bab 3. perambatan gelombang link budget1
TRANSCRIPT
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Bab 3.
Perambatan Gelombang (link budget)
Perambatan gelombang radio merupakan tulang punggung komunikasi seluler.
Dalam gelombang radio yang bergerak atau merambat tersebut dibawalah semua
informasi yang akan dipertukarkan dalam proses komunikasi. Gelombang radio
sendiri merupakan gelombang elektromagnetik yang didalamnya terdapat besaran
kuat medan magnet (H) dan kuat medan listrik (E).
Gambar 3.1. Perambatan gelombang radio
Gelombang radio berdasarkan perambatannya dalam ruang dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu ground wave dan sky wave (Gambar 3.1). Ground wave
adalah gelombang yang dekat dengan permukaan tanah dan sky wave adalah
gelombang yang merambat ke langit. Ground wave sendiri ada yang merambat
secara line of sight (LoS) atau secara garis lurus pada ruang bebas (sering disebut
space wave) dan merambat secara memantul dengan tanah (ground reflected wave).
Satu lagi gelombang dalam kategori ground wave yang benar-benar merambat
dipermukaan tanah yaitu gelombang permukaan (surface wave).
Transmisi gelombang radio saat ini menjadi salah satu pembatas dlm
pengembangan Komunikasi Wireless. Mekanisme perambatan gelo,bang
elektromagnetik pd umumnya terdiri atas refraksi,Difraksi, hamburan.
Model Propogasi umumnya menjelaskan perkiraan rata-rata kuat sinyal yg di terima
receiver Pada jarak tertentu dari receiver.
1. Propogasi Skala besar : Model propogasi yg memperkirakan data tentang
kuat sinyal utk jarak transmitter-receiver yg bervariasi
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 1
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Berguna untuk : memperkirakan daerah cakupan radio transmitter.
2. Propogasi Skala kecil : Model propogasi mengakrakteristikkan fluktuasi yg
cepat dari kuat sinyal yg di terima oleh receiver pd jarak dan waktu yg sangat
kecil (hanya beberapa l dan detik).
Fading terjadi karena sinyal yg di terima merupakan penjumlahan semua sinyal yg
berasal dari arah yg berbeda-beda. Akibat dari fasa sinyal tersebut acak, maka sinyal
yang di terima bermacam-macam. Ketika jarak transmitter bergerak menjauh, maka
sinyal terima akan turun, Sehingga yg di amati adalah fading skala besar.
Gambar..3.2 Fading
Pada umumnya, sinyal yang diterima pada titik penerima adalah jumlah dari sinyal
langsung dan sejumlah sinyal terpantul dari berbagai obyek. Pada komunikasi
mobile, refleksi akan disebabkan oleh :
• Permukaan tanah
• Bangunan-bangunan
• Obyek bergerak berupa kendaraan
Gelombang pantul akan berubah magnitude dan fasanya, tergantung dari
koefisien refleksi, lintasannya, dan juga tergantung pada sudut datangnya. Jadi,
antara sinyal langsung dan sinyal pantulan kan berbeda dalam hal :
Kondisi terburuk terjadi saat gelombang langsung dan gelombang pantul memiliki
magnituda yang sama serta berbeda fasa 180o. Pada kondisi yang demikian, terjadi
saling menghilangkan antara gelombang langsung dan pantulnya (complete
cancellation )
• Amplitudo, tergantung dari magnitude koefisien refleksi
• Phasa, yang tergantung pada perubahan fasa refleksi serta pada
perbedaan jarak tempuh antara gelombang langsung dan gelombang
pantul
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 2
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
3.1. Path Loss Model ( Large Scale Model)
Pendahuluan
Free Space Propagation Model
Ground Reflection
Reflection & Diffraction
Outdoor Propagation Models
Model Okumura-Hata
Model COST231
Model Walfish Ikegami
Model Lee
Practical Path Loss Estimation Techniques
(statistical techniques)
Long Distance Path Loss Model
Log-normal Shadowing
Cell edge :
area probability and probability of service
Building penetration :
statistical characterization
Composite probability of service :
adding multiple attenuating mechanisms
Calculating Fade Margin for Link Budget
3.1.1. Outdor Propogasi .
1. OKUMURA’S model :
* Frek : 100 – 3000 MHz.
