rancob novia bab 3-5
DESCRIPTION
Rancangan PercobaanTRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat penelitian yang digunakan adalah Spektrofotometri UV-
Visibel, pH meter, plat silica KLTP, neraca analitik, blender,
ayakan mesh 44, chamber, plat silica gel, penangas air, maserator,
gelas ukur 100 ml, beaker glass 50 ml, beaker glass 250 ml, beaker
glass 1000 ml, gelas ukur 10 ml, rak tabung, tabung reaksi, corong,
spatula, pisau, pipet tetes, thermometer, klem, statif, pipa kapiler
3.1.2 Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah aquadest, Methanol p.a ,
n-heksan, etil asetat, etanol, buffer sitrat (pH 4), buffer fosfat (pH
7), serbuk KBr, pereaksi mayer, dragendorf, logam magnesium,
HCL 5 M, amil alkohol, FeCl3 larutan gelatin 1%, eter, vanillin
sulfat, pereaksi Lieberman-burchad, NaOH
3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah Biji Buah Galinggem (Bixa orelanna L)
yang diperoleh dari Kebun Percobaaan Tanaman Obat STIKes BTH
Tasikmalaya.
18
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Determinasi
Tujuan determinasi adalah untuk menetapkan kebenaran sampel
yang digunakan dalam penelitian. Determinasi tanaman galinggem
dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri morfologi yang ada
pada tanaman galinggem terhadap kepustakaan Flora of Java
volume I, dan juga dilakukan identifikasi dan determinasi tanaman
galinggem, berdasarkan ciri fisiologis seperti daun, batang, serta
akar di Institut Teknologi Bandung.
3.3.2 Pembuatan Simplisia
Sampel diambil langsung kemudian diolah di Laboratorium
Farmakologi STIKes BTH Tasikmalaya. Biji buah galinggem
diolah dengan dikeringkan selama 3 jam dengan oven suhu 30o C.
Setelah sampel kering kemudian dihaluskan hingga halus bobot
simplisia yang didapat sebanyak 50 gram.
3.3.3 Skrining Fitokimia (Fransworth, 1966)
a. Pemeriksaan Saponin
Skrining fitokimia saponin dilakukan dengan cara sebanyak 10
mL larutan uji dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10
detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa
setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit,
19
menunjukkan adanya saponin dan pada penambahan 1 tetes
HCl 2N, busa tidak hilang (Depkes RI, 1989).
b. Pemeriksaan Flavonoid
Skrining fitokimia flavonoid dilakukan dengan cara sebanyak 1
mL larutan uji diuapkan hingga kering, sisanya dibasahkan
dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat
P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas
penangas air dan dihindari pemanasan berlebihan. Sisa yang
diperoleh dicampur dengan 10 mL eter P. Diamati dengan sinar
UV 366 nm; larutan berflurorensensi kuning intensif,
menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Depkes RI, 1989).
c. Pemeriksaan Triterpenoid dan Steroid
Pada pemeriksaan triterpenoid dan steroid dilakukan dengan
menggunakan reaksi Liebermann Burchard. Larutan uji
sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan porselen. Residu
dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, setelah itu ditambahkan
dengan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 mL. Selanjutnya
ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung.
Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan, sedangkan
adanya steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru
kehijauan (Ciulei, 1984).
20
d. Pemeriksaan Minyak Atsiri
Skrining fitokimia minyak atsiri dilakukan dengan cara, larutan
uji dipipet sebanyak 1 mL kemudian diuapkan di atas cawan
porselen hingga diperoleh residu. Hasil positif minyak atsiri
ditandai dengan bau khas yang dihasilkan oleh residu tersebut
(Ciulei, 1984).
e. Pemeriksaan Alkaloid
Skrining fitokimia alkaloid dilakukan dengan cara sebanyak 2
mL larutan uji diuapkan di atas cawan porselen. Residu yang
terbentuk dilarutkan dengan 5 mL HCl 2 N. Larutan yang
dihasilkan dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama
berfungsi sebagai blanko yang ditambahkan dengan HCl 2 N,
tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendorff dan
tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer. Hasil positif
adanya alkaloid terbentuknya endapan jingga dan kuning
(Farsnworth, 1966).
f. Pemeriksaan Tanin
Skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL
larutan uji direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 10%,
adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua
atau hitam kehijauan (Robinson, 1991).
