bab-3
DESCRIPTION
babTRANSCRIPT
![Page 1: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratories
(Notoadmodjo, 2010).
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group
design (Notoadmodjo, 2010).
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai agustus 2015.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah hewan coba tikus jenis wistar (ratus
norvegicus) jantan.
3.4.2 Sampel Penelitian
a. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus (Daniel, 1991)
n ≥ Z 2 σ 2
d2
Keterangan :
n = besar sampel tiap kelompok
![Page 2: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/2.jpg)
Z = nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu, jika α = 0,05 maka nilai Z = 1,96
σ = standart deviasi sampel
d = kesalahan yang masih bisa ditoleransi
Dengan asumsi bahwa kesalahan yang masih dapat diterima (σ) sama
besar dengan (d) maka :
σ2 = d2
n ≥ Z 2 σ 2
d2
N ≥ Z2
≥ (1,96) 2
≥ 3,84
n ≥ 4 (Dibulatkan)
Dari rumus diatas dihasilkan besar sampel minimal sebanyak empat.
Sehingga dalam penelitian ini menggunakan sample berjumlah empat dalam
setiap subkelompok. Oleh karena terdapat tiga kelompok dengan jumlah
sample sebesar dua belas sample pada masing masing kelompok sehingga total
sample sebesar 36.
b. Kriteria Sampel Penelitian
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Jenis tikus wistar
2) Kondisi fisik sehat dan tidak mengalami kelainan
3) Jenis kelamin jantan
4) Umur 3 bulan dan berat badan 200-300 gram
5) Pakan standart
c. Pengelompokan Sampel
Pengelompokan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple random
sampling, yang mengartikan tiap anggota populasi memiliki peluang yang sama
untuk masuk ke dalam kelompok penelitian (Tjokronegoro, 1999).
![Page 3: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/3.jpg)
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Pengaruh)
a. Minyak ikan Lemuru
b. Lama pemberian minyak ikan
2. Variable Terikat (Terpengaruh)
TNF-alpha
3. Variabel Terkendali
a. Jenis hewan coba : Tikus galur wistar
b. Jenis tikus : Jantan
c. Berat badan tikus : 200 gram
d. Makanan tikus (Pakan standar tikus merk Turbo 521-CP, Indonesia)
dan minuman tikus (air minum kemasan Aqua).
e. Tempat dan cara pemeliharaan tikus.
Hewan percobaan ditempatkan dalam kandang dengan ukuran 30 cm x
30 cm dengan suhu kelembaban ruangan sebesar 37oC.
f. Pemberian minyak ikan lemuru secara sondasi lambung.
g. Dosis Complete Freund’s Adjuvant (CFA).
h. Prosedur pengambilan preparat.
i. Metode pewarnaan dengan menggunakan Trichome Mallory.
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Osteoarthritis sendi tibiofemoral
Gangguan sendi tibiofemoral yang bersifat kronik serta progresif,
gangguan ini ditandai dengan degradasi serta penipisan lapisan kartilago sendi
tibiofemoral. Dalam penelitian ini induksi osteoarthritis sendi tibiofemoral
dilakukan dengan injeksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) secara intra
artikular sendi tibiofemoral tikus wistar jantan sebelah kanan.
![Page 4: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/4.jpg)
3.6.2 Minyak ikan lemuru
Minyak ikan lemuru yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
ekstrak ikan lemuru (Sardinella longiceps) yang berasal dari Muncar Kabupaten
Banyuwangi. Minyak ikan diperoleh dari hasil proses pemerasan dan pemisahan
molekul lemak dan air.
3.6.3 TNF-alpha
Kepadatan serabut kolagen adalah gambaran mikroskopik serabut kolagen
kartilago artikular sendi temporomandibula tikus wistar jantan sebelah kanan yang
diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 400x. Serabut
kolagen berwana biru pada pewarnaan Trichome Mallory, kemudian melakukan
pengukuran berdasarkan indeks skor kepadatan serabut kolagen.
3.7 Konversi Penghitungan Dosis
a. Dosis Ketamin
Dosis anastesi ketamin untuk tikus menurut (Kusumawati, 2004)
yaitu 40 mg/KgBB dan berat badan tikus diasumsikan sebesar 200 gram. Maka,
dosis yang digunakan adalah
40 mg/KgBB x 0,2 Kg = 8 mg
Ketamin yang digunakan adalah ketamin 1000 anesject yang mempunyai
konsentrasi 100 mg/ml.
8 mg = 100 mg
X ml
X= 8 mg
100
= 0,08 ml
Sehingga dosis ketamin yang diberikan ke tikus dengan berat badan 200
gram sebesar 0,08 ml.
b. Dosis minyak ikan lemuru
1 ml/150-200 gram berat badan tikus (Indahyani, 2007).
