bab 2 trk 1.pdf

19

Click here to load reader

Upload: zul-fajri

Post on 14-Sep-2015

284 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

  • BAB IIKINETIKA REAKSI HOMOGEN

    2.1. KECEPATAN REAKSI

    Didalam reaksi homogen, reaksi berlangsung dalam satu fasa, baik gas

    ataupun cair dimana reaksi kimia merupakan reaksi irreversibel dengan persamaan

    stokhiometri sebagai berikut: a A + b B r R + s S

    Maka kecepatan reaksi untuk reaktan A didefinisikan sebagai perubahan berkurangnya

    reaktan A per satuan volume waktu.

    ))((A mol jml yaberkurangn

    waktuvolumedtdN

    Vr AA == [2.1]

    Hal yang sama untuk reaktan B, sedangkan untuk produk R di definisikan sebagai:

    ))((R mol jml yabertambahn

    waktuvolumedtdN

    Vr RR =+=+ [2.2]

    Hubungan antara kecepatan reaksi dengan koefisien stokhiometri secara keseluruhan

    adalah:

    sr

    rr

    br

    at SRBA

    ==

    =

    [2.3]

    Sedangkan unjuk kerja (performance) dari suatu reaktor dapat dinyatakan hubungan antara

    keluaran sebagai fungsi dari masukkan, yang dapat digambarkan sebagaimana gambar 2.1.

    Gambar 2.1: Persamaan unjuk kerja merupakan hubungan antara

    keluaran (output) dan masukkan (input)

    TRK 1 II-9

  • Unjuk kerja dari alat sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 merupakan fungsi

    pola (pattern) dari kontak antara reaktan dan juga kinetika reaksi. Pada pembahasan

    reaktor homogen, pola kontak reaktan diasumsikan bercampur sempurna sehingga

    pengaruh kontak reaktan dapat dianggap sempurna. Oleh karenanya, unjuk kerja dari

    reaktor hanya dipengaruhi oleh kinetika reaksi. Kinetika akan membahas mengenai

    kecepatan reaksi. Pada reaksi homogen, kecepatan reaksi tergantung pada komposisi

    bahan, suhu dan tekanan dari sistem, dan untuk komponen A dapat dituliskan sebagai

    berikut :

    rA = konstanta f (input) = konstanta f (suhu, tekanan, komposisi)

    Pada umumnya, tekanan total dari sistem dianggap konstan yang sudah ditentukan

    kondisinya (isobarik), oleh karenanya kecepatan rekasi hanya dipengaruhi oleh

    komposisi serta suhu sistem reaksi, yang dapat dituliskan dalam bentuk sebagai

    berikut:

    rA = f1 (suhu). f2 (komposisi) [2.4a]

    2.2. KECEPATAN REAKSI FUNGSI KOMPOSISI

    Berdasarkan persamaan [2.4], apabila reaksi dilakukan pada sistem dengan

    suhu kontan (disebut dengan sistem isotermal), maka kecepatan reaksi hanya

    tergantung pada komposisi pereaksi, dalam hal ini sebagai tinjauan komposisi adalah

    konsentrasi bahan yang bereaksi saja.

    rA = konstanta. f2 (komposisi) [2.4b]

    Dimana suhu masuk dalam parameter konstanta. Pada pembahasan mengenai

    persamaan kecepatan reaksi sebagai fungsi dari komposisi atau lebih khususnya

    fungsi konsentrasi, maka perlu dibahas terlebih dahulu pembahasan lebih lanjut

    macam-macam reaksi kimia sebagai fungsi dari konsentrasi. Sebagaimana telah

    dibahas pada bab 1, reaksi kimia dapat dibedakan menjadi reaksi tunggal dan reaksi

    TRK 1 II-10

  • ganda (multiple reaction). Pada reaksi tunggal hanya terdapat satu persamaan reaksi,

    sedangkan pada reaksi berganda terdapat lebih dari satu persamaan reaksi (reaksi seri,

    reaksi paralel dan reaksi seri-paralel). Berdasarkan pembagian tersebut, dapat

    dikembangkan lebih lanjut pembagian persamaan kecepatan reaksi berdasarkan

    persamaan elementer dan non-elementer. Selain itu akan diabahas pula persamaan

    kecepatan reaksi berdasarkan kesetimbangan rekasi kimia.