21
3.3.4 Ekstraksi Zat Warna dari Biji Galinggem (Bixa orelanna L)
Biji buah galinggem (Bixa orelanna L) yang sudah
dihaluskan ditimbang 250 gram kemudian dimaserasi dengan
pelarut methanol yang mengandung 1% HCl hingga semua biji
galinggem terendam (Lestario et al., 2011) Filtrat disaring dengan
kertas sarinng Whatman. Hasil filtrate diuji stabilitas, ditetapkan
kadarnya.
3.3.5 Pemekatan Ekstrak
Filtrat yang dipeoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan
rotary evaporator pada suhu 60oC hingga diperoleh ekstrak pekat.
Ekstrak pekat yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan
kadar bixin dalam Biji buah galinggem (Bixa orelanna L).
3.3.6 Pemantauan Ekstrak
Identifikasi bixin dalam Biji buah galinggem (Bixa
orelanna L) menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) ( Harbone, 1996). Plat KLT diaktivasi disalam oven pada
suhu 105oC selama 13-15 menit. Kemudian dubuat tanda 1 cm dari
bagian ujung bawah dan atas pada plat KLT. Ekstrak kental bixin
ditotolkan 1 cm dari bagian bawah plat KLT kemudian diangin-
anginkan hingga kering. Fase gerak yang digunkan dioptimasi
mana yang paling banyak menimbulkan bercak noda. Fase gerak
22
yang digunakan merupakan campuran dari pelarut organic polar
dan non polar atau semi polar. Bercak yang terbentuk diamati
dibawah lampu UV254 dan UV365 kemudian nilai Rf dihitung.
3.3.7 Penetapan Kandungan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Giusti dan
Wrolstad (2000) kandungan bixin total dapat ditentukan dengan pH
perbedaan (pH differensial). Ekstrak bixin dilarutkan kedalam
buffer KCl-HCl (pH 1) serta buffer NaOAc (pH 4,5) dengan
perbandingan ekstrak : buffer ( 1:5 v/v ). Larutan tersebut
diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 470-700 nm.
Kemudian hasil dihitung dengan rumus :
Kemudian dimasukkan pada rumus :
Total bixin (mg/L)=
Keterangan :
A =
= Koefisien ekstingsi molar (L x mol-1 x cm-1)
23
= 26.900 molar
MW = bobot molekul (449,2 untuk sianidin 3-glukosida)
DF = faktor pengenceran
1 = tebal kuvet (1 cm)
103 = faktor konversi dari gram ke mg
3.3.8 Uji Stabilitas Warna Biji Buah Galinggem Terhadap pH
Ekstrak methanol Biji Buah Galinggem sebanyak 100 mg
dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambhakna pelarut
methanol-HCl 1 % kemudian ditambahkan HCl hingga mencapai
pH 4, 5, 6 dan 7 selanjutnya ditambahkan buffer sitrat atau buffer
fosfat. Semua zat dihomogenkan dan disaring menggunakan kertas
saring. Masing-masing filtarat yang diperoleh diperiksa
menggunakan spekrofotomer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal.
3.3.9 Uji Stabilitas Zat Warna dari Biji Galinggem terhadap suhu
Timbang ekstrak dengan seksama sebanyak 100 mg
dilarutkan dengan pelarutnya lalu disaring kemudian dipanaskan
pada suhu 50oC, 60 oC, 70 oC, 80 oC, 90 oC dan 100 oC, dinginkan
beberapa saat kemudian filtrate diukur absorbansinya
menggunakan spekrtofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Biji buah galinggem (Bixa orellana L) yang digunakan sebagai
sampel diperoleh dari Kebun Percontohan Tanaman Obat STIKes BTH
Tasikmalaya pada bulan April 2016. Sebelum digunkan biji buah
galinggem dideterminasi untuk memastikan identitas tumbuhan
berdasarkan sifat morfologi dan fisioligisnya. Determinasi tanaman
dilakukan di Laboratorium Herbarium Sekolah Tinggi Ilmu dan
Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
Hasil determinasi menunjukkan bahwa biji buah gainggem yang
digunkan sebagai sampel berasal dari Divisi Magnoliophyta, Kelas
Magnoliopsida, Ordo Cistales, Famili Bixaceae, Genus Bixa,
Spesies Bixa orelllana L.
