peran storytelling dalam membangun sales funnel …

16
PERAN STORYTELLING DALAM MEMBANGUN SALES FUNNEL MEREK FASHION LOKAL INDONESIA Maria Utami Sekar Kinasih Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya [email protected] Dosen Pembimbing : Sri Palupi Prabandari, SE., MM., Ph.D ABSTRAK Persaingan antar brand fashion lokal memaksa para pelaku usaha fashion di Indonesia untuk mengerahkan berbagai upaya untuk bisa memenangkannya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah menggunakan sebuah teknik komunikasi pemasaran, yaitu storytelling. Diharapkan, storytelling dapat membantu brand fashion lokal menarik audiensnya masuk ke dalam sales funnel, yaitu sebuah corong visualisasi siklus pemasaran. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran storytelling dalam membangun sales funnel bagi merek fashion lokal Indonesia. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan wawancara. Data kemudian diolah dengan metode perbandingan tetap. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik storytelling mampu membangun sales funnel bagi merek fashion lokal Indonesia dan dapat dipertimbangkan untuk menjadi salah satu teknik pemasaran bagi merek fashion lokal Indonesia lainnya, karena dapat menarik audiens ke dalam sales funnel dan menambah nilai dari produk yang dijual. Kata kunci: Storytelling, Sales Funnel, Merek Fashion Lokal ABSTRACT Competition between local fashion brands forces fashion business actors in Indonesia to exert various efforts to win it. One way that can be used is to use a marketing communication technique, namely storytelling. It is hoped that storytelling can help local fashion brands attract their audience into the sales funnel, which is a funnel for visualizing the marketing cycle. This type of research is descriptive, namely case studies. This study aims to determine the role of storytelling in building a sales funnel for local Indonesian fashion brands. Data collection techniques were carried out using interviews. The data is then processed using a fixed comparison method. This study shows that the use of storytelling techniques is able to build a sales funnel for local Indonesian fashion brands and can be considered as a marketing technique for other local Indonesian fashion brands, because it can attract audiences to the sales funnel and add value to the products being sold. Keywords: Storytelling, Sales Funnel, Local Fashion Brands

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERAN STORYTELLING DALAM MEMBANGUN SALES FUNNEL MEREK FASHION LOKAL INDONESIA

Maria Utami Sekar Kinasih

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya [email protected]

Dosen Pembimbing :

Sri Palupi Prabandari, SE., MM., Ph.D

ABSTRAK Persaingan antar brand fashion lokal memaksa para pelaku usaha fashion di Indonesia untuk mengerahkan berbagai upaya untuk bisa memenangkannya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah menggunakan sebuah teknik komunikasi pemasaran, yaitu storytelling. Diharapkan, storytelling dapat membantu brand fashion lokal menarik audiensnya masuk ke dalam sales funnel, yaitu sebuah corong visualisasi siklus pemasaran. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran storytelling dalam membangun sales funnel bagi merek fashion lokal Indonesia. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan wawancara. Data kemudian diolah dengan metode perbandingan tetap. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik storytelling mampu membangun sales funnel bagi merek fashion lokal Indonesia dan dapat dipertimbangkan untuk menjadi salah satu teknik pemasaran bagi merek fashion lokal Indonesia lainnya, karena dapat menarik audiens ke dalam sales funnel dan menambah nilai dari produk yang dijual. Kata kunci: Storytelling, Sales Funnel, Merek Fashion Lokal

ABSTRACT Competition between local fashion brands forces fashion business actors in Indonesia to exert various efforts to win it. One way that can be used is to use a marketing communication technique, namely storytelling. It is hoped that storytelling can help local fashion brands attract their audience into the sales funnel, which is a funnel for visualizing the marketing cycle. This type of research is descriptive, namely case studies. This study aims to determine the role of storytelling in building a sales funnel for local Indonesian fashion brands. Data collection techniques were carried out using interviews. The data is then processed using a fixed comparison method. This study shows that the use of storytelling techniques is able to build a sales funnel for local Indonesian fashion brands and can be considered as a marketing technique for other local Indonesian fashion brands, because it can attract audiences to the sales funnel and add value to the products being sold. Keywords: Storytelling, Sales Funnel, Local Fashion Brands

2

PENDAHULUAN Fast fashion adalah model

bisnis yang menitikberatkan pada

produksi produk dalam jumlah besar

dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya serta berusaha

mengeluarkan biaya seminimal

mungkin. Produk-produk ini dujual

dengan harga rendah, agar cepat

terjual, sehingga perputaran

persediaan terjadi secara cepat.