    2.2.1. REAKSI ELEMENTER DAN NON ELEMENTER

    Pada reaksi elementer, bentuk persamaan kecepatan reaksi dapat dituliskan

    dari persamaan reaksinya atau persamaan stokiometrinya. Misal suatu bentuk

    persamaan stokhiometri sebagai berikut:

    RBA k + [2.5]

    Persamaan kecepatan reaksi elementer dapat ditulis dalam bentuk

    -r A = k CA CB [2.6]

    Dimana k merupakan konstanta kecepatan reaksi. Pada pesamaan [2.6] terlihat bahwa

    orde (pangkat) dari persamaan kecepatan reaksi sesuai dengan koefisien

    stokhiometrinya. Sedangkan bentuk reaksi non elementer, bentuk persamaan

    kecepatan reaksi tidak ada hubungannya dengan koefisien stokhiometri pada

    persamaan reaksinya.

    Contoh reaksi non elementer :

    H2 + Br2 k 2 HBr [2.7]

    Jika reaksi diatas merupakan bentuk reaksi elementer, maka persamaan kecepatan

    reaksi adalah:

    HBrHBr CkCr = [2.8]

    TRK 1 II-11

  • Akan tetapi, bentuk persamaan kecepatan reaksi dari persamaan stokhiometri yang

    sebenarnya adalah:

    /

    /

    BrHBr

    BrHHBr CCk

    CCkr

    += [2.9]

    Sebagaimana yang ditunjukkan pada persamaan [2.7] dan [2.9], maka persamaan

    reaksi dari non elementer mempunyai pangkat reaksi tidak sesuai dengan koefisien

    stokhiometrinya. Reaksi non elementer merupakan keseluruhan dari beberapa tahap

    reaksi, dimana masing-masing tahap merupakan reaksi elementer.

    2.2.2. KINETIKA REAKSI KESETIMBANGAN

    Suatu reaksi kesetimbangan elementer dapat dituliskan sebagai berikut:

    SRBAk

    k++

    [2.10]

    Kecepatan reaksi pembentukan R dan S adalah:

    rR, kekanan = k1 CA CBKecepatan reaksi berkurangnya R dan S adalah:

    - rR, kekiri = k2 CR CSDengan k1 merupakan konstanta kecepatan reaksi ke kanan dan k2 sebagai konstanta

    kecepatan reaksi ke kiri. Pada keadaan setimbang, kecepatan reaksi kekanan ekivalen

    dengan kecepatan reaksi ke kiri, atau

    rR, kekanan + rR, kekiri = 0

    k1 CA CB = k2 CR CS

    Perbandingan antara konstanta kecepatan reaksi ke kanan dan ke kiri disebut sebagai

    konstanta kesetimbangan K. Apabila nilai K sebagai perbandingan antara perkalian

    konsentrasi produk terhadap perkalian konsentrasi reaktan, maka diberi simbol

    dengan Kc

    BA

    SRC CC

    CCkkK

    .

    .

    == [2.11]

    TRK 1 II-12

  • Untuk suatu reaksi yang bersifat irreversibel (satu arah), maka kecepatan reaksi lebih

    cenderung ke kanan dan kecepatan reaksi ke kiri sangat kecil sekali dibanding ke

    kanan, bahkan dapat diabaikan. Oleh karenanya, nilai K reaksi irrevesible relatif

    sangat besar dibanding dengan nilai K reversibel.

