bab 2.3
DESCRIPTION
mmmasyyTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apa yang dimaksud dengan zat terlarang/psikoaktif? Apa itu Narkoba? Apa saja jenis
dan macamnya?
Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di
Indonesia. Lebih tiga ratus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah sejenis zat
psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan disalahgunakan
oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian pada awal tahun
1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid, menyebar di beberapa kota
besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh penyalahgunaan turunan opioid lainnya
seperti petidin. Pada medio tahun 1990-an, peredaran zat psikoaktif golongan opioid
menanjak tajam terutama dari heroin, diikuti golongan amphetamine-type stimulants
(amfetamin, ecstasy, shabu). Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat
peningkatan jumlah penyalahguna Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(Napza) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 prevalensi penyalahguna napza sebesar
1,99 % dari penduduk Indonesia pada kelompok berumur 10 — 59 tahun (sekitar 3.6
juta jiwa), sedangkan pada tahun 2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi
2,21 % dan tahun 2015 naik menjadi 2,8 % atau setara dengan 5,1 - 5,6 juta orang
(Badan Narkotika Nasional, 2008). Jumlah penyalahguna Napza yang diperkirakan
membutuhkan rehabilitasi berdasarkan estimasi jumlah pecandu teratur pakai adalah
sebesar 700.000 (27%). Saat ini kapasitas yang ada kurang dari 700.000 orang.
Pemerintah memiliki fasilitas rehabilitasi dengan kapasitas 2134 orang sedangkan
fasilitas swasta memiliki kapasitas 4046 orang. Dan seluruh penyalahguna Napza
hanya kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh layanan "terapi": Seribu orang dalam
terapi substitusi metadon, 500 orang terapi substitusi buprenorfin, kurang dari 1000
orang dalam rehabilitasi (pesantren, therapeutic communities, kelompok bantu self-
help group), 2000 orang dalam layanan medis lain dan sekitar 4000 orang menjadi
penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi. jumlah penyalahguna Napza
yang belum mendapat layanan pemulihan di Indonesia sangat besar. Para
penyalahguna Napza dengan cara suntik berisiko untuk mendapatkan infeksi HIV.
Berdasarkan data dari IBBS (2011) prevalensi HIV pada populasi kunci sebagai
LBM I Page 3
berikut: 41% pada penyalahguna Napza dengan cara suntik, 36% pada kelompok
heteroseksual, 8% pada kelompok laki-laki sutra laki-laki dan 4,7% dari transmisi
perinatal. Badan Narkotika Nasional memperkirakan terdapar 15% penyalahguna
Napza dengan cara suntik.
NAPZA, yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain.
Sebutan yang mirip di masyarakat adalah "narkoba", yang merupakan akronim dari
narkotik, psikotropika dan bahan-bahan (atau obat-obatan, zat adiktif lain) berbahaya.
NAPZA ada yang semata-mata berasal dari tumbuhtumbuhan (natural, alami) seperti:
ganja, ada yang sintetis ("shabu") dan ada Pula yang semi-sintetis ("putauw"). Napza
didefinisikan sebagai setiap bahan kimia /zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
memengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis.
WHO (World Health Organization) Technical Report series, no. 561 sejak
tahun 1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah "dependence-
producing drugs" sebagai berikut :
1. alcohol-barbiturate type - e .g ., ethanol, barbiturates, and certain other drugs with
sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide, diazepam,
meprobamate, and methaqualone ;
2. amphetamine type - e .g., amphetamine, dexamphetamine, methamphetamine,
methylphenidate, and phenmetrazine ;
3. cannabis type - preparations of Cannabis sativa L., such as marihuana (bhang,
dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas) ;
4. cocaine type - cocaine and coca leaves ;
5. hallucinogen type - e .g., lysergide (LSD), mescaline, and psilocybin;
6. khat type - preparations of Catha edulis Forssk ;
7. opiate type - e .g ., opiates such as morphine, heroin, and codeine, and synthetics
with morphine-like effects, such as methadone and pethidine ; and
8. volatile solvent type - e .g ., toluene, acetone, and carbon tetrachloride.
