bab 2.3

25
BAB II PEMBAHASAN 1. Apa yang dimaksud dengan zat terlarang/psikoaktif? Apa itu Narkoba? Apa saja jenis dan macamnya? Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di Indonesia. Lebih tiga ratus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah sejenis zat psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan disalahgunakan oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian pada awal tahun 1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid, menyebar di beberapa kota besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh penyalahgunaan turunan opioid lainnya seperti petidin. Pada medio tahun 1990-an, peredaran zat psikoaktif golongan opioid menanjak tajam terutama dari heroin, diikuti golongan amphetamine-type stimulants (amfetamin, ecstasy, shabu). Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah penyalahguna Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 prevalensi penyalahguna napza sebesar 1,99 % dari penduduk Indonesia pada kelompok berumur 10 — 59 tahun (sekitar 3.6 juta jiwa), sedangkan pada tahun 2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi 2,21 % dan tahun 2015 naik menjadi 2,8 % atau setara dengan 5,1 - 5,6 juta orang (Badan Narkotika Nasional, 2008). Jumlah LBM I Page 3

Upload: sandi

Post on 01-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mmmasyy

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2.3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Apa yang dimaksud dengan zat terlarang/psikoaktif? Apa itu Narkoba? Apa saja jenis

dan macamnya?

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di

Indonesia. Lebih tiga ratus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah sejenis zat

psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan disalahgunakan

oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian pada awal tahun

1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid, menyebar di beberapa kota

besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh penyalahgunaan turunan opioid lainnya

seperti petidin. Pada medio tahun 1990-an, peredaran zat psikoaktif golongan opioid

menanjak tajam terutama dari heroin, diikuti golongan amphetamine-type stimulants

(amfetamin, ecstasy, shabu). Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat

peningkatan jumlah penyalahguna Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(Napza) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 prevalensi penyalahguna napza sebesar

1,99 % dari penduduk Indonesia pada kelompok berumur 10 — 59 tahun (sekitar 3.6

juta jiwa), sedangkan pada tahun 2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi

2,21 % dan tahun 2015 naik menjadi 2,8 % atau setara dengan 5,1 - 5,6 juta orang

(Badan Narkotika Nasional, 2008). Jumlah penyalahguna Napza yang diperkirakan

membutuhkan rehabilitasi berdasarkan estimasi jumlah pecandu teratur pakai adalah

sebesar 700.000 (27%). Saat ini kapasitas yang ada kurang dari 700.000 orang.

Pemerintah memiliki fasilitas rehabilitasi dengan kapasitas 2134 orang sedangkan

fasilitas swasta memiliki kapasitas 4046 orang. Dan seluruh penyalahguna Napza

hanya kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh layanan "terapi": Seribu orang dalam

terapi substitusi metadon, 500 orang terapi substitusi buprenorfin, kurang dari 1000

orang dalam rehabilitasi (pesantren, therapeutic communities, kelompok bantu self-

help group), 2000 orang dalam layanan medis lain dan sekitar 4000 orang menjadi

penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi. jumlah penyalahguna Napza

yang belum mendapat layanan pemulihan di Indonesia sangat besar. Para

penyalahguna Napza dengan cara suntik berisiko untuk mendapatkan infeksi HIV.

Berdasarkan data dari IBBS (2011) prevalensi HIV pada populasi kunci sebagai

LBM I Page 3

Page 2: bab 2.3

berikut: 41% pada penyalahguna Napza dengan cara suntik, 36% pada kelompok

heteroseksual, 8% pada kelompok laki-laki sutra laki-laki dan 4,7% dari transmisi

perinatal. Badan Narkotika Nasional memperkirakan terdapar 15% penyalahguna

Napza dengan cara suntik.

NAPZA, yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain.

Sebutan yang mirip di masyarakat adalah "narkoba", yang merupakan akronim dari

narkotik, psikotropika dan bahan-bahan (atau obat-obatan, zat adiktif lain) berbahaya.

NAPZA ada yang semata-mata berasal dari tumbuhtumbuhan (natural, alami) seperti:

ganja, ada yang sintetis ("shabu") dan ada Pula yang semi-sintetis ("putauw"). Napza

didefinisikan sebagai setiap bahan kimia /zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan

memengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis.