![Page 5: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/5.jpg)
c. Dosis Natrium Diclofenac
Dosis Natrium diklofenak untuk tikus perlakuan ditentukan berdasarkan
faktor konversi dosis manusia dan dosis tikus menurut metode Laurance dan
Baoharach. Perhitungan konversi dosis manusia dengan tikus adalah:
Dosis pemakaian pada manusia (50kg) = 100-150 mg sehari
Konversi dosis manusia (70kg) pada tikus (200g) = 0,018
Dosis pemakaian pada manusia (70 kg) =
Dosis untuk tikus (200 g) = 140 mg x 0,018 = 2,52 mg
Dosis untuk tikus
3.8 Alat dan Bahan Penelitian
3.8.1 Alat penelitian
a. Alat untuk perlakuan hewan coba
1) Kandang yang disekat-sekat, terbuat dari plastik (Lion Star,
Indonesia)
2) Tempat makan dan minum tikus
3) Timbangan (neraca Ohaus, Germany)
4) Sarung tangan (Senstouch, Indonesia) dan masker (J-Spin,Indonesia)
5) Sonde lambung untuk pemberian minyak ikan lemuru
6) Gelas Ukur (One lab, Indonesia)
b. Alat untuk dekaputasi dan pengambilan sampel
1) Gunting bedah
2) Gunting
3) Toples plastic kedap udara
4) Skalpel
7) Mata pisau scalpel
8) Botol untuk dekalsifikasi
![Page 6: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/6.jpg)
9) Masker
10) Sarung tangan
c. Alat untuk ekstraksi minyak ikan
1) Bak plastik
2) Sentrifuse
3) Tabung sentrifuse
4) Corong pisah
5) Kompor
6) Panci
d. Alat untuk pembuatan dan pewarnaan preparat
1) Object glass dan deck glass
2) Pinset
3) Botol untuk dekalsifikasi
4) Vibrator (Vortex)
5) Stopwatch
6) Mikrotom
7) Block holder mikrotom
8) Waretbath
9) Slibe warmer
10) Oven
11) Automatic staining
12) Kuas kecil
13) Mikroskop binokuler
14) Obyek glass
15) Deck glass
16) Spiritus
17) Sarung tangan (Latex)
18) Masker
3.8.2 Bahan penelitian
a. Subyek penelitian
![Page 7: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/7.jpg)
Subyek penelitian ini adalah tikus putih galur wistar jantan (Rattus Norvegicus)
dengan berat rata-rata 20 gr sejumlah
b.
3.9 Prosedur Penelitian
3.9.1 Ethical Clearence
Sebelum dilakukan penelitian, hewan coba dan prosedur penelitian akan
dilakukan pengurusan ethical clearance di Komisi Etik Penelitian Kesehatan,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.
3.9.2 Persiapan Sampel Penelitan
1) Memilih tikus putih wistar jantan sebanyak 10 ekor.
2) Melakukan penimbangan berat badan tikus dengan neraca Ohauss (berat
badan tikus 200-300 gram).
3) Menyiapkan kandang tikus dengan ukuran 30 cm x 30 cm dan
mengadaptasikan tikus tersebut didalam kandang dengan jumlah 3 ekor
dalam satu kandang selama 7 hari dan diletakkan di ruang perawatan
hewan.
3.9.3 Ekstraksi Minyak Ikan Lemuru
a. Ikan lemuru dicuci dengan air sampai bersih, membuang seluruh isi perut
ikan lemuru dan mencucinya sampai bersih.
b. Ikan lemuru yang sudah bersih dipotong menjadi dua bagian.
c. Merebus ikan lemuru yang sudah dipotong mnjadi dua bagian dengan 10
L aquades sehingga ikan lemuru tenggelam dalam aquades dengan suhu
kira-kira 80-90oC sambil diaduk-aduk terus. Proses merebus dihentikan
sampai didapatkan minyak ikan dibagian permukaan.
d. Seteah proses merebus ikan lemuru, ikan lemuru diangkat dan diperas
dengan kain saring untuk mendapatkan minyak ikan.
e. Kemudian mencampur hasil saringan dengan NaCl 5%.
![Page 8: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/8.jpg)
f. Mengambil minyak ikan dengan menggunakan corong pisah sekaligus
memisahkannya dengan air.
g. Menuang minyak ikan dalam corong pisah ke dalam tabung sentrifuse
untuk mendapatkan minyak ikan murni yang telah terpisah dari molekul
lemak dan air. Tabung disentrifuse dengan kecepata 8.000 rpm selama 3
menit.
h. Setelah disentrifuse, pada tabung sentrifuse terdapat tiga bagian, yakni
minyak ikan pada bagian atas, molekul lemak pada bagian tengah serta
molekul air pada bagian bawah. Kemudian menuang minyak ikan yang
sudah murni ke dalam tabung reaksi.
