bab 4 analisis data penelitian - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab4/bab 4_09-49..pdf ·...
TRANSCRIPT
43
BAB 4
ANALISIS DATA PENELITIAN
4.1 Instrumen Penelitian
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia
Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia
serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di
antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan
Antara). Terdiri dari 18.677 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia. Dengan populasi sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2007,
Sumber (http://www.idsirtii.or.id/Indonesia.html )
44
Jaringan lokal internet Indonesia memiliki dua coreutama yaitu coreIIX
(Indoneisa Internet Exchange) dibawah pengelolaan APJII (Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia). Core kedua yaitu core OIXP (Open Internet Exchange
Point) dibawah pengelolaan PT. IDC (Internetindo Data Center) Indonesia. Kedua
core ini tidak memiliki interkonesi satu dengan yang lainnya karena memiliki
perbedaan visi dan misi antara kedua pengelola core tersebut. Semua penyedia
Internet Service Provider (ISP) di Indonesia memiliki interkoneksi kedua core
tersebut untuk dapat terkoneksi ke seluruh layanan internet service di Indonesia.
Gambar 4.1 Topologi Jaringan Intenet di Indonesia
45
4.1.1 PT IDC Indonesia dengan OIXP (Open Internet eXchange
Point)
NICE (National Inter Connection Exchange) adalah suatu komunitas dari para
ISP yang memiliki interkoneksi ke OIXP. NICE diselenggarakan dengan
mengutamakan prinsip musyarah bersama antar para anggotanya (ISP). Semua
kebijakan peraturan yang berhubungan dengan NICE akan dibicarakan secara terbuka
didalam milis (http://www.mail-archive.com/[email protected]). NICE dikelola
oleh Bpk Johar Alam yang dimana beliau juga adalah pemilik dari PT.IDC Indonesia.
NICE biasanya juga disebut OIXP dimana bentuk fisiknya adalah sebuah router
Cisco 7609 yang digunakan sebagai network exchange point dari para ISP di
Indonesia. Untuk informasi mengenai kebijakan dan peraturan teknis dari OIXP dapat
diakses di http://www.openixp.net/
4.1.1.1 PT IDC ( Internetindo Data Center) Indonesia
PT IDC Indonesia bertempat di gedung cyber lantai 7. Service yang
ditawarkan PT.IDC Indonesia adalah Co-location Service, dimana perusahaan atau
ISP dapat menyewa rak untuk penempatan server dan perangkat jaringan. PT IDC
46
Indonesia adalah perusahaan yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan
pengoperasian core OIXP yang digunakan sebagai salah satu internet exchange point
di Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut mengenai PT. IDC Indonesia dapat di
akses melalui www.idc.co.id
4.1.2 APJII dengan IIX (Indonesia Internet Exchange)
4.1.2.1 APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia)
APJII adalah sebuah Asosiasi para penyedia jasa Internet di Indonesia, dimana
APJII berdiri pada tanggal 15 Mei 1996. APJII dibentuk oleh para anggotanya untuk
menjalankan program kunci yang dinilai strategis untuk pengembangan jaringan
internet di Indonesia. Program-program tersebut adalah :
1. Tarif Jasa Internet
2. Pembentukan Indonesia-Network Information Center [ID-NIC]
3. Pembentukan Indonesia Internet Exchange [IIX]
4. Negosiasi Tarif Infrastruktur Jasa Telekomunikasi
5. Usulan Jumlah dan Jenis Provider
APJII memberikan layanan-layanan menguntungkan bagi anggota, diantaranya
adalah:
1. Koneksi IIX [Indonesia Internet Exchange].
47
2. APJII NIR [Alokasi IP Address dan AS Number]
3. Penyelenggaraan komunikasi dan konsultasi diantara anggota, antara anggota
dengan Pemerintah, antara anggota dengan asosiasi/organisasi semitra
didalam dan diluar negeri, serta antara anggota dengan dunia usaha pada
umumnya
4. Penyediaan sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan kebutuhan
anggota
5. Perlindungan kepentingan anggota, memberikan masukan kepada Pemerintah
melalui departemen terkait mengenai berbagai masalah demi kepentingan
anggota
6. Penyelenggaraan Seminar dan Training
MISI DAN TUJUAN
APJII memiliki misi dan tujuan sebagai berikut :
1. Membantu para anggota dalam menyediakan jasa Internet yang berkualitas
bagi masyarakat Indonesia.
2. Memasyarakatkan Internet dalam menunjang pengembangan sumber daya
manusia di Indonesia.
3. Mendukung terciptanya peluang bisnis pengusaha Indonesia melalui
penyediaan sarana informasi dan komunikasi global.
48
4. Membantu pemerintah dalam usaha pemerataan ekonomi di tanah air melalui
kesempatan akses terhadap informasi dan komunikasi secara merata di seluruh
pelosok Indonesia.
5. Membantu para anggota dalam menyediakan sumber-sumber informasi
mengenai Indonesia.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia dalam kerjasama
Internasional.