* Jarak : 1 – 100 km.
* hTx : 200 m.
* hRx : 3 m.
2. SAKAGMI and KUBOI model :
* Frek : 450 – 2200 MHz.
* Jarak : 0,5 – 10 km.
* hTx : 20 – 100 m.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 3
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
* Lebar jalan : 5 – 50 m.
* Tinggi gedung : 5 – 80 m.
3. HATA’S model :
* Frek : 150 – 1500 MHz.
* Jarak : 1 – 20 km.
* hTx : 30 – 200 m.
* hRx : 1 – 10 m.
4. M.F.IBRAHIM and J.D.PARSONS :
* Frek : 168 – 900 MHz
* jarak : 2 – 10 km.
* hRx < 3m.
5. W.C.Y LEE model :
* Frek : 900 Mhz.
3.2 Model Propogasi Udara Bebas (free space)
Model propogsi udara bebas memperkirakan bahwa sinyal yang di terima akan
turun jika jarak di perbesar. Dan di pergunakan untuk mempridiksi kuat sinya yg di
terima pada Kondisi LOS antara TX and RX.
Daya terima oleh antena receiver terpisah sejauh d dari transmitter di tunjukan pada
Persamaan Friis Free Space :
Gain antena berhubungan dgn perubahan efektif dari antena Ae
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 4
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Beberapa parameter yang biasa digunakan dalam penentuan model propagasi yaitu:
1. Radiator isotropik, yaitu antena ideal yang memancarkan daya yang sama
besar dengan gain yang tetap ke segala arah, dan umumnya digunakan
sebagai antena referensi pada sistem wireless.
2. Daya radiasi isotropik efektif atau effective isotropic radiated power (EIRP)
yang menyatakan daya maksimum yang diradiasikan transmitter pada arah
gain antena yang maksimum dibandingkan terhadap radiator isotropik.
EIRP dinyatakan oleh :
3. Effective radiated power (ERP) adalah perbandingan daya maksimum
radiasi terhadap antena dipole setengah gelombang. ERP ini lebih sering
dipergunakan dari pada EIRP.
4. Rugi-rugi jalur transmisi (path loss) didefinisikan sebagai perbedaan (dalam
dB) antara daya efektif yang ditransmisikan terhadap daya yang diterima,
baik memperhitungkan atau tidak pengaruh gain antena. Bila pengaruh
antena diperhitungkan path loss yang dinyatakan sebagai :
5. Bila pengaruh gain antena diabaikan dengan membuat gain antena
Gr = Gt = 1, path loss dinyatakan sebagai :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 5
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Klasifikasi lingkungan suatu lintasan gelombang radio :
1. DAERAH URBAN ( PERKOTAAN )
* SMALL or MEDIUM sized CITY.
Jika lingkungan berupa gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata kurang
dari 5 tingkat,
lebar jalan kurang dari 15 m.
* LARGE CITY.
Jika lingkungan berupa gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata lebih dari
5 tingkat
lebar jalan lebih dari 15 m.
2. DAERAH SUBURBAN (PEDESAAN).
Dengan lingkungan area rural dengan pemantulan (scater) rumah dan
pepohonan.
3. DAERAH RURAL (OPEN AREA)
Dengan lingkungan sawah, padang rumput.
3.3 Mekanisme Propogasi Gelombang
3 Mekanisme GEM dalam sistem Komunikasi Wireless ( Reflection (Pantulan);
Diffraction (Difraksi); Scattering (Hamburan).
Free Space Loss : Diasumsikan terdapat satu sinyal langsung (line of sight path)
sangat mudah memprediksi dengan free space formula
Reflection : Terdapat sinyal tak langsung datang ke receiver setelah mengalami
pantulan terhadap object. Mungkin terdapat banyak pantulan yang
berkontribusi terhadap besarnya delay.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 6
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Diffraction: Propagasi melewati object yang cukup besar seolah-olah
menghasilkan sumber sekunder, seperti puncak bukit dsb.
Scattering : Propagasi melewati object yang kecil dan/atau kasar yang
menyebabkan banyak pantulan untuk arah-arah yang berbeda.
