bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep storytelling. bab 2... · 2019. 9. 17. · 12 bab 2 tinjauan...
TRANSCRIPT
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Storytelling
2.1.1 Pengertian Storytelling
Menurut (Aliyah, 2011) Storytelling terdiri dari Story berarti cerita dan
telling berarti pencerita. Penggabungan dua kata storytelling disebut juga bercerita
cerita atau menceritakan cerita. Selain itu, Storytelling disebut juga bercerita atau
mendongeng seperti yang dikemukan oleh Malan, mendongeng adalah bercerita
berdasarkan tradisi lisan. Storytelling merupakan usaha yang dilakukan oleh
pendogeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita
kepada anak serta lisan.
Storytelling atau mendongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak
benar-benar terjadi, baik oleh penuturnya maupun oleh pendongarnya. Dongeng
tidak terikat oleh ketentuan normatif dan faktual tentang pelaku, waktu dan tempat
(Musfiroh, 2005). Pelakunya adalah makhluk-makhluk khayali yang memiliki
kebijaksanaan atau kekurangan untuk mengantur masalah manusia dengan segala
macam cara. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan,walaupun banyak juga
yang melukiskan kebenaran atau bahkan moral
Disamping itu, storytelling sangat bermanfaat sekali bagi guru seperti
halnya dikemukakan oleh Loban (Aliyah, 2011) menyatakan bahwa storytelling
dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas
imajinasi anak, orangtua atau meningkatkan kegiatan storytelling pada berbagai
13
kesempatan seperti ketika anak-anak sedang bermain, anak menjelang tidur atau
guru sedang membahas tema digunakan metode storytelling
Menurut Pellowski (Nurcahyanu, 2010) mendifinisikan Storytelling sebagai
sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam
bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa
musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara
lisan, baik melalui sumber tercentak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik.
2.1.2 Jenis-jenis Storytelling
Membagi dongeng menjadi beberapa bagian yaitu,
2.1.2.1 Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai
cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu legenda sering
sekali disebut dengan sejarah. Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka
kisah tersebut telah mengalami distorasi sehingga sering kali jauh berbeda dengan
kisah asli. Legenda adalah jenis dongeng yang berhubungan dengan peristiwa
sejarah atau kejadian alam, misalnya terjadian sesuatu nama tempat dan bentuk
topografi suatu daerah, yaitu bentuk permukaan suatu daerah (bukti, jurang dan
sebaginya)
14
Gambar 2.1 Asal Usul Danau Toba
2.1.2.2 Fabel
Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binantang yang digambarkan dapat
bicara seperti manusia. Ceritacerita fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir
perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya: dongeng kancil,
15
kelinci dan kura-kura. Cerita binatang (fables, fabel) adalah satu bentuk cerita
(tradisional) yang menampilkan binatang sebagai toko cerita. Binatang-binatang
tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas manusia, juga dengan
permasalahan hidup layaknya manusia, Nurgiayantoro (2010).
Gambar 2.2 Si Kancil Mencuri Timun
16
2.1.2.3 Mite
Mite adalah cerita yang berkisahkan tentang orang-orang yang mempunyai
supranatural. Mite atau mitos adalah dongeng yang mengandung unsur-unsur
misteri, dunia gaib, dan alam dewa yang dianggap benar-benar terjadi oleh
masyarakat pemilik mite tersebut. Sugiarto (2009)
Gambar 2.3 Asal Usul Pantai Selatan (Nyi Roro Kidul)
17
2.1.2.4 Sage
Sage adalah cerita tentang sejarah yang mengisahkan tentang kesaktian
seseorang disuatu daerah. Sage merupakan dongeng yang mengandung unsur
sejarah, dilengkapi dengan unsur kesaktian dan keajaiban. Sumoharjo (2003) Dari
pengertian jenis-jenis Storytelling di atas ialah penelitian menyimpulkan bahwa
legenda adalah cerita rakyat yang mencerikan tentng asal-usul suatu daerah atau
tempat yang dikaitan dengan hal-hal nyata walaupun cerita tersebut tidak benar-
benar terjadi.
Gambar 2.4 Asal Mulai Candi Roro Jonggrang
2.1.3 Manfaat Storytelling
Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya, tak hanya
bagi anak –anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. Memurut
Hibana (dalam Kusmiadi, 2008), manfaat dari kegiatan mendongeng ini antara
lain adalah: (1)Mengambarkan fantasi, empati, dan berbagai jenis perasaan lain.
18
(2)Memumbuhkan minat baca. (3) Membangun kedekatan dan keharmonisan. (4)
Media pembelajaran.
Adapun manfaat bagi anak dengan mendongeng antara lain adalah : (1)
Mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak. (2) Mengembangkan kemampuan
berbicara anak. (3) Mengembangkan daya sosialisasi anak. (4) Sarana komunikasi
anak dengan orangtuanya. Selain itu, menurut Mubarok (2008) ada beberapa
manfaat yang akan kita peroleh dengan bercerita, antara lain : (1) Sebagai saran
untuk menyampaikan nasehat dan contoh suri tauladan dari khasanah cerita-cerita
islami. (2) Membentuk perilaku yang baik sesuai misi yang terkandung di
dalamnya. (4) Menyampaikan ajaran agama terutama islam, baik sejarah islam,
kisah Nabi dan Rosul, orang-orang sholeh dan sebagiannya. (5) Sebagai sarana
hiburan yang sederhana, efektif dan menari.
Sedangkan untuk pemilihan cerita, kita bisa memilih cerita dengan kriteria
sebagai berikut : (1) Mengandung unsur-unsur Islam dan Pendidikan. (2)
Mengandung nasehat-nasehat dan contoh suri tauladan dan akhlaq yang mulia. (3)
Cerita tersebut tidak merusak perkembangan kepribadian anak. (4) Berikan
suasana yang menarik ketika menyampaikan cerita (gambaran, sedih atau marah
dan sebagiannya)
2.1.4 Proses Storytelling
Hal terpenting dalam kegiatan storytelling adalah proses. Dalam proses
inilah terjadi interaksi antara pendongeng dengan audiencenya. Melalui proses ini
dapat terjalin komunikasi antara pendongeng dengan audiencenya. Karena
kegiatan mendongeng ini penting bagi anak, maka kegiatan tersebut harus
dikemas sedemikian rupa supaya menarik. Agar kegiatan Storytelling yang
19
disamopaikan menarik, maka dibutuhkan adanya tahapan-tahapan dalam
mendongeng, tiknik yang digunakan dalam mendongeng serta siapa saja pihak
yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk menentukan lancar tidaknya proses ini
berjalan. Teknik yang digunakan dalamstorytelling serta siapa saja pihak yang
terlibat dalam kegiatan storytelling turut menentukan lancara tau tidaknya proses
storytelling ini berjalan. Maka berikut ini akan diuraikan hal-hal tersebut.
2.1.4.1 Tahapan Storytelling
Menurut Geisler (2009) menyebutkan ada tiga tahapan dalam storytelling,
yaitu persiapan sebelum acara storytelling dimulai, saat proses storytelling
berlangsung, hingga kegiatan storytelling selesai. Maka untuk mengetahui lebih
jelas berikut ini uraian langkah langkah tersebut:
a. Kegiatan Pembuka
Pada awal kegiatan, storyteller akan menarik fokus anak-anak dengan
sebuah permainan konsentrasi, sehingga tercipta sebuah kontak dua arah antara
storyteller dan audience, hal ini karena Geisler mensyarat kanadanya kontak mata
antara storyteller dan audience.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti yaitu storytelling. Storyteller akan
membawakan cerita dengan memperhatikan kata-kata, gesture tubuh, dan
permainan suara sehingga menampilkan gambaran visual dalam alam pikir anak-
anak sebagai audience. Cerita yang akan diberikan adalah satu judul cerita yang
akan diberikan selama satu hari. Intensitas pemberian cerita sebanyak satu kali
20
dan satu hari dikaitkan dengan pengalaman yang telah dilalui oleh pengasuh
tersebut bahwa sanyal anak dapat mengingat satu materi atau tema pelajaran saja
membutuhkan 4 sampai 6 kali pertemuan. Oleh karena itu, pemberian cerita
sebanyak satu kali dan satu hari adalah untuk menghindari bias pengaruh selain
treatmentstorytelling, karena perkembangan anak diusia tersebut sangat cepat.
c. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah memberikan kesempatan kepada audience untuk
mengungkapkan pendapatnya secara lisan mengenai cerita yang sudah
didengarkan, lalu memberikan kesempatan pula untuk menunjukkannya secara
visual dikertas bergambar yang telah dipersiapkan. Kegiatan ini sebagai
operasional dari aspek yang ada didalam teor istorytelling dari Geisler yaitu
memberikan pengalaman yang bermakna setelah mendengarkan storytelling. Pada
saat storytelling, ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya
proses storytelli gagar menjadi menarik untuk disimak (Asfandiyar, 2007), antara
lain:
1. Kontak mata
Saatstorytelling berlangsung, storyteller harus melakukan kontak mata
dengan audience. Padanglah audience dan diam sejenak. Dengan melakukan
kontak mata audience akan merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk
berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat menyimak
apakah audience menyimak jalan cerita atau tidak. Dengan begitu, storyteller
dapa tmengetahui reaksi dari audience.