TUGAS-TUGAS POKOK APJII
APJII mempunyai tugas-tugas pokok sebagai berikut:
1. Membina dan mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara para
anggotanya.
2. Melindungi kepentingan para anggota.
3. Membantu usaha arbitrase dalam arti menengahi, mendamaikan dan
menyelesaikan diantara anggota.
4. Menyelenggarakan komunikasi dan konsultasi antar anggota, antara anggota
dengan Pemerintah dan antara anggota dengan asosiasi/organisasi semitra di
dalam dan luar negeri, serta dunia usaha pada umumnya.
5. Menyelenggarakan hubungan dengan badan perekonomian dan badan-badan
lain yang berkaitan dengan dan bermanfaat bagi APJII, baik nasional maupun
Internasional.
49
6. Menjadi mitra Pemerintah dalam membangun sarana informasi dan
komunikasi Nasional dan Internasional, sehingga seluruh sumber daya yang
ada dapat digerakkan secara terpadu, efisien dan efektif.
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur dan perangkat APJII terdiri dari :
1. Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa
2. Dewan Pelindung/Pembina
3. Dewan Pengurus
a. Anggota Dewan Ketua
b. Sekretaris Jenderal
c. Bendahara
4. Badan Pelaksana Harian
50
4.1.2.1 IIX
Tujuan program IIX adalah membentuk jaringan interkoneksi nasional yang
memiliki kemampuan dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan yang ada, untuk
digunakan oleh setiap Penyelenggara Jasa Internet yang memiliki ijin beroperasi di
Indonesia. Pada saat ini program IIX tidak mempunyai tanggal berakhirnya program
secara keseluruhan, melainkan dibagi atas tahapan-tahapan yang akan dikembangkan
secara terus-menerus.
51
Gambar 4.2 Gambar Topologi IIX
4.3 Analisis Umum Internet di Kawasan Asia
Tabel 4.1 Jumlah Populasi Internet Dunia Tahun 2008
52
Jika dilihat dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa kawasan Asia adalah memiliki
pengguna internet terbesar dengan persentase 39,5% dari seluruh pengguna internet dunia.
Hal ini dirasakan wajar dikarenakan kawasan Asia memiliki populasi penduduk yang paling
tinggi diseluruh dunia. Dengan tingkat pertumbuhan pengguna sebesar 406,1 % dari tahun
2000‐ 2002 , dirasakan cukup kecil jika dibandingkan dengan kawasan kawasan lain yang
jumlah penduduknya lebih kecil dari kawasan Asia.
Grafik 4.1 Penetrasi Pengguna Internet Dunia
Berbeda dengan tingkat pengguna, tingkat penetrasi Internet, kawasan Asia hanya
15,3% lebih kecil jika dibandingkan dengan kawasan timur tengah dengan tingkat penetrasi
mencapai 21,3%. Ini artinya dari 3,7 milyar penduduk Asia hanya 15,3% diantara yang punya
kemampuan mengakses Internet. Berbeda sekali dengan Amerika Utara. Dimana tingkat
53
penetrasi Internet dikawasan tersebut mencapai 73,6% dari jumlah populasi sekitar 337juta
jiwa.
54
Tabel 4.2 Tabel Pengguna Internet di Negara-negara kawasan Asia
Dari table 4.2 dapat dilihat bahwa Indonesia sendiri diperkirakan tingkat
penetrasinya hanya 10,3% dari perkiraan jumlah populasi 237,5 juta jiwa. Untuk
Asia, tingkat penetrasi tertinggi diduduki oleh negara Jepang dengan 73,8%. Dan
untuk negara yang memiliki pengguna intenet tertinggi di kawansan Asia, Indonesia
menempati peringkat di urutan ke lima setelah Korea Selatan ( Grafik 4.3).
55
Grafik 4.2 Peringakat Negara Pengguna Internet di Kawasan Asia
Dari data-data yang disajikan diatas dapat dilihat bahwa kawasan Asia
khususnya Indonesia memiliki kenaikan yang cukup signifikan untuk pengguna dan
pelanggan internet dari tahun 2000 sampai dengan 2008 kenaikan mencapai 1.150 %
pengguna internet, berarti setiap tahunnya Indonesia memiliki rata-rata kenaikan
sebesar 143,75 % pengguna internet. Melihat perkembangan tersebut sudah dapat
dirasakan bahwa jaringan internet Indonesia memiliki nilai pangsa pasar yang cukup
besar. Hal ini dapat juga dilihat dari perkembangan jumlah ISP (Internet Service
56
Provider) yang berdiri sejak tahun 1999 – 2007 yang telah mencapai 202 ISP yang
teregister ( Tabel 4.2 )
Tabel 4.3 Jumlah ISP dan NAP yang terdaftar menjadi Keanggotan APJII
4.4 Analisis Biaya dan Manfaat dengan adanya Internet Exchange
Point ( IIX and OIXP)
4.4.1 Pra Sebelum adanya Internet Exchange Point
57
Gambar 4.3 Topologi Network Indonesia Sebelum adanya Internet Exchange
Point
Sebelum adanya Internet Exchange Point semua ISP di Indonesia memiliki
koneksi ke masing-masing NAP (Network Access Provider) yang ada di Amerika
Serikat , Singapore, dan Jepang (Gambar 4.3). Hal ini menyebabkan banyaknya
devisa yang terbuang keluar negeri, karena bandwith untuk koneksi international pada
saat itu mahal. Hal tersebut akan membebani membebani biaya operasional para ISP.
