1155
Ln(QD) 2,778652 5,563275 0,0000
Ln(PD) -1,263902 -4,021879 0,0001
Ln(BM) 0,349327 1,303739 0,1958
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
49
Universitas Indonesia
Pada persamaan impor kedelai diperoleh diperoleh bahwa variabel-
variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap impor kedelai
adalah sebagai berikut : variabel permintaan kedelai memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 2,778652. Angka ini mengandung pengertian
bahwa jika permintaan kedelai meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai
meningkat sebesar 2,778652%. Demikian pula sebaliknya jika permintaan
kedelai menurun sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar
2,778652%.
Produksi kedelai memiliki nilai koefisien regresi sebesar
-1,263902. Angka ini mengandung pengertian bahwa jika produksi kedelai
meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar 1,263902%.
Sebaliknya, jika produksi kedelai menurun sebesar 1%, maka impor
kedelai meningkat sebesar 1,263902%.
A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas
Pengujian multikolinearitas untuk variabel eksogen ternyata
tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, sehingga persamaan ini
lolos dari uji ini. Setelah melakukan pengujian autokorelasi dengan
menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh
hasil bahwa probability obs*R-squared sebesar 0,476635 yang berarti
nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan
persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi.
Pada pengujian heterokedastisitas menggunakan White
Heteroskedasticity pada persamaan impor kedelai diperoleh nilai
probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,152741 (>0,05) dan ini berarti
tidak ada masalah heteroskedastisitas.
B. Uji parsial (t-statistik)
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan
uji t. Pada variabel permintaan kedelai diperoleh probabilitas sebesar
0,0000 sedangkan pada variabel produksi kedelai mempunyai
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
50
Universitas Indonesia
probabilitas sebesar 0,0007. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan
kedelai dan produksi kedelai berpengaruh nyata terhadap impor
kedelai dikarenakan probabilitaas <0,05 sedangkan variabel bea
masuk impor tidak berpengaruh nyata terhadap impor kedelai pada
tingkat kesalahan 5% karena probabilitas yang diperoleh >0,05 yaitu
sebesar 0,2071.
C. Uji F
Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 17,80913. F hitung lebih
besar dari F tabel pada α=5% dengan df(3,27). Probabilitas F Statistik
0,00007 (<0,05) hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya secara
bersama-sama variabel permintaan kedelai, produksi kedelai dan bea
masuk impor berpengaruh terhadap impor kedelai.
D. Uji goodness of fit (R2)
Untuk mengetahui ketepatan model regresi kedelai digunakan
R2. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh R2 sebesar 65,27%.
hal ini berarti 65,27% impor kedelai dapat dijelaskan oleh variabel-
variabel independen, yaitu permintaan kedelai, produksi kedelai, dan
bea masuk impor, sedangkan sisanya 34,73% tidak dapat dijelaskan
oleh variasi variabel independen dalam model. Pada penelitian ini
model persamaan yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya
mengenai impor gula, tetapi setelah diterapkan pada komoditi kedelai
nilai R2 yang diperoleh tidak begitu bagus. Hal ini dikarenakan
terdapat beberapa kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi
kedelai di Indonesia saat ini yang turut mempengaruhi model seperti
menurunnya produksi kedelai dalam negeri sehingga impor kedelai
selalu meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini juga didukung dengan
adanya ketidakstabilan ekonomi di Indonesia.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
51
Universitas Indonesia
4.3 Pembahasan
4.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai
4.3.1.1 Harga Kedelai Dalam Negeri
Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa
terjadi peningkatan harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984,
permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48% menjadi 2.170.384 Ton,
pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998,
permintaan kedelai menurun sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton,
permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya harga kedelai
dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.
Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai
melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang menyebabkan harga-harga
kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai,
serta sesuai dengan hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan
kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor
lain tetap sama.
Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan
yaitu jika harga kedelai meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai
akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya, semakin rendah harga suatu
komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan
semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang
diminta. Perkembangan permintaan kedelai.
Harga kedelai dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga kedelai
internasional. Berdasarkan hasil penelitian bahwa harga kedelai dalam
negeri berhubungan positif dengan harga kedelai internasional.