21
2. Mimik wajah
Pada saat storytelling sedang berlangsung, mimik wajah storyteller dapat
menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Storyteller harus
dapat mengekspresikan wajahnya sesuai dengan situasi yang didongengkan.
Untuk menampilkan mimik wajah yang menggambarkan perasaan tokoh tidaklah
mudah untuk dilakukan.
3. Gerak tubuh
Gerakan tubuh storyteller waktu proses storytelling dapat mendukung
menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Cerita yang distorytelling- kan
akan terasa berbeda jika storyteller melakukan gerakan-gerakan yang
merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya. Lain
halnya, jika storyteller hanya mendongeng kan dengan posisi yang statis dari awal
hingga akhir. Cerita akan terasa membosankan, dan akhirnya audience tidak
antusias lagi mendengarkan cerita.
4. Suara
Tinggi rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan storyteller
untuk membawaan akan merasakan situasi dari cerita yang didengarkan.
Storyteller biasanyaakan meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan
cerita yang menegangkan. Kemudian kembali menurunkan keposisi datar saat
cerita kembali pada situasi semula. Selain itu, storyteller profesional biasanya
mampu menurunkan suara-suara dari karakter tokoh yang didongengkan.
Misalnya suara gunung meletus, tanah yang sedang ambruk.
22
5. Kecepatan
Storyteller harus mampu mengatur kecepatan atau tempo dalam storytelling.
Jaga agar kecepatan dalam berbicara selalu ada dalam tempo yang sama atau
ajeg.cerita yang disampaikan tidak telalu cepat sehinga aanak-anak menjadi
bingung ataupun terlalu lambat sehingga menyebabkan anak-anak menjadi bosan.
Penerapan metode storytelling untuk anak usia 3-6 tahun, waktu untuk bercerita
sekitar 10-15 menit (Erlia, 2014). Namun dalam hal ini, proses bercerita dilakukan
selama ±30 menit yang dijeda-jeda per ±10 menit.
6. Alat peraga
Untuk menarik minat anak-anak dalam proses storytelling, perlu adanya alat
peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai ditangan untuk mewakili tokoh
yang sedang menjadi materi dongeng. Adapun alat peragalain yang dapat
digunakan antara lain boneka, wayang, kain, gambar ataupun dengan cara
menggambar langsung. Storytelling dengan menggunakan alat peraga dapat
membuat story terasa lebih menarik, karena anak-anak dapat langsung melihat
bentuk visual dari cerita yang disampaikan.
2.1.4.2 Pihak yang Terkait Saat Storytelling
1. Storyteller
Storyteller adalah orang yang menyampaikan cerita. Kriteria storyteller
yang baik: (a) Memiliki berbagai kepribadian sebagai orang-orang atau peran-
peran orang lain dibidang lain. (b) Memiliki beberapa sifat yang bisa dibagikan
sebagai suatu kemampuan untuk tampil (c) Memiliki kemampuan berbicara
23
dengan otoritas dan animasi. (d) Memiliki rasa peduli terhadap audience dan apa
yang mereka butuhkan (e) Disiplin untuk bekerja pada storytelling sebagai suatu
seni (f) Memiliki kekuatan emosi untuk mengatasi penolakan (g) Memiliki
kepercayaan dalam talenta dan bakat mereka sendiri (h) Menyukai dan menikmati
cerita maupun proses penyampaiannya. (i) Menjadikan diri sebagai bagian dari
audience.
2. Audi
ence/ Pendengar Audience atau pendengar adalah anak atau orang yang
mendengarkan cerita yang dibawakan oleh storyteller. Macam-macam tipe gaya
belajar audience adalah:
a. Audio
Anak yang memiliki gaya belajar audio, belajar dengan mengandalkan
pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya.
b. Visual
Anak yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitik beratkan
ketajaman penglihatan.
c. Kinestetik
Anak yang memiliki gaya belajar kinestetik mengharuskan anak tersebut
menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa
mengingatnya. Dalam membawakan cerita, storyteller dapat memulainya dengan
mengajak anak membayangkan tempat kejadiannya, misalnya ditengah hutan
24
yang lebat, ditepisungai yang airnya jernih dan kemudian dapat dilanjutkan
dengan pengantar mengenai suasana ceritanya. Storyteller dapat membuat cerita
sendiri yang akan diceritakan sehingga tidak hanya terpaku padat eksatau cerita
dari buku saja. Apalagi jika pada saat storytelling didukung dengan soundsystem
yang memadai sehingga suara storyteller dapat terdengar jelas serta lebih dapat
merangsang indera auditori untuk dapat menangkap informasi secara efektif.
Storytelling ini dapat menggunakan alat peragalainnya seperti boneka, gambar,
kain, maupun storytelling dengan diiringi music seperti yang dilakukan
storyteller. Jika storyteller dapat melakuk anak seperti tunjukan simulasi bencana
atau eksperimen suatu kejadian bencana dengan menggunakan alat peraga, anak
akan merasa tertarik karena membuat dan memperhatikan langsung bagaimana
prosesnya. Misalnya, pada simulasi bencana gunung meletus. Dengan teknik ini
dapat menjawab dan meyakinkan pengetahuan yang dimiliki oleh anak karena
tampak bagaimana prosesnya terkait dengan pola berpikir anak yang intuitif.
2.1.5 Metode Pembelajaran Storytelling / dongeng
Pengertian Mendongeng Menceritakan kembali cerita-cerita yang telah
terjadi. (Kampus Besar Bahasa Indonesia, Badai Pustaka). Mendongeng
merupakan batu loncatan yang sangat penting dalam membentuk seorang menjadi
jenius. Mendongeng memicau kekuatan pola berpikir yang super, yang
melepaskan pola imajinasi seorang yang menjadi lebih jenius. Menurut alhi
psikolog anak, pertumbuhan mental seorang anak berjalan sangat cepat, terutama
sampai anak berusia eman tahun, sampai umurnya enam tahun, kecepatan belajar
anak bagi kuda yang berlomba dalam pacuan. Setelah melewati usia ini, kecepatan
anak akan menurun, dan lebih mendatar (Suci. 2015 )
25
Sebelum pendidikan si anak dikemas bentuk formal, orang tua, atau kakek
dan nenek, biasanya menjadi guru si anak. Dahulu kala, pedidikan, secara tidak
langsung, tetapi dengan cara yang sangat bermakna, diterapkan melalui
mendongeng. Sekelompok anak-anak akan duduk mengelilingi api unggun,
dibawah sebatang pohon, dan seorang dewasa akan menceritakan sesuatu yang
sangat memikiat, dan menarik perhatian. Kemudian, tulisan mulai memberikan
pengaruh pada lireratur lisan tradisonal ini.
Menurut Notoatmodjo (2007) Media penyuluhan adalah semua sarana untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga
sasaran dapat meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku seseorang ke arah
positif. Pemilihan metode pendidikan kesehatan bergantung pada beberapa faktor,
yakni karakteristik sasaran, (jumlah, status social ekonomi, jenis kelamin), waktu
dan tempat yang tersedia, serta tujuan yang spesifik yang ingin dicapai dengan
pendidikan kesehatan tersebut (perubahan pengetahuan, sikap atau praktik
partisipan) (Nursalam, 2008). Musfiqon (2012), Penyuluhan kesehatan tidak dapat
lepas dari media, karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih
menarik dan mudah dipahami., jenis-jenis pendidikan kesehatan diantaranya.
Media cetak (poster, banner, booklet, leaflet, flyer, flip chart, surat kabar, dan foto
yang mengungkapkan informasi kesehatan), dan media elektronik (televisi, radio,
video film, cassette, CD, VCD). Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil belajar
yang efektif, factor instrumental (alat peraga, kurikulum, fasilitator belajar, dan
metode belajar) dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan materi dan
subjek (Nursalam, 2008).