Pasalnya, hubungan lokal dilakukan dengan menggunakan jalur SLI. Tingginya biaya
operasional ini menyebabkan para ISP berlomba-lomba mencari pelanggan untuk
menutupi biaya operasional dan sewa bandwith lihat (Tabel 4.4). Namun sayangnya,
58
banyaknya pelanggan tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas sambungan
internasional. Akhirnya, internet pun menjadi lambat.
Tabel 4.4 Harga Leased Line International Connection at year 2000
Secara teknikal konfigurasi netwok pada masa tersebut sangat lah tidak efisien
dikarenakan komunikasi antar ISP lokal harus melewati koneksi ke International
terlebih dahulu. Ilustrasinya sebagai berikut misalkan pada waktu itu ada 2 ISP (A
dan B). ISP A terhubung ke jalur utama Internet dunia (biasa disebut tier-1) melalui
Global One (Amerika Serikat) sedangkan ISP B terhubung lewat A-Bone (Jepang).
Jika pengguna ISP A ingin mengirimkan email atau melakukan chatting dengan
temannya yang menggunakan ISP B, ia harus melewati jalur ke Amerika Serikat
terlebih dahulu, baru ke Jepang, lalu kembali lagi ke Amerika Serikat, dan balik lagi
ke Indonesia.
4.4.2 Pasca Sesudah adanya Internet Exchange Point
59
Gambar 4.4 Topologi Network Indonesia Setelah adanya Internet
Exchange Point
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dibentuk pada
tahun 1996 pun mengenali adanya masalah ketidak efisiensi dalam hal koneksi
dintara semua ISP di Indonesia (Gambar 4.4). Pembangunan IIX menjadi salah satu
program utama APJII di masa awalnya berdiri . IIX pertama mampu menangani
delapan koneksi serial yang masing-masing berkapasitas 2 Mbps. Node itu juga
memiliki 4 port ethernet 10 Mbps yang masing-masinig tersambung ke hub 16 port.
Setelah adanya Internet Exchange Point maka secara teknikal koneksi anatar ISP
semakin cepat dikarenakan lalu lintas data hanya melewati beberapa hope saja untuk
60
sampai ke masing-masing ISP. Pada saat ini setiap ISP sudah terhubung ke Internet
Exchange Point dengan menggunakan interface GigabitEthernet dengan kapasitas 1
Gbps. Dengan kondisi tersebut maka setiap ISP tidak perlu khawatir lagi akan adanya
bootleneck koneksi ke ISP lainnya.
4.4.3 Manfaat Terkoneksi ke Exchange Point (IIX and OIXP)
Para ISP yang terkoneksi ke IIX dan OIXP memiliki banyak sekali
keuntungan yang didapat antara lain :
1. Merupakan jalur alternatif untuk saling terinterkoneksi dengan semua
ISP di seluruh Indonesia selain menggunakan koneksi International
Backbone .
2. Terkoneksi dengan lebar pita (bandwith) yang tinggi antar ISP di
Indonesia.
3. Memberikan kesempatan kepada para ISP dan Content Provider untuk
menawarkan produk-produk mereka yang membutuhkan bandwith
yang tinggi seperti VOIP, Video Streaming, Video Conference, IP TV,
dll.
4. Beban biaya koneksi murah karena tujuan dari Exchange Point adalah
untuk mengurangi biaya operasional dari setiap ISP yang terkoneksi
sehingga harga koneksi internet yang dijual dapat ditekan dan lebih
terjangkau oleh konsumen di Indonesia. . Rata-rata setiap ISP pada
61
masa awal dibentuknya Exchange Point dapat menghemat
US$70.000. Bahkan, sebuah ISP mampu menghemat rata-rata
US$250.000/bulannya dalam waktu delapan bulan setelah terhubung
ke Exchange Point.
5. Mengurangi ketergantungan terhadap koneksi International Backbone
jika terjadi permasalah teknis dan bencana (disaster), contoh kasus
gempa bumi berkekuatan 7,2 Skala Ritcher yang mengguncang
Taiwan dan menyebabkan gelombang tsunami yang merusak kabel
fiber optic bawah laut serta landing station yang ada di Taiwan
sehingga menyebabkan koneksi Internet Indonesia ke International
menjadi terputus.