Perkembangan harga kedelai tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.4.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
52
Universitas Indonesia
Tabel 4.4 Perkembangan harga kedelai dalam negeri dan harga kedelai internasional periode 1978-2008
Tahun Harga Kedelai Internasional
(US$/kg)
Pertumbuhan (%)
Harga kedelai dalam negeri
(Rp/Kg)
Pertumbuhan (%)
1978 248,57 0 152,81 - 1979 235,62 (5,21) 166,31 8,83 1980 289,72 22,96 228,42 37,35 1981 224,32 (22,57) 265,74 16,34 1982 207,41 (7,54) 306,31 15,27 1983 299,27 44,29 352,65 15,13 1984 210,26 (29,74) 376,41 6,74 1985 195,20 (7,16) 393,28 4,48 1986 180,32 (7,62) 476,46 21,15 1987 223,03 23,69 505,70 6,14 1988 295,69 32,58 524,34 3,69 1989 208,70 (29,42) 558,06 6,43 1990 205,67 (1,45) 600,10 7,53 1991 203,83 (0,89) 634,18 5,68 1992 208,98 2,53 743,21 17,19 1993 258,74 23,81 790,07 6,31 1994 202,36 (21,79) 860,43 8,91 1995 270,15 33,50 1.131,32 31,48 1996 253,71 (6,09) 1.071,82 (5,26)1997 246,36 (2,90) 1.110,89 3,65 1998 197,59 (19,80) 1.130,38 1,75 1999 169,66 (14,14) 1.160,28 2,65 2000 183,53 8,18 1.284,42 10,70 2001 154,69 (15,71) 1.335,09 3,94 2002 209,25 35,27 2.035,00 52,42 2003 289,90 38,54 2.462,42 21,00 2004 201,26 (30,58) 2.412,50 (2,03)2005 221,19 9,90 2.725,00 12,95 2006 251,14 13,54 3.157,28 15,86 2007 440,55 75,42 4.101,00 29,89 2008 357,23 (18,91) 4.976,07 21,34
3,96 12,50
Sumber : Bloomberg, Deptan, 2008 (diolah)
Harga kedelai di pasar dalam negeri cenderung meningkat, hal ini
terlihat dari laju pertumbuhan periode 1978-2008 rata-rata sebesar 12,5%
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
53
Universitas Indonesia
per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan harga kedelai internasional
hanya meningkat sebesar 3,96%. Harga kedelai dalam negeri mengalami
penurunan sebesar 5,26% pada tahun 1996 menjadi Rp.1.071,82 per Kg.
Penurunan harga kedelai dalam negeri ini juga terjadi pada harga kedelai
internasional sebesar 6,09% menjadi US$ 253,71 per Kg padahal pada
tahun sebelumnya harga kedelai internasional meningkat sebesar 33,5%.
Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi
Rp.1.110,89 per Kg, perubahan harga ini disebabkan harga kedelai
internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg. Peningkatan
harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari
Rp. 1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai
internasional meningkat sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg.
Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga kedelai dalam negeri
berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga
kedelai di pasaran internasional berdampak langsung terhadap harga
kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan, kebutuhan industri makanan
dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai impor.
Sejak krisis moneter melanda Indonesia, harga seluruh barang dan jasa
didalam negeri meningkat, tidak terkecuali untuk kacang kedelai. Dengan
harga seperti ini maka permintaan akan kedelai akan turun terutama
permintaan makanan yang berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe dan
susu kedelai. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin tinggi
harga suatu komoditi, maka permintaan akan komoditi tersebut akan
semakin rendah.
Peningkatan harga kedelai internasional tertinggi pada tahun 2007
sebesar 75,42% menjadi US$. 440,55 per Kg, sebelumnya harga kedelai
internasional sebesar US$. 251,14 per Kg. Hal ini dikarenakan harga
minyak melambung tinggi di pasar internasional. Kondisi ini mendorong
orang untuk menciptakan dan mengkonsumsi energi alternatif, antara lain
bio-energi yang berbahan baku jagung. Oleh karena itu, banyak lahan-
lahan pertanian kedelai di Amerika Serikat beralih fungsi menjadi lahan
jagung. Akibatnya pasokan kedelai dari AS berkurang sementara jumlah
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
54
Universitas Indonesia
permintaan tidak menurun. Hal ini secara tidak langsung juga
mempengaruhi harga kedelai dalam negeri yang meningkat menjadi
29,89% menjadi Rp. 4.101 per kg. Kenaikan harga pangan dunia itu
merupakan akibat excess demand dunia terhadap pangan. Excess demand
terjadi karena pangan dibutuhkan bukan hanya untuk kebutuhan manusia,
tapi juga dibutuhkan sebagai sumber energi substitusi bahan bakar
minyak yaitu Biodiesel atau Bio-fuel.
4.3.1.2 Jumlah Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang,
khususnya Indonesia, membawa efek terhadap bertambah cepatnya
permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari
penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai
merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai
sumber utama protein. Meskipun produk kedelai bukan merupakan bahan
pangan pokok, perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan produk kedelai
dalam pola makanan tradisionalnya.