WHO (World Health Organization) Technical Report series, no. 561 sejak

tahun 1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah "dependence-

producing drugs" sebagai berikut :

1. alcohol-barbiturate type - e .g ., ethanol, barbiturates, and certain other drugs with

sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide, diazepam,

meprobamate, and methaqualone ;

2. amphetamine type - e .g., amphetamine, dexamphetamine, methamphetamine,

methylphenidate, and phenmetrazine ;

3. cannabis type - preparations of Cannabis sativa L., such as marihuana (bhang,

dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas) ;

4. cocaine type - cocaine and coca leaves ;

5. hallucinogen type - e .g., lysergide (LSD), mescaline, and psilocybin;

6. khat type - preparations of Catha edulis Forssk ;

7. opiate type - e .g ., opiates such as morphine, heroin, and codeine, and synthetics

with morphine-like effects, such as methadone and pethidine ; and

8. volatile solvent type - e .g ., toluene, acetone, and carbon tetrachloride.

LBM I Page 4

Page 3: bab 2.3

Dewasa ini beberapa ahli juga men-cantumkan nikotin, kafein dan anal-getik

sebagai zat yang mendatangkan ketergantungan. Snyder (1983) menyebutkan, setiap

zat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat tersebut sebagai: pgchoactive

drugs (zat psikoaktif) yang membaginya atas golongan :

Opiat atau opioid, misalnya morfin dan heroin

Neuroleptik (antipsikotik), misalnya khlorpromazin, haloperidol

Stimulans, seperti amfetamin dan kokain

Anti-ansietas, seperti diazepam, khlordiazepoksid

Anti-depresan, seperti amitriptllin, imipramine

Psikedeliks, seperti LSD, meskalin

Sedatif-hipnotik, seperti fenobarbitol, kloralhidrat3

2. Mengapa zat tersebut dikategorikan terlarang?

LBM I Page 5

Page 4: bab 2.3

Karena zat zat tersebut memiliki resiko penyalah gunaan obat yang cukup

tinggi. Obat psikotropik sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah

(missuse) atau disalah gunakan (abuse) beresiko menyebabkan timbulnya gangguan

jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kategori diagnosis F.10-F.19 “gangguan

mental dan prilaku aibat penggunaan zat psikoaktif”

Gangguan mental dan prilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk

sebagai berikut :

A. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)

a. Berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda

pada dosis yang berbeda)

b. Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari zat

(dapat terjadi efek paradoksal)

B. Penggunaan yang merugikan (harmful use)

a. Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat

berupa fisik atau mental)

b. Belum menunjukan adanya sindrom ketergantungan

c. Sudah ada hendaya psikososial sebagai dampaknya

C. Sindrom ketergantungan (dependentce syndrome)

a. Adanya keinginan yang amat kuat (dorongan kompulsif) untuk

menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan

memperoleh efek psikoaktif dari zat tersebut :

b. terdapat kesulitan untuk menguasai prilaku menggunakan zat, baik

mengenai mulainya, menghentikanya, ataupun membatasi

jumlahnya ( loss of control)

c. Penghentian atau pengurangan zat menimbulkan keadaan putus zat,

dengan perubahan fisiologi tubuh yang sangat tidak

menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebut lagi atau yang

sejenis untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut

d. Terjadi peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan untuk

memperoleh efek yang sama (gejala toleransi)

e. Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari adanya

akibat yang merugikan kesehatannya

D. Keadaan putus zat (withdrawel state)

LBM I Page 6

Page 5: bab 2.3

a. Gejala gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian

pemberian zat sesudah suatu penggunaan zat yang terus menerus

dan dalam jangka waktu panjang dan atau dosis tinggi

b. Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung pada jenis dan

dosis zat yang digunakan sebelumnya

c. Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan penggunaan

zat

d. Salah satu indicator dari syndrome ketergantungan

E. Gangguan psikotik (psychotic disorder)

a. Sekelompok gejala gejala psikotik yang terjadi selama atau segera

sesudah pengguaan zat psikoaktif

b. Ditandai oleh halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau

“ideas of reference” (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai

acuan) yang sering kali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan

psikomotor (excitemen atau stupor) dan efek yang abnormal yang

terentang antara ketakutan yang mencekam sampai ke kegembiraan

yang berlebihan

c. Pada umumnya keadaan kesadaran jernih

d. Variasi pola gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan

kepribadian pengguna zat.