Ketika suatu gelombang di pancarkan dari suatu medium lain maka gelombang
tersebut ketika sampai pd Bidang batas sebagian akan di transmisikan ke
medium pertama dan sebagaian lagi akan di teruskan ke Medium kedua. Jika
bidangnya merupakan dielektrik sempurna, maka sebagian energi di teruskan
dan Sebagaian lagi di pantulkan tanpa ada energi yg hilang terserap. Jika
medium kedua merupakan penghantar yg sempurna, maka seluruh energi akan
di pantulkan kembali tanpa ada yg hilang.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 7
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Perhitungan beda panjang lintasan antara gelombang langsung dengan
gelombang pantul yang menganggap permukaan bumi datar.
Pengirim A dengan tinggi antena ht dan penerima B dengan tinggi hr dipisahkan
dengan jarak d, sudut pantul γ, r1 merupakan lintasan gelombang antara
pengirim dan penerima, sedangkan r2 lintasan gelombang pantul melalui
jalan ACB. Karena perbedaan dalam panjang lintasan, komponen yang datang
melalui lintasan pantul tertinggal dari komponen yang datang dari lintasan
langsung dengan dengan besar sudut sebagai fungsi perbedaan panjang
gelombang. Rumusannya dapat diuraikan sebagai berikut: :
Selisih r1 dan r2 diperoleh dengan manipulasi matematis sebagai berikut :
Karena jarak lintas d jauh lebih besar dibandingkan dengan tinggi antena maka
dapat dianggap r2 dan r1 sama, sehingga persamaan dapat dituliskan kembali
menjadi :
Jadi beda panjang lintasan gelombang langsung dengan gelombang pantul
menjadi :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 8
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Perubahan fase total θ yang dialami gelombang pantul relatif terhadap
gelombang langsung merupakan fungsi perbedaan panjang lintasan δ terhadap
panjang gelombang λ, ditambah dengan beda fase akibat pantulan Ø,
rumusannya adalah :
Hasil bentuk gelombang superposisi gelombang langsung dan gelombang pantul
menyebabkan penyusutan kuat medan redaman yang dimodelkan :
Dengan E0 adalah kuat medan (amplitud) gelombang langsung pada ruang
bebas, ρ adalah faktor penyusutan (atenuasi), dan ф adalah pergeseran fase.
Dengan asumsi bahwa terjadi pantulan sempurna (ф = π) dan jarak lintas d jauh
lebih besar dibandingkan dengan tinggi antena maka r2 dan r1 dianggap sama,
sehingga ρ ≈ 1.
dengan
menunjukkan amplitud gelombang yang diterima, ψ menunjukkan sudut fase
dan ∆t mempunyai hubungan dengan persamaan)
Maka magnitud kuat medan :
sehingga daya yang diterima :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL 9
ttEtEtE 00 cos
tt
E cos2
sin2 0
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
dengan :
Persamaan di atas akan menghasilkan sebagaimana persamaan
apabila diasumsikan sin x ≈ x untuk sudut yang kecil yaitu elevasi antena kecil
dibandingkan jarak antar antena.
3.3.1 Difraksi
Difraksi dapat membuat sinyal radio mampu merambat melalui kelengkungan
bumi, Melewati horizon,dan merambat di belakang halangan. Kekuatan sinyal
akan semakintTurun ketika receiver bergerak mendekati halangan, tetapi dgn
difraksi. Sinyal yg berguna akan masih dapat di hasilkan. Phenomena difraksi dpt
di jelaskan dgn prinsip Huygen. Prinsip huygen menjelaskan bahwa semua titik
pd satu wavefront dpt dijadikan sbg sumber
Utk menghasilkan wavelets kedua, dan wavelet ini di kombinasikan utk
menghasilkan wavefront Baru didalam penerima dari propagasi. Difraksi di
sebabkan oleh propogasi secondary Wavelets di dalam daerah bayangan
(shadowed)
Freznel Zone (Daerah Fresnel)
Gelombang mengalami difraksi ketika melewati penghalang yang lebih besar
daripada panjang gelombangnya.