Perkembangan jumlah penduduk Indonesia periode 1978-2008
meningkat rata-rata sebesar 1,56% per tahun. Permintaan kedelai juga
mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per tahun. Berdasarkan
Tabel 4.5, pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar
16,44%, sedangkan jumlah penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini
dikarena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dikarenakan harga
kebutuhan bahan pokok meningkat, sehingga penduduk yang
mengkonsumsi kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi
penurunan jumlah penduduk sebesar 1,11%, sedangkan pertumbuhan
permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%. Hal ini
disebabkan angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran
sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan. Penurunan ini juga
terlihat dari pertumbuhan konsumsi per kapita rata-rata sebesar 13,54%.
Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar 11,19, yang artinya setiap
1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar 11,19 ton per tahun.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
55
Universitas Indonesia
Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama
dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tahu,
tempe dan kecap. Selain itu, kedelai juga merupakan bahan baku industri
yang penting, terutama bagi industri olahan makanan dan pakan ternak.
Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun Permintaan Kedelai (Ton)
Pertumbuhan (%)
Jumlah Penduduk (000 jiwa)
Pertumbuhan (%)
Konsumsi/kap (Ton/000 jiwa)
Pertumbuhan (%)
1978 776.599 0 141.579 0 5,49 - 1979 897.825 15,61 144.893 2,34 6,20 12,97 1980 885.762 (1,34) 146.777 1,30 6,03 (2,61) 1981 756.811 (14,56) 151.315 3,09 5,00 (17,12) 1982 882.394 16,59 154.662 2,21 5,71 14,07 1983 757.603 (14,14) 158.083 2,21 4,79 (16,00) 1984 2.170.384 186,48 161.580 2,21 13,43 180,28 1985 1.171.675 (46,02) 165.154 2,21 7,09 (47,18) 1986 1.585.998 35,36 168.662 2,12 9,40 32,55 1987 1.447.668 (8,72) 172.245 2,12 8,40 (10,62) 1988 1.736.257 19,93 175.904 2,12 9,87 17,44 1989 1.705.584 (1,77) 179.641 2,12 9,49 (3,81) 1990 2.028.493 18,93 179.248 (0,22) 11,32 19,19 1991 2.128.210 4,92 182.940 2,06 11,63 2,80 1992 2.563.846 20,47 186.043 1,70 13,78 18,46 1993 2.432.392 (5,13) 189.136 1,66 12,86 (6,68) 1994 2.365.308 (2,76) 192.217 1,63 12,31 (4,32) 1995 2.287.400 (3,29) 195.283 1,60 11,71 (4,81) 1996 2.263.510 (1,04) 198.320 1,56 11,41 (2,56) 1997 1.973.266 (12,82) 201.353 1,53 9,80 (14,14) 1998 1.648.764 (16,44) 204.393 1,51 8,07 (17,69) 1999 2.684.603 62,83 207.437 1,49 12,94 60,44 2000 2.295.319 (14,50) 205.132 (1,11) 11,19 (13,54) 2001 1.963.351 (14,46) 208.643 1,71 9,41 (15,90) 2002 2.038.309 3,82 211.439 1,34 9,64 2,45 2003 1.864.317 (8,54) 214.251 1,33 8,70 (9,74) 2004 1.839.276 (1,34) 217.077 1,32 8,47 (2,63) 2005 1.894.531 3,00 219.852 1,28 8,62 1,70 2006 1.879.755 (0,78) 222.747 1,32 8,44 (2,07) 2007 2.004.123 6,62 225.642 1,30 8,88 5,25 2008 1.944.726 (2,96) 228.523 1,28 8,51 (4,19)
7,22 1,56 5,55
Sumber : BPS, Deptan, 2008 (diolah)
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
56
Universitas Indonesia
Berdasarkan penelitian, jumlah penduduk mempunyai hubungan
positif terhadap permintaan kedelai. sHal ini terlihat pada laju
pertumbuhan jumlah penduduk periode 1978-2008 yang rata-rata
meningkat sebesar 1,56%, sedangkan permintaan kedelai juga meningkat
sebesar 7,22%. Untuk membandingkan permintaan kedelai terhadap
jumlah penduduk diperoleh pertumbuhan rata-rata sebesar 5,55%. Hasil
simulasi jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai menunjukkan
bahwa jika jumlah penduduk meningkat sebesar 1% maka permintaan
kedelai juga akan meningkat 10,57%.
