bab 3

6
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 53 Cakupan STBM di Wilayah Kerja Puskesmas Industri Kabupaten Gresik Tahun 2014. Agent Popok sekali pakai. Jumlah dan kualitas kader. Environment CSR Peran serta tokoh masyarakat Ketersediaan air cukup Host Pengetahuan Pendidikan Kesadaran Perilaku masyarakat urban Pelayanan Kesehatan Promosi Kesehatan tentang STBM Metode promosi STBM Jadwal pelaksanaan program STBM Indikator Pencapaian

Upload: widianti-prawito

Post on 20-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

9

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

53

Cakupan STBM di Wilayah

Kerja Puskesmas Industri

Kabupaten Gresik Tahun 2014.

Cakupan STBM di Wilayah

Kerja Puskesmas Industri

Kabupaten Gresik Tahun 2014.

Agent

Popok sekali pakai.Jumlah dan kualitas kader.

Agent

Popok sekali pakai.Jumlah dan kualitas kader.

EnvironmentCSRPeran serta tokoh

masyarakatKetersediaan air cukup

EnvironmentCSRPeran serta tokoh

masyarakatKetersediaan air cukup

Host

PengetahuanPendidikanKesadaranPerilaku masyarakat urban

Host

PengetahuanPendidikanKesadaranPerilaku masyarakat urban

Pelayanan KesehatanPromosi Kesehatan tentang STBMMetode promosi STBMJadwal pelaksanaan program STBMIndikator Pencapaian

Pelayanan KesehatanPromosi Kesehatan tentang STBMMetode promosi STBMJadwal pelaksanaan program STBMIndikator Pencapaian

Page 2: BAB 3

Dalam pemahaman konsep, H.L. Bluum dapat digunakan sebagai

konsep awal penanganan permasalahan yang ada dalam suatu wilayah

tertentu. Dari hasil angka pencapaian yang rendah pada pemberdayaan

masyarakat dibidang Kesehatan Lingkungan yang bertujuan untuk

mewujudkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Kelurahan

Tlogopatut khususnya perilaku membuang pampers tanpa membuang

kotorannya ke WC terlebih dahulu, kurang tahunya kapan waktu yang

tepat untuk mencuci tangan pakai sabun, dan menutup makanan masih

menjadi suatu permasalahan yang melibatkan berbagai faktor diantaranya

yaitu meliputi faktor host, faktor agent, faktor lingkungan, serta faktor

pelayanan kesehatan.

Faktor host yang berperan adalah adanya pendidikan dan

pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kapan sebaiknya

melakukan cuci tangan, padahal telah tersedia sarana air bersih dan

sabun untuk cuci tangan. Perilaku masyarakat urban yang kebutuhannya

ingin terpenuhi serba instan karena kesibukanya menyebabkan

masyarakat memilih menggunakan pampers sekali pakai untuk balitanya

yang kemudian langsung membuang tanpa membersihkan kotorannya ke

WC terlebih dahulu.

Faktor agent yang berperan meliputi ketersediaan pampers

dengan bahan sekali pakai yang memudahkan masyarakat dalam

penggunaanya sehingga banyak digunakan. Selain itu, sumber daya

manusia yang berkualitas sebagai fasilitator dan kader – kader yang

terlatih jumlahnya terbatas menyebabkan masyarakat kurang

terperhatikan.

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perilaku host untuk

terjadinya suatu permasalahan. Yang paling berperan adalah adanya

peran serta tokoh masyarakat sebagai contoh dalam perubahan perilaku

disuatu lingkungan. Belum adanya partisipasi tokoh masyarakat dalam

mengajak perubahan perilaku dalam masyarakat dapat menjadi kendala

dalam pelaksanaan program STBM di Kelurahan Tlogopatut.

54

Page 3: BAB 3

Program STBM tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan

pendanaan yang dilakukan melalui kerjasama lintas sektor dengan

perusahaan yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat. Pendanaan

yang digunakan untuk melaksanakan program STBM ini merupakan

pendanaan dari lintas sektor yang dilakukan puskesmas untuk menunjang

program puskesmas dibidang kesehatan lingkungan. Hanya saja

pendanaan ini terbatas pada pelaksanaan pemicuan untuk melatih

fasilitator dan kader – kader puskesmas, namun untuk pelaksanaan

selanjutnya pendanaan khusus untuk menjalankan program STBM belum

ada.

Faktor pelayanan kesehatan yang berperan dalam permasalahan

ini adalah kurangnya promosi mengenai STBM. Tidak adanya media yang

menarik perhatian masyarakat menjadikan informasi kurang

tersampaikan.

Selain itu, cara penyampaian edukasi yang terlalu banyak “mata

rantai” menimbulkan informasi yang diberikan oleh fasilitator tidak dapat

tersampaiakan secara optimal dibandingkan bila dilakukan oleh fasilitator

secara langsung ke masyarakat. Pada saat dilakukan pemicuan kader,

fasilitator menggunakan media edukasi seperti gambar dan game

interaktif untuk menunjang informasi yang disampaikan. Namun hal

tersebut tidak dilakukan oleh kader untuk memicu masyarakat. Kader

hanya memberikan informasi melalui kegiatan posyandu dan PKK

sehingga waktu penyampaian informasi yang dilakukan terbatas.

Pelaksanaan pemicuan yang dilakukan dalam program STBM ini

hanya dilakukan satu kali di dalam serangkaian program tersebut pada

satu wilayah, sehingga belum dapat merubah perilaku masyarakat. Perlu

dilakukan adanya pengulangan agar masyarakat lebih sadar dan cepat

melakukan perubahan.

Kurangnya jadwal yang jelas mengenai kapan pelaksanaan

evaluasi dan verifikasi yang dilakukan juga menjadi penghambat

pencapaian pelaksanaan program STBM. Dengan adanya ketidak pastian

pengelolaan waktu yang jelas menimbulkan ketidak siapan masyarakat

55

Page 4: BAB 3

dalam merubah perilaku masyarakat sehingga pada saat dilakukan

verifikasi keadaan yang diharapkan tidak terpenuhi.

Dalam pelaksanaan evaluasi untuk mengupayakan peningkatan

cakupan STBM belum ada indikator yang ditetapkan seberapa besar

peningkatan tersebut harus dicapai dalam setiap evaluasi.

56