4.5 Analisis Disaster recovery Plan Exchange Point (OIXP dan IIX)
4.5.1 Disaster reovery Plan OIXP
Core OIXP yang dibawah naungan NICE dan PT IDC Indonesia tidak
memiliki disaster reovery plan. Hal ini disebabkan karena core network ini dibentuk
dari kumpulan komunitas dari para ISP dan Internet Content Provider (ICP) seperti
Game Online Publisher, Portal berita, Mobile Internet Content Provider, dan lain
lain. Sekitar 95% traffic internet lokal Indonesia menggunakan akses dari Core OIXP.
Dari hasil survei dilapangan core OIXP tidak memiliki disaster reovery plan
sama sekali dikarenakan keterbatasan biaya dalam melakukan perancangan.
Komunitas NICE dibentuk dengan pertimbangan untuk mengurangi biaya
62
interkoneksi dari para anggotanya, sehingga komunitas ini pun tidak menarik iuran
ataupun biaya yang dibebankan anggotanya. Peralatan yang digunakan sekarang yaitu
Router Cisco 7609 Series merupakan sumbangan dari PT.IDC Indonesia untuk
komunitas ini. Semua biaya operasional dari Core OIXP dibebankan semuanya ke
PT.IDC Indonesia karena core tersebut bercolocation di Data Center PT.IDC
Indonesia di gedung cyber lantai 7. PT.IDC Indonesia dan NICE selaku penanggung
jawab tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun redundancy dan disaster
reovery dari core OIXP, karena pada waktu investasi awalnya core OIXP sudah
memakan dana yang cukup besar sekitar $100.000 US.
4.5.2 Disaster reovery Plan IIX
Core IIX yang dibawah naungan APJII pada dasarnya tidak memiliki disaster
reovery plan yang disiapkan untuk menghadapi suatu disaster (bencana). Pada
prakteknya jaringan IIX di desain untuk memudahkan para ISP yang tidak memiliki
koneksi ke gedung cyber dapat terkoneksi ke node IIX yang terdekat dengan ISP
tersebut. Untuk ilustrasinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 4.5).
63
Gambar 4.5 Topologi Redudancy Jaringan IIX
Saat ini terdapat tiga node utama IIX yang terhubung dengan backbone Fiber
Optic dan topology ring yang menjadi interkoneksi utama backbone ke koneksi IIX
lainnya seperti ke IIX Korwil yang berada di daerah-daerah dan IIX khusus e-gov
seperti pemerintahan, militer dan pendidikan (JARDIKNAS), ketiga tempat tersebut
adalah :
o IIX 1 berada di Gedung Telkom Grha Citra Caraka, Jl. Jend. Gatot
Subroto 52 dan direlokasi ke Gedung Arthatel
o IIX-2 terletak di Gedung Cyber Jl. Kuningan Barat No. 8 Jakarta
o IIX-3 berada di Annex Building Suite 101 AB Plaza Kuningan Jl. H.R.
Rasuna Said Kav C 11 – 14
Sumber (http://ilkom.unsri.ac.id/dfiles/materi/internet/IIX.pdf)
64
Dalam mengembangkan pelaksanaan teknisnya, IIX-APJII memperhatikan
peta jaringan fisik dan pertimbangan non-teknis seperti keterkaitan dengan network
provider yang sudah ada seperti Telkom, Indosat dan Satelindo. Oleh karena itu
bentuk jaringan IIX-APJII akan berupa segitiga yang menghubungkan pusat-pusat
jaringan Telkom, Indosat dan NAPINFO (di Jakarta). PJI yang kebetulan berada di
dalam lokasi gedung-gedung tersebut akan dapat terhubung secara langsung ke
jaringan IIX-APJII, sedangkan PJI uang berada di luar segitiga dihubungkan ke salah
satu titik yang terdekat.
Konfiguasi tersebut pada saat ini dianggap sebagai solusi terbaik berdasarkan
berdasarkan pertimbangan berikut ini:
1. Telkom dan Indosat adalah penyedia sirkit telekomunikasi
internasional, yang dibutuhkan PJI untuk menghubungkan
jaringannya ke internet.
2. Telkom adalah penyedia sirkit telekomunikasi domestik, yang
dibutuhkan PJI untuk mengembangkan jaringannya di Indonesia.
3. Banyaknya PJI yang menempatkan pusat jaringannya di dalam gedung
Telkom, Indosat dan NAPINFO (di Jakarta).
4. Tersedianya infrastruktur telekomunikasi yang memadai di ketiga
gedung tersebut di atas.
65
5. Dengan memiliki 3 (tiga) simpul utama, kehandalan jaringan lebih
bisa dijaga dibanding hanya mengandalkan 1 (satu) simpul.