LBM I Page 4
Dewasa ini beberapa ahli juga men-cantumkan nikotin, kafein dan anal-getik
sebagai zat yang mendatangkan ketergantungan. Snyder (1983) menyebutkan, setiap
zat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat tersebut sebagai: pgchoactive
drugs (zat psikoaktif) yang membaginya atas golongan :
Opiat atau opioid, misalnya morfin dan heroin
Neuroleptik (antipsikotik), misalnya khlorpromazin, haloperidol
Stimulans, seperti amfetamin dan kokain
Anti-ansietas, seperti diazepam, khlordiazepoksid
Anti-depresan, seperti amitriptllin, imipramine
Psikedeliks, seperti LSD, meskalin
Sedatif-hipnotik, seperti fenobarbitol, kloralhidrat3
2. Mengapa zat tersebut dikategorikan terlarang?
LBM I Page 5
Karena zat zat tersebut memiliki resiko penyalah gunaan obat yang cukup
tinggi. Obat psikotropik sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah
(missuse) atau disalah gunakan (abuse) beresiko menyebabkan timbulnya gangguan
jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kategori diagnosis F.10-F.19 “gangguan
mental dan prilaku aibat penggunaan zat psikoaktif”
Gangguan mental dan prilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk
sebagai berikut :
A. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)
a. Berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda
pada dosis yang berbeda)
b. Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari zat
(dapat terjadi efek paradoksal)
B. Penggunaan yang merugikan (harmful use)
a. Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat
berupa fisik atau mental)
b. Belum menunjukan adanya sindrom ketergantungan
c. Sudah ada hendaya psikososial sebagai dampaknya
C. Sindrom ketergantungan (dependentce syndrome)
a. Adanya keinginan yang amat kuat (dorongan kompulsif) untuk
menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan
memperoleh efek psikoaktif dari zat tersebut :
b. terdapat kesulitan untuk menguasai prilaku menggunakan zat, baik
mengenai mulainya, menghentikanya, ataupun membatasi
jumlahnya ( loss of control)
c. Penghentian atau pengurangan zat menimbulkan keadaan putus zat,
dengan perubahan fisiologi tubuh yang sangat tidak
menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebut lagi atau yang
sejenis untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut
d. Terjadi peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan untuk
memperoleh efek yang sama (gejala toleransi)
e. Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari adanya
akibat yang merugikan kesehatannya
D. Keadaan putus zat (withdrawel state)
LBM I Page 6
a. Gejala gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian
pemberian zat sesudah suatu penggunaan zat yang terus menerus
dan dalam jangka waktu panjang dan atau dosis tinggi
b. Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung pada jenis dan
dosis zat yang digunakan sebelumnya
c. Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan penggunaan
zat
d. Salah satu indicator dari syndrome ketergantungan
E. Gangguan psikotik (psychotic disorder)
a. Sekelompok gejala gejala psikotik yang terjadi selama atau segera
sesudah pengguaan zat psikoaktif
b. Ditandai oleh halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau
“ideas of reference” (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai
acuan) yang sering kali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan
psikomotor (excitemen atau stupor) dan efek yang abnormal yang
terentang antara ketakutan yang mencekam sampai ke kegembiraan
yang berlebihan
c. Pada umumnya keadaan kesadaran jernih
d. Variasi pola gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan
kepribadian pengguna zat.
F. Syndrome amnesik (amnesic syndrome)
a. Terjadi hendaya atau gangguan daya ingat jangka pendek (recent
memory) yang menonjol, kadang kadang terdapat gangguan jangka
panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera
(immediate recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya
relative masih baik
b. Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan
kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi suatu
peristiwa, dan lain lain)
c. Keadaan kesadaran jernih
d. Perubahan kepribadian, yang sering disertai keadaan apatis dan
hilangnya inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.2
3. Apa dasar hukum pengelompokan zat terlarang di indonesia?
LBM I Page 7
Narkotika, menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(UU 35/2009), adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang.
Kasus keracunan baik fatal maupun non fatal hampir selalu dijumpai setiap
tahun. Walaupun bukan penyebab utama dari kasus forensik, namun kasus keracunan
perlu mendapat cukup perhatian. Secara definisi, racun merupakan suatu zat yang
apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik)
merusak faal tubuh baik secara kimia ataupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit
atau kematian.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
narkotika pasal 6 ayat 1, penggolongan narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu:
1. Golongan I
a. Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
b. Tidak digunakan dalam terapi
c. Potensi ketergantungan sangat tinggi
Contoh: tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka,
kokain merah) heroin, morfin dan ganja.
2. Golongan II
a. Untuk pengobatan pilihan terakhir
b. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
c. Potensi ketergantungan tinggi
Contoh: Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol
3. Golongan III
a. Digunakan dalam terapi
b. Potensi ketergantungan ringan
Contoh: Opium obat, codein, petidin, fenobarbital
4. Jika terlarang, mengapa keberadaannya masih tetap beredar luas di masyarakat?
LBM I Page 8
Karna hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah.
Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba
dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba
yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan
tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua,
ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya
pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan, namun masih sedikit kemungkinan
untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-
anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya
yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu
dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik
anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.1
5. Apa tanda dan gejala seseorang dikategorikan sebagai pecandu narkoba?
Seseorang dikatakan pecandu narkoba jika memiliki tanda dan gejala yang
spesifik seperti yang diuraikan dalam table No 6.
Karna adanya efek adiksi dari NAPZA ataupun obat terlarang tersebut
sehingga seseorang mengalami kecanduan terhadap Narkotika, Psikotropika dan Zad
adiktif lainnya.
Adiksi berasal dari bahasa Inggris addiction yang berarti ketagihan atau
kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan dalam
literatur Kedokteran, namun tidak dicantumkan sebagai salah satu diagnosis. Adiksi
membuat seseorang, balk secara fisik maupun psikologis mengurangi kapa-sitasnya
sebagai manusia untuk berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mem-buatnya
mengala.mi perubahan perilaku, menjadi obsesif kompulsif (dalam meng-gunakan
zat), sehingga mengganggu hubungannya dengan orang lain. Salah satu cabang Ilmu
Psikiatri yang memfokuskan studi dalam bidang adiksi disebut Psikiatri Adiksi.
Dalam konsep kedokteran, keter-gantungan NAPZA merupakan gangguan
yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga
memberikan efek ketergantungan (craving, withdrawal, tolerance). Sedang
penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah lake bereksperimentasi, mengalami rasa
kecewa, perilaku membangkang, "masalah keuangan" dan self medication. Dalam
LBM I Page 9
masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalah tafsirkan. Pada umumnya seseorang
yang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita ketergantungan.3
6. Apa tanda dan Gejala serta Efek negatif seseorang dengan kecanduan dan narkoba
lainnya?
zat Efek perilaku Efek fisik
Opiate dan opoid :
opium, morfin, heroin
Demerol, methadone,
pentazocine
Euphoria, mengantuk,
anoreksia, penurunan
dorongan seksual,
hipoaktivitas, perubahan
kepribadian
Miosis, pruritus, mual,
bradikardi, konstipasi,
jejak jarum
dilengan,tungai, bokong
Amfetamin dan
simpatomimetik,
termasuk kokain
Terjaga, banyak bicara,
euphoria, hiperaktivitas,
agresivitas, agitasi,
kecendrungan paranoid,
impotensi, halusinasi lihat dan
raba.
Midriasis, tremor,
halitosis, mulut kering,
takikardi, hipertensi,
penurunan berat badan,
aritmia, demam, kejang,
perforasi septum hidung.
Depresan system saraf
pusat pusat: barbiturate,
methaqualone,
meprobamate,
benzodiazepin, doriden
Mengantuk, konfusi, tidak ada
perhatian
Diaphoresis, attaksia,
hipotensi, kejang,
delirium, miosis.
Inhalan lain : nitrogen
oksida
Euphoria, mengantuk, konfusi Ataksia, analgesia,
depresi pernapasan,
hipotensi
alkohol Pertimbangan buruk, banyak
bicara, agresi, gangguan
atensi, amnesia
Nistagmus, muka
kemerahan, ataksia,
bicara cadel
Halusinogen: LSD,
psilocybin,mescaline,
DMT,DOM atau STP,
MDA
Halusinasi, ide paranoid,
perasaan pencapaian dan
kekuatan palsu, kecendrungan
bunuh diri, atau membunuh
Midriasis, ataksia,
konjungtiva hiperemis,
takikardi, hipertensi.
pencyclidine Halusinasi, ide paranoid, Nistagmus, midriasis,
LBM I Page 10
mood labil, asosiasi, longgar,
katatonia, perilaku kekerasan,
kejang
ataksia, takikardi,
hipertensi.
Hidrokarbon volatif, dan
derivate minyak bumi:
lem, benzene, gasoline,
tiner vermis, cairan
permantik api, aerosol
Euphoria, sensorium
mengabur, bicara cadel,
halusinasi pada 50% kasus
Ataksia, bau pernapasan,
taikardi dengan
kemungkinan fibrilasi
ventrikuler,
kemungkinan kerusakan
pada otak, hati ginjal,
miokardium, kerusakan
otak permanen jika di
gunakan setiap hari,
selama lebih dari 6
bulan.
Alkaloid belladonna,
medikasi yang di jual
bebas, dan morning glory
seeds, stramonium,
homartropine,
scopolamine.
Konfusi, luapan, kegembiraan,
delirium, stupor, koma.
Kulit panas, eritema.