4.3.1.3 Impor
Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat
positif. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang
diminta maka akan menurunkan volume impor kedelai di Indonesia, dan
sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula
impor kedelai. Perkembangan impor kedelai terhadap permintaan kedelai
terlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perkembangan produksi, permintaan dan impor kedelai
Tahun Produksi
(Ton) Pertumbuhan
(%) Permintaan
Kedelai (Ton) Pertumbuhan
(%) Impor (Ton)
Pertumbuhan (%)
1978 616.599 0 776.599 0 160.000 0 1979 679.825 10,25 897.825 15,61 218.000 36,25 1980 652.762 (3,98) 885.762 (1,34) 233.000 6,88 1981 703.811 7,82 756.811 (14,56) 253.000 8,58 1982 521.394 (25,92) 882.394 16,59 361.000 42,69 1983 536.103 2,82 757.603 (14,14) 221.500 (38,64) 1984 769.384 43,51 2.170.384 186,48 401.000 81,04 1985 869.718 13,04 1.171.675 (46,02) 301.957 (24,70) 1986 1.226.727 41,05 1.585.998 35,36 359.271 18,98 1987 1.160.963 (5,36) 1.447.668 (8,72) 286.705 (20,20) 1988 1.270.418 9,43 1.736.257 19,93 465.839 62,48 1989 1.315.113 3,52 1.705.584 (1,77) 390.471 (16,18) 1990 1.487.433 13,10 2.028.493 18,93 541.060 38,57 1991 1.555.453 4,57 2.128.210 4,92 572.757 5,86 1992 1.869.713 20,20 2.563.846 20,47 694.133 21,19
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
57
Universitas Indonesia
Tahun Produksi (Ton)
Pertumbuhan (%)
Permintaan Kedelai (Ton)
Pertumbuhan (%)
Impor (Ton)
Pertumbuhan (%)
1993 1.708.528 (8,62) 2.432.392 (5,13) 723.864 4,28 1994 1.564.847 (8,41) 2.365.308 (2,76) 800.461 10,58 1995 1.680.007 7,36 2.287.400 (3,29) 607.393 (24,12) 1996 1.517.181 (9,69) 2.263.510 (1,04) 746.329 22,87 1997 1.356.891 (10,56) 1.973.266 (12,82) 616.375 (17,41) 1998 1.305.640 (3,78) 1.648.764 (16,44) 343.124 (44,33) 1999 1.382.848 5,91 2.684.603 62,83 1.301.755 279,38 2000 1.017.634 (26,41) 2.295.319 (14,50) 1.277.685 (1,85) 2001 826.932 (18,74) 1.963.351 (14,46) 1.136.419 (11,06) 2002 673.056 (18,61) 2.038.309 3,82 1.365.253 20,14 2003 671.600 (0,22) 1.864.317 (8,54) 1.192.717 (12,64) 2004 723.483 7,73 1.839.276 (1,34) 1.115.793 (6,45) 2005 808.353 11,73 1.894.531 3,00 1.086.178 (2,65) 2006 747.611 (7,51) 1.879.755 (0,78) 1.132.144 4,23 2007 592.534 (20,74) 2.004.123 6,62 1.411.589 24,68 2008 775.710 30,91 1.944.726 (2,96) 1.169.016 (17,18)
2,08 7,22 14,56
Sumber : BPS, Deptan (diolah)
Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara
untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode
1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar dibandingkan
pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%.
Berdasarkan Tabel 4.6, selama kurun waktu dua puluh dua tahun
(1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap
permintaan kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada
tahun 2000 sampai 2008 persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap
permintaan kedelai lebih besar dibandingkan produksi kedelai. Pada
tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar
776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (±79%
dari permintaan kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor
kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000 ton (±21% dari permintaan
kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya ±44%
(Sambungan Tabel 4.6)
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
58
Universitas Indonesia
dari permintaan kedelai yaitu sebesar 1.017.634 ton, sedangkan impor
kedelai sebesar 1.277.685 ton (±56% dari permintaan kedelai.
Hal ini sesuai dengan keadaan bahwa jika produksi meningkat
maka impor akan berkurang, dikarenakan meningkatnya produksi dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi sebaliknya jika produksi
berkurang, maka pemerintah akan mengimpor kedelai untuk memenuhi
kebutuhan akan kedelai, terlihat jelas dari trend produksi kedelai yang
menurun sejak tahun 1999 yang berdampak terhadap volume impor yang
semakin meningkat setiap tahunnya dalam rangka memenuhi kebutuhan
dalam negeri.
Pada tahun 1998 impor kedelai menurun sebesar 343.124 ton,
sedangkan permintaan kedelai sebesar 1.648.764 ton. hal ini diduga
disebabkan krisis ekonomi yang melanda sebagian besar kawasan Asia
serta pergulatan politik tanah air yang menyebabkan terjadinya
guncangan (shock) pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Peningkatan impor kedelai semakin besar sejak tahun 1999 yaitu
sebesar 1.301.755 ton, hal ini dikarenakan adanya perubahan kebijakan
pemerintah sejak tahun 1998 dimana pemerintah Indonesia menyetujui
paket kebijakan IMF yang membebaskan monopoli impor kedelai oleh
Bulog sehingga kedelai bebas diimpor dan penghapusan tarif bea masuk
kedelai menjadi nol persen.