26
a. Metode Cerita
Menurut Moeslichatoen (2010), cerita adalah metode yang paling menarik,
paling disukai, dan paling menempel ingatan seorang anak, karena sebuah cerita
sulit untuk dilupakan dan membuat pendengarnya suka kepada orang yang
menceritakannya, selain itu metode cerita mempunyai beberapa makna penting
bagi perkembangan anak usia prasekolah, diantaranya dapat mengkomunikasikan
nilai-nilai pengetahuan, nilai budaya, nilai keagamaan, nilai sosial, dan dapat
menanamkan etos kerja, etos waktu, dan etos alam. Menurut Arif Sadjiman
(2009), gambar termasuk media non proyeksi. Cerita gambar adalah media
gambar, bagan, atau skema yang biasanya di pajang di dinding, atau dicetak besar
seperti banner, media cerita bergambar merupakan rangkaian kegiatan/cerita yang
disajikan secara berurutan, yang dapat digunakan untuk menstimulasi kemauan
dan kemampuan anak dengan menggunakan simbol atau gambar yang menarik
(Sri Anita, 2009). Tujuan bercerita menurut Takwin (2007), antara lain,
mengembangkan kemampuan anak dalam menafsirkan peristiwa yang ada diluar
pengalaman langsungnya, memperluas pemahaman dan daya imajinasi anak,
mengembangkan kemampuan menyimak dan mendengar aktif pada diri anak,
mengembangkan sikap positif anak terhadap suatu hal. Manfaat atau Kegunaan
dari media bergambar menurut Azhar (2006), Fungsi Atensi (menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk konsentrasi kepada isi materi yang
disampaikan dan ditampilkan), Fungsi Afektif (media ini dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (melihat) teks bergambar, gambar atau
lambang visual akan menggugah emosi dan sikap anak-anak, Fungsi Kognitif
(terlihat dari beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual
27
atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat
informasi yang terkandung dalam gambar), Fungsi kompensatoris (membantu
siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks
dan mengingatnya kembali). Kelebihan metode cerita Bergambar menurut Arif
Sadiman (2009), diantaranya, dapat digunakan untuk menjelaskan suatu masalah
di kehidupan, bernilai ekonomis, mudah dijangkau, mudah digunakan baik
individu, ataupun kelompok, anak dapat memahami isi gambar sehingga anak
lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca dan mengetahui isi cerita
bergambar. Sedangkan kelemahan metode cerita bergambar menurut Arif
Sadiman (2009), diantaranya, butuh kemampuan khusus untuk menarik perhatian
anak agar dapat konsentrasi kepada pemateri dan isi materi yang disampaikan
melalui media bergambar, akan muncul banyak presepsi dari suatu gambar
tersebut, karena hanya secara visual.
b. Poster
Menurut Nursalam (2008) pendidikan kesehatan dapat diberikan kepada
sasaran baik secara langsung ataupun melalui media tertentu. Poster merupakan
penggambaran yang ditunjukan sebagai pemberitahuan, peringatan, maupun
penggugah selera yang biasanya berisi gambar-gambar (Musfiqon, 2012). Sri
Anita (2009) mengatakan bahwa Poster adalah suatu gambar yang
mengkombinasi unsur visual seperti garis, gambar, dan kata-kata yang bermaksud
menarik perhatian serta mengkomunikasikan pesan secara singkat.
Menurut Nana S dan Ahmad R (2010) secara umum poster memiliki
kegunaan yaitu, memotivasi siswa dalam belajar, sebagai peringatan, berisi
28
tentang peringatan terhadap sesuatu misal hukuman, kesehatan, agama, dan lain-
lain, pengalaman kreatif melalui poster kegiatan menjadi lebih kreatif untuk
membuat ide, cerita, karangan dari sebuah poster yang dipajang. Ciri-ciri poster
yang baik menurut Arief S (dalam Musfiqon, 2012) adalah, sederhana,
menyajikan suatu ide, dan untuk mencapai satu tujuan pokok, berwarna, tulisan
jelas, dan bervariasi. Kelebihan media poster menurut Daryanto (2012), yaitu,
tahan lama, mencakup banyak orang, biaya lebih rendah, dapat di bawa kemana-
mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan
gairah untuk belajar, dapat mempermudah dan mempercepat pemahaman siswa
terhadap pesan yang disajikan, dapat dilengkapi dengan warna-warna sehingga
lebih menarik perhatian siswa, bentuknya sederhana tanpa memerlukan peralatan
khusus dan mudah penempatannya, sedikit memerlukan informasi tambahan,
pembuatannya mudah, harganya murah, dan bisa diperbanyak. Sedangkan
kelemahan poster menurut Daryanto (2012), yaitu, membutuhkan keterampilan
khusus dalam pembuatannya dan penyajian pesan hanya berupa visual. Menurut
Nursalam (2008), kemampuan partisipan dalam mengingat suatu informasi yang
disampaikan melalui pendidikan kesehatan menurut teknik dan medianya
digambarkan dalam sebuah Kerucut Edgar Dale, sasaran akan mampu mengingat
informasi yang diberikan dengan persentase yang berbeda beda sesuai dengan
metode dan media yang digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan.
29
2.2 Konsep Anak Usia Prasekolah
2.2.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah
Anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir
anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa
pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik,
motorik, kognitif, kogitif, meningkatkan daya pikir anak dan psikososial anak.
Menurut Anita (2011) para pendidik melabelkan akhir masa kanak-kanak dengan
usia sekolah dasar. Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasardasar
pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada
kehidupan dewasa. Namun bagi banyak orang tua masa kanak-kanak akhir
merupakan usia yang menyulitkan dimana anak tidak lagi mau menuruti perintah
dan dimana ia lebih banyak dipengeruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh
orang tua maupun anggota keluarga lain.
Pada masa sekolah ini (3-6 tahun) anak sudah matang untuk memasuki
sekolah dasar. Matang bersekolah ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: (a) Telah
mencapai taraf perkembangan jasmaniah serta kesehatannya. (b) Telah cukup
taraf perkembangan sosialnya, sehingga telah mampu menyesuaikan diri dengan
teman-temannya. (c) Mempunyai minat terhadap kecakapan-kecakapan dan
pengetahuan sebagai kenyataan yang perlu dalam hidupnya. (d) Kesanggupan
untuk bekerja sendiri, tidak banyak menggantungkan pada orang lain.
(e)Kesanggupan mengakui kewibawaan guru, sebagai orang lain yang baru.
Menurut Anita (2011) bagi ahli psikologi, akhir masa kanak-kanak adalah
usia berkelompok yaitu suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada
30
keinginan diterima oleh teman-teman sebaya. Oleh karena itu, anak ingin
menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan,
bebicara dan perilaku. Keadaan ini mendorong ahli psikologi untuk menyebut
periode ini sebagai usia penyesuaian diri.Akhir masa kanak-kanak seringkali
disebut usia bermain oleh para ahli psikologi, bukan karena terdapat lebih banyak
waktu untuk bermain daripada dalam periode-periode lain-hal mana tidak
dimungkinkan lagi apabila anak-anak sudah sekolah, melainkan karena terdapat
tumpang tindih antara ciri-ciri kegiatan bermain anak-anak yang lebih muda
dengan ciri-ciri bermain anak-anak remaja.
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Menurut Anita (2011) pertumbuhan dan perkembangan anak sebenarnya
merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Perkembangan dan pertumbuhan
anak meliputi dari perkembangan emosi, jasmani, bahasa dan sosial. Sedangkan
menurut Arthur mengidentifikasinya ada empat dimensi perkembangan kepada
anak, yaitu perkembangan sosial dan emosional, perkembangan fisik,
perkembangan kognitif, dan perkembangan bahasa. Adapun karakteristik
perkembangan anak usia sekolah dasar mencakup beberapa aspek, yaitu:
A. Perkembangan Fisik, Otak dan Motorik
Menurut Ariyanti (Thobroni, 2011) mengungkapkan bahwa perkembangan
fisik atau pertumbuhan biologi merupakan salah satu aspek yang sangat penting
bagi perkembangan individu terutama bagi anak usia sekolah dasar.
Sedangkan menurut Thobroni (2011) pada usia anak sekolah dasar,
perubahan berat badan lebih banyak daripada tinggi badan. Perubahan ini karena
ada penambahan ukuran dalam kerangka tulang belulang, sistem otot dan organ
31
lainnya. Pertumbuhan fisik akan mengalami peningkatan pada berat badan anak
selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka dan
otot, serta ukuran beberapa organ tubuh. Sehingga pada masa ini keseimbangan
badannya akan relatif berkembang dengan baik. Disamping itu, perkembangan
otak yang dialami oleh anak akan mengalami proses perkembangan lebih cepat.
Perkembangan ini disebabkan oleh penambahan jumlah dan ukuran ujung-ujung
saraf yang ada di dalam dan sekitar otak. Selain itu ditambah dengan adanya
proses melinasi yaitu terdesaknya sel-sel saraf oleh lemak sehingga meningkatkan
kecepatan informasi.
Untuk memparhalus keterampilan-keterampilan motoriknya, anak harus
melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti memukul bola, melompat tali, ataupun
melakukan suatu gerak keseimbangan diatas balok. Menurut Thobroni (2011) hal
ini menandakan bahwa mereka sudah mampu mengontrol dan mengkoordinasi
setiap gerakan badan. Di usianya (6 tahun), tangan anak semakin kuat dan lebih
suka menggambar menggunakan pensil daripada krayon.
B. Perkembangan Kognitif
Menurut Thobroni (2011) beberapa pakar seperti Mussen, Conger, dan
Kagan mengatakan bahwa perkembangan anak, kognisis, atau penalaran mengacu
pada berbagai proses, antara lain sebagai berikut: (a) Persepsi; penemuan,
penataan, dan penafsiran terhadap informasi dari dunia luar dan lingkungan
internal. (b) Memori; penyimpanan dan pemakaian/pemanfaatan informasi yang
telah dirasakan. (c) Penalaran; penggunaan pengetahuan untuk membuat
kesimpulan-kesimpulan dan untuk menarik konklusi-konklusi. (d) Refleksi;
penilaian terhadap kualitas gagasan-gagasan dan cara pemecahan/penyelesaian.