Lemah, haus, pandangan
kabur, mulut dann
tenggorokan kering,
midriasis, kedutan,
disfagia, sensivitas
cahaya, pireksia,
hipertensi diikuti syok
retensi urin.1
7. Bagaimana perbedaan ketergantungan subsansi dan penyalah gunaan substansi? Dan
Jelaskan bagaimana bentuk gangguan mental lain yang berhubungan dengan adiksi?
Adiksi berasal dari bahasa Inggris addiction yang berarti ketagihan atau
kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan dalam
literatur Kedokteran, namun tidak dicantumkan sebagai salah satu diagnosis. Adiksi
membuat seseorang, balk secara fisik maupun psikologis mengurangi kapa-sitasnya
sebagai manusia untuk berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mem-buatnya
mengala.mi perubahan perilaku, menjadi obsesif kompulsif (dalam meng-gunakan
LBM I Page 11
zat), sehingga mengganggu hubungannya dengan orang lain. Salah satu cabang Ilmu
Psikiatri yang memfokuskan studi dalam bidang adiksi disebut Psikiatri Adiksi.
Dalam bidang psikiatri, istilah adiksi sering digunakan. Misalnya salah satu
instrumen penting mengukur keparahan suatu kasus ketergantungan zat adiktif
menggunakan nama Addiction Severity Index (Mc Lellan, 1985) yang digunakan di
banyak negara. Sehubungan dengan beragamnya golongan NAPZA, maka sesuai
sebutannya dikenal: adiksi tembakau, adiksi ganja, adiksi heroin (heroin addiction),
adiksi alkohol (alcohol addiction), adiksi kokain (cocaine addiction), adiksi shabu
(meth-amphetamine addiction), adiksi ecstasy (IDMA.-addiction), benzodiazOine
addiction, steroid addiction dan lain-lain. Sebetulnya perilaku adiksi tidak hanya
berkait dengan penggunaan NAPZA, namun dikenal Pula beberapa bentuk adiksi lain
seperti: adiksi seksi-ml (sexual addiction), adiksi Judi (gambling), adiksi makanan
(food addiction), adiksi berbelanja (shopping addiction), adiksi Internet (gbernet
addiction), adiksi telepon seluler(mobile phone addiction) dan lain-lain.
Ketergantungan dan penyalahgu-naan NAPZA adalah istilah kedokteran.
Seseorang disebut ketergantungan dan mengalami penyalahgunaan NAPZA, bila
memenuhi kriteria diagnostik tertentu. Menurut Gangguan Penggunaan NAPZA),
terdiri atas 2 bentuk:
1. Penyalahgunaan, yaitu yang mem-punyai harmful effects terhadap
kehidupan orang, menimbulkan problem kerja, mengganggu hubungan
dengan orang lain (relationship) serta mempunyai aspek legal.
2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat,
tidak mampu menghentikan kebia saan menggunakan, menggunakan
dosis NAPZA lebih dari yang diinginkan.
Dalam konsep kedokteran, keter-gantungan NAPZA merupakan gangguan
yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga
memberikan efek ketergantungan (craving, withdrawal, tolerance). Sedang
penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah lake bereksperimentasi, mengalami rasa
kecewa, perilaku membangkang, "masalah keuangan" dan self medication. Dalam
masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalah tafsirkan. Pada umumnya seseorang
yang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita ketergantungan.3
LBM I Page 12
8. Bagaimana kriteria mendiagnosis sesorang dengan gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat? dan Bagaimana mendiagnosis sesorang dengan gangguan
mental dan prilaku akibat pengguanaan heroin dan narkoba?
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih
gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
(a) adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa
(kompulsis) untuk menggunakan zat psikoaktif;
(b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,
termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang
menggunakan;
(c) keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau Flx.4 pada
kriteria diagnosis PPDGJ-III) ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau
orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus
zat;
(d) terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat
psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang
biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat
ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat
yang dosis harian-nya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak
berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula;
(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau
minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan
zat atau untuk pulih dari akibatnya;
(f) tetap menggunakan zat meskipun is menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan
dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan
bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan, sadar
akan hakekat dan besarnya bahaya.5
LBM I Page 13
9. Bagaimana kriteria mendiagnosis sesorang dengan gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat? Apa diagnosis kasus diatas sesuai dengan pedoman diagnosis
gangguan jiwa?