Jika kita membandingkan produksi dengan data perkembangan
impor kedelai tahun 1998 hingga 2008, dapat terlihat bahwa pada saat
produksi nasional cenderung berfluktuasi dan turun sedangkan kebutuhan
meningkat sehingga timbul ketergantungan impor. Impor kedelai semula
343.124 ton, tetapi pada tahun berikutnya meningkat dengan
pertumbuhan sebesar 279.38% menjadi 1.301.755 ton.
Impor kedelai pada tahun 2000 menurun menjadi 1.277.685 ton
dan tahun 2001 turun lagi menjadi 1.136.419 ton. Akan tetapi pada tahun
2002 meningkat lagi menjadi 1.365.253 ton, mulai tahun 2003-2006
impor kedelai cenderung menurun. Volume impor kedelai mencapai titik
tertinggi pada tahun 2007 sebesar 1.411.589 ton dengan persentase impor
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
59
Universitas Indonesia
terhadap permintaan kedelai sebesar ±70%. Penurunan produksi kedelai
nasional disebabkan membanjirnya kedelai impor yang masuk ke
Indonesia dengan harga lebih murah dan tidak dikenakan tarif/bea masuk
impor.
Produksi kedelai di Indonesia menempati rangking ke-10
dibandingkan produksi kedelai dunia yaitu sebesar 775.710 ton, produksi
kedelai ini hanya sekitar 0,3% dari total produksi kedelai di dunia (FAO,
2008). Walaupun produksi kedelai Indonesia cukup tinggi dibandingkan
negara-negara lain, tetapi produksi kedelai ini belum mencukupi
kebutuhan kedelai di Indonesia sehingga memerlukan impor dari negara-
negara lain.
Produsen kedelai tertinggi ditempati oleh Amerika Serikat dengan
produksi sebesar 80,75 juta ton, Indonesia sebagian besar impor kedelai
dari Amerika Serikat (±50%), Cina (±30%), dan sisanya berasal
Argentina, Brazilia, serta negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia
perlu terus berupaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri
agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai.
Kebijakan pengenaan bea masuk impor kedelai juga dapat dipakai
sebagai alternatif untuk melindungi produsen dalam negeri. Hasil
simulasi dari penelitian ini adalah jika permintaan kedelai meningkat
sebesar 1%, maka impor kedelai akan meningkat sebesar 2,78%. Dan
sebaliknya jika permintaan kedelai menurun sebesar 1%, maka impor
kedelai akan menurun sebesar 2,78%.
4.3.2 Elastisitas
Elastisitas adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu
variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel tak
bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel
bebas) berubah satu persen. Elastisitas permintaan mengukur perubahan
relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan
salah satu faktor yang mempengaruhinya. (Pratahama Rahardja dan
Mandala Manurung, 2004).
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
60
Universitas Indonesia
Nilai elastisitas merupakan angka absolut, disebut elastis jika
mempunyai nilai elastisitas lebih dari 1 (|ε| > 1), dan inelastisitas jika nilai
elastisitas kurang dari 1 (|ε| < 1). Elastisitas permintaan kedelai bertujuan
untuk mengetahui persentase perubahan jumlah permintaan kedelai
terhadap perubahan sebesar satu persen harga kedelai dan variabel-variabel
lainnya.
4.3.2.1 Elastisitas harga dalam negeri terhadap permintaan kedelai
Koefisien harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan kedelai
sebesar -1,894428 diperoleh elastisitas harga kedelai dalam negeri
terhadap permintaan kedelai adalah sebesar -1,894428. Ini berarti bahwa
setiap kenaikan 1% harga kedelai, akan menurunkan permintaan kedelai
sebesar 1,894428%. Perubahan permintaan ini lebih kecil daripada
perubahan harga, karena nilai elastisitas > 1 maka elastisitas permintaan
kedelai terhadap harga kedelai bersifat elastis.
Hasil penelitian Team Fakultas Pertanian IPB (1992) menunjukkan
bahwa elastisitas harga terhadap permintaan bersifat inelastis yaitu -
0,655. Sedangkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
dalam penelitian multikomoditi menghasilkan elastisitas yang bersifat
inelastis sebesar -0,687. Sedangkan penelitian Sahara dan Endang (2003),
Nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk jangka pendek
sebesar –6,675 dan nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk
jangka panjang sebesar –3,3415. Nilai elastisitas permintaan kedelai untuk
jangka pendek lebih kecil daripada nilai elastisitas jangka panjang. Harga
mutlak dari koefisien elastisitas harga lebih besar dari satu menandakan
bahwa permintaan kedelai bersifat elastis atau dengan kata lain kenaikan
harga kedelai diikuti oleh penurunan jumlah kedelai yang diminta dalam
porsi yang lebih besar. Perbedaan angka elastisitas permintaan diatas
disebabkan karena model dan data yang digunakan dalam penelitian
berbeda. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan perubahan harga
kedelai dalam negeri akan memberikan dampak yang besar terhadap
permintaan kedelai di Indonesia.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
61
Universitas Indonesia
4.3.2.2 Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai
Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai dengan
adalah 10,57280. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan jumlah
penduduk sebesar 1%, maka akan meningkatkan permintaan kedelai
sebesar 10,57280%, elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan
kedelai bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006), elastisitas
jumlah penduduk terhadap permintaan bersifat elastis sebesar 2,85.