32
(e) Wawasan; penemuan hubungan-hubungan baru antara dua atau lebih bagian-
bagian pengetahuan.
C. Perkembangan Moral
Menurut Piaget (Thobroni, 2011), perkembangan moral terbagi menjadi dua
tahap, yaitu heteronomus morality dan autonomus morality. Pada tahap
heteronomus morality, anak banyak beranggapan bahwa anak dalam melakukan
suatu hal banyak menimbang akibat dari sesuatu yang telah mereka lakukan,
bukan maksud dari apa yang telah ia lakukan. Masih menurut Piaget, dalam masa
anak berkembang mereka banyak mengalami kemajuan pemahaman tentang
masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya. Hal ini juga karena pengaruh dari
teman sebaya mereka. Dari teman sebaya, mungkin mereka banyak menemukan
kesamaan pengangan. Hal tersebut belum tentu mereka dapatkan dengan mereka
hanya berhubungan dengan orangtua atau keluarga.
D. Perkembangan Emosional
Aspek emosi mengalami perkembangan yang signifikan pada periode anak.
Seiring bertambah usia, kemampuan anak untuk mengenali emosinya semakin
berkembang. Anak juga semakin menyadari perasaan dirinya dan perasaan orang
lain. Selain itu, anak juga semakin mampu mengatur ekspresi dan emosi dalam
situasi sosial dan mampu bereaksi terhadap kondisi stress yang dialami orang lain.
Menurut Daniel Goleman (dalam Nurhayati, 2008), dalam buku Thobroni
menyebutkan bahwa kecerdasan emosi mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
(1) Kemampuam sesorang mengenali emosionalnya sndiri. (2) Kemampuan
mengelola sesuana hati. (3) Memampuan momotivasi diri sendiri. (4) Kemampuan
mengendalikan nafsu makan.
33
E. Perkembangan Bahasa
Menurut Santrock (2002) pada masa ini, berlangsung perubahanperubahan
di dalam perbendaharaan kata dan tata bahasa. Membaca sangat berperan dalam
dunia bahasa mereka. Sedangkan menurut Yusuf (2004) bahasa adalah sarana
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian tercakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang,
gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya,
sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau
agama. Yusuf (2004) berpendapat juga bahwa usia sekolah dasar ini merupakan
masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan
kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata,
dan pada masa akhir (usia 11-12) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata.
Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang
lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis
(tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dan sebagainya).
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut: (a) Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi
matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata. (b) Proses
belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan atau
kata-kata yang didengarnya. Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang dengan
sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur kalimat,
peribahaasa, kesusastraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali
34
pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan
mempergunakannya sebagai alat untuk: (a) Bekomunikasi dengan orang lain. (b)
Menyatakan isi hatinya (perasaannya). (c) Memahami keterampilan mengolah
informasi yang diterimanya.(d) Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat). (e)
Mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
Menurut Santrock (2002) pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, suatu
perubahan terjadi pada cara anak-anak berfikir tentang kata-kata. Mereka menjadi
kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi perseptual yang berkaitan
dengan kata-kata, dan pendekatan mereka menjadi lebih analitis terhadap kata-
kata. Peningkatan kemampuan ini, membuat mereka memahami kata-kata yang
tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Hal ini
memungkinkan anak-anak menambahkan kata-kata yang lebih abstrak ke dalam
perbendaharaan kata mereka.
2.2.3 Perkembangan Kognitif dan Bahasa Kelompok Usia 3-4 Tahun
2.2.3.1 Perkembangan Kognifit dan Bahasa Anak
Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa kecerdasaan atau
kemampuan kognitif anak mengalami kemajuan melalui empat tahap yang jelas.
Masing-masing tahap dicirikan oleh kemunculan kemampuan dan cara mengolah
informasi yang baru. Mengggolongkan tahap perkembangan kognitif pada anak
Usia 3-6 Tahun umumnya meraka berada pada tahap Pre-Operational (Santrock,
2007)
35
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif
Tahapan Usia
Sensorimotor 0-2 Tahun
Pre-Operational 2-6 atau 7 Tahun
Konkrik Operational 6 atau 7 tahun-11 atau 12 tahun
Formal Operational >12 tahun
Pemikiran Praoperasional adalah awal kemampuan untuk merekonstruksi
pada tingkat pemikiran apa yang telah dilakukan dalam perilaku. Pemikiran
praoperasional dapat dibagi kedalam dua sub tahap yaitu fungsi simbolis (2-4
tahun) dan pemikiran intuif (4-6/7 tahun)
2.2.4 Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Setiap tahap perkembangan mempunyai tugas-tugas perkembangan
masingmasing. Begitu juga pada tahap perkembangan di usia sekolah. Menurut
Havighurst (Thonthowi, 2012) menyatakan bahwa tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan
individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke
arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, jika
gagal menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-
tugas berikutnya.
Menurut Thonthowi (2012), adapun tugas-tugas perkembangan pada masa
anak sekolah ini antara lain: (a) Mempelajari kecakapan jasmaniah yang
dibutuhkan untuk bermain-main sehari-hari. Ia belajar bahwa teman-teman sebaya
dan sepermainan "mengganjar" anak yang berhasil "menghukum" anak yang tidak
36
berhasil. (b) Membentuk sikap yang baik terhadap diri sendiri sebagai suatu
makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia belajar mengetahui bahwa anak akan
dihargai atau dicela tergantung kepada kecekatannya. (c) Belajar bergaul dengan
teman sebayanya. Ia meninggalkan lingkungan keluarganya memasuki dunia
teman sebayanya, yang berarti perubahan dari lingkungan keamanan emosional ke
lingkungan baru yang mengandung persaingan dalam usaha menarik perhatian
orang lain. (d) Mempelajari peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan menurut
ukuran kepantasan masyarakat. Ia belajar berlaku sebagai anak laki-laki atau anak
perempuan, kemudian ia mengidentifikasikan diri dengan ayah atau ibunya. (e)
Memperkembang kecekatan-kecekatan dasar dalam membaca, menulis dan
matematika. (f) Memperkembang pengertian-pengenrtian yang perlu untuk
kehidupan seharihari. Pada masa sekolah ini, pengertian-pengertian itu semakin
berkembang. (g) Memperkembang kata hati, kesusilaan dan ukuran-ukuran nilai-
nilai. Pada akhir masa sekolah dapat diharapkan anak sudah stabil dalam
pemilihan perilaku berdasarkan ukuran nilai itu. (h) Mencapai kebebasan pribadi.
Ia mulai mengadakan pemilihan dan identifikasi tidak terbatas pada orangtua
tetapi dapat juga pada orang lain ataupun pada tokoh-tokoh yang dikagumi. (i)
Memperkembang sikap terhadap lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok
sosial. Tugas ini dipelajari melalui cara-cara seperti: (a) Meniru orang terkemuka;
(b) Pengumpulan pengalaman; (c) Pengalaman emosional yang mendalam dan
sebagainya. Tahap ini merupakan saat anak mempelajari sikap dasar sosial.
37
2.3 Konsep Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku
Menurut Syahreni (2011) perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh
individu baik yang dapat diamati (dilihat) secara langsung maupun tidak
langsung. Sehat adalah suatu kondisi atau keadaan yang baik, mencakup fisik,
mental dan sosial, jadi bukan hanya terbebas dari penyakit saja. Sehingga perilaku
sehat adalah tindakan seseorang ataupun kegiatan yang dilakukan oleh seseorang,
baik langsung maupun tidak langsung, untuk mempertahankan dan meringkatkan
kesehatan serta mencegah resiko penyakit.
Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku kehesatan (healthy behavior)
diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan
seperti lingkungan, makanan, minum dan pelayanan kesehatan.
2.3.2 Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior)
Diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi
kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.
Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari
penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Perilaku kesehatan
38
merupakan suatu repson seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman serta lingkungan. Dalam konteks pelayanan kesehatan, perilaku
kesehatan dibagi menjadi dua: (1) Perilaku masyarakat yang dilayani atau
menerima pelayanan (consumer), Perilaku pemberi pelayanan atau petugas
kesehatan yang melayani (provider). Dimensi Perilaku kesehatan dibagi menjadi
dua (Soekidjo Notoatmojo, 2010), yaitu: (1) Healthy Behavior yaitu perilaku
orang sehat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Disebut juga
perilaku preventif (Tindakan atau upaya untuk mencegah dari sakit dan masalah
kesehatan yang lain: kecelakaan) dan promotif (Tindakan atau kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkannya kesehatannya). Contoh: (1) Makan dengan gizi
seimbang, (2) Olah raga/kegiatan fisik secara teratur, (3) Tidak mengkonsumsi
makanan/minuman yang mengandung zat adiktif , (4) Istirahat cukup, (5)
Rekreasi /mengendalikan stress. (2) Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang
sakit untuk memperoleh kesembuhan dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga
perilaku kuratif dan rehabilitative yang mencakup kegiatan: (1)Mengenali gejala
penyakit , (2) Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan
mengobati sendiri atau mencari pelayanan (tradisional, profesional), (3) Patuh
terhadap proses penyembuhan dan pemulihan (complientce) atau kepatuhan.