Untuk skala Nasional IIX sudah memiliki pengembangan sampe ke kota besar
yang menurut APJII memiliki penetrasi internet yang cukup signifikan. Topologi
jaringan IIX secara nasional dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 4.6 )
Gambar 4.6 Topologi Pengembangan Jaringan IIX dalam Skala Nasional
Dengan menggunakan Topologi seperti gambar 4.6 , maka ISP yang
beroperasi di daerah-daerah dapat menggunakan salah satu jalur koneksi ke IIX di
66
Jakarta tanpa harus membangun koneksi sendiri ke Jakarta yang akan memakan
biaya yang cukup besar.
4.6 Indentifikasi dan Analisis Resiko bencana (Disaster) dan
Ancaman (Threats)
Gambar 4.7 Komponen yang Mempengaruhi Sebuah Resiko
Untuk mengetahui kerugian yang diakibatkan oleh sebuah bencana kita harus
mengetahu terlebih dahulu faktor-faktor resiko apa saja yang ditimbulkan oleh
sebuah bencana seperti lokasi (location), cakupan (scope) , efek (impact), waktu
67
yang mengakibatkan system tidak dapat beroperasi (downtime), prediksi kerugian
(predictability), peringatan dini terhadap munculnya suatu resiko (advance warning)
, dan kemungkinan- kemungkinan resiko lain yang timbul (likelihood).
Penelitian ini akan membagi resiko dan ancaman menjadi 5 layer, yang
dimana setiap layer tersebut akan melihat impact (efek) yang terjadi di internal dan
eksternal dari kedua core:
1. Resiko Eksternal (External Risk), Layer 1
Didalam resiko eksternal yang mungkin terjadi pada kedua core akan dibagi
lagi menjadi beberapa kemungkinan disaster (bencana) yang dapat
disebabkan oleh:
a. Bencana Alam
Bencana Alam yang mungkin terjadi seperti gempa dan banjir.
Kedua core nnetwork terletak di gedung yang sama yaitu di gedung
cyber, dimana core OIXP berada di lantai 7 dan core IIX di lantai 1
gedung cyber.Jika terjadi ganguan gempa dan mengakibatkan gedung
cyber menjadi roboh maka kedua core akan mengalami kerusakan
yang cukup fatal dan mengakibatkan routing seluruh ISP di Indonesia
akan menjadi kacau dan akan kondisi tersebut akan kembali ke masa
sebelum adanya Exchange Point. Banjir dapat menyebabkan
68
terputusnya koneksi ke gedung cyber, sehingga para ISP terkoneksi
menggunakan jalur Fiber Optic ke gedung cyber akan terputus dan
harus menggunakan media lain seperti koneksi Wireless untuk dapat
tetap terkoneksi ke gedung cyber
b. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia (Man-Made Risk)
Hal dapat terjadi jika akses ke data center tempat diletaknya
router Exchange Point tidak diperketat. Pemberian akses ke data center
hanya diberikan kepada teknisi yang menjadi perwakilan setiap
perusahaan atau ISP yang telah melakukan registrasi nama terlebih
dahulu dan membawa access card yang diberikan oleh pihak data
center ketika akan masuk ke ruangan data center. Sehingga
kemungkinan data center dimasuki oleh orang yang tidak dikenal
ataupun orang yang akan melakukan pengrusakan dapat dihindari.
c. Kesalahan Konfigurasi (Human Error)
Dari faktor manusia yang menjadi permasalahan utama adalah
kesalahan konfigurasi dari para Network Administrator , sehingga
menyebabkan ketidakstabilan interkoneksi antara node yang saling
terkoneksi. Seperti kesalahan mengconfigure BGP (Border Gateway
Protocol) yang menjadi protocol komunikasi antar router menyebabkan
bocornya routing dan akan membuat interkoneksi ke semua ISP menjadi
terganggu.
69
2. Facility Wide Risk ( Resiko terhadap Fasilitas secara keseluruhan), Layer 2
a. Kerusakan akibat masalah kelistrikan (Electricity Failure)
Jika pasokan listirk dari gedung mati maka akan menyebabkan
router tidak dapat bekerja. Biasanya kedua router ini memiliki back up
UPS (Uninterruptible Power Supply) , tetapi back up UPS ini
memiliki keterbatan waktu sehingga jika listrik dari gedung mati terlau
lama maka router akan mati karena UPS tidak dapat lagi mensupply
listrik ke router.
b. Kebakaran (Fire)
Didalam gedung data center tempat ditempatnya kedua core
network memiliki alat pemadan kebakaran yang cukup memadai
seperti pemakain FM-200 (waterless fire extinguishers) yang
menggunakan media gas, alat pemadan jenis seperti ini banyak
digunakan di data center karena tidak menggunakan media air sebagai
pemadamnya karena air dapat menyebabkan kerusakan perangkat
elektronik.