Dengan demikian jumlah penduduk memberikan dampak yang
besar terhadap permintaan kedelai di Indonesia. Artinya bagi pemerintah,
dengan mengetahui pertumbuhan jumlah penduduk dapat disusun suatu
kebijakan yang mendukung mengenai permintaan kedelai di Indonesia.
Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan yang disarankan untuk mengatasi
permintaan kedelai yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk, yaitu dengan menerapkan program keluarga
berencana, karena selain mengatasi lonjakan jumlah penduduk, juga
dapat menangani permintaan kedelai yang berlebih.
4.3.2.3 Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga dalam negeri
Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga kedelai dalam
negeri adalah 0,191313. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan
harga kedelai internasional sebesar 1%, maka akan meningkatkan harga
kedelai dalam negeri sebesar 0,191313%, elastisitas harga kedelai
internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis (<1).
Hasil yang serupa juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Daris,
Edmon (1993) yang menunjukkan bahwa elastisitas harga kedelai
internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis
sebesar 0,4911. Erwidodo dan Hadi (1999) memperoleh hasil regresi
sebagai berikut: Elastisitas transmisi harga kedelai internasional terhadap
harga kedelai pedagang besar pada periode 1986-96 adalah 0.7152 dan
elastisitas transmisi harga kedelai pedagang besar terhadap harga kedelai
produsen adalah 0.8774. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kebijakan perubahan harga kedelai internasional tidak akan memberikan
dampak yang besar terhadap harga kedelai dalam negeri.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
62
Universitas Indonesia
4.3.2.4 Elastisitas permintaan terhadap impor kedelai
Pada persamaan impor kedelai diperoleh elastisitas permintaan
kedelai terhadap impor kedelai adalah 2,778652. Artinya bahwa setiap
peningkatan 1% permintaan kedelai akan meningkatkan 2,778652%
impor kedelai. Dan sebaliknya penurunan 1% permintaan kedelai akan
menurunkan 2,778652% impor kedelai, elastisitas tersebut bersifat elastis
(>1). Dengan demikian perubahan permintaan kedelai dalam negeri akan
memberikan dampak yang besar terhadap impor kedelai di Indonesia.
Artinya bagi pemerintah dengan mengetahui permintaan kedelai di
Indonesia sebaiknya disusun suatu kebijakan mengenai impor kedelai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daris, Edmon (1993) juga
menunjukkan bahwa elastisitas permintaan terhadap impor kedelai
bersifat elastis sebesar 1,3793. Sedangkan penelitian Widjajanti (2006)
memperoleh elastisitas bersifat elastis sebesar 2,81. Perbedaan nilai
elastisitas ini disebabkan perbedaan data yang berbeda selama penelitian.
4.3.2.5 Elastisitas produksi kedelai terhadap impor kedelai
Sedangkan pada elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai
adalah sebesar -1,263902. Artinya setiap peningkatan produksi kedelai
sebesar 1%, akan menurunkan impor sebesar 1,263902%, dan sebaliknya
setiap penurunan produksi kedelai sebesar 1% akan meningkatkan impor
kedelai sebesar 1,263902%. elastisitas produksi kedelai terhadap impor
kedelai ini bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006)
menunjukkan bahwa elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai
bersifat elastis sebesar -2,71.
Jadi perubahan produksi kedelai memberikan dampak yang besar
terhadap impor kedelai. Dengan melihat kondisi produksi kedelai di
Indonesia, pemerintah sebaiknya menyusun kebijakan mengenai impor
kedelai.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
63
Universitas Indonesia
4.4 Implikasi Kebijakan
Distribusi tingkat kesejahteraan antara produsen dan konsumen diukur
dari besar surplus yang diterima masing-masing pelaku ekonomi, baik
produsen maupun konsumen. Surplus konsumen adalah perbedaan antara
nilai maksimum uang yang ingin dibayar konsumen dengan nilai yang benar-
benar dibayarkan terhadap jumlah tertentu dari suatu produk. Surplus
produsen adalah perbedaan antara nilai uang yang sesungguhnya diterima
oleh produsen dengan nilai minimum yang diinginkan produsen. Besarnya
surplus produsen dan konsumen merupakan indikator penentu arah kebijakan
yang akan dilakukan.