    2.2.3. TINGKAT (ORDE) REAKSI

    Suatu persamaan reaksi stokhiometri dengan bentuk sebagai berikut:

    aA + bB + cC k Zat hasil

    Persamaan kecepatan reaksi dapat dituliskan:

    .. cCbB

    aAA CCkCr = [2.12]

    Reaksi pada persamaan [2.12] merupakan reaksi

    Tingkat (orde) a1 terhadap A,

    Tingkat (orde) b1 terhadap B,

    Tingkat (orde) c1 terhadap C,

    Tingkat reaksi keseluruhan dari reaksi tersebut adalah n, dimana

    n = a1 + b1 + c1

    Untuk reaksi non elementer, harga a, b, c tidak ada hubungannya dengan a1, b1, c1.

    2.2.4. KONSTANTA KECEPATAN REAKSI (k)

    Persamaan kecepatan reaksi untuk orde (tingkat) n dapat dituliskan:

    r = k Cn [2.13]

    Apabila kecepatan reaksi (r) dengan satuan (mole)/(volume)(waktu) sedangkan

    konsentrasi (C) mempunyai satuan (mole)/(volume), maka satuan dari konstante

    kecepatan reaksi k adalah :

    TRK 1 II-13

  • ( )( )( ) ( )

    n

    n

    n

    wolumemolewaktuatau

    volumewaktumole

    [2.14]

    Berdasarkan persamaan [2.14], maka untuk

    Reaksi tingkat 1 : k mempunyai satuan = (waktu)-1

    Reaksi tingkat 2 : k mempunyai satuan = (volume)/(mole)(waktu)

    Reaksi tingkat 3 : k mempunyai satuan = (volume)2/(mole)2(waktu)

    2.3. MODEL KINETIKA UNTUK REAKSI NON ELEMENTER

    Reaksi non elementer merupakan reaksi dimana orde reaksi tidak sesuai

    dengan koefisien stokhiometri. Tahapan (mekanisme) reaksi pada selalu terbentuk

    zat-zat antara. .

    Misalnya reaksi non elementer :

    A2 + B2 2 AB [2.15]

    Mempunyai tahap-tahap reaksi elementer sebagai berikut :

    A2 2 A*A* + B2 AB + B*A* + B* A B

    A* dan B* adalah zat antara yang dapat berupa :

    1. Radikal bebas, misalnya :

    H , Br , CH3 , J

    2. Molekul, sebagai contoh pada reaksi berturutan

    A R S3. Ion, misalnya :

    N3- , Na+ , OH- , H3O+ , NH4+

    4. Bentuk kompleks transisi, yaitu bentuk molekul tidak stabil yang terjadi karena

    adanya tumbukan antara molekul-molekul zat pereaksi.

    Bentuk ini kemudian segera berubah menjadi zat hasil.

    Perkiraan tahap-tahap reaksi ada 2 macam :

    1. Reaksi bukan rantai (non-chain reaction)

    TRK 1 II-14

  • Reaktan (zat antara)*(zat antara)* zat hasil.

    2. Reaksi rantai (chain reaction)

    Reaktan (zat antara)* INISIASI(zat antara)* + Reaktan (zat antara)* PROPAGASI(zat antara)* zat hasil TERMINASI

    Beberapa contoh mekanisme :

    1. Radial bebas :

    H2 + Br2 2 H Br

    Mekanisme reaksi:

    Br2 2 Br INISIASIBr + H2 H Br + H PROPAGASIH + Br2 H Br + Br

    2 Br Br2 TERMINASI

    2. Molekul

    Reaksi fermentasi dengan katalis enzym :

    RA enzym

    mekanisme :

    A + enzym ( A enzym)*(A enzym) R + enzym.

    3. I o n

    CH

    OH

    encerHNO

    CH

    CHCCHOHCHCCH/

    /

    /

    +=

    isobutene butil-alkohol tersier

    Mekanisme :

    TRK 1 II-15

  • */

    H

    /

    O

    cepat/

    HOH

    OH

    */

    H

    /lambat

    cepat

    *//cepat

    lambat

    //

    //

    HH\/

    //

    /H

    CCCCH

    lambatcepat

    CCCCHCC

    +

    =+=

    +

    +

    +

    +

    +

    +

    4. Kompleks transisi

    a. Dekomposisi azometana

    (CH3)2 N2 C2 H6 + N2 A R + S

    Mekanisme :A + A A* + A A* R + S

    b. Reaksi :

    H2 + J2 2 H J

    Mekanisme :

    JH

    JH

    JH

    JHI

    J

    J

    H

    H

    +

    +

    PENJABARAN PERSAMAAN KECEPATAN REAKSI

    Beberapa asumsi yang digunakan :

    1. Mengabaikan reaksi sebaliknya (dianggap reaksi irreversible).

    Asumsi ini hanya sesuai pada :

    - kecepatan reaksi awal.