Pada frekuensi yang tinggi, penghalang akan menyebabkan redaman yang
cukup besar, sehingga dalam perencanaan mata rantai transmisi radio harus
disediakan cleareance yang cukup untuk mengkompensasi daerah tersebut.
Daerah Fresnel ke-n adalah elipsoid yang merupakan tempat kedudukan titik-titik
pantul yang menyebabkan gelombang yang dipantulkan oleh titik-titik tersebut
berbeda jalan n kali setengah panjang gelombang dengan gelombang langsung.
Radius Fresnel ke-n diberikan oleh :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
10
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
dengan d1 = jarak dari pengirim ke suatu titik pada suatu lintasan (km)
d2 = jarak dari penerima ke suatu titik pada suatu lintasan (km)
d = panjang lintasan gelombang (km)
f = frekuensi kerja (GHz)
Gambar 3.3 memperlihatkan daerah Fresnel I untuk lintasan garis pandang,
dengan panjang lintasan 40 km dan frekuensi 8 GHz. Jarak h menunjukkan
clearance antara lintasan garis pandang dengan halangan tertinggi pada
lintasan tersebut. Suatu lintasan gelombang radio dapat dianggap sebagai
perambatan ruang bebas apabila daerah Fresnel I bebas dari penghalang.
Perubahan pembiasan atmosfer yaitu perubahan perbandingan indek bias yang
dinyatakan k, dapat terjadi setiap waktu yang mengakibatkan keadaan garis
pandang berubah.
Apabila daerah Fresnel I bebas dari penghalang pada profil lintasan yang
digambarkan untuk nilai k = 4/3, maka untuk nilai k = 1, sebagian daerah
Fresnel akan terhalang. Keadaan ini memungkinkan hilangnya gelombang radio
garis pandang.
Gambar3.3. Daerah Fresnel
Jika persyaratan hubungan garis pandang terlalu sulit untuk dikerjakan atau tidak
ekonomis sehingga daerah Fresnel I terhalang, maka redaman yang disebabkan
oleh penghalang tersebut harus diperhitungkan.
Bila clearance yang diberikan di bawah nilai minimum sehingga koefisien
clearance (ν =hc/r1) terletak pada daerah 0 < ν < 1, maka redaman halangan
merupakan fungsi linear atas ν dan mencapai nilai maksimal 6 dB pada saat
menyentuh titik tertinggi penghalang. Di daerah yang jauh terlindungi, yakni
rintangan menutup seluruh daerah Fresnel I (ν < 0), kuat medan akan menurun
berbanding terbalik terhadap ν. Dalam keadaan demikian,
redaman halangan dapat dihitung pendekatannya dari persamaan.
3.4. Model Perambatan Gelombang Luar Ruangan
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
11
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Berdasarkan cara pembuatannya model perambatan gelombang luar ruangan
dibagi menjadi tiga
kategori utama yaitu:
1. Deterministic Model: sebuah model yang dibuat berdasarkan relasi antara
sebuah persamaan dan peristiwa yang terjadi, sehingga jika diberi input yang
sama maka akan menghasilkan output yang sama pula.
Contoh: Parabolic equation
2. Empirical Model : Sebuah model yang dibuat dengan membandingkan
secara statistik sebuah persamaan dengan data hasil observasi, eksperimen,
atau pengalaman.
Contoh: Hata-okumura, Walfisch-Ikegami
3. Ray Optical Model : Model yang dibuat berdasarkan gerakan berkas sinar
yang dipancarkan sebagai pengganti sinyal radio. Sinyal elektromagnetik juga
merupakan cahaya (energi gelombang elektromagnetik merupakan energi
dari foton berdasarkan persamaan E adalah energi, h = tetapan Planck, dan
f =banyaknya foton). Contoh: Intelligent Ray Tracing.
3.4.1. Model Okumura
Model Okumura adalah model yang terkenal dan paling banyak digunakan.