Konsumen yang rasional menginginkan harga komoditas kedelai
murah dan terjangkau oleh daya beli agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Sebaliknya sangat rasional pula apabila para petani menginginkan harga jual
komoditas cukup tinggi agara dapat memperoleh pendapatan yang memadai
sebagai imbalan atas usaha dan investasi yang dilakukan. Untuk memenuhi
keinginan yang nampaknya saling bertentangan itu dan lebih jauh lagi demi
kepentingan ekonomi, sosial dan politik negara yang stabil, maka pemerintah
dapat melakukan intervensi terhadap pasar komoditas kedelai di pasar
domestik melalui berbagai kebijakan.
Selain itu dalam kaitannya dengan perdagangan dunia, suatu
pemerintah dapat pula melakukan proteksi perdagangan komoditas kedelai
untuk melindungi produsen maupun konsumen domestik. Kebijakan yang
berkaitan dengan hal tersebut adalah pengenaan bea masuk untuk impor
kedelai. Kebijakan ini dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi
produsen kedelai di dalam negeri. Bea masuk impor tersebut dimulai sejak
1974 sebesar 30% yang dipertahankan sampai tahun 1982. Sejak tahun 1983
sampai tahun 1993 bea masuk impor kedelai diturunkan menjadi 10% dan
kemudian menjadi 5% pada tahun 1994 sampai 1997.
Sebelum tahun 1998 impor kedelai dimonopoli oleh Bulog. Kebijakan
kuota dapat diterapkan, sehingga volume impor dapat dikendalikan. Pada era
perdagangan bebas tahun 1998, kebijakan kuota impor tidak dapat lagi
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
64
Universitas Indonesia
diterapkan, sehingga pemerintah hanya dapat memberlakukan kebijakan tarif.
Pemerintah telah melakukan liberalisasi sepenuhnya atas perdagangan dan
distribusi berbagai komoditi yang sebelumnya ditangani Bulog.
Pada tahun 1998 sampai 2003 bea masuk impor ditiadakan. Alasan
pemerintah menetapkan bea masuk impor 0 adalah untuk memenuhi
kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada tahun 1999 volume impor mencapai
kenaikan sebanyak 279,38% dari 343.124 ton menjadi 1.301.755 ton, bahkan
pada tahun 2004 total kebutuhan kedelai nasional, 65% berasal dari impor.
Oleh karena itu, pada tahun 2004 sampai 2007 bea masuk impor dinaikan
kembali menjadi 10%. Kemudian pada tahun 2008 bea masuk impor kembali
dihapuskan. Belum berlakunya bea masuk impor pada saat ini menyebabkan
jumlah kedelai impor semakin banyak, sehingga harga kedelai dalam negeri
jatuh dan petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu pengendalian
impor dan pengamanan pasar dalam negeri perlu ditingkatkan.
Kebijakan bea masuk impor berpengaruh terhadap besarnya volume
impor kedelai. Dampak pengenaan bea masuk impor terhadap perdagangan
yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor (Salvatore,
1997). Beberapa negara ASEAN juga menerapkan bea masuk terhadap
kedelai, misalnya Thailand menerapkan bea masuk 5%. Negara-negara lain
juga melakukan perlindungan terhadap petani kedelai di negaranya dengan
berbagai cara, yaitu melalui penetapan tarif impor atau penetapan kuota
impor. Misalnya, Jepang meskipun menetapkan bea masuk impor kedelai nol
persen, tetapi mensyaratkan aturan karantina yang ketat melalui Plant
Quarantine Law dan Food Sanitation Law. Amerika Serikat juga menetapkan
tarif impor 4,4 sen per kilogram. Cina menetapkan ceiling binding 180
persen. Korea Selatan memberlakukan kuota dengan tarif kuota 503.2988
won per kilogram. Cile dengan advalorem tariff sebesar delapan persen,
Papua New Guinea dengan tarif bea masuk produk kedelai sebesar 11 persen.
Peluang untuk menetapkan tarif impor terbuka lebar.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
65
Universitas Indonesia
Penilaian terhadap penerapan kebijakan bea masuk impor umumnya
difokuskan pada dampak yang ditimbulkan terhadap produsen, konsumen,
dan pemerintah. Gambar 4.1 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan
konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor)
pada pasar komoditas kedelai. Harga barang-barang normal di pasar dunia
lebih murah daripada di pasar dalam negeri. Namun harga yang berlaku di
pasar dalam negeri menjadi sama dengan harga yang berlaku di pasar
internasional apabila ada impor yang dapat menutup defisit produksi (yaitu
selisih antara produksi dan konsumsi).