c. Kekuatan Struktur Gedung ( Building Structural)
70
Kedua coreberada yang digedung cyber, dimana coreIIX
berada di lantai 1 sedangkan core OIXP berada di lantai 7. Yang
menjadi sedikit perhatian adalah pada core OIXP dimana lantai 7
gedung cyber tersebut adalah tempat collocation para ISP dan Content
Provider yang menyewa rack untuk collocation server. Dari segi
structural gedung lantai 7 memiliki tekanan tonase yang sangat besar
karena banyak-nya penempatan server. Hal ini sangat berbahaya jika
terjadi gempa bumi (earthquake) yang dimana beberapa tahun
belakanga ini Indonesia sering dilanda gemba bumi dengan intensitas
yang cukup besar. Untuk itu perlu menjadi perhatian untuk pengelola
core OIXP bahwa untuk selalu melakukan audit terhadap struktural
gedung cyber secara berkala karena kemungkinan akan terjadi
kerobahan atau ambruknya gedung cyber jika melewati batas yang
tonase yang dianjurkan karena semakin bertambahnya colocation
server di PT IDC Indonesia.
d. Pelanggaran Keamanan (Security)
• Sabotase (Sabotage)
Gedung Cyber termasuk salah satu gedung yang
dilindungi oleh negara karena di gedung ini ditempatkannya
core network Internet Indonesia. Sehingga gedung ini akan
71
menjadi prioritas perlindungan jika terjadi suatu ancaman atau
sabotase dari pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.
• Ancaman Bom (Bom Thread)
Gedung Cyber memiliki pengamanan yang cukup ketat
, karena setiap kendaraan yang akan memasuki gedung cyber
akan diperiksa secara ketat oleh pihak keamanan gedung. Tapi
kemungkinan assesment mungkin saja masih dapat terjadi,
karena Gedung Cyber merupakan salah gedung yang paling
vital karena menjadi pusat routing koneksi internet seluruh
Indonesia. Jika gedung cyber mendapat serangan teroris seperti
bom maka seluruh koneksi internet lokal Indonesia akan
terputus dan akan menyebabkan kerugian yang cukup besar
bagi negara Indonesia.
3. Data System Risk ( Resiko terhadap Data Sistem), Layer 3
a. Kerusakan Hardware (Hardware Failure)
• Kegagalan Supply Listrik (Power Supply Failure)
Power Supply merupakan menyuplai tenaga atau listrik
bagi router yang digunakan sebagai Exchange Point (OIXP dan
72
IIX). Untuk itu perlu digunakan suatu system power supply
yang redundant sehingga jika salah satu power supply rusak
maka akan ada backup dari power supply yang lain. Router
OIXP dan IIX sudang menggunakan system redundant power
supply sehingga kemungkinan untuk operation failure akibat
power supply sangat minim terjadi karena sudah dipersiapkan
oleh pengelola.
• Kerusakan Interface Router (Interface Failure)
Kerusakan dari perangkat interface dari perangakat
jaringan sangat jarang sekali terjadi selama beroperasinya
kedua core. Ketersedian interface jaringan masih cukup
memadai di kedua core, karena masih banyak interface yang
belum dipakai, sehingga jika terjadi interface failure maka
tinggal menggantinya dengan interface yang masih tersedia.
• Kerusakan Kabel (Cabel Failure)
Jenis kabel yang digunakan pada perangkat jaringan di
kedua coreadalah UTP (Unshileded Twisted Pair) Category 6
dan Fiber Optic. Kedua kabel ini digunakan karena dapat
menampung traffic yang cukup tinggi bahkan hampir 1 Gbps
(Gigabit per second). Untuk masalah kabel jarang sekali terjadi
permasalahan selama beroperasinya kedua core. Disetiap data
73
center biasanya memiliki cadangan atau stock kabel sehingga
jika dari hasil troubleshooting ternyata didapat masalah kabel
maka dapat langsung diganti dengan yang baru dak tidak
memakan waktu yang lama.
b. Kerusakan Software (Software Failure)
IOS (Internetwork Operating System) adalah system operasi
yang digunakan pada router, jika system operasi ini mengalami
masalah maka ketstabilan interkoneksi antar router akan menjadi
terganggu karena router yang saling terkoneksi tidak dapat
melakukan update routing table. IOS menggunakan platform UNIX
yang cukup stabil karena tidak memerlukan banyak sumber daya
dari processor. Masalah seperti ini jarang sekali terjadi di kedua
core.
4. Departmental Risk ( Resiko dari Tiap Departemen atau organisasi yang
berhubungan),Layer 4
Jika terjadi suatu permasalahan di kedua core maka yang paling terasa
impact nya adalah semua ISP yang terkoneksi kedua core tersebut. Karena
kedua core adalah tempat exchange point dari semua traffic lokal internet
dari semua ISP di Indonesia. Jika assessment terjadi di kedua core maka
kemungkinan yang akan terjadi adalah :
74
Semua traffic internet lokal Indonesia akan dirouting melewati
jalur Interkoneksi International para ISP.
Koneksi Internet menjadi lambat karena kapasitas Bandwith
Internasional Indonesia sangant minim sekali. Karena badwith
lokal akan digabung dengan bandwith International.
Kerugian yang dialami ISP akan cukup besar , terutama ISP
yang bandwith lokalnya melebihi traffic bandwith international
yang mereka miliki.