(Lambert, 2014). Perputaran

persediaan yang cepat dapat

diartikan bahwa semakin banyak

produk yang beredar di masyarakat

dan semakin lama sudah melebihi

jumlah yang seharusnya. Hal ini

membuat industri fast fashion

membawa dampak buruk bagi

lingkungan dan pekerjanya.

Katadata (Pusparisa, 2019)

menyatakan bahwa industri fast

fashion telah menghasilkan emisi

senilai 1.715 ton per tahun dan

menyumbang 20% dari limbah air di

dunia. Lalu, Asia Floor Wage

Alliance (2018) memaparkan data-

data yang telah dikumpulkan melalui

wawancara, bahwa pekerja

perusahaan Hennes & Mauritz

(H&M), terpaksa bekerja lembur

untuk mendapatkan pemasukan

tambahan, sebab mereka diupah

dengan tidak layak. Para pekerja

wanitanya juga tidak mendapatkan

akses kesehatan reproduksi seperti

yang seharusnya.

Kebanyakan masyarakat kota

besar di Indonesia menggemari dan

mengonsumsi produk dari merek-

merek tersebut, bahkan merek

tertentu bisa menunjukkan status

sosial di lingkungan pergaulan

mereka. Melihat fenomena ini,

banyak pelaku industri fashion

Indonesia yang akhirnya merasa

prihatin dan ingin melakukan

perubahan. Para pelaku industri

fashion satu per satu mulai

membangun brand fashion yang

mengusung konsep slow fashion.

Slow fashion dapat

didefinisikan sebagai busana dengan

ciri-ciri berkualitas tinggi, otentik,

tahan lama, dan nyaman. Tak hanya

itu yang menjadi perhatian, di dalam

proses produksinya pun haruslah

ramah terhadap lingkungan dan

pekerja. Saat ini, slow fashion sudah

dianggap menjadi tren baru dalam

industri fashion, terutama di

Indonesia. Terdapat sebanyak 1859

3

unit usaha yang bergerak dalam

industri tekstil di Indonesia (Satu

Data Indonesia, 2020). Para pelaku

industri slow fashion harus berupaya

memenangkan persaingan antar

pelaku usaha tersebut.

Para brand fashion lokal ini

berupaya menanamkan nilai yang

dimiliki oleh brand mereka kepada

konsumen. melalui berbagai teknik

dalam melakukan komunikasi

pemasaran dan periklanan. Salah satu

teknik komunikasi pemasaran yang

digunakan adalah storytelling.

Teknik ini digunakan sebagai upaya

mengomunikasikan produk mereka

kepada konsumen.

Beberapa diantaranya adalah,

Likha The Label, Damakara, Sisa

Benang, dan Lakshmee Indonesia.

Storytelling merupakan salah satu

bentuk komunikasi untuk

mendeskripsikan peristiwa atau hal

agar lebih menarik dan berkesan.

Dalam dunia bisnis modern,

storytelling juga memainkan peran

penting dalam perencanaan strategis

dan pemasaran. Melalui

pertimbangan manajemen merek

yang strategis, storytelling dapat

menambah nilai pada sebuah merek

(Thu Thuy dan Siiri, 2014).

Cerita akan membuat

presentasi lebih baik, karena kisah

tersebut akan menarik perhatian

audiens, melekat dalam ingatan

mereka, serta bisa membantu untuk

membujuk audiens melakukan

keputusan pembelian. Audiens yang

tertarik, diharapkan dapat masuk ke

dalam sales funnel, yang merupakan

suatu model visualisasi dari siklus

pemasaran.

Pada awal siklus pemasaran,

terdapat banyak kelompok sasaran

masyarakat yang sekiranya dapat

menjadi konsumen, sementara pada

akhirnya hanya sebagian dari

kelompok tersebut yang akan

menjadi konsumen. Saat proses di

dalam funnel berlanjut, prospek akan

putus. Aspek inilah yang memberi

model nama sales funnel, corong

yang sangat luas di awal dan sempit

di akhir, berisi prospek (calon

konsumen) yang berhasil ditarik

menjadi pelanggan.