4.2 Preparasi Sampel
Biji galinggem yang diperoleh disortasi kering dari tanah dan
kotoran yang menempel. Kemudian dicuci dengan air hingga benar-
bernar bersih, setelah itu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
Biji buah galinggem yang sudah kering kemudian dikeringkan di dalam
25
kotak berwana hitam dan diterangi oleh lampu pada suhu 40oC selama 3
hari hingga menjadi simplisia kering.
Pengeringan dengan sinar matahari tidak langusng atau dengan
menggunkan lampu bohlam 35-40oC bertujuan agar kandungan bixin
yang terdapat dalam biji buah galinggem tidak rusak, selain sebagian
zat warna bixin merupakan senyawa antioksidan sehingga secara umum
diketahui bahwa cahaya dan oksigen mampu mempercepat degradasi
bixin (Fennema, 1996; Nollet, 1996). Paparan cahaya dapat
menimbulkan degradasi molekul bixin sehingga kehilangan pigmen
warna berhubungan dengan hidrolisis bixin (Ozella, 2007)
Simplisia kering kemudian diserbukan menggunakan blender
kemudian diayak dengan ayakan mesh 44 hingga didapatkan serbuk
kasar biji galinggem. Ukuran partikel sampel dibuat kasar dengan
tujuan untuk ekstraksi maserasi karena untuk maserasi digunakan
sampel serbuk kasar. Hal ini berkaitan tujuan maserasi digunakan
sampel serbuk kasar. Hal ini berkaitan dengan tujuan maserasi yaitu
tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan
yang diekstraksi sehingga sampel yang digunakan tidak mudah rusak
(Guenther, 1987). Hasil penyerbukan simplisia biji galinggem yaitu
serbuk yang berwarna merah dan berbau khas. Untuk selanjutnya
serbuk biji galinggem merah dapat digunakan untuk skrining fitokimia.
26
4.3 Skrining Fitokimia
Hasil dari skirning fitokimia pada serbuk biji galinggem merah adalah :
Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Biji Galinggem
Golongan Senyawa Hasil
Alkaloid +
Flavonoid +
Tannin -
Polifenol -
Steroid/ Triterpenoid +
Saponin +
kuinon -
Keterangan :
(+) = mengandung senyawa
(-) = tidak mengandung senyawa
Dari hasil pengujian skrining fiotokimia pada serbuk simplisia biji
galinggem merah menunjukkan bahwa dalam serbuk ini mengandung
alkaloid, flavonoid, steoid dan saponin. Bixin merupakan salah satu
senyawa golongan apokarotenoid yang bersifat nonpolar. Senyawa
flavonoid ditandai dengan bagian yang kaya akan pigmen dan bixin
merupakan pigmen yang menghasikan warna kuning hingga merah.
Pada uji skirning fitokimia flavonoid menunjukkan hasil yang positif
27
karena bixin merupakan golongan senyawa flavonoid selain flavon,
flavonol, isoflavon, katekin dan proantosianidin ( Walker, 1995)
4.4 Ekstraksi Zat Warna dari Biji Galinggem
Metode ekstraksi yang digunkan yaitu metode maserasi. Serbuk bij
galinggem merah ditimbang 250 gram direndam dengan pelarut
methanol yang mengandung 1 % HCl pekat hingga semua serbuk biji
galinggem terendam kemudian dimaserasi dalam alat maserator
direndam 1 x 24 jam kemudian pelarut diganti hingga warna maserat
memudar. Lamanya maserasi tergantung pada intensitas warna yang
diperoleh dari proses ekstraksi.
Metode ini dipilih karena sifat bixin mudah rusak oleh sinar
matahari langsung dan pemanasan. Penekanan pada metode maserasi
ini yaitu tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan
jaringan yang diekstraksi (Guenther, 1987). Methanol merupakan
pelarut organic polar dimana bixin dapat dengan mudah larut, selain itu
titik didih meetanol yang rendah dapat mencegah kerusakan antosianin
akibat pemanasan yang tinggi serta proses pemekatan dapat lebih cepat.