F. Syndrome amnesik (amnesic syndrome)

a. Terjadi hendaya atau gangguan daya ingat jangka pendek (recent

memory) yang menonjol, kadang kadang terdapat gangguan jangka

panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera

(immediate recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya

relative masih baik

b. Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan

kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi suatu

peristiwa, dan lain lain)

c. Keadaan kesadaran jernih

d. Perubahan kepribadian, yang sering disertai keadaan apatis dan

hilangnya inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.2

3. Apa dasar hukum pengelompokan zat terlarang di indonesia?

LBM I Page 7

Page 6: bab 2.3

Narkotika, menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

(UU 35/2009), adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-

golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang.

Kasus keracunan baik fatal maupun non fatal hampir selalu dijumpai setiap

tahun. Walaupun bukan penyebab utama dari kasus forensik, namun kasus keracunan

perlu mendapat cukup perhatian. Secara definisi, racun merupakan suatu zat yang

apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik)

merusak faal tubuh baik secara kimia ataupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit

atau kematian.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang

narkotika pasal 6 ayat 1, penggolongan narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu:

1. Golongan I

a. Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

b. Tidak digunakan dalam terapi

c. Potensi ketergantungan sangat tinggi

Contoh: tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka,

kokain merah) heroin, morfin dan ganja.

2. Golongan II

a. Untuk pengobatan pilihan terakhir

b. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan

c. Potensi ketergantungan tinggi

Contoh: Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol

3. Golongan III

a. Digunakan dalam terapi

b. Potensi ketergantungan ringan

Contoh: Opium obat, codein, petidin, fenobarbital

4. Jika terlarang, mengapa keberadaannya masih tetap beredar luas di masyarakat?

LBM I Page 8

Page 7: bab 2.3

Karna hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah.

Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba

dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba

yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan

tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua,

ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya

pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan, namun masih sedikit kemungkinan

untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-

anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya

yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu

dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik

anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.1

5. Apa tanda dan gejala seseorang dikategorikan sebagai pecandu narkoba?

Seseorang dikatakan pecandu narkoba jika memiliki tanda dan gejala yang

spesifik seperti yang diuraikan dalam table No 6.

Karna adanya efek adiksi dari NAPZA ataupun obat terlarang tersebut

sehingga seseorang mengalami kecanduan terhadap Narkotika, Psikotropika dan Zad

adiktif lainnya.

Adiksi berasal dari bahasa Inggris addiction yang berarti ketagihan atau

kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan dalam

literatur Kedokteran, namun tidak dicantumkan sebagai salah satu diagnosis. Adiksi

membuat seseorang, balk secara fisik maupun psikologis mengurangi kapa-sitasnya

sebagai manusia untuk berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mem-buatnya

mengala.mi perubahan perilaku, menjadi obsesif kompulsif (dalam meng-gunakan

zat), sehingga mengganggu hubungannya dengan orang lain. Salah satu cabang Ilmu

Psikiatri yang memfokuskan studi dalam bidang adiksi disebut Psikiatri Adiksi.

Dalam konsep kedokteran, keter-gantungan NAPZA merupakan gangguan

yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga

memberikan efek ketergantungan (craving, withdrawal, tolerance). Sedang

penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah lake bereksperimentasi, mengalami rasa

kecewa, perilaku membangkang, "masalah keuangan" dan self medication. Dalam

LBM I Page 9

Page 8: bab 2.3

masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalah tafsirkan. Pada umumnya seseorang

yang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita ketergantungan.3

6. Apa tanda dan Gejala serta Efek negatif seseorang dengan kecanduan dan narkoba

lainnya?

zat Efek perilaku Efek fisik

Opiate dan opoid :

opium, morfin, heroin

Demerol, methadone,

pentazocine

Euphoria, mengantuk,

anoreksia, penurunan

dorongan seksual,

hipoaktivitas, perubahan

kepribadian

Miosis, pruritus, mual,

bradikardi, konstipasi,

jejak jarum

dilengan,tungai, bokong

Amfetamin dan

simpatomimetik,

termasuk kokain

Terjaga, banyak bicara,

euphoria, hiperaktivitas,

agresivitas, agitasi,

kecendrungan paranoid,

impotensi, halusinasi lihat dan

raba.