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku
Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik
yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable),
yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Faktor-faktor
39
yang berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat antara lain dipengaruhi oleh
(Soekidjo Notoatmojo, 2010):
1. Faktor makanan dan minuman terdiri dari kebiasaan makan pagi, pemilihan
jenis makanan, jumlah makanan dan minuman, kebersihan makanan.
2. Faktor perilaku terhadap kebersihan diri sendiri terdiri dari mandi,
membersihkan mulut dan gigi, membersihkan tangan dan kaki, kebersihan
pakaian.
3. Faktor perilaku terhadap kebersihan lingkungan lingkungan terdiri dari
kebersiahn kamar, kebersihan rumah, kebersihan lingkungan rumah, kebersihan
lingkungan sekolah.
Faktor perilaku terhadap sakit dan penyakit terdiri dari pemelihraan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, rencana pengobatan dan pemulihan
kesehatan. Faktor keseimbangan antara kegiatan istirahat dan olahraga terdiri dari
banyaknya waktu istirahat, aktivitas di rumah dan olahraga teratur.
2.3.4 Indikasi/ Aspek/ Ciri-ciri Perilaku
Bower & Bower (dalam Nurmiati, 2008) mengungkapkan ciri-ciri perilaku
agresif sebagai berikut: (1) Mengekspresikan perasaannya tanpa mengindahkan
atau menyinggung perasaan orang lain. (2) Banyak berbicara dan dengan cara
yang cepat, serta banyak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya.(3)
Mata tidak ekspresif, merendahkan, dingin, melotot, dan memalingkan muka
ketika berbicara dengan orang lain. (4) Ketika dipuji orang lain, ia akan
membanggakan dirinya hingga membuat orang yang memujinya merasa
tersinggung. (5) Bersikap “sok tahu” yaitu mencoba untuk memberikan opini atau
40
pendapat atas semua hal, menunjukkan pandangan mereka, berpikir bahwa
mereka memiliki semua bukti, analisa dan jawaban. (6) Menyerang orang lain
yang tidak sependapat dengan dirinya, dengan cara memotong pembicaraan,
mengintimidasi, mendominasi, atau terlalu mengontrol. (7) Menyerang,
mengintimidasi, mengkritik, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut. (8) Tidak mau
tahu terhadap berbagai alasan yang melatarbelakangi tindakan sesuatu yang tidak
menyenangkan. (9) Menyatakan ketidaksetujuan dengan nada menyerang dan
mengintimidasi, hingga menyinggung perasaan orang lain. (10) Mempertahankan
haknya tanpa mempedulikan hak orang lain. (11) Menyampaikan keluhan dengan
sikap meledak-ledak. (12) Mengkonfrontasi kembali dalam merespon sesuatu.
Bower & Bower (dalam Nurmiati, 2008) juga menjelaskan bahwa perilaku
agresif merupakan corak perilaku yang mengungkapkan pikiran, perasaan,
kehendak dan kepentingan yang dilakukan melalui kata-kata dan atau tindakan-
tindakan yang keras, kasar, menekan dan melecehkan tanpa mempertimbangkan
perasaan dan harga diri orang lain. Orang dengan perilaku agresif sangat menjaga
hak-hak dan kepentingan sendiri, tetapi sebaliknya kurang menghargai hak-hak
dan kepentingan orang lain. Tujuannya ingin serba menang dan memperoleh apa
yang diinginkan dengan mengalahkan orang lain. Mottonya “I’ OK, you’re not
OK”.
Bentuk-bentuk Perilaku
Myers (Sarwono, 2002) membagi bentuk-bentuk perilaku berdasarkan sifat
menjadi dua, yaitu: (a) Perilaku agresif yang bersifat fisik seperti memukul,
menendang, melempar, merusak serta bentuk-bentuk lain yang dapat
41
mengakibatkan sakit atau luka pada objek atau sumber frustrasi. (b) Perilaku yang
bersifat verbal bentuk perilaku agresif yang bersifat verbal seperti mencaci maki,
berteriak-teriak, megeluarkan kata-kata kotor atau kata-kata kasar dan bentuk-
bentuk lain yang bersifat verbal dan mengakibatkan “sakit” pada objek yang tidak
menginginkannya.
Myers (Sarwono, 2002) juga membagi jenis-jenis perilaku agresif berdasarkan
sebab terjadi menjadi dua, yaitu: (a) Perilaku karena rasa benci atau karena emosi.
Perilaku karena rasa benci atau karena emosi adalah ungkapan kemarahan
atau ditandai dengan emosi yang tinggi, semata-mata dilakukan dengan menyakiti
orang lain, sebagai ungkapan kemarahan. Oleh karena itu, perilaku agresif dalam
hostille aggression ini adalah tujuan dari perilaku agresif itu sendiri. (b) Perilaku
sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain. Jenis instrumental aggression ini pada
umumnya tidak disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk
mencapai tujuan lain selain penderitaan korbannya. Instrumental aggression ini
mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang
ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan atau
dominasi seseorang. Perbedaan dari kedua jenis perilaku agresif ini adlah dari
tujuan yang mendasarinya. Hostille aggression hanya semata-mata unuk
melampiaskan emosi, sedangkan instrumental aggression dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
42
2.3.5 Ciri-ciri Perilaku
A. Fisik
Ciri-ciri dewasa dalam aspek fisik yaitu : (1) Menerima hal-hal tidak bisa
diubah dari ciri-ciri fisik yang ada sejak lahir. (2) Menempatkan seks pada
proporsi yang wajar. (3) Dapat memilih makanan yang memenuhi persyaratan
gizi. (4) Memiliki keseimbangan antara bekerja dan istirahat.
B. Intelektual
Ciri-ciri dewasa dalam aspek Intelektual : (1) Dipimpin akal sehat. (2)
Tekun. (3) Hidup dalam dunia realitas. (4) Melihat ke masa depan. (5) Menarik
manfaat dari kegagalan. (6) Rajin dan mau berusaha. (7) Memiliki inisiatif.
C. Emosi
Ciri-ciri dewasa dalam aspek Emosi : (1) Dapat mengontrol emosi. (2)
Percaya pada diri sendiri. (3) Bebas dari iri hati. (4) Dapat menunggu untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. (5) Memiliki emosi yang wajar dan dengan
kadar yang sesuai : malu, takut, rasa bersalah. (6) Tidak merasakan kesepian
walaupun sendirian.
D. Sosial
Ciri-ciri dewasa dalam aspek Sosial : (1) Memiliki teman baik pria dan
wanita. (2) Dapat bergaul dengan teman sebaya maupun yang beda usia. (3) Tidak
terpengaruh oleh teman sebaya (bebas dari peer pressure). (4) Melihat dari sudut
orang lain (dapat merasakan sukacita/dukacita orang lain). (5) Melihat apa yang
43
baik pada orang lain. (6) Obyektif dalam menilai diri sendiri dan orang lain,
mengaku kalah ketika memang kalah. (7) Menghormati orang tua, tetapi tidak
bergantung pada mereka. (8) Memiliki rasa humor, mampu menertawai diri
sendiri. (9) Bertanggung jawab atas kesalahan pribadi. (10) Dapat menyesuaikan
diri dan menempatkan diri. (11) Senang atas keberhasilan orang lain. (12) Dapat
mempercayai orang lain. (13) Sabar mendengar cerita orang lain. (14) Bisa dekat
dengan orang lain dan membina keintiman.
E. Moral-Spiritual
Ciri-ciri dewasa dalam aspek Moral-Spiritual :
1. Menerima nilai moral yang berlaku universal untuk kebaikan semua (jujur,
tangg
2. ung jawab, keberanian, keadilan, kebenaran, komitmen, kepedulian,
kesetiaan, kesabaran, toleransi, kerjasama, integritas, menghormati hak orang lain,
pengorbanan untuk sesuatu yang luhur/mulia). 2. Berbuat baik pada orang lain. 3.
Takut akan Tuhan. 4. Memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. 5. Menggunakan
hidupnya untuk memuliakan Tuhan. 6. Bersyukur untuk apa yang dimiliki. 7.
Tahan menderita secara wajar.
2.4 Konsep Sayur
Sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan nabati (tumbuh-
tumbuhan). Sayur adalah bahan makanan yang berasal dari tumbuhan. Bagian
tumbuhan yang dapat dibuat antara lain dari daun (sebagaian besar sayur adalah
daun), batang (wortel dalah umbi batang), bunga (jantung pisang), buah muda
44
(Labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan
bahan makanan sayur.
Sebagai Negara tropis, Indonesia sangat kaya akan sayur. Oleh karna itu,
patut disayangkan jika konsumsi sayur masyarakat masih relatif rendah
dibandingkan Negara lain yang bukan penghasilan sayur (Astawa, 2008).