Konsumen diberi informasi

tentang suatu produk melalui

periklanan atau penjangkauan oleh

pihak public relation, dalam proses

4

pendekatan penjualan. Penyampaian

informasi ini disebarkan melalui

media umum kepada audiens pasif,

yang mungkin tertarik atau bisa juga

tidak tertarik dengan apa yang

ditawarkan. Dari awal hingga akhir,

yang mengontrol pesan dan sluran

distribusinya adalah penjual. Melalui

penelitian ini, penulis ingin melihat,

sampai tahapan siklus pemasaran

mana, konsumen bereaksi terhadap

penyampaian storytelling mengenai

produk dari suatu brand fashion

lokal.

LANDASAN TEORI

Komunikasi Pemasaran

Komunikasi pemasaran

adalah sarana yang digunakan

perusahaan dalam upaya untuk

menginformasikan, membujuk, dan

mengingatkan konsumen baik secara

langsung maupun tidak langsung

tentang produk dan merek yang

mereka jual.

Aktivitas komunikasi

pemasaran harus saling terintegrasi

agar dapat menyampaikan pesan

yang konsisten dan mencapai posisi

yang sesuai atau diinginkan. Kotler

& Keller (2016) berpendapat bahwa

titik awal dalam merencanakannya

adalah audit komunikasi yang

menampilkan semua interaksi yang

mungkin dimiliki pelanggan di pasar

sasaran dengan perusahaan dan

semua produk dan layanannya.

Sebagai upaya untuk

mengimplementasikan program

komunikasi yang tepat dan

mengalokasikan biaya secara efisien,

pemasar perlu memiliki penilaian

mengenai pengalaman dan kesan

mana yang paling memengaruhi

setiap tahap proses pembelian.

Berdasarkan wawasan ini, mereka

dapat memilih dan melaksanakan

komunikasi pemasaran menurut

kemampuan mereka guna

memengaruhi pengalaman dan

kesan, membangun loyalitas

pelanggan dan ekuitas merek, serta

meningkatkan penjualan. Dalam

membangun ekuitas merek, pemasar

harus menjadi media netral dan

mengevaluasi semua opsi

komunikasi mengenai tingkat

efektivitas dan efisiensi.

Storytelling

Storytelling adalah media

komunikasi dalam bentuk cerita atau

5

naratif, yang menggunakan berbagai

elemen. (Fanggidae dkk, 2019).

Menurut Nguyen (2014),

kampanye storytelling marketing

berhasil atau tidak, bagaimana

penyampaian pesan kepada khalayak

bergantung pada 5 petunjuk dasar,

yang disebutkan di bawah ini dengan

nama pendek: G.R.E.A.T

Glue: Ini adalah hubungan

pesan pemasaran dengan apa yang

dipercaya dan diyakini oleh

konsumen secara nyata. Cara

storytelling menjadi lebih efisien dan

kuat adalah karena storytelling

tersebut ditujukan kepada kelompok

loyal tertentu yang menganggap diri

mereka sebagai fondasi dalam pasar

sasaran.

Reward: storytelling yang

menarik biasanya berisi komitmen

untuk imbalan, misalnya

menurunkan berat badan, kesuksesan

finansial atau keamanan, dan lain-

lain. Orang akan memperhatikan dan

mengamati jika Anda memberi tahu

mereka apa yang dapat mereka

peroleh untuk diri mereka sendiri,

apa yang lebih baik untuk kehidupan

pribadi atau apa yang membantu

mereka mencapai impian mereka.

Emotion: fakta ini

memainkan peran penting dalam

lima petunjuk. Kisah hebat

didefinisikan dari perspektif

psikologis untuk memiliki efek pada

emosi yang mendalam dan

memengaruhi perilaku pelanggan

dalam memilih merek. Kisah yang

menyentuh hati mungkin menjadi

perhatian mereka, bahwa begitu

mereka mendengarkan, itu mulai

meluluhkan hati mereka tidak hanya

oleh hal-hal intelektual.

Authentic: Pertama-tama,

cerita yang bagus harus bisa

dipercaya. Hal ini tidak

mengharuskan pemasar untuk

menjamin 100% bahwa ini adalah

kisah yang benar-benar nyata, tetapi

harus dibangun dalam realitas merek

Anda, pada dasarnya berdasarkan

kisah nyata perusahaan. Jika tidak,

itu mengarah pada interupsi daripada

6

menambahkan lebih banyak nilai

pada merek.