3.9.4 Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Coba
Hewancoba tikus galur wistar jantan sebanyak 30 ekor dibagi menjadi tiga
kelompok, berikut pembagia kelompok :
A. Kelompok I, merupakan kelompok kontrol negatif yang terdiri dari
sepuluh ekor hewan coba. Pada kelompok ini dilakukan injeksi CFA
secara intra-artikular sendi temporomandibula serta dilakukan pemberian
salin sebesar 0,2 ml/sonde
B. Kelompok II, merupakan kelompok kontrol positif yang terdiri dari
sepuluh ekor hewan coba. Pada kelompok ini dilakukan injeksi CFA
secara intra-artikular pada sendi temporomandibula serta dilakukan
pemberian piroksikam sebesar 20 mg/sonde. Kemudian tikus dikorbankan
pada hari ke- 7 dan 14 secara inhalasi dengan eter chloride.
C. Kelompok III, merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari sepuluh
ekor hewan coba. Pada kelompok ini dilakukan injeksi CFA secara intra-
artikular pada sendi temporomandibula serta dilakukan pemberian minyak
ikan lemuru sebesar 1 ml/sonde sebanyak dua kali perhari.
3.9.5 Pembuatan Sediaan Histologis
Terminasi hewan coba dengan metode inhalasi eter yaitu hewan coba
diletakan ditempat yang tertutup yang diberi eter (Kusumawati, 2004).
![Page 9: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/9.jpg)
Kemudian dilakukan pengambilan jaringan kartilago artikular sendi
temporomandibula. Kemudian kartilago artikular yang didapatkan dimasukkan
ke dalam larutan Formalin 10 %. Setelah itu dilakukan pembuatan sediaan
histologis dengan metode parafin. Berikut bagan skematis tahap pembuatan
sediaan jaringan.
a. Fiksasi dngan Formaldehid
Subyek yang sudah diambil dilakukan fiksasi dengan
menggunakan formalin 10 % selama 24 jam untuk mempertahankan
struktur seperti semula dan mencegah dekomposisi.
b. Dekalsifikasi subyek penelitian
Proses dekalsifikasi menggunakan larutan Asam formiat 10 %
selama 14 hari. Tahapan ini bertujuan untuk melepaskan bahan inorganik
tulang tanpa merusak protein yang ada. Setelah proses dekalsifikasi
selesai, maka dilakukan pencucian dengan menggunakan air untuk
menghilangkan sisa bahan dekalsifikasi.
c. Pemrosesan Jaringan
Setelah proses dekalsifikasi telah selesai dilakukan, maka di lakukan
pemrosesan jaringan yang berfungsi untuk mempersiapkan jaringan
sebelum dilakukan penyayatan dengan mikrotom. Tahapan pemrosesan
jaringan menurut syafriadi et al., (2008) adalahsebagai berikut :
1) Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses penarikan molekul air dari potongan jaringan
yang akan dipendam dengan cara merendamnya ke larutan Alkohol
dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. (Mescher, 2011:3).
Berikut tahapan dehidrasi :
a. Alkohol 70 % selama 15 menit
b. Akohol 80 % selama 1 jam
c. Alkohol 95 % selama 2 jam
d. Alkohol 95 % selama 1 jam
e. Alkohol absolute (100%) selama 1 jam
![Page 10: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/10.jpg)
f. Alkohol absolute (100%) selama 1 jam
g. Alkohol absolute (100%) selama 1 jam
2) Clearing (Penjernihan)
Clearing adalah proses penjernihan potongn jaringan dengan
menggunakan bahan penjernih. Bahan-bahan yang dapat digunakan antara
lain : xylol, toluen, dan benzene. Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember menggunakan xylol, Berikut tahapan
clearing :
a. Xylol selama 1 jam
b. Xylol selama 2 jam
c. Xylol selama 2 jam
3) Embedding
Embedding adalah proses penaaman jaringan ke dalam bahan
embedding. Bahan yang dapat digunakan untuk menanam jaringan antara
lain :paraffin, cellulose, dan tissue text. Laboratorium Histologi Fakutas
Kedokeran Gigi Universitas Jember menggunakan paraffin TD 56-60o C.
Jaringan terlebih dahulu dibungkus dengan dengan kertas saring terlebih
dahulu yang sudahs diberi label untuk menghindari kekeliruan identitas
subyek. Kemudian jaringan dimasukkan ke dalam bahan embedding yaitu
paraffin TD 56o-60o C.