Pada kondisi 1 : (Ada kebijakan tarif impor yang menyebabkan harga
kedelai yang berlaku di pasar dalam negeri (PD1) lebih tinggi daripada harga
dunia (Pw) dengan selisih T). Pada posisi ini, jumlah produksi adalah QM1 =
QD1 – QS1, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah sebesar
daerah segiempat NURS. Surplus produsen adalah sebesar daerah segitiga
(LUPD1) yang lebih kecil daripada surplus konsumen yaitu sebesar daerah
segitiga (KR PD1). Perubahan kesejahteraan masyarakat (surplus ekonomi)
total adalah daerah LURK karena ada surplus ekonomi yang hilang (dead
weight loss) sebesar daerah segitiga MNU dan RST.
Pada kondisi 2 : (Tanpa kebijakan tarif impor, harga yang berlaku di
pasar dalam negeri turun dari PD1 menjadi sama dengan harga dunia (Pw).
Pada posisi ini, jumlah produksi turun menjadi QS2, jumlah konsumsi
(permintaan) meningkat menjadi QD2, jumlah impor meningkat menjadi QM2
= QD2 – QS2, dan penerimaan pemerintah dari tarif impor menjadi nol. Surplus
produsen turun menjadi sebesar daerah segitiga LMPW, yang semakin jauh
lebih kecil daripada surplus konsumen yang meningkat menjadi sebesar
daerah KT PW. Surplus ekonomi total meningkat menjadi sebesar daerah
LMTK.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
66
Universitas Indonesia
(a). Kondisi 1 (Ada Kebijakan Tarif impor)
(b). Kondisi 2 (Tanpa Kebijakan Tarif impor)
Gambar 4.1. Dampak Kebijakan Tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen
Gambar 4.1 mengilustrasikan dampak kebijakan tarif impor kedelai di
Indonesia. Jika pemerintah menghilangkan seluruh biaya tarif impor, maka
perdagangan kedelai di Indonesia akan berada pada kondisi 2. Perbedaan
kinerja perdagangan kedelai nasional antara kondisi 2 dan kondisi 1 dianggap
merupakan dampak dari penerapan kebijakan menghilangkan tarif impor.
P
Q
S
D
Pe PD1
Pw
E
U R
M N S T
QS2 Q S1 Qe Q D1 Q D2
K
L
Tarif
QS2 Qe Q D2
D
S
E
T M Pw
Pe
L
K
Q
P
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
67
Universitas Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa berbagai ukuran dalam mengukur
kesejahteraan masyarakat seperti surplus konsumen, surplus produsen, dan
surplus ekonomi dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari berbagai
kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis dari teori permintaan, maka pada saat tarif
impor diberlakukan harga kedelai impor akan meningkat dan mengakibatkan
menurunnya jumlah permintaan dibandingkan dengan tanpa dikenakannya
tarif. Akibat lebih lanjut dari peningkatan harga ini akan mendorong kenaikan
harga kedelai dalam negeri sedemikian rupa sehingga produksi akan ikut
meningkat. Setelah mengalami penyesuaian, maka penurunan permintaan dan
peningkatan produksi kedelai akan mengakibatkan jumlah impor kedelai
mengalami penurunan. Penurunan impor kedelai ini juga menyebabkan GDP
meningkat, hal ini sesuai dengan teori makroekonomi, jika jumlah impor
menurun maka GDP akan meningkat. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa pengenaan tarif impor berdampak pada aspek konsumsi (permintaan)
domestik yang menurun, aspek produksi domestik meningkat, dan
kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga. Oleh karena itu peningkatan
bea masuk impor kedelai perlu diikuti dengan pengaturan harga kedelai
dalam negeri guna untuk meningkatkan surplus konsumen yang
mempengaruhi aktivitas konsumsi.
Secara umum, dengan penurunan tarif impor yang sejalan dengan
agenda AFTA berdampak terhadap penurunan harga kedelai impor, sehingga
permintaan kedelai impor meningkat dan produksi kedelai dalam negeri
menurun. Akibatnya, penurunan tarif impor kedelai maka jumlah impor
semakin besar, hal ini akan menyebabkan GDP menurun. Penurunan tarif
impor ini berdampak pada meningkatnya kesejahteraan konsumen dan
menurunnya kesejahteraan produsen. Sementara itu, penerimaan pemerintah
terus menurun sejalan dengan penurunan tarif impor dan nilai tukar rupiah.
Kesejahteraan konsumen meningkat dengan penurunan tarif impor
kedelai karena konsumen dapat membeli kedelai dengan harga yang lebih
murah dan jumlah barang yang dikonsumsi lebih banyak. Sebaliknya,
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.
68
Universitas Indonesia
produsen domestik mengalami kerugian dengan penurunan tarif impor karena
harus bersaing dengan produk kedelai impor yang harganya menjadi relatif
lebih murah. Berkenaan dengan hal ini, maka penerimaan pemerintah dari
pengenaan tarif impor hendaknya dapat dimanfaatkan untuk mendanai
berbagai upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri.
Analisis permintaan..., Dwi Sartika Adetama, FE UI, 2011.