2.4.1 Penggolongan sayur
Menurut Astawan (2008), berdasarkan bagian tamanan yang dapat dimakan,
sayuran dibedakan menjadi : (1) Kankung, sawi, katuk dan bayam. (2) Brokoli
dan kembang kol. (3) Terong, cabe, ketimun dan tomat. (4) Asparagus dan
rebung. (5) Wortel dan lobak. (6) Kentang dan bawang.
2.4.2 Kandungan Gizi dan Manfaat Sayur
Sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin C, vitamin B khusunya
asam folat, berbagai mineral seperti magnesium, kalium, kalsium dan Fe, namun
tidak mengandung lemak maupun kolesterol. Setiap sayur mempunyai kandungan
vitamin dan mineral yang berbeda.
Menurut Sakirindah (2008), kandungan vitamin dan mineral pada sayur
memang berbeda-beda tidak saja diantara berbagai spesies dan varietas, namun
juga di dalam varietas sendiri yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang
berbeda, iklim, macam tanah dan pupuk, semuanya berpengaruh terhadap
kandungan vitamin dan mineral dalam produk sayur yang dihasilkan. Menurut
Khomsan, dkk (2008), sayur mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Ada dua
alasan utama yang membuat konsumsi sayur sangat penting untuk kesehatan,
45
yaitu : (1) Sayur sangat kaya akan kandungan vitamin, mineral dan gizi lainnya
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanpa mengonsumsi sayur, maka
kebutuhan gizi sperti vitamin C, vitamin A, potassium dan folat kurang terpenuhi.
Oleh karena itu sayur merupakan sumber makanan yang baik dan menyehatkan.
(2) Beberapa penelitian menunjukan bahwa orang yang mengonsumsi tinggi sayur
dapat menurunkan insiden terkena penyakit kronis. Salah satu studi epidemiologi
yang mengkaji secara umum terhadap perilaku sekelompok masyarakat
menunjukkan bahwa masyarakat Cina, Jepang dan Korea lebih sedikit terkena
kanke dan penyakit jantung koroner dibandingkan masyarakat Eropa dan
Amerika. Hal ini disebabkan karena masyarakat Korea, Jepang dan Cina dikenal
sangat suka mengonsumsi sayuran lebih banyak dan Negara dan Amerika.
Sayuran segar juga mengandung enzim aktif yang dapat mempercepat reaksi-
reaksi kimia di dalam tubuh. Komponen gizi dan komponen aktif non-nutrisi yang
terkandung dalam sayur berguna sebagai antioksidan untuk menertalkan radikal
bebas, anti kanker dan menetralkan kolesterol jahat. Selain itu dalam sayuran
terdapat dua jenis serat yang bermanfaat bagi kesehatan pencernaan dan
mikroflora usus, yaiu serat larut air dan tidak larut air.serat larut air dapat
memperbaiki performa mikroflora usus sehingga jumlah bakteri baik dapat
tumbuh dengan sempurna. Sedangkan serat tidak larut air akan menghambat
pertumbuhan bakteri jahat sebagai pencetus sebagai macam penyakit (Khomsan,
dkk, 2008)
2.4.3 Dampak Kurang Konsumsi Sayur
Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi sayur menurut
Ruwaidah (2007), antara lain:
46
1. Meningkatkan Kolesterol Darah
Jika tubuh kurang konsumsi sayur yang kaya akan serat, maka dapat
mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena kandungan serat dalam
sayur mampu menjerat lemak dalam usus, sehingga mencegah penyerapan lemak
oleh tubuh. Dengan demikian serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam
darah. Serat tidak larut (lignin) dan serat larut (pectin) mempunyai efek mengikat
zat-zat organik seperti asam empedu dan kolesterol sehingga menurunkan jumlah
asam lemak di dalam saluran pencernaan. Pergikatan empedu oleh serat juga
menyebabkan asam empedu keluar dari siklus enterohepatic, karena asam empedu
yang disekresi ke usus tidak dapat diabsorpsi, tetapi terbuang ke dalam fases.
Penurunan jumlah asam empedu menyababkan hepar harus menggunakan
kolesterol sebagai bahan untuk membentuk asam empedu. Hal inilah yang
menyebabkan serat dapat menurunkan kadar kolesterol (Nainggolan dan
Adimunca, 2005). Jika konsumsi serat kurang, maka proses tersebut tidak terjadi
dan akan menyebabkan kolestrol darah meningkat.
2. Gangguan Penglihatan /Mata
Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan giinya
berupa betakaroten. Gangguan matadapat diatasi dengan banyak mengonsumsi
wortel, selada air, dan buah-buahan lainnya (Ruwaidah, 2007).
Kandungan vitamin A dalam sayur penting untuk pertumbuhan, penglihatan
dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi. Vitamin A
berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya terang berhubungan langsung
dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin yang
membantu proses melihat (Ruwaidah, 2007).
47
3. Menurunkan Kekebalan
Tubuh sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C yang merupakan
antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga meningkatkan kerja
sistem imunitas sehingga mampu mencegah berbagai penyakit infeksi bahkan
dapat menghancurkan sel kanker. Jika tubuh kekurangan asupan sayur maka
imunitas/kekebalan tubuh akan menurun.
4. Meningkatkan Resiko Kegemukan
Kurang konsumsi sayur dapat meningkatkan risiko kegemukan dan diabetes
pada seseorang (WHO,2003).
Sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat
bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Seseorang yang
mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan
kecukupan sebagaian besar mineral mikro dan serat yang dapat mencegah
terjadinya kegemukan. Selain itu, sayuran juga berperan dalam upaya pencegahan
penyakit degeneratif seperti PJK (penyakit jantung kronis). Kanker, diabetes dan
obesitas (Khomsan, 2009)
5. Meningkatkan Resiko Kanker Kolon
Diet tinggi lemak dan rendah serat (sayur) dapat meningkatkan risiko kanker
kolon. Penelitian epidemiologis menunjukkan perbedaan insidenkanker kolorektal
di Negara maju seperti Amerika, Eropa dan di Negara berkembang seperti Asia
dan Afrika. Hal itu dikarenakan perbedaan jenis makanan di Negara maju dan
Negara berkembang tersebut, dimana masyarakat di Negara maju lebih banyak
mengonsumsi lemak dari pada di Negara berkembang (Puspitasari, 2006)
48
Serat dapat menekan resiko kanker karena serat makanan diketahui
memperlambat penyerapan dan pencernaan karbohidrat, juga membatasi insulin
yang dilepas ke pembuluh darah. Terlalu banyak insulin (hormon penganturan
kadar gula darah)akan menghasilkan protein dalam darah yang menambah risiko
munculnya kanker, yang disebut insulin growth foktor (IGF). Serat dapat melekat
pada partikel penyebab kanker lalu membawanya keluar dari dalam tubuh
(Puspitasari,2006).
6. Meningkatkan Risiko Sembelit (konstipasi)
Konsumsi serat makanan dari sayur, khususnya serat tak larut (tak dapat
dicerna dan tak larut air) menghasilkan tinja yang lunak. Sehingga diperlukan
kontraksi otot minimal untuk mengeluarkan fases dengan lancar. Sehingga
mengurangi konstipasi (sulit buang air besar). Diet tinggi serat juga dimaksudkan
untuk menrangsang gerakan peristaltik usus agar defekasi (pembuangan tinja)
dapat berjalan normal. Kekurangan serat akan menyebabkan tinja mengeras
sehingga memerlukan kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkan atau perlu
mengejan lebih kuat. Hal inilah yang sering menyebabkan konstipasi. Oleh sebab
itu, diperlukan konsumsi serat yang cukup khususnya yang berasal dari sayur
(Puspitasari, 2006)
2.4.4 Kecukupan Konsumsi Sayur yang Dianjurkan
Menurut Pedoman Gizi Seimbang (2014), bagi anak usia sekolah dianjukan
untuk mengkonsumsi sayuran sebanyak 300-400 gram yang terdiri dari 250 gram
sayur (setara dengan 2,5 porsi atau 2,5 gelas sayur setelah dimasukandan
ditiriskan). Sedangkan organisasi pangan dan pertanian dunia Food and
Agriculture Organization (FAO), merekomendasikan warga dunia untuk makan
49
sayur secara teratur sebanyak 75 kg/kapita/tahun begitupun dengan WHO
merekomendasikan agar konsumsi sayur sebanyak 400 gram tiap hari.
2.4.5 Hormon Paling Berpengaruh yang Menentukan Berat Badan Anda
Beberapa hormon berperan penting dalam proses penurunan berat badan.
Ada yang jumlahnya harus dikurangi, ada pula yang sebaiknya dikurangi atau
ditekan produksinya dalam tubuh. Ini dia delapan hormon yang menjadi kunci
untuk mendapatkan bentuk dan berat tubuh ideal, serta cara mengoptimalkannya,
seperti dikutip dari Shape.