    - harga konstanta kesetimbangan (K) yang sangat besar.

    2. Salah satu tahap reaksi berjalan jauh lebih lambat dari tahap-tahap yang lain.

    Tahap ini merupakan tahap yang menentukan kecepatan reaksi. Tahap-tahap

    reaksi yang lain berjalan sangat cepat dan dianggap berada dalam

    kesetimbangan.

    TRK 1 II-16

  • 3. Zat antara berada pada keadaan steady state (kecepatan zat antara yang

    terbentuk = kecepatan zat antara yang bereaksi).

    Contoh 2.1: Persamaan kecepatan reaksi non elementer

    Suatu reaksi kimia dengan bentuk persamaan stokhiometri adalah:

    2 N2O5 O2 + 4 NO2 [A]

    Mempunyai mekanisme sebagai berikut :

    +

    NONOONk

    k

    ( )lambatNOONONONO *k ++ + [B] NONONO

    k** +

    Jabarkanlah bentuk persamaan kecepatan reaksinya.

    Penyelesaian :

    NONOO CCkr *= [C]

    Berdasarkan asumsi ke 3, kecepatan reaksi untuk zat antara berada pada keadaan

    steady state artinya nilainya sama dengan nol.

    ==+ ***** NONONONONONOONNO CCkCCkCCkCkr [D]

    == **** NONONONONO CCkCCkr [E]

    Dari persamaan D, diatur kembali, akan didapat persamaan dengan bentuk:( )

    ONNONONONO CkCkCkCkC ** =++

    **

    NONONO

    ONNO CkCkCk

    CkC

    ++= [F]

    TRK 1 II-17

  • Dari persamaan E dan F:

    NONOON

    NONONO CkCkCk

    CCkkC **

    += = [G]

    Dari persamaan G dan C didapatkan :

    ( )

    kk

    CkkC

    CkkCk

    kr ONNONO

    ONO +

    =

    += [H]

    Cara lain:

    Persamaan kecepatan reaksi dijabarkan dari tahap yang paling lambat.

    NONOO CCkr *=

    Reaksi tahap 1 dalam kesetimbangan

    NO

    ONNONONOON C

    CkkCCCkCk * = = [I]

    ONO Ck

    kkr = [J]

    Bentuk J ini sama dengan bentuk persamaan H diatas dengan asumsi k2 >> k3.

    MENENTUKAN MEKANISME REAKSI

    Langkah-langkah penentuan mekanisme reaksi adalah sebagai berikut :

    1. Diperkirakan mekanisme (tahap tahap) reaksi.

    2. Dari mekanisme tersebut ditentukan bentuk persamaan kecepatan reaksinya.

    3. Bentuk persamaan kecepatan reaksi tersebut dibandingkan dengan hasil

    percobaan. Jika bentuknya sesuai, maka perkiraan benar, tetapi jika bentuknya

    tidak sama, maka perkiraan tidak benar dan diperkirakan mekanisme yang lain.

    Contoh 2.2: Menentukan mekanisme reaksi

    Reaksi irreversible : 2A + B A2 B [A]

    Dari percobaan diperoleh :

    TRK 1 II-18

  • ABABA C

    CC,r

    +

    = [B]

    Kemungkinan besar tidak terjadi reaksi rantai.