Penambahan HCl 1 % pada methanol bertujuan untuk mendenaturasi
sel vakuola tanaman sehingga senyawa target dapat terlarut lebih
banyak terlarut dalam pealrutnya, selain itu bixin tidak stabil dalam
kondisi netral ataupun basa sehingga kondisi larutan harus bersifat asam
(Arisandi,2001)
28
Efesiensi ekstraksi bixin dan koefisien difusinya dipengaruhui oleh
suhu dan pH, smakin rendah pH maka koefisien distribusi akan semakin
tinggi, begitu juga dengan suhu. Namun bixin merupakan senyawa
fenolik yang termolabil sehingga berakibat pada penurunan
bioaktivitasnya (Turker dan Erdogdu, 2006). Maka penambahan HCl 1
% dalam ekstraksi bixin menyebabkan hidrasi sebagian hingga total
bikin yang terasetilasi sehingga akan mempengaruhi absrobansinya,
karena dari kedua pengaruh yaitu suhu dan pH, pengaruh pH lebih
signifikan daripada pengaruh temperature ( Revilla, 1998)
Hasil dari maserasi yang berwarna merah pekat pada hari pertama
dan hari kedua kemudian memudar di hari ke tiga dan selanjutmya.
Sesuai dengan prinsip maserasi yaitu “like dissolve like” methanol
menyari banyak zat warna yang ditandai dengan tersarinya maserat
yang berwarna pekat. Penambahan HCl membuat zat warna yang tersari
lebih banyak hal ini menandakan bahwa bixin stabil pada pH asam dan
dalam kondisi ini bixin berada dalam bentuk flavium klorida
4.5 Pemekatan Ekstrak
Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan alat rotary
evaporator pada suhu 62oC hingga diperoleh ekstrak pekat, titik didih
methanol yaitu 64,5oC. Kemudian dituangkan kedalam wadah
penampung ekstrak pekat. Tujuan dari pemekatan ekstrak yaitu untuk
menguapkan pelarut berdasarkan titik didihnya lalu dipisahkan dari
29
senyawa analit dengan adanya kondensor dan pendingin balik sehingga
pelarut yang menguap berubah menjadi fasa cair sehingga yang terdapat
dalam labu penyari adalah ekstrak pekat.
Pemekatan pada suhu diatas titik didih akan merusak senyawa
yang diisolasi sehingga saat proses rotary evaporator harus diperhatikan
dengan baik. Penguapan yang dilakukan pada suhu tinggi akan merusak
senyawa analit maka dari itu penguapan yang baik dilakukan pada
kondisi vakum sehingga menghemat energy dan proses penguapan
berlangsung lebih cepat dan mencegah kerusakan bixin (Arisandi,
2001)
Setelah pemekataan diperoleh ekstrak kental yang berwarna merah
tua atau warna merah pekat. Selanjutnya ekstrak kental dapat ditentukan
selanjutnya mulai dari uji stablitas dan penetapan kadar.
4.6 Penetapan Kadar Bixin dari Ekstrak kasar
Berdasarkan Giusti dan Wrolstad (2001) dalam Lee (2005),
analisis kadar bixin dapat dilakukan dengan metode pH differensial.
Ekstrak kental dilarutkan dengan buffer KCl-HCl 1,0 dan buffer
NaOAc pH 4,5. Larutan dengan suasana pH yang berbeda diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ 470-700
nm dan aquadest sebagai blanko. Kandungan bixin total dalam ekstrak
biji buah galinggem dihitung ekivalen dengan sianidin 3-glukosida
30
Berdasarkan penelitian Giusti dan Wrolstad (2001) prinsip
penetapan konsentrasi bixin menggunakan pH differensial ini karena
bixin mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi. Kondisi ini yang
dijadikan acuan dalam menentukan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Perubahan warna bixin disebabkan oleh
perbedaan stabilitas pada tingkatan pH
Lee (2005) menambahkan bahwa perbedaan absorbansi pigmen
pada panjang gelombang 470 nm sebanding dengan konsentrasi pigmen
sianidin-3-glukosida bixin terdegredasi dalam bentuk polimer yang
tahan terhadap perubahan warna tanpa pH, namun tidak termasuk
kedalam pengukuran absorbansi karena absorbansi yang dikehendaki
yaitu pada pH 1,0 dan pH 4,3. Hasil dar penentuan kadar bixin total
yang dihitung sebagai sianidin 3-glukosida menggunakan metode pH
diferensiasi yaitu 12,74 mg/L
4.7 Uji Stabilitas Zat Warna Biji Galinggem Terhadap pH
Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dalam pelarutnya yaitu
methanol-HCl 1% kemudian ditambahkan buffer sitrat (asam sitrat-
natrium sitrat) atau buffer fosfat hingga mencapai pH 4, 5, 6, dan 7.