Berdasarkan PPDGJ-III dapat di diagnosis bahwa didapatkan kriteria sindrom
ketergangan dan keadaan putus zat menurut klasifikasi diagnosis dibawah ini :
Diangnosis sindrom ketergantungan
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih
gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
(a) adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa
(kompulsis) untuk menggunakan zat psikoaktif;
(b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,
termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang
menggunakan;
(c) keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau Flx.4 pada
kriteria diagnosis PPDGJ-III) ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau
orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus
zat;
(d) terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat
psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang
biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat
ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat
yang dosis harian-nya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak
berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula;
(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau
minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan
zat atau untuk pulih dari akibatnya;
(f) tetap menggunakan zat meskipun is menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
LBM I Page 14
penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan
dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan
bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan, sadar
akan hakekat dan besarnya bahaya.
Diangnosis Withdrawell Syndrome
Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan (lihat Flx.2) dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus
turut dipertimbangkan.
Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus.
Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan
psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan
gambaran umum dari keadaan putus zat ini.
Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda
dengan meneruskan penggunaan zat.5
10. Bagaimana memberikan dorongan kepada keluarga korban agar membantu
menyembuhkan anggota keluarganya yang kecanduan heroin?
NIDA (National Institute on Drug Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar
terapi efektif berikut, untuk dijadikan pegangan profesional dan masyarakat:
1) Tidak ada satupun bentuk terapi serupa yang sesuai untuk semua individu
2) Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia setiap waktu.
Seorang dengan adiksi umum-nya tidak dapat memastikan kapan memutuskan
untuk masuk dalam program terapi. Pada kesempatan pertama ia mengambil
keputusan, harus secepatnya dilaksanakan (agar ia tidak berubah pendirian
kembali)
3) Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak kebutuhan (` needs')
individu tersebut, tidak semata-mata hanya untuk kebutuhan memutus
menggunakan Napza
4) Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara kontinyu dan
kalau perlu dapat
LBM I Page 15
5) dimodifikasi guna memastikan apakah rencana terapi telah sesuai dengan
perubahan kebutuhan orang tersebut atau belum
6) Mempertahankan pasien dalam satu periode waktu program terapi yang
adekuat merupakan sesuatu yang penting guna menilai apakah terapi cukup
efektif atau tidak
7) Konseling (perorangan dan/atau kelompok) dan terapi perilaku lain merupakan
komponen kritis untuk mendapatkan terapi yang efektif untuk pasien adiksi
8) Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada terapi banyak
pasien, terutama bila dikombinasikan dengan konseling dan terapi perilaku
lain
9) Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita gangguan mental, harus
mendapatkan terapi untuk keduanya secara integrative
10) Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi adiksi dan
detoksifikasi hanya sedikit bermakna untuk menghentikan terapi jangka
panjang
11) Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin menghasilkan suatu
bentuk terapi yang efektif. Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama
terapi berlangsung harus dimonitor secara kontinyu
12) Program terapi harus menyediakan assessment untuk HIV/AIDS, Hepatitis B
dan C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi lain dan juga menyediakan konseling
untuk membantu pasien agar mampu memodifikasi atau merubah tingkah-
lakunya, serta tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang
berisiko mendapatkan infeksi
13) Recovery dari kondisi adiksi NAPZA merupakan suatu proses jangka panjang
dan sering mengalami episoda terapi yang berulang-ulang.5
11. Sebagai dokter bagaimana cara mengedukasi masyarakat agar menyadari segala
macam narkoba?
Yaitu dengan cara melakukan edukasi kepada masyarakat berupa melakukan
sosialisasi dan pemasangat poster agar masyarakat tau bahwa bahaya narkoba itu
dapat mengancam jiwa, keluarga dan sanak saudara dan bahkan bisa merusak bangsa
dan Negara.
LBM I Page 16
Saat ini NAPZA bahkan bukan saja merupakan permasalahan indvidu ataupun
kelompok tapi merupakan permasalahan sebuah Negara intu sendiri yang bisa
merusak suatu bangsa dan generasi muda penerusnya.3
Berdasarkan banyak pola penyebaran dari zat terlarang tersebut dibawah ini
merupakan pola dari penggunaan continue NAPSA tersebut :
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I. Benjamin J Sadock. Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri “Ilmu
Pengetahuan Psikiatri Klinis” Jilid dua. Tangerang. Binarupa Aksara Publisher. Hlm
802-805
2. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik Edisi ke 3.
Jakarta. Pt Nuh Jaya.
3. Maramis, Willy F and Albert A Maramis. 2009. Catatan ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
2. Surabaya. Airlangga University Press. Hlm 505-506
4. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Fifth Edition. Wasington DC. American Psychiatric Publishing.
5. Maslim, Rusdi. 2013. Buku saku diangnosis gangguan jiwa, rujukan ringkasan dari
PPDGJ – III dan DSM-5. Jakarta. Pt Nuh Jaya.
LBM I Page 17