1. Ghrelin
Hormon ini diproduksi di dalam perut dan 'bekerja sama' dengan otak untuk
memberi sinyal lapar. Usaha mengurangi kalori dengan tujuan untuk menurunkan
berat badan, meningkatkan jumlah hormon ini dalam tubuh. Bahkan hingga
setelah 12 bulan diet rendah kalori berlangsung, penelitian menunjukkan bahwa
tingkat ghrelin tetap meningkat. Dengan kata lain, tubuh Anda akan selalu sulit
beradaptasi untuk makan lebih sedikit dan secara terus menerus mengirim sinyal
lapar. Inilah sebabnya mengapa mempertahankan berat badan ideal lebih sulit
dibandingkan menurunkannya.
Kabar baiknya, jumlah ghrelin dalam tubuh bisa dikurangi. Olahraga berintensitas
tinggi seperti aerobik, kickboxing atau jogging bermanfaat menurunkan tingkat
ghrelin. Itulah sebabnya latihan fisik merupakan kunci utama dalam
menghilangkan lemak dan menjaga berat badan tetap ideal.
2. Leptin
Hormon ini dilepaskan oleh sel-sel lemak. Leptin berinteraksi dengan otak,
memerintahkan tubuh untuk makan lebih sedikit dan membakar lebih banyak
50
kalori. Semakin banyak lemak tubuh yang Anda miliki, semakin besar juga
jumlah leptin yang dilepaskan --kondisi ini disebut leptin resistance. Jangan
menganggap ini kondisi yang baik, karena jika dilepaskan dalam jumlah
berlebihan otak justru menjadi kebal dengan sinyal leptin. Untuk memaksimalkan
sensitivitas otak terhadap leptin, tidurlah yang cukup dan perbanyak asupan
antioksidan dengan mengonsumsi buah beri (stroberi, blueberry, ceri, anggur)
serta sayuran hijau dan merah.
3. Adiponectin
Adiponectin juga salah satu hormon yang dilepaskan dari sel lemak. Tapi
tidak seperti leptin, semakin kurus tubuh akan lebih banyak juga adiponectin yang
diproduksi sel lemak. Hormon ini meningkatkan kemampuan otot untuk
menggunakan karbohidrat sebagai energi, meningkatkan metabolisme tubuh dan
menekan nafsu makan.
Anda bisa memaksimalkan level adiponectin dengan lebih banyak bergerak
sepanjang hari serta mengganti karbohidrat sederhana (nasi putih, mie ayam,
bubur ayam) menjadi karbohidrat kompleks (nasi merah, pasta, oatmeal).
Disarankan juga mengonsumsi lemak tak jenuh tunggal seperti minyak zaitun dan
alpukat.
4. Insulin
Insulin memainkan peran sangat penting dalam tubuh. Hormon ini
diperlukan untuk proses pemulihan pasca olahraga, pembentukan otot dan
menjaga kadar gula dalam darah secara optimal. Namun, ketika asupan
karbohidrat terlalu tinggi dan produksi insulin jadi 'menggila' di dalam tubuh, bisa
menghambat pemecahan dan pembakaran lemak yang bertumpuk. Insulin dan
51
karbohidrat sangat berkaitan erat. Semakin banyak konsumsi karbohidrat, akan
lebih banyak insulin yang dilepaskan. Agar kerja insulin untuk mengurangi lemak
lebih optimal, konsumsilah karbohidrat yang berasal dari sayur dan buah-buahan.
Batasi konsumsi nasi putih dan tepung menjadi porsi yang lebih kecil.
5. Glucagon
Glucagon merupakan hormon yang cara kerjanya kebalikan dari insulin.
Jika insulin menyimpan karbohidrat dan membentuk lemak, glucagon
bertanggung jawab menghancurkan timbunan karbohidrat dan lemak; melepaskan
mereka sehingga tubuh Anda bisa menggunakannya untuk energi. Konsumsi
makanan tinggi protein dan rendah karbohidrat merupakan cara paling baik untuk
memaksimalkan pelepasan glucagon.
6. CCK
Kependekan dari Cholecystokinin, hormon ini dilepaskan dari sel ke usus
kapanpun Anda makan protein atau lemak. Tapi CCK tidak hanya menetap di
usus. Sebaliknya, CCK akan 'bekerja sama' dengan sistem syaraf dan perut untuk
memperlambat proses pencernaan. Hasilnya, Anda akan merasa kenyang lebih
lama. Agar mendapatkan manfaat maksimal dari hormon ini, pastikan Anda
mendapatkan protein dan lemak sehat dari setiap makanan yang dikonsumsi.
7. Epinephrine
Epinephrine memicu pembakaran lemak yang nantinya dikeluarkan sebagai
energi untuk tubuh. Hormon ini juga bisa menahan hasrat makan. Bagaimana agar
Epinephrine bekerja maksimal? Jawabannya adalah olahraga; aktivitas fisik
mendorong pelepasan Epinephrine dalam tubuh.
8. Hormon Pertumbuhan
52
Hormon pertumbuhan atau growth hormone, sering disebut-sebut sebagai
kunci agar awet muda. Tapi manfaatnya tak hanya itu, hormon pertumbuhan juga
membantu penurunan berat badan. Hormon ini berinteraksi dengan sel-sel lemak
dan 'memerintahkan' mereka untuk hancur serta membakar cadangan lemak untuk
energi. Hormon pertumbuhan bisa ditingkatkan jumlahnya dengan olahraga
intensitas tinggi, circuit training (semi-kardio) dan tidur yang berkualitas.
2.4.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Sayur
Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008),
menyatakan bahwa konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor
utama yaitu:
1. Faktor intrinsik yang terdiiri dari : umur dan jenis kelamin
2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari : tingkat ekonomi, pekerjaan, pendidikan,
pengalaman, iklan, lingkungan sosial dan kebudayaan.
3. Pola Kegiatan : kegiatan main air, kegiatan main pura-pura
4. Pola Solusi : sebisa mungkin, usahakan lakukan segala sesuatunya sesuai
rutinitas yang mengkonsumsi sayur.
5. Pola Makan ; Tidak suka makan Sayur, jajanan di luar, jajan sembarangan
Perilaku konsumsi dan penelitian makanan pada seseorang sangat kompleks
dan dipengaruhi oleh berbagai interaksi faktor. Beberapa faktor diatas merupakan
faktor yang diduga berhubungan dengan perilaku konsumsi sayur di Indonesia.
Penjelasan dari masing-masing variabel tersebut, yaitu:
53
1. Umur
Menurut Depkes (2008), umur adalah masa kehidup responden dalam tahun
dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulan tahun yang terakhir.
Umur mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pemilihan
makanan atau gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pada masa bayi,
seseorang tidak mempunyai pilihan terdapat apa yang meraka makan, sedangkan
pada saat dewasa, seseorang mulai mempunyai kontrol terdapat apa yang mereka
makan. Proses tersebut sudah dimulai saat masa kanak-kanak, mereka mulai
memiliki kesukaan terhadap makanan tertentu. Saat seseorang tumbuh menjadi
remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebisaan makan mereka sangat kompleks.
Menurut WHO (1971) dalam Ruwaidah (2006), pengolongan umur
dikaterorikan menjadi 4, yaitu anaka-anak (<10 tahun), remaja (10-24 tahun),
dewasa (25-59 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun). Untuk golongan anaka-anak
dan remaja, kebutuhan gizinya harus lebih dipertahankan karena masa anak-anak
dan remaja merupakan masa pertumbuhan sehingga kecukupan gizinya harus
tercukupi agar mencapai pertumbuhan optimal dan sebagai upaya pencegahan
timbulnya berbagai penyakit di masa yang akan datang (Wulansari,2009)
Namun, kebutuhan gizi untuk kelompok umur dewasa dan lansia juga harus
tetap dipertahankan agar tubuh tetap sehat. Kebutuhan remaja terkait konsumsi
sayur sebaiknya tercukupi, karena sayur sangat penting sebagai sumber vitamin
dan mineral serta sebagai penetral kadar kolesterol darah terutama yang berasal
dari pangan hewani. Dengan mengonsumsi sayur, kadar kolesterol dapat
terkontrol. Oleh karena itu, semua golongan umur membutuhkan konsumsi sayur
dalam jumlah yang cukup, khususnya remaja.
54
Berdasarkan penelitian NHANES dari tahun 2001-2006 dalam Bahria
(2009) ditemukan bahwa umur tidak berhubungan secara signifikasi dengan
perilaku konsumsi sayur. Dalam penelitian ini diketahui bahwa antara orang
Amerika yang berumur >40 tahun hanya 45% yang memenuhi rekomendasi
minimum mengonsumsi 5 porsi sayur per hari, sedangkan penduduk umur <40
tahun sebanyak 45% yang perperilaku cukup konsumsi sayur
2. Jenis Kelamin
Menurut Depkes (2008), jenis kelamin adalah perbedaan seks yang didapat
sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin
menentukam besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan
dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Dalam keluarga biasanya anak laki-laki mendapat prioritas yang lebih tinggi
dalam distribusi makanan dari pada anak perempuan.
3. Tingkat Ekonomi
Mayoritas masyarakat yang konsumsi makannya kurang optimal terutama
yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah.karena keluarga dengan
pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makannya sejumlah yang di perlukan tubuh. Setidaknya keanekaragam bahan
makanan kurang terjamin, karena dengan uang terbatas itu tidak akan banyak
pilihan (Suhardjo,2006) pada penelitian Mac Farlane (2007) ditemukan bahwa
masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia sayuran saat makan
dirumah.