Midriasis, tremor,

halitosis, mulut kering,

takikardi, hipertensi,

penurunan berat badan,

aritmia, demam, kejang,

perforasi septum hidung.

Depresan system saraf

pusat pusat: barbiturate,

methaqualone,

meprobamate,

benzodiazepin, doriden

Mengantuk, konfusi, tidak ada

perhatian

Diaphoresis, attaksia,

hipotensi, kejang,

delirium, miosis.

Inhalan lain : nitrogen

oksida

Euphoria, mengantuk, konfusi Ataksia, analgesia,

depresi pernapasan,

hipotensi

alkohol Pertimbangan buruk, banyak

bicara, agresi, gangguan

atensi, amnesia

Nistagmus, muka

kemerahan, ataksia,

bicara cadel

Halusinogen: LSD,

psilocybin,mescaline,

DMT,DOM atau STP,

MDA

Halusinasi, ide paranoid,

perasaan pencapaian dan

kekuatan palsu, kecendrungan

bunuh diri, atau membunuh

Midriasis, ataksia,

konjungtiva hiperemis,

takikardi, hipertensi.

pencyclidine Halusinasi, ide paranoid, Nistagmus, midriasis,

LBM I Page 10

Page 9: bab 2.3

mood labil, asosiasi, longgar,

katatonia, perilaku kekerasan,

kejang

ataksia, takikardi,

hipertensi.

Hidrokarbon volatif, dan

derivate minyak bumi:

lem, benzene, gasoline,

tiner vermis, cairan

permantik api, aerosol

Euphoria, sensorium

mengabur, bicara cadel,

halusinasi pada 50% kasus

Ataksia, bau pernapasan,

taikardi dengan

kemungkinan fibrilasi

ventrikuler,

kemungkinan kerusakan

pada otak, hati ginjal,

miokardium, kerusakan

otak permanen jika di

gunakan setiap hari,

selama lebih dari 6

bulan.

Alkaloid belladonna,

medikasi yang di jual

bebas, dan morning glory

seeds, stramonium,

homartropine,

scopolamine.

Konfusi, luapan, kegembiraan,

delirium, stupor, koma.

Kulit panas, eritema.

Lemah, haus, pandangan

kabur, mulut dann

tenggorokan kering,

midriasis, kedutan,

disfagia, sensivitas

cahaya, pireksia,

hipertensi diikuti syok

retensi urin.1

7. Bagaimana perbedaan ketergantungan subsansi dan penyalah gunaan substansi? Dan

Jelaskan bagaimana bentuk gangguan mental lain yang berhubungan dengan adiksi?

Adiksi berasal dari bahasa Inggris addiction yang berarti ketagihan atau

kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan dalam

literatur Kedokteran, namun tidak dicantumkan sebagai salah satu diagnosis. Adiksi

membuat seseorang, balk secara fisik maupun psikologis mengurangi kapa-sitasnya

sebagai manusia untuk berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mem-buatnya

mengala.mi perubahan perilaku, menjadi obsesif kompulsif (dalam meng-gunakan

LBM I Page 11

Page 10: bab 2.3

zat), sehingga mengganggu hubungannya dengan orang lain. Salah satu cabang Ilmu

Psikiatri yang memfokuskan studi dalam bidang adiksi disebut Psikiatri Adiksi.

