bab 3-5

13
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbandingan tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung tahun 2014 telah dilakukan pada hari Sabtu tanggal 01 November 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabelnya dilakukan dalam sekali waktu yang bersamaan. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan jilbab (berjilbab dan tidak berjilbab) sedangkan variabel terikatnya adalah kejadian ketombe. Subjek penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 9 Bandar Lampung berjumlah 235 siswi yang dibagi menjadi 2

Upload: vidianka-rembulan

Post on 02-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

9

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil PenelitianPenelitian mengenai perbandingan tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung tahun 2014 telah dilakukan pada hari Sabtu tanggal 01 November 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabelnya dilakukan dalam sekali waktu yang bersamaan. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan jilbab (berjilbab dan tidak berjilbab) sedangkan variabel terikatnya adalah kejadian ketombe. Subjek penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 9 Bandar Lampung berjumlah 235 siswi yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 135 siswi berjilbab dan 100 siswi tidak berjilbab. Sampel ini diambil dengan teknik proportional random sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan. Data diambil secara langsung dengan menggunakan kuesioner serta pemeriksaan langsung terhadap kulit kepala. Selanjutnya, data diolah dengan menggunakan program statistik. Kemudian data akan dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi dari masing-masing variabel serta secara bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel.4.1.1Analisis UnivariatTabel 3. Distribusi usia respondenUsiaFrekuensiPersentasi

158134,5

167732,8

177732,8

Total235100,0

Berdasarkan hasil data tersebut dari 235 siswi yang menjadi sampel penelitian ini didapatkan jumlah siswi yang berusia 15 tahun sebanyak 81 siswi atau 34,5% , siswi yang berusia 16 tahun sebanyak 77 siswi atau 32,8% , dan siswi yang berusia 17 tahun sebanyak 77 siswi atau 32,8%.Tabel 4. Distribusi penggunaan jilbab Penggunaan jilbabFrekuensiPersentasi

Tidak berjilbab10042,6

Berjilbab13557,4

Total235100,0

Berdasarkan hasil data tersebut dari 235 siswi yang menjadi sampel penelitian ini didapatkan siswi yang tidak berjilbab sebanyak 100 siswi atau 42,6% dan siswi yang berjilbab sebanyak 135 siswi atau 57,4%.Tabel 5. Distribusi kejadian ketombe Kejadian ketombeFrekuensiPersentasi

Tidak berketombe17976,2

Berketombe5623,8

total235100,0

Berdasarkan hasil data tersebut dari 235 siswi yang menjadi sampel penelitian ini didapatkan lebih banyak siswi yang tidak berketombe yaitu 179 siswi atau 76,2% dibandingkan siswi yang berketombe yaitu 56 siswi atau 23,8%. 4.1.2 Analisis BivariatTabel 6. Perbandingan kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar LampungKetombeJilbabTotalX2p-valueCoeficient Contingency

yatidak

Ya38(28,2%)18(18%)563,5290,0710,071

Tidak97(71,8%)82(82%)179

Total135(100%)100(100%)

Berdasarkan tabel 6. didapatkan bahwa dari 135 siswi yang berjilbab didapatkan 38 siswi atau 28,2% yang berketombe dan 97 siswi atau 71,8% yang tidak berketombe, sedangkan dari 100 siswi yang tidak berjilbab didapatkan 18 siswi atau 18% yang berketombe dan 82 siswi atau 82% yang tidak berketombe. Dari 56 siswi yang berketombe didapatkan lebih banyak siswi yang berjilbab yaitu 38 siswi dibandingkan siswi yang tidak berjilbab yaitu 18 siswi, sedangkan dari 179 siswi yang tidak berketombe lebih banyak siswi yang berjilbab yaitu 97 siswi dibandingkan siswi yang tidak berjilbab yaitu 82 siswi. Dari hasil analisis chi square test didapatkan nilai X2 = 3,529 dan p-value = 0,071 dengan keeratan hubungan sebesar 0,071. Hal ini berarti p-value > 0,05 sehingga tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

4.2Pembahasan Setelah dilakukan penelitian mengenai perbandingan tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada bulan November 2014 dengan menggunakan sampel berjumlah 235 siswi yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok berjilbab sebanyak 135 siswi dan kelompok tidak berjilbab sebanyak 100 siswi dilakukan penelitian dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung terhadap kulit kepala masing-masing responden didapatkan 56 siswi berketombe dan 179 siswi tidak berketombe hal ini menjelaskan bahwa insidensi total kejadian ketombe secara keseluruhan lebih sedikit dibandingkan yang tidak berketombe. Pada penelitian ini diambil sampel siswi SMA karena pada usia tersebut merupakan usia yang mendekati puncak insidensi kejadian ketombe, hal ini sesuai dengan insiden dan tingkat keparahan kejadian ketombe yang mencapai puncak pada usia 20 tahun dan mulai menurun setelah usia 50 tahun (Wolff, Klaus dkk. 2008).