Kemudian dalam penelitian Utsman (2009), berdasarkan uji statistik
ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap
55
perilaku konsumsi. Hal ini menunjukan orang yang memilih daya beli yang baik
maka bisa memenuhi kebutuhan terdapat bahan makanan.
4. Pengalaman Individu
Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman, salah
satunya adalah pengalaman dalam mengonsumsi makanan. Seseorang tentu
memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu, ada yang suka dan
tidak suka/pantang mengonsumsimakanan tertentu dengan alasan yang bermacam-
macam, seperti seseorang tidak mau mengonsumsi makanan tertuntu karena
berdasarkan pengalaman pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi
atau memiliki rasa yang kurang enak dan lain-lain (Suhardjo,2006)
5. Iklan/ Media Massa
Menurut Fiesher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009), maka bisa
berpengaruh positif maupun negara dalam mempromosikan berbagai macam
informasi. Perkembangan teknologi dan media massa juga mempunyai peran
dalam mempromosikan pemilihan makanan.
Media massa sebagai salah satu saran komunikasi berpengaruh besar
membentuk opini dan kepercaan seseorang. Dalam penyampaiaan informasi,
media massa membawa pesan dan sugesti yang mengarahkan opini seseorang
(Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Srimaryani (2010), ditemukan bahwa
iklan/media massa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
konsumsi individu.
6. Sosial-Ekonomi-Politik
Sistem sosial-ekonomi-politik dalam suatu Negara merupakan salah satu
penyebab yang mendasar yang mempengaruhi perilaku konsumsi di masyarakat
56
dengan sistem sosial, ekonomi dan politik yang baik, maka jumlah ketersediaan
pangan akan tercukupi, namun jika Negara tersebut memiliki masalah dalam
sistem sosial, ekonomi dan politik, maka ketersediaan pengan bagi masyarakat
akan mengalami gangguan bahkan kekurangan pangan yang dapat mengakibatkan
berbagai masalah kesehatan (Suhardjo,2006)
Sedangkan menurut teori Lawrence Green (1980) dalam Notoamodjo (2010)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor mempermudah atau
mempredesposisi terjadi perilaku meliputi pendidikan anak, pengetahuan
gizi anak
2. Faktor pemungkin (enablng factor), faktor-faktor pemungkin atau
menfasilitasi perilaku yang mencakup ketersediaan sayur
3. Faktor pengaut (reinforcement factor),
faktor-faktor penguat yang mendorong terjadian perilaku meliputi pekerjaan
orangtua, pengetahuan orangtua, pendapatan perkapita, jumlah anggota
keluarga, pengaruh teman sebaya.
57
2.5 Keaslian Penelitian
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
No JUDUL
ARTIKEL :
Penulis, Tahun
METODE
(Desain, Sampel,
Variabel, Instrumen,
Analisis)
HASIL
PENELITIAN
1. Judul Artikel :
STORYTELLING
SEBAGAI
UPAYA
MENINGKATKA
N KONSUMSI
SAYUR
Nor Za’idah
Asy’ariyah, 2015
Desain Penelitian :
Quasy Experimental
Sampel :
Teknik Purposive
Variabel
- Variabel
Independen :
Storytelling
- Variabel
Dependen :
Pengetahuan dan
sikap konsumsi
sayur
Instrument :
Experimen, Media Flash
card
Analisa / Uji Statistik
:
1. Berdasarkan
table 1 menunjukan
bahwa 75%
pengetahuan yang
sangat rendah
tentang pengetahuan
konsumsi sayur
pada saat pretes,
tingkat pengetahuan
konsumsi sayur
kelompok kontrol
saat pretest sebagian
besar pada tingkat
rendah 68,75%
memiliki
pengetahuan rendah
tentang konsumsi
sayur
58
Analisis menggunakan
Wilcoxon Signed Rank
Test dan Mann
Berdasarkan table 2
menunjukan sikap
siswa pada
kelompok perilaku
saat pretest memiliki
perbandinga sikap
positif dan sikap
negatif,yang
memiliki sifat positif
terhadap konsumsi
sayur sebanyak
50%, sedangkan
besar kelompok
kontrol bersikap
positif dalam
konsumsi sayur
yang dibuktikan
56,25% memiliki
sikap posisf saat
dilakukan pretest,
sebagian besar
kelompok perlakuan
memiliki sifat positif
dalam konsumsi
59
sayur setelah
diberikan intervensi
storytelling 68,75%.
Jumlah yang
memiliki sikap
positif terhadap
konsusmis sayur
50% dan memiliki
sifat negatif
sebanyak 50%
2. Judul Artikel :
PENGARUH
METODE
STORYTELLING
TERHADAP
PENINGKATAN
PERILAKU
PROSOSIAL
ANAK USIA 4-5
TAHUN DI
TAMAN
KANAK-
KANAK
ISLAMIYAH
Desain Penelitian : Pre-
Experimental
Sampel : 17
Siswa
Variabel
- Variabel
Independen :
Storytelling
- Variabel
Dependen :
Peningkatan
perilaku prososial
Instrument : berbagi,
Bekerja sama, Menolong,
Penggunaan metode
Storytelling dalam
peningkatan
perilaku prososial
anak usia 4-5 tahun
berpengaruh
terhadap perilaku
anak. Serta dapat
dilihat juga dari
penghitungan uji-T
dalam T hitung
sebesar -11,393 dan
T tabel sebesar -
2,119
60
PONTIANAK
Nanik Fitria
Anggraini,
Kejujuran
Analisa / Uji Statistik
: analisis mengunakan
data pre-test dan post-test
dilakukan dengan
perhitungan uji-T
3. Judul Artikel :
PERBEDAAN
KONSUMSI
SAYUR
SEBELUM DAN
SESUDAH
PENDIDIKAN
KESEHATAN
DENGAN
METODE
STORYTELLING
PADA ANAK
SEKOLAH
DASAR DI SDN
MULYOAGUNG
04 DAU
MALANG
Desain Penelitian : Pre-
Experiment
Sampel : Total
Sampling Sebanyak 24
Anak
Variabel
- Variabel
Independen :
Storytelling
- Variabel
Dependen :
Konsumsi Sayur
Instrument : Lembar
Wawancara Food Recall,
sedangkan Storytelling
menggunakan Media
Wayang Kartu
Analisa / Uji Statistik
1. Berdasarkan
tabel 1 menunjukan
sebagian besar umur
9 tahun yaitu 13
anak 54,2% dan
sebagian besar
berjenis kelamin
laki-laki yaitu 15
anak 62,5%
2. Berdasarkan
tabel 2 menunjukan
sebagian besar
orangtua bekerja
swasta yaitu 8 anak
33,3% dan sebagian
besar orangtua
berpendidikan
terakhir SD yaitu 8
61
: Uji Wilcoxon dengan
menggunakan Program
SPSS
anak 33,3%
3. Berdasarkan
tabel 3menunjukan
sebagian besar anak
kurang
mengkonsumsi
sayur yaitu 16 anak
66,7%
4. Berdasarkan
tabel 4 menunjukan
sebagian besar anak
cukup
mengkonsumsi
sayur yaitu 17 anak
70,8%
Berdasarkan tabel 5
menunjukan rata-
rata konsumsi sayur
responden sebelum
storytelling adalah
90,21 gram perhari
dan sesudah
diberikan
storytelling rata-rata
62
konsumsi sayur
128,71 gram perhari
4. Judul Artikel :
PERAN
PENDIDIK
KESEHATAN
DALAM
MENINGKATKA
N
PENGETAHUAN
ANAK
TENTANG
PENTINGNYA
SAYUR
Ronasari Mahaji
Putri, 2017
Desain Penelitian : One
Group Pre Test
Sampel : Anak
Pra Sekolah Usia 4-6
Tahun
Variabel
- Variabel
Independen :
Pendidikan
Kesehatan (gizi)
- Variabel
Dependen :
Pengetahuan
Anak
Instrument : Pra
Eksperiment
Analisa / Uji Statistik
:
Analisa dengan uji
Statistik Paired T Test
1. Berdasarkan
tabel 1 Distribusi
Frekuensi
berdasarkan Umur
anak TK Pesantren
Al Madaniyah
Landungsari
Malang
diinterpretasikan
bahwa sebagian
besar responden
mempunyai umur 5
tahun yaitu sebesar
32 sebanyak 65,3%
2. Berdasrkan tabel
2 diinterpretasikan
bahwa sebagian
besar berada di
kelompok B yaitu
31 anak sebanyak
63,3%
3. Berdasarkan
63
tabel 3
diinterpretasikan
bahwa hampir
setengah ayah
mempunyai
pendidikan SI yaitu
sebanyak 18 orang
yaitu 36,7%
4. Berdasarkan
tabel 4 Frekuensi
pendidikan ibu
diinterpretasikan
bahwa hampir
setengah ibu
mempunyai
pendidikan SI yaitu
sebanyak 17 orang
(34,7%)