Model ini cocok untuk range frekuensi antara 150-1920 MHz dan pada jarak
antara 1-100 km dengan ketinggian antenna
base station (BS) berkisar 30 sampai 1000 m. Okumura membuat kurva-kurva
redaman rata-rata relatif terhadap redaman ruang bebas (Amu) pada daerah
urban melalui daerah quasi-smooth terrain dengan tinggi efektif antenna base
station (hte) 200 m dan tinggi antenna mobile station (hre) 3 m. Kurva-kurva ini
dibentuk dari pengukuran pada daerah yang luas dengan menggunakan antenna
omnidirectional baik pada BS maupun MS, dan digambarkan sebagai fungsi
frekuensi (range 100-1920 MHz) dan fungsi jarak dari BS (range 1-100 km).
Untuk menentukan redaman lintasan dengan model Okumura, pertama kita
harus menghitung dahulu redaman ruang bebas (free space path loss),
kemudian nilai Amu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam factor
koreksi untuk menentukan tipe daerah.
Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
12
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Dimana L adalah nilai rata-rata redaman lintasan propagasi, LF adalah redaman
lintasan ruang bebas, Amu adalah rata-rata redaman relatif terhadap redaman
ruang bebas, G(hte) adalah gain antena BS, G(hre) adalah gain antena MS, dan
GAREA adalah gain tipe daerah. Gain antena berkaitan dengan tinggi antena
dan tidak ada hubungannya dengan pola antena.
Gambar 3.4 Perbandingan frekuensi terhadap gain.
Kurva Amu(f,d) untuk range frekuensi 100-3000 Mhz ditunjukkan oleh Gambar
3.4.a sedangkan nilai GAREA untuk berbagai tipe daerah dan frekuensi
diperlihatkan pada Gambar 3.4.b.
G(hte) mempunyai nilai yang bervariasi dengan perubahan 20 dB/decade dan
G(hre) bervariasi dengan perubahan 10 dB/decade pada ketinggian antena
kurang dari 3 m.
G(hre) = 20log(hre/200) 100 m > hre > 10 m
G(hre) = 20log(hre/3) 10 m > hre > 3 m
G(hre) = 10 log(hre/3) hre £ 3 m
Beberapa koreksi dilakukan terhadap model Okumura. Beberapa parameter
penting seperti tinggi terrain undulation (h), tinggi daerah seperti bukit atau
pegunungan yang mengisolasi daerah, kemiringan rata-rata permukaan daerah,
dan daerah transisi antara daratan dengan lautan juga harus diperhitungkan. Jika
parameter-parameter tersebut dihitung, maka faktor koreksi yang didapat dapat
ditambahkan untuk perhitungan redaman propagasi. Semua faktor koreksi akibat
parameter-parameter tersebut juga sudah tersedia dalam bentuk kurva Okumura.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
13
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Model Okumura merupakan model yang sederhana tetapi memberikan akurasi
yang bagus untuk melakukan prediksi redaman lintasan pada sistem komunikasi
radio bergerak dan seluler untuk daerah yang tidak teratur
Kelemahan utama dari model ini adalah respon yang lambat terhadap
perubahan permukaan tanah yang cepat. Karena itu model ini sangat cocok
diterapkan pada daerah urban dan suburban, tetapi kurang bagus jika untuk
daerah rural (pedesaan). Secara umum standar deviasi hasil prediksi model ini
dibanding dengan nilai hasil pengukuran adalah sekitar 10 dB sampai 14 dB.
Model Okumura dan COST – 231
Model Hatta merupakan bentuk persamaan empirik dari kurva redaman lintasan
yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai
model Okumura-Hatta. Model ini valid untuk daerah range frekuensi antara 150-
1500 MHz. Hatta membuat persamaan standard untuk menghitung redaman
lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe
daerah lain (suburban, open area, dll), Hatta memberikan persamaan koreksinya.