Dalam bidang psikiatri, istilah adiksi sering digunakan. Misalnya salah satu

instrumen penting mengukur keparahan suatu kasus ketergantungan zat adiktif

menggunakan nama Addiction Severity Index (Mc Lellan, 1985) yang digunakan di

banyak negara. Sehubungan dengan beragamnya golongan NAPZA, maka sesuai

sebutannya dikenal: adiksi tembakau, adiksi ganja, adiksi heroin (heroin addiction),

adiksi alkohol (alcohol addiction), adiksi kokain (cocaine addiction), adiksi shabu

(meth-amphetamine addiction), adiksi ecstasy (IDMA.-addiction), benzodiazOine

addiction, steroid addiction dan lain-lain. Sebetulnya perilaku adiksi tidak hanya

berkait dengan penggunaan NAPZA, namun dikenal Pula beberapa bentuk adiksi lain

seperti: adiksi seksi-ml (sexual addiction), adiksi Judi (gambling), adiksi makanan

(food addiction), adiksi berbelanja (shopping addiction), adiksi Internet (gbernet

addiction), adiksi telepon seluler(mobile phone addiction) dan lain-lain.

Ketergantungan dan penyalahgu-naan NAPZA adalah istilah kedokteran.

Seseorang disebut ketergantungan dan mengalami penyalahgunaan NAPZA, bila

memenuhi kriteria diagnostik tertentu. Menurut Gangguan Penggunaan NAPZA),

terdiri atas 2 bentuk:

1. Penyalahgunaan, yaitu yang mem-punyai harmful effects terhadap

kehidupan orang, menimbulkan problem kerja, mengganggu hubungan

dengan orang lain (relationship) serta mempunyai aspek legal.

2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat,

tidak mampu menghentikan kebia saan menggunakan, menggunakan

dosis NAPZA lebih dari yang diinginkan.

Dalam konsep kedokteran, keter-gantungan NAPZA merupakan gangguan

yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga

memberikan efek ketergantungan (craving, withdrawal, tolerance). Sedang

penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah lake bereksperimentasi, mengalami rasa

kecewa, perilaku membangkang, "masalah keuangan" dan self medication. Dalam

masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalah tafsirkan. Pada umumnya seseorang

yang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita ketergantungan.3

LBM I Page 12

Page 11: bab 2.3

8. Bagaimana kriteria mendiagnosis sesorang dengan gangguan mental dan perilaku

akibat penggunaan zat? dan Bagaimana mendiagnosis sesorang dengan gangguan

mental dan prilaku akibat pengguanaan heroin dan narkoba?

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih

gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :

(a) adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa

(kompulsis) untuk menggunakan zat psikoaktif;

(b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,

termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang

menggunakan;

(c) keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau Flx.4 pada

kriteria diagnosis PPDGJ-III) ketika penghentian penggunaan zat atau

pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau

orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan

tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus

zat;

(d) terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat

psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang

biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat

ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat

yang dosis harian-nya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak

berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula;

(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau

minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya

jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan

zat atau untuk pulih dari akibatnya;

(f) tetap menggunakan zat meskipun is menyadari adanya akibat yang

merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum

alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode

penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan

dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan

bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan, sadar

akan hakekat dan besarnya bahaya.5

LBM I Page 13

Page 12: bab 2.3

9. Bagaimana kriteria mendiagnosis sesorang dengan gangguan mental dan perilaku

akibat penggunaan zat? Apa diagnosis kasus diatas sesuai dengan pedoman diagnosis

gangguan jiwa?

Berdasarkan PPDGJ-III dapat di diagnosis bahwa didapatkan kriteria sindrom

ketergangan dan keadaan putus zat menurut klasifikasi diagnosis dibawah ini :

Diangnosis sindrom ketergantungan

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih

gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :

(a) adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa

(kompulsis) untuk menggunakan zat psikoaktif;

(b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,

termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang

menggunakan;

(c) keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau Flx.4 pada

kriteria diagnosis PPDGJ-III) ketika penghentian penggunaan zat atau

pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau

orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan

tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus

zat;

(d) terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat

psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang

biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat

ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat

yang dosis harian-nya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak

berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula;

(e) secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau

minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya

jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan

zat atau untuk pulih dari akibatnya;

(f) tetap menggunakan zat meskipun is menyadari adanya akibat yang

merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum

alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode

LBM I Page 14

Page 13: bab 2.3

penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan

dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan

bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan, sadar

akan hakekat dan besarnya bahaya.

Diangnosis Withdrawell Syndrome

Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom

ketergantungan (lihat Flx.2) dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus

turut dipertimbangkan.

Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini

merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian

medis secara khusus.

Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan

psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan

gambaran umum dari keadaan putus zat ini.

Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda

dengan meneruskan penggunaan zat.5

10. Bagaimana memberikan dorongan kepada keluarga korban agar membantu

menyembuhkan anggota keluarganya yang kecanduan heroin?

NIDA (National Institute on Drug Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar

terapi efektif berikut, untuk dijadikan pegangan profesional dan masyarakat:

1) Tidak ada satupun bentuk terapi serupa yang sesuai untuk semua individu

2) Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia setiap waktu.

Seorang dengan adiksi umum-nya tidak dapat memastikan kapan memutuskan

untuk masuk dalam program terapi. Pada kesempatan pertama ia mengambil

keputusan, harus secepatnya dilaksanakan (agar ia tidak berubah pendirian

kembali)

3) Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak kebutuhan (` needs')

individu tersebut, tidak semata-mata hanya untuk kebutuhan memutus

menggunakan Napza

4) Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara kontinyu dan

kalau perlu dapat

LBM I Page 15

Page 14: bab 2.3

5) dimodifikasi guna memastikan apakah rencana terapi telah sesuai dengan

perubahan kebutuhan orang tersebut atau belum

6) Mempertahankan pasien dalam satu periode waktu program terapi yang

adekuat merupakan sesuatu yang penting guna menilai apakah terapi cukup

efektif atau tidak

7) Konseling (perorangan dan/atau kelompok) dan terapi perilaku lain merupakan

komponen kritis untuk mendapatkan terapi yang efektif untuk pasien adiksi

8) Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada terapi banyak

pasien, terutama bila dikombinasikan dengan konseling dan terapi perilaku

lain

9) Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita gangguan mental, harus

mendapatkan terapi untuk keduanya secara integrative

10) Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi adiksi dan

detoksifikasi hanya sedikit bermakna untuk menghentikan terapi jangka

panjang

11) Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin menghasilkan suatu

bentuk terapi yang efektif. Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama

terapi berlangsung harus dimonitor secara kontinyu

12) Program terapi harus menyediakan assessment untuk HIV/AIDS, Hepatitis B

dan C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi lain dan juga menyediakan konseling

untuk membantu pasien agar mampu memodifikasi atau merubah tingkah-

lakunya, serta tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang

berisiko mendapatkan infeksi

13) Recovery dari kondisi adiksi NAPZA merupakan suatu proses jangka panjang

dan sering mengalami episoda terapi yang berulang-ulang.5

11. Sebagai dokter bagaimana cara mengedukasi masyarakat agar menyadari segala

macam narkoba?

Yaitu dengan cara melakukan edukasi kepada masyarakat berupa melakukan

sosialisasi dan pemasangat poster agar masyarakat tau bahwa bahaya narkoba itu

dapat mengancam jiwa, keluarga dan sanak saudara dan bahkan bisa merusak bangsa

dan Negara.

LBM I Page 16

Page 15: bab 2.3

Saat ini NAPZA bahkan bukan saja merupakan permasalahan indvidu ataupun

kelompok tapi merupakan permasalahan sebuah Negara intu sendiri yang bisa

merusak suatu bangsa dan generasi muda penerusnya.3

Berdasarkan banyak pola penyebaran dari zat terlarang tersebut dibawah ini

merupakan pola dari penggunaan continue NAPSA tersebut :

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I. Benjamin J Sadock. Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri “Ilmu

Pengetahuan Psikiatri Klinis” Jilid dua. Tangerang. Binarupa Aksara Publisher. Hlm

802-805

2. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik Edisi ke 3.

Jakarta. Pt Nuh Jaya.

3. Maramis, Willy F and Albert A Maramis. 2009. Catatan ilmu Kedokteran Jiwa Edisi

2. Surabaya. Airlangga University Press. Hlm 505-506

4. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders Fifth Edition. Wasington DC. American Psychiatric Publishing.

5. Maslim, Rusdi. 2013. Buku saku diangnosis gangguan jiwa, rujukan ringkasan dari

PPDGJ – III dan DSM-5. Jakarta. Pt Nuh Jaya.

LBM I Page 17