Tahapan paraffin antara lain :
a. Paraffin (56o-60o C) selama 2 jam
b. Paraffin (56o-60o C) selama 2 jam
c. Paraffin (56o-60o C) selama 2 jam
4) Penyayatan
Sebelum dilakukan penyayatan jaringan sebelumnya dilakukan
beberapa persiapan, antara lain :
a) Mengolesi object glass dengan meyer egg albumin.
![Page 11: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/11.jpg)
b) Menempelkan blok paraffin pada block holder mikrotom
dengan bantuan pemanasan. Setelah itu, dilakukan proses
penyayatan jaringan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penyayatan jaringan menggunakan alat mikrotom.
Sebelum dilakukan penyayatan terlebih dahulu
pisau mikrotom dibersihkan dengan menggunaka
kertas saring yang telah dibasahi xylol.
2. Mengatur ketebalan irisan dengan mengatur
pemutaran roda penggerak. Pemutaran roda
penggerak dapat menggerakkan pemegang blok
sayatan jaringan ke atas dan ke bawah. Setiap
putaran roda penggerak akan disertai majunya
pemegang sayatan jaringan dalam jarak terkontrol,
biasanya antara 1-10 um.
3. Mengambil sayatan dengan object glass yang telah
diperoleh dengan menggunakan kuas kemudian
diletakkan di atas permukaan air dalam bak air
dengan suhu tetap 56-60o C hingga sayatan mekar.
4. Memindahkan sayatan dengan object glass yang
telah diolesi dengan meyer egg albumin,
dikeringkan di atas hot plate, kemudian dimasukkan
dalam oven dengan suhu sekitar 30-35o C minimal
selama 12 jam.
5) Pewarnaan
Pewarnaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mallory
Berikut tahap pewarnaan dengan Mallory :
a. Sediaan dilakukan deparafinisasi dengan
larutan clearing yaitu sediaan dimasukkan
ke dalam xylol dalam 3 wadah masing-
masing.
![Page 12: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/12.jpg)
b. Kemudian dilakukan rehidrasi yaitu sediaan
dimasukkan ke daalam alkohol secara
bertingkat dari tinggi ke rendah (absolut,
90%, 70%) masing-masing selama 3 menit
dan kemudian dicuci dengan air mengalir.
c. Object glass direndam ke dalam larutan
Mallory 1 yang berisi acid fuchsin 0,5 gr dan
aquades 100 cc selama 3 menit kemudian
dicuci engan air mengalir.
d. Object glass kemudian direndam ke dalam
larutan Mallory 2 yang berisi
phospholimbdic acid 1 gr dan aquadest 100
cc selama 5 menit kemudian dicuci dengan
air mengalir.
e. Object glass kemudian direndam ke dalam
larutan Mallory 3 yang berisi aniline blue
0,5 gr, orange G 2,0 gr, oxalic acid 1,0 gr
dan aquadest 100 cc selama 2 menit
kemudian dicuci dengan air mengalir.
f. Irisan jaringan dilakukan dehidrasi dengan
alkohol bertingkat 70%, 95%, 100%,
selanjutnya dikeringkan dengan balsem dan.
g. Irisan jaringan dilakukan dehidrasi dengan
alkohol secara bertingkat dari konsentrasi
70%, 95%, 100% selanjutnya.
h. Proses mounting menggunakan entelen dan
ditutup dengan gelas penutup (Ardiyanto,
2012).
6) Penghitungan Peningkatan Kepadatan Kolagen
Pada tahap ini melakukan pengamatan sediaan histologis
dengan menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran
![Page 13: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/13.jpg)
400x. Kemudian memberikan nilai kualitas kepadatan kolagen
pada masing-masing sediaan histologis berdasarkan kriteria skor
kepadatan kolagen. Berikut kriteria skor kepadatan kolagen
Skor 0 : Tidak terjadi peningkatan pembentukan serabut kolagen
(sama dnegan kelompok kontrol).
Skor 1 : Peningkatan pembentukan serabut kolagen sedikit; apabila
ketebalan serabut kolagen kurang dari lebar jarak antar
serabut kolagen.
Skor 2 : Peningkatan pemebntukan srabut kolagen sedang; apabila
ketebalan serabut kolagen sama dengan lebar jarak antar
serabut kolagen.
Skor 3 : Peningkatan pembentukan serabut kolagen banyak;
apabila ketebalan serabut kolagen lebih lebar daripada
lebar jarak antar serabut kolagen (Robin,2006).
Skor 1
![Page 14: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/14.jpg)
Skor 1
Skor 2
![Page 15: BAB-3](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051318/577c7c5a1a28abe0549a4100/html5/thumbnails/15.jpg)
Daftar Pustaka :
Tjokronegoro, A., Sudarsono, S. 1999. Metodologi Penelitian Bidang
Kedokteran. Cetakan Ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. Hal: 22