Content Provider seperti game online yang semua traffic nya
menggunakan kedua core akan tidak dapat beroperasi karena
para ISP hanya akan memprioritaskan traffic untuk sektor lain
yang lebih krusial.
Kerugian sektor riil yang banyak menggunakan traffic lokal
akan sangat besar karena tidak banyak data yang dapat dikirim
melalui internet karena keterbatasan bandwith international.
5. Internal Risk ( Resiko bagi Internal Organisasi ), Layer 5
APJII dan PT.IDC selaku pengelola kedua core akan banyak
menghadapi complaint jika kedua lembaga tersebut tidak bisa cepat
melakukan recovery dengan cepat karena masalah ini akan menjadi bencana
75
nasional Indonesia. Kredibilitas lembaga itu akan dipertanyakan dalam
mengelola kedua core.
Tabel 4.5 Tabel Risk Assesment
Risk Assesment Form
Likelihood Impact Restoration
Time
Score
Grouping Risk 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 1000
Layer 1
Bencana Alam Earthquake 8 10 10 800
Flood 8 7 8 448
Man-Made
Risk
2 7 5 70
Human Error 8 5 10 400
Layer 2
Electricity
Failure
3 10 5 150
76
Fire 3 6 7 126
Building
Structural
3 10 10 300
Security Sabotage 5 8 7 280
Bom Thread 5 10 10 500
Layer 3
Hardware
Failure
Power
Supply
Failure
5 10 2 100
Interface
Failure
4 10 2 80
Cabel
Failure
2 10 1 20
Software
Failure
1 10 7 70
Layer 4
ISP 10 10 10 1000
Content
Provider
8 10 10 800
77
Layer 5
APJII 7 10 6 420
PT.IDC
Indonesia
8 10 7 560
Keterangan :
Likelihood , Score 0 – 10, dimana nilai 0 adalah kemungkinan terjadi resiko kecil
dan 10 adalah kemungkinan terjadi cukup besar.
Impact, Score 0 – 10 , dimana nilai 0 adalah tidak terjadi dampak sama sekali dan
10 adalah kemungkinan terjadi dampak yang besar.
Restoration Time, Score 0 – 10, dimana nilai 0 adalah memerlukan waktu
pemulihan resiko cepat dan 10 adalah memerlukan waktu pemulihan resiko yang
lama.
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat beberapa score dari masing-masing layer.
Semakin tinggi score didapat tiap resiko, semakin tinggi efek dan kerugian yang
dihasilkan resiko tersebut. Pada saat menyusun suatu disaster reovery plan score
yang paling tinggi harus menjadi skala prioritas utama karena memiliki potensi
membawa kerugian yang paling besar. Tabel Risk Assasement dapat dijadikan
pedoman dalam menyusun disaster reovery plan pada kedua core, dimana entitas dari
resiko mana saja yang harus menjadi skala prioritas yang harus menjadi perhatian
utama.
78
4.7. Analisis Kerugian Bisnis Setiap ISP (Loss Of Business
Oportunity)
4.7.1 Kerugian yang tampak (Tangible Cost Loss)
4.7.1.1 Kerugian yang diakibatkan terputusnya koneksi ke lokal
coreIndonesia
Jika kedua coremengalami bencana atau disaster yang mengakibatkan tidak
dapat beroperasinya kedua core. Maka secara teknis semua routing lokal internet
Indonesia akan beralih ke link International. Hal ini dapat digambarkan para ISP di
Indonesia akan kembali ke masa Pra Exchange Point, dimana semua trafik internet
lokal Indonesia akan menggunakan satu jalur yaitu jalur koneksi International. Dari
hasil survei dilapangan didapat data bahwa total trafik lokal Indonesia rata-rata setiap
harinya adalah :
Total Bandwith Lokal Indonesia = Total Bandwith OIXP + Total
Bandwith IIX
= 4,5 Gbps + 200Mbps
= 4,500 Mbps + 200 Mbps
Total Bandwith Lokal Indonesia = 4700 Mbps
Didapat hasil bahwa setiap harinya total trafik lokal Indonesia sebesar 4700 Mbps.