Persamaan prediksi Hatta untuk daerah urban adalah:
Dimana :
fc adalah frekuensi kerja antara 150-1500 MHz,
hte adalah tinggi effektif antena transmitter (BS), 30-200 m ,
hre adalah tinggi efektif antena receiver (MS), 1-10 m,
d adalah jarak antara Tx-Rx (km),
dan a(hre) adalah faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS
sebagai fungsi dari luas daerah yang dilayani :
Gambar : 3.5 . Model prediksi Hatta
Untuk kota kecil sampai sedang,
faktor koreksi a(hre) atau a(hms) diberikan oleh persamaan:
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
14
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre – (1,56logfc – 0,8) dB
sedangkan untuk kota besar:
a(hre) = 8,29 (log1,54hre)2 – 1,1 db untuk fc < 300 MHz
a(hre) = 3,2 (log11,75hre)2 – 4,97 dB untuk fc > 300 MHz
Untuk memperoleh redaman lintasan di daerah suburban dapat diturunkan
dari persamaan standar Hata untuk daerah urban dengan menambahkan faktor
koreksi, sehingga diperoleh persamaan berikut :
L(suburban)(dB) = L(urban) – 2[log(fc/28)]2 – 5,4
dan untuk daerah rural terbuka, persamaannya adalah:
L(open rural)(dB) = L(urban) – 4,78 (logfc)2 – 18,33logfc – 40,98
Walaupun model Hatta tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang
disediakan model Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis
untuk digunakan dan memiliki akurasi yang sangat baik. Hasil prediksi dengan
model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk jarak d lebih
dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem mobile dengan ukuran sel besar,
tetapi kurang cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.
Gambar 3.6. Grafik prediksi path loss di derah rural dan open
European Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-COST)
membentuk komite kerja COST-231 untuk membuat model Hatta yang
disempurnakan atau diperluas. COST-231 mengajukan suatu persamaan untuk
menyempurnakan model Hatta agar bisa dipakai pada frequensi 2 GHz.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
15
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Model redaman lintasan yang diajukan oleh COST-231 ini memiliki bentuk
persamaan:
L(urban) = 46,3 + 33,9logfc –13,82 loghte – a(hre) + (44,9-6,55 log hte)log d +CM
Dimana a(hre) adalah faktor koreksi tinggi efektif antenna MS sesuai dengan
hasil Hatta, dan
0 dB untuk daerah kota sedang dan suburban
CM
3 dB untuk daerah pusat metropolitan
Model Hatta COST-231 cocok untuk parameter-parameter berikut:
f : 1500 – 2000 MHz
the : 30-200 m
hre : 1-10 m
d : 1-20 km
3.4.3. Model Walfisch – Ikegami
Model empiris ini adalah kombinasi dari model yang dibuat oleh J. Walfisch dan
F. Ikegami. Model ini selanjutnya dikembangkan oleh COST dalam proyek COST
231. Oleh karena itu model ini sering juga disebut dengan model empiris COST-
Walfisch-Ikegami. Dalam perhitungannya, model ini hanya memperhitungkan
jalur transmisi secara lurus pada bidang vertikal antara pemancar-penerima. Jadi
yang diperhitungkan hanyalah efek dari benda-benda yang segaris dengan jalur
transmisi. Pada daerah perkotaan dimana terdapat banyak gedung-gedung maka
yang diperhitungkan hanyalah gedung-gedung yang dilalui bidang vertikal jalur
transmisi.
Tingkat ketepatan dari model empiris ini sangat tinggi karena, pada daerah
perkotaan perambatan yang terjadi melalui atap gedung (multiple diffraction)
merupakan faktor yang sangatlah dominan dan paling berpengaruh. Hanya saja
efek akibat refleksi yang berulang-ulang (Multiple reflection) tidak
diperhitungkan.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
16
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Gambar 3.7.menjelaskan mengenai jalur perambatan berdasar model walfisch
ikegami ini.
Gb.3.7 Penampang dua dimensi jalur gelombang berdasar model Walfisch-
Ikegami.
Model ini bisa digunakan secara akurat pada parameter-parameter sebagai-
berikut:
Frekuensi = f (800...2000 MHz)
Ketinggian pemancar = hTX (4...50 m)
Ketinggian penerima = hRX (1...3 m)
Jarak antara pemancar dan penerima = d (20...5000 m)
Gambar 3.8 menunjukkan penampang vertikal dari gedung-gedung yang berada
pada jalur transmisi. Sebuah pemancar pada atap sebuah gedung dengan tinggi
htx memancarkan gelombang dengan frekuensi f agar penerima diseberang
gedung-gedung tersebut dapat menerima sinyal.