    Tentukan bagaimana mekanisme reaksi tersebut

    Penyelesaian :

    Diperkirakan mekanisme reaksi I :

    BAB*A

    AA

    k

    k

    *k

    k

    +

    [C]

    BAB*

    ABA CkCCkr = [D]

    BAB*

    A*

    A*

    A CkCCkCkCkr A

    +=

    Pada keadaan steady state : =*

    Ar

    BAAB*

    A*

    A CkCkCCkCk

    +=+

    B

    BAA*A Ckk

    CkCkC

    +

    += [E]

    Dari persamaan D dan E didapatkan :

    B

    BABBABABBABA Ckk

    CCkkCkkCCkkCCkkr

    +

    +=

    B

    BABABA Ckk

    CkkCCkkr

    +

    = [F]

    Bentuk persamaan F dapat disederhanakan dengan anggapan:

    (i) k2 sangat kecil (mendekati nol)

    ABA Ckr = [G]

    (ii) k4 sangat kecil (mendekati nol)

    TRK 1 II-19

  • ( )( ) B

    BA

    B

    BABA C/kk

    CCk/kkCkk

    CCkkr

    +=

    += [H]

    Kedua bentuk tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan, maka perkiraan

    mekanisme tersebut tidak benar.

    Perkiraan mekanisme reaksi II :

    BAAAB

    BABA

    k

    k*

    *k

    k

    +

    +

    [I]

    BAAABBA CkCCkr * = [J]

    BAAABABBAAB CkCCkCkCCkr *** +=

    Pada keadaan steady state : =*ABr

    =+ BAAABABBA CkCCkCkCCk **

    A

    BABAAB Ckk

    CkCCkC *

    +

    += [K]

    Dari persamaan J dan K didapatkan :

    A

    BAABABAABABA Ckk

    CCkkCkkCCkkCCkkr

    +

    +=

    A

    BABA

    CkkCkkCCkk

    +

    = [L]

    Jika harga k4 sangat kecil, maka persamaan L dapat diubah menjadi :

    TRK 1 II-20

  • ( )( ) A

    BABA C/kk

    CC/kkkr

    += [M]

    Karena bentuk persamaan ini sama dengan hasil percobaan, maka perkiraan

    mekanisme reaksi ini benar.

    Reaksi tersebut mempunyai mekanisme :

    BAAAB

    BABA

    k*

    *k

    k

    +

    +[N]

    2.4. PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN REAKSI

    Pada persamaan [2.4] menyatakan persamaan kecepatan reaksi merupakan

    fungsi dari suhu dan komposisi, sedangkan pada sub bab 2.2, suhu dianggap tetap atau

    dikatakan proses dalam kondisi isotermal. Akan tetapi pada sub bab 2.3 akan dibahas

    bahwa suhu mempengaruhi kecepatan reaksi. Hubungan antara konstante kecepatan

    reaksi dengan suhu dinyatakan berdasarkan berbagai pendekatan.

    2.4.1. PENGARUH SUHU BERDASARKAN HUKUM ARRHENIUS

    Persamaan (hukum) Arrhenius ini digunakan untuk menyatakan persamaan

    reaksi kimia sebagai fungsi suhu dan komposisi dengan bentuk:

    rA = f1 (suhu). f2 (komposisi)

    = k. f2 (komposisi)

    dimana nilai k merupakan fungsi suhu dinyatakan dengan bentuk persamaan sebagai

    berikut:RTEAek /= [2.16]

    Dimana:

    A = faktor frekwensi

    TRK 1 II-21

  • E = tenaga aktivasi, cal/gmole

    T = suhu, oK

    R = konstante gas = 1,987 cal/(gmole)(oK)

    2.4.2. PENGARUH SUHU BERDASARKAN TERMODINAMIKA

    Dalam membahas termodinamika reaksi kimia didekati berdasarkan

    kesetimbangan reaksi kimia. Misalkan reaksi reversibel elementer dengan bentuk:

    r

    k

    kHRA ,

    [2.17]

    Hubungan konstanta kesetimbangan (K) pada reaksi reversibel elementer terhadap

    suhu dinyatakan dengan persamaan vant Hoff dengan bentuk:

    ( )

    lnRT

    HdT

    Kd r= [2.18]

    Berdasarkan persamaan [2.17], nilai K = Kc = [R]/[A] = k1 / k2, maka persamaan

    [2.18] dapat ditulis dengan bentuk:

    ( ) ( )

    lnlnRT

    HdT

    kddT

    kd r= [2.19]

    Apabila EEH r = , maka persamaan [2.19] dapat diubah menjadi:

    ( ) ( )

    lnlnRTE

    RTE

    dTkd

    dTkd

    = [2.20]

    Maka: ( ) ln TdT

    REkd =

    Atau: ARTEk lnln += [2.21]

    TRK 1 II-22

  • Persamaan [2.21] merupakan bentuk persamaan linear sebagai hubungan antara (1/T)

    dengan ln k1. Apabila dibuat grafik hubungan antara ln k1 versus 1/T, maka akan

    didapat garis lurus dengan slope = - E/R, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar

    2.2.

    ln k

    Slope = -E/R

    / T

    Gambar 2.2: hubungan antara suhu (1/T) dengan konstanta kecepatan reaksi (k)

    2.4.3. PENGARUH SUHU BERDASARKAN TEORI TUMBUKAN

    Kecepatan tumbukan dari molekul gas didapat dari teori kinetika gas. Untuk

    tumbukan bimolekular seperti molekul A, akan didapat persamaan:

    AA

    AA

    AAAA CMkTN

    MkTnZ pipi == [2.22]

    Dengan satuan: (jumlah tumbukan A dengan A)/(det.cm3).

    Dimana: = diamater dari molekul, cm

    M = berat molekul/N, massa dari molekul, gm

    N = 6,023 x 1023 molekul/mol, bilangan Avogadro

    CA = Konsentrasi A, mol/liter

    nA = N.CA/103, jumlah molekul dari A/cm3.

    k = R/N = 1.30 x 10-16 erg/K, konstanta Boltzmann

    Untuk tumbukan bimolekular dari suatu campuran A dan B, maka berdasarkan teori

    kinetika adalah:

    TRK 1 II-23

  • +

    +=

    BABA

    BAAB MM

    kTnnZ

    pi [2.23]

    atau

    BABA

    BAAB CCMM

    kTNZ

    +

    +=

    pi [2.24]

    Jika tiap tumbukan antara molekul reaktan menghasilkan tranformasi reaktan menjadi

    produk, maka ekspresi tersebut akan memberikan kecepatan reaksi bimolekular.

    Kecepatan aktual biasa lebih kecil dari prediksi, dan ini mengindikasikan bahwa

    hanya sebagian kecil fraksi dari semua tumbukan menghasilkan reaksi. Berdasarkan

    teori distribusi Maxwell untuk energi molekular bahwa fraksi untuk semua tumbukan

    bimolekular adalah sebesar: RTEe / jika E >> RT. Maka kecepatan reaksi adalah

    BAA

    A CkCdtdN

    Vr == =(kecepatan tumbukan, mol/ltr.det)(fraksi tumbukan)

    RTEABA eN

    zr /

    =

    BARTE

    BA

    BAA CCeMM

    kTNr /

    +

    += pi

    [2.25]

    Pada persamaan [2.25] menunjukkan bahwa pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi

    berdasarkan pendekatan teori tumbukan adalah

    RTEeTk // [2.26]

    2.4.4. PENGARUH SUHU BERDASARKAN TEORI KEADAAN TRANSISI

    TRK 1 II-24

  • Kecepatan reaksi sebagai fungsi suhu berdasarkan pendekatan teori keadaan

    transisi (transition state theory) digambarkan bahwa kombinasi dari reaktan akan

    membentuk produk antara yang tidak stabil (instable intermediate) yang disebut

    sebagai komplek aktif yang akan terdekomposisi secara spontan menjadi produk.

    Diasumsikan bahwa terjadi kesetimbangan antara konsentrasi reaktan dengan

    komplek aktif. Apabila bentuk reaksi elementer merupakan reaksi bolak balik:

    HrABBAk

    k

    + [2.27]

    Dengan mekanisme:

    ABABBA kk

    k +

    * [2.28]

    Dengan

    BA

    ABC CC

    CkkK *

    *== [2.29]

    dan

    hkB

    Tk =

    Dengan

    kB = konstante Baltzman = 1,38 x 10-16 erg/oK

    h = konstante Planck = 6,624 x 10-27 erg det.