Harga bandwith International di pasaran hasil survei pada tahun 2008 didapat harga
79
$1500 USD per Mbps, maka didapat hasil jika semua trafik internet lokal Indonesia
dilewatkan ke koneksi International adalah
Total Biaya = $1500 / Mbps X 4700 Mbps
= $ 7.050.000
Jika asumsi menggunakan kurs $1 = Rp 10.000 (Kurs November 2008) , maka
Total kerugian yang diakibatkan bencana (disaster) yang menimpa core network
Indonesia sebesar :
Total Kerugian (Loss) = $ 7.050.000 X Rp 10.000
= Rp 70.500.000.000,-
Indonesia akan mengalami kerugian sebesar Rp 70.500.000.000 per harinya
jika kedua core network Indonesia mengalami suatu bencana. Jika kita mengambil
asumsi bahwa setiap ISP di Indonesia memiliki kontribusi jumlah bandwith yang
sama ke lokal core network Indonesia, maka dapat dihitung kerugian yang
ditanggung setiap ISP adalah
Kerugian (Loss) setiap ISP Di Indonesia = Rp 70.500.000.000 / 169 *
= Rp 417.159.763
Keterangan :
*) Jumlah ISP yang beroperasional menurut data Statistik APJII Tahun 2007
80
4.7.1.2 Kerugian yang diakibatkan oleh tidak terpenuhinya SLA
(Service Level Agreement) ke konsumen
Setiap ISP di Indonesia dalam memberikan service kepada konsumennya
selalu memberikan Service Level Agremeent (SLA) rata- rata sebesar 95%, sehingga
dalam satu tahun mereka hanya boleh gagal atau tidak memberikan service kepada
konsumennya selama 18 hari atau setara dengan 432 jam. Besarnya SLA yang
diberikan setiap ISP kepada konsumennya sangat bervariasi tergantung dengan
kehandalan backbone infrastruktur yang dimiliki setiap ISP. Jika SLA tidak terpenuhi
maka konsumen dapat menuntut ganti rugi kepada ISP yang memberikan layanan
Internet kepada mereka. Hal ini dapat memberikan kerugian kepada ISP jika disaster
reovery kedua core memakan waktu yang lama atau bahkan tidak bisa direcover
sama sekali karena kedua core network tidak memiliki disaster reovery plan.
jika mengambil assumsi bahwa semua ISP memiliki mendapat jumlah
pelanggan 11.834 ( 2.000.000 pelanggan : 169 ISP yang beroperasional ), dan dari
jumlah pelanggan tersebut ada 40% yang banyak menggunakan bandwith lokal yaitu
sebanyak 4.734 pelanggan. Jika setiap pelanggan berlangganan sebesar 256 kbps
dengan harga Rp 7.000.000 / bulan. Maka kerugian jika pelanggan tersebut berhenti
berlangganan maka total kerugian dapat mencapai Rp 33.138.000.000.
4.7.2 Kerugian yang tidak tampak (Intangible Cost Loss)
81
Selain tangible cost, suatu bencana pasti memiliki kerugian yang bersifat
intangible. Kerugian intangible yang mungkin dialami oleh para ISP adalah
menurunnya kepercayaan para konsumen mereka akan layanan service yang
diberikan para ISP. Hal ini dapat disebabkan tidak terpenuhinya SLA yang diberikan
ISP kepada konsumennya, sehingga konsumen akan beralih ke ISP lain yang
memiliki SLA yang lebih baik atau dapat menawarkan level SLA yang lebih besar
kepada mereka.
82
4.8. Analisis Biaya dan Manfaat Pembangunan Disaster Recovery
Plan Setiap ISP.
Jika menggunakan asumsi bahwa proses recovery kedua core memakan waktu
1 tahun, maka total kerugian yang diakibatkan karena semua traffic lokal
menggunakan koneksi International selama 1 tahun adalah Rp. 5.005.917.156 ( 12 X
Rp 417.159.763) belum lagi ditambah tidak terpenuhinya SLA kepada customer dan
dapat menyebabkan kehilangan pelanggan selama setahun sebesar
Rp397.656.000.000 (12 X Rp 33.138.000.000) .
Jika melakukan Investasi untuk pembangunan Disaster recovery site yang baru
dengan menggunakan asumsi
• Setiap ISP melakukan penarikan kabel fiber optic langsung dari NOC ISP ke
DRC (Disaster Recovery Center ) sepanjang 20 KM.
• Harga permeter penarikan kabel sudah termasuk harga fisik kabel, sewa jasa
kontraktor dan perijinan sebesar Rp 150.000.000 / KM
• Harga Investasi peralatan dan infrastructure jaringan sebesar Rp
1.000.000.000
Maka total harga investasi untuk membangun koneksi ke Disaster Recovery
Center yang baru adalah
= Harga Penarikan kabel + Harga Infrastruktur jaringan ( Router , Switch, dan
dll)
83
= (Rp 300.000.000 /Km X 20 Km ) + Rp 1.000.000.000.000.
= Rp 6.000.0000.000 + Rp 1.000.000.000
= Rp 7.000.000.000
Keuntungan (benefit ) = Total Kerugian ISP setahun (sewa interkoneksi + pelanggan
yang berhenti berlangganan) – Total Harga Investasi membangun DRP
= (Rp. 5.005.917.156 + Rp397.656.000.000) Rp - Rp 7.000.000.000
= Rp 402.661.917.156 – Rp 7.000.000.000
= Rp 395.661.917.156
Jadi jika menggunakan asusmsi diatas maka pihak ISP maka jika terjadi
disaster yang menimpa core network Indonesia makan kerugian yang dialami dapat
diminimalisir sampai dengan Rp 395.661.917.156 .