Berdasarkan tabel 6. didapatkan bahwa dari 135 siswi yang berjilbab didapatkan 38 siswi atau 28,2% yang berketombe dan 97 siswi atau 71,8% yang tidak berketombe, sedangkan dari 100 siswi yang tidak berjilbab didapatkan 18 siswi atau 18% yang berketombe dan 82 siswi atau 82% yang tidak berketombe. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaaan kejadian ketombe baik dari siswi yang berjilbab maupun yang tidak berjilbab karena dari masing-masing kelompok memiliki angka kejadian yang sama-sama sedikit. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis chi square bahwa nilai p-value > 0,05 dengan keeratan hubungan sebesar 0,071. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

Dari hasil penelitian ini didapatkan jumlah penderita ketombe lebih sedikit dibandingkan yang tidak berketombe, namun dari 56 siswi yang menderita ketombe didapatkan 38 siswi atau 67,8% dialami oleh siswi yang berjilbab sedangkan 18 siswi atau 32,2% dialami oleh siswi yang tidak berjilbab. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan jilbab dapat mempengaruhi terjadinya ketombe (Sari, 2004).

Proses terjadinya suatu ketombe sampai sekarangpun masih diperdebatkan, belum ada kesepakatan mengenai teori yang pasti tentang etiopatogenesis dari ketombe, namun terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe, antara lain peningkatan produksi sebum pada kelenjar sebasea, faktor kerentanan individu, faktor lingkungan (suhu dan kelembaban lingkungan), stress, dan pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale yang berlebihan di kulit kepala sehingga menyebabkan kepala berskuama (Aprilia, 2010). Keseluruhan faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam proses terjadinya ketombe.

Pada pengguna jilbab, rambut adalah salah satu aurat yang harus ditutup. Pengguna jilbab yang berada di iklim tropis seperti Indonesia rentan mengalami ketombe disebabkan suhu dan kelembaban pada kulit kepala yang dipengaruhi oleh pemakaian jilbab itu sendiri. Hal ini disebabkan akibat menurunnya pasokan udara yang mengalir di kulit kepala dan rambut pada wanita berjilbab sehingga proses penguapan tubuh melalui kulit terganggu dan menyebabkan kulit kepala mudah berkeringat dan berminyak akibat pengaruh kelembaban pada kulit kepala. Menurut penelitian Ro dan Dawson (2005) suhu dan kelembaban akan mempengaruhi aktivitas kelenjar sebasea yang nantinya mampu meningkatkan aktivitas jamur Pityrosporum ovale dan terjadilah ketombe.

Jilbab bukan merupakan penyebab ketombe, tetapi penggunaan jilbab yang tidak benar merupakan faktor pencetus terjadinya kejadian ketombe. Pilihlah jenis kain jilbab dengan bahan yang mudah menyerap keringat dan yang tidak terlalu tebal, gunakanlah jilbab dengan warna yang cerah sehingga tidak terlalu menyerap panas dan jangan menggunakan jilbab dalam keadaan rambut basah (Ila, 2009).

Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara tingkat kejadian ketombe dengan penggunaan jilbab dan tidak berjilbab, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathony (2012) dan didukung dengan hasil analisis statistik yang memiliki kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab. Tidak terdapatnya perbedaan yang bermakna ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:1. Peneliti tidak mengetahui aktivitas sehari-hari responden dalam merawat dan menjaga kebersihan kulit kepala dan rambutnya2. Peneliti tidak mengetahui nutrisi yang dikonsumsi responden sehari-hari 3. Terdapat faktor lain yang tidak dikendalikan oleh peneliti yaitu faktor hormonal, genetik, dan sensitivitas individu.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai perbandingan tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung yang dilakukan pada tanggal 01 November 2014 maka dapat diperoleh kesimpulan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kejadian ketombe terhadap siswi berjilbab dan siswi tidak berjilbab.

5.2 Saran 1. Bagi peneliti untuk memberikan edukasi kepada siswi mengenai ketombe dan cara penanggulangan ketombe.2. Bagi masyarakat khususnya siswi di SMA Negeri 9 Bandar Lampung disarankan untuk selalu menjaga kebersihan kulit kepala dan rambut baik yang berjilbab maupun tidak berjilbab.3. Bagi siswi yang berjilbab disarankan untuk memilih jenis kain jilbab dengan bahan yang menyerap keringat dan tidak terlalu tebal, yang berwarna cerah, serta gunakan jilbab jangan dalam keadaan basah untuk mengurangi kejadian ketombe.4. Bagi peneliti lain agar dapat melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan pemeriksaan laboratorium dalam menunjang diagnosa klinis ketombe.