Parameter yang di dapat dari gedung tersebut antara lain:
Nilai rata-rata dari ketinggian gedung (hROOF)
Nilai rata-rata dari lebar jalan (w)
Nilai rata-rata dari jarak gedung (b)
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
17
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Gb.3.8 Penampang vertikal jalur gelombang berdasar model Walfisch-Ikegami
Perarahan pada jalan yang berhubungan dangan jalur pemancar-penerima, tidak
diperhitungkan dalam implementasi model ini. Hal tersebut dikarenakan data
penampang melintang tersebut tidak dapat mewakili perarahan (contohnya pada
persimpangan, pada halaman gedung yang dikelilingi tembok maka program-
program komputasi model ini tidak dapat menggambarkan perarahan dalam
pixel-pixel database gambar mereka.
Jika parameter-parameter di atas saja yang diikutsertakan dalam perhitungan,
maka walfisch ikegamai dapat dikategorikan sebagai model statistik saja. Namun
selain memperhitungkan karakteristik dari parameter-parameter diatas, model
walfisch ikegami juga membuat perbandingan dan membedakan antara dua
situasi berbeda, yaitu saat terjadi LOS dan NLOS (None Line of Sight).
Perambatan LOS adalah perambatan langsung antara pemancar (TX) dan
penerima (RX). Saat terjadi situasi LOS maka fungsi yang digunakan dalam
prediksi menggunakan model ini sangatlah sederhana. Cuma dibutuhkan sebuah
persamaan dengan dua parameter saja.
Persamaan LOS ini hampir sama dengan persamaan losses pada perambatan
gelombang di ruang bebas. Persamaan itu diturunkan dari persamaan free space
loss yang mengalami modifikasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di
kota-kota di eropa. Jika jarak d= 20 m, losses yang terjadi hampir sama dengan
losses pada ruang bebas dengan jarak yang sama.
Grafik pada gambar 3.9 di bawah menunjukkan perbandingan antara free space
loss dan transmission loss dengan persamaan LOS diatas pada jarak d.
Perambatan NLOS adalah perambatan tidak langsung antara pemancar (TX) dan
penerima (RX) dimungkinkan akibat refleksi, difraksi, maupun hamburan.
Persamaan pada situasi NLOS ini lebih rumit.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
18
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Gb.3.5 Perbandingan free space loss
dan transmission loss pada
model Walfisch-Ikegami
Losses total dari kasus NLOS ini merupakan hasil penjumlahan antara
free space loss (l0), multiple diffraction loss (lmsd) dan rooftop-to-street
diffraction loss/losses akibat difraksi dari atap gedung-jalan (lrts).
Untuk space loss :
Istilah rooftop-to-street diffraction loss (lrts) mewakili losses yang muncul pada
gelombang yang
yang terarah ke jalanan dimana penerima berada. Pada dasarnya losses ini
dinyatakan oleh ikegami dalam model persamaannya, namun proyek COST 231
telah menyempurnakan persamaan ini menjadi persamaan :
dan
Lebar jalanan w, ketinggian atap hROOF, ketinggian penerima hRX dan
perarahan pada jalan φ adalah variabel dalam persamaan ini. Orientation loss
lOri adalah persamaan koreksi empiris yang diperoleh dengan membandingkan
dengan data dari pengukuran. Jadi persamaan tersebut dikalibrasi dengan hasil
pengukuran.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
19
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
Sebuah perkiraan mengenai multiple diffraction loss telah dibuat sebelumnya
oleh walfisch-bertoni COST 231 kemudian memodifikasi persamaannya agar
bisa dipakai untuk base station yang tingginya lebih rendah daripada ketinggian
atap gedung. Pada persamaan tersebut pengaruh hROOF dan b juga turut
diperhitungkan dengan cara dijumlahkan.
Persamaan tersebut :
Dengan :
Faktor kd and kf mengendalikan ketergantungan multiple diffraction loss terhadap
jarak dan frekuensi gelombang. Faktor ka menyatakan kenaikan path loss pada
base stations yang berada dibawah ketinggian atap
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
20
Bab.3 Perambatan Gelombang Fakultas Teknik Elektro
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Agung Yoke B, ST PERENCANAAN SISTEM TERSENTERIAL
21