    BA*

    cB

    ABAB CCKhTkCkr * === [2.30]

    Berdasarkan konstanta kesetimbangan dari komplek aktif dalam bentuk energi bebas

    standard:

    G* = H* - T S* = - RT ln Kc*

    Kc* = e-G*/RT = e-H*/RT + S* /R [2.31]

    Maka kecepatan reaksi menjadi:

    BA/RTH/RSB

    AB CCehTkr

    **.= [2.32]

    Nilai RSe / tidak sensitif terhadap suhu dibandingkan yang lainnya, maka nilai

    tersebut dianggap konstant. Maka untuk reaksi reversibel [2.27] secara pendekatan:

    TRK 1 II-25

  • k1 T /RTH*

    e

    k2 T /RTH*

    e

    Karena perbedaan harga antara E dan H* sangat kecil, maka :

    k T RTEe / [2.33]

    Ener

    gi m

    ol. y

    g. b

    erea

    ksi

    Endothermis

    ( )* HE ( )* HE

    Produk

    Hr(+)

    Reaktan

    Kompleks

    Ener

    gi m

    ol. y

    g. b

    erea

    ksi

    Eksothermis

    ( )* HE ( )* HE

    Produk

    Hr(-)

    Reaktan

    Kompleks

    Gambar 2.3: Sketsa dari perubahan energi yang terjadi didalam suatu reaksi.

    2.4.5. PERBANDINGAN PENGARUH SUHU TERHADAP ARRHENIUS

    Hubungan antara k dan T secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

    k Tm E/RTe

    k = A Tm E/RTe , 0 m 1 [2.34]

    Apabila persamaan [2.34] dibuat logaritma natural dan dideferensialkan terhadap T,

    maka akan didapat bentuk:

    ln

    RTERTm

    RTE

    Tm

    Tdkd +

    =+= [2.35]

    Karena harga m RT

  • Dari perhitungan diatas ternyata hukum Arrhenius memberikan hasil yang hampir

    sama dengan kedua teori yang lain.

    Beberapa kesimpulan :

    1. Dari hukum Arhenius didapatkan bahwa hubungan antara ln k vs T merupakan

    garis lurus, dengan slope besar untuk harga E besar dan slope kecil untuk harga

    E kecil.

    2. Reaksi dengan tenaga aktivasi besar lebih peka terhadap perubahan suhu jika

    dibandingkan dengan reaksi dengan tenaga aktivasi kecil.

    3. Faktor frekwensi tidak berpengaruh pada kepekaan reaksi terhadap suhu.

    Beberapa contoh sensitivitas suhu pada reaksi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1

    Tabel 2.1: Kenaikan suhu yang diperlukan untuk merubah kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat

    Suhu Energi aktivasi, E10.000 cal 40.000 cal 70.000 cal0oC 11oC 3 oC 2 oC

    400oC 70 17 91000oC 273 62 372000oC 1037 197 107

    LATIHAN SOAL:

    1. Suatu reaksi kimia dengan persamaan stokhiometri adalah sebagai berikut:

    2 NO2 + O2 N2O5, jelaskan hubungan antara kecepatan pembentukan produk

    dan kecepatan menghilangnya reaktan untuk ketiga komponen pada reaksi tsb.

    2. Suatu reaksi dengan persamaan kecepatan reaksi: -rA = 0.005 CA2, mol.cc.menit,

    Jika konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter dan waktu dalam jam, tentukan nilai

    dan satuan dari konstanta kecepatan reaksinya.

    3. Pirolisis dari etana memberikan nilai energi aktivasi sekitar 75.000 cal. Hitung

    berapa kali perbandingan kecepatan dekomposisi pada suhu 650oC terhadap

    500oC.

    TRK 1 II-27

    BAB IIKINETIKA REAKSI HOMOGEN