Kemudian diukur absorbansinya menggunakan spktrofotometer UV-
Vis. Pengukuran pH ini untuk menunjukkan stabilitas bixin terhadap
perbedaan pH.
31
Dari hasil pengukuran didapat pH 4 menghasilkan absorbansi
0,654, pH 5 menghasilkan absorbansi 0,278 , pH 6 menghasilkan
absorbansi 0,104 dan pH 7 menghasilkan absorbansi 0,084. Semakin
naik nilai pH maka zat warna bixin semakin kurang stabil hal ini
ditandai dengan penurunan absorbansi yang terjadi karena adanya
perubahan atau pergantian gugus yang terikat pada struktur dasar posisi
ikatannya. Gugus krmofor dari senyawa ini menyerap radiasi
elektromagnetik sehingga menghasilkan absorbansi. Absorbansi
berbanding terbalik dengan nilai pH. Semakin tinggi nilai pH maka
absorbansinya semakin kecil (Panji, 2012)
4.8 Uji Stabilitas Zat Warna Biji Buah Galinggem Terhadap Suhu
Pada dasarnya zat warna memiliki karakteristik kestabilan
terhadapa pemanasan tersendiri. Bixin selain sebagai zat warna
merupakan senyawa antioksidan yang tidak stabil terhadap pemanasan
yang tinggi
Sebanyak 400 mg ekstrak kental biji buah galinggem ditimbang
seksama kemudian dilarutkan dalam 100 ml pelarutanya hingga
homogen. Kemudan dari larutan tersebut dimasukkan kedalam botol
vial dan dipanaskan pada suhu 40o, 50o, 70o, 80o, 90o, dan 100o selama 5
menit kemudaian diukur absorbansinya menggunakan spetrofotometer
Uv-Vis
32
Dari hasil percobaan menunujukkan semakin tinggi suhu maka
absorbansinya semakin besar, hal ini terjadi karena penguapan yang
terjadi pada pelarut yang digunakan yaitu methanol yang memiliki titik
didih 64,5oC sehingga yang terjadi adalah penguapan pelarut yang
sangat cepat sebanding dengan kenaikan suhu pemanasan. Semakin
besar suhu maka semakin besar absorbansi yang artinya pelarutnya
semakin mudah menguap maka ketika pelarut habis karena penguapan
yang akan kontak langusng dengan panas adalah senyawa bixin. Semaik
besar absorbansi maka semakin pekat larutan dan semakin cepat bixin
rusak. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perubahan
karakteristik bixin pada suhu 90o bixin sudah memiliki rentang yang
cukup jauh dari suhu 80oC. Hal ini menunjukkan bahwa bixin sudah
tidak stabil pada suhu 90oC tetapi masih stabil pada suhu 80oC.
Kerusakan bixin disebabkan oleh dekomposisi bixin dari bentuk
aglikon menjadi kalkon (Wijaya et al., 2001)
Suhu pemanasan bersifat “irreversible” artinya tidak dapat kembali
menjadi bentuk semula seperti khalkon yang tidak berwarna tidak dapat
kembali menjadi kation. Bixin terdegradasi akibat dari suhu . (Arthey
dan Ashurst, 2001)
33
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kadar zat warna bixin
pada biji buah galinggem (Bixa orellana L) yaitu 12,74 mg/L, stabilitas zat
warna bixin stabil hingga pH 4 dan pemansan pada suhu 80oC.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur senyawa
bixin yang terdapat dalam biji buah galinggem dengan isolasi senyawa
murni kemudan elusidasi struktur hingga diperoleh jenis bixin yang
spesifik.
34