Target: Satu-satunya fakta

yang mempengaruhi keberhasilan

pemasaran storytelling hanya jika

cerita berkembang dalam

kontemplasi agar konsisten dengan

kelompok sasaran. Efektivitas

kampanye bergantung pada relevansi

cerita dan untuk memastikannya,

pemasar perlu menyegmentasikan ke

dalam kelompok berbeda yang

memiliki kesamaan dalam perilaku,

sikap, dan gaya hidup.

Perilaku Konsumen

Menurut Peter dan Olson (2010),

perilaku konsumen adalah interaksi

yang dinamis mengenai perasaan,

kognisi, perilaku, dan lingkungan

dimana individu melakukan

pertukaran dalam berbagai aspek di

dalam kehidupannya. bagaimana

pemasar dapat mempengaruhi

perilaku konsumen yang terbuka.

Pertama, pemasar memperoleh

informasi tentang pengaruh, kognisi,

dan perilaku konsumen relatif

terhadap produk, layanan, toko,

merek, atau model yang menjadi

perhatian melalui penelitian

konsumen. Berdasarkan informasi

dan penilaian manajerial ini,

berbagai rangsangan bauran

pemasaran dirancang atau diubah

dan diimplementasikan dengan

menempatkannya di lingkungan.

Penting untuk disadari bahwa

memengaruhi perilaku konsumen

yang terbuka adalah yang paling

penting. Jika konsumen hanya

mengubah apa yang mereka pikirkan

dan rasakan tetapi tidak melakukan

apa pun, tidak ada pertukaran yang

terjadi, tidak ada penjualan, dan tidak

ada keuntungan yang diperoleh. Jadi,

meskipun mengubah pengaruh

konsumen dan kognisi seringkali

berguna dan merupakan langkah

penting dalam mempengaruhi

perilaku konsumen secara terbuka,

mereka seringkali hanya merupakan

langkah perantara dalam proses

pengaruh. Konsumen harus

melakukan satu atau lebih perilaku

terbuka, seperti kontak toko, kontak

produk, transaksi, konsumsi, atau

komunikasi, sehingga strategi

pemasaran dapat menguntungkan

organisasi. Selain itu, produk dan

merek tidak dapat memuaskan

kebutuhan dan keinginan konsumen

7

kecuali terjadi beberapa perilaku,

seperti membeli dan memakai.

Sales Funnel

Sales funnel adalah tahap

demi tahap proses penjualan, secara

umum dianggap terdiri dari empat

tahap: kesadaran, pertimbangan, niat

membeli, dan kepuasan (Colicev,

Kumar & O’Connor, 2017).

Kesadaran mengacu pada sejauh

mana pelanggan mengetahui

keberadaan suatu merek;

pertimbangan melibatkan kesediaan

pelanggan untuk membeli dari

merek; niat membeli menyiratkan

bahwa pelanggan secara mental telah

berkomitmen untuk membeli;

sedangkan kepuasan pelanggan

menangkap pengalaman produk

pasca-pembelian.

Menurut Bristol Startegy (2018),

di dalam corong ini terdapat lima

tahapan, yaitu awareness, discovery,

evaluation, intent, dan purchase.

Dalam pendekatan penjualan klasik,

konsumen dibuat sadar akan suatu

produk melalui periklanan atau

penjangkauan hubungan masyarakat.

Kampanye konvensional ini

menyebarkan berita melalui media

umum kepada audiens pasif yang

mungkin tertarik atau tidak tertarik

dengan apa yang ditawarkan. Dari

awal hingga akhir, penjual

mengontrol pesan serta saluran

distribusi.

Saat konsumen menemukan suatu

produk, mereka akan

mengevaluasinya, dipandu oleh

informasi yang diberikan oleh bisnis

dan tim penjualannya. Prospek yang

tertarik kemudian akan memenuhi

syarat melalui evaluasi informasi dan

interaksi mereka dengan perwakilan

penjualan, yang kemudian

diharapkan akan menutup penjualan.

Biasanya akan ada satu titik,

dimana staf pemasaran atau

penjualan yang akan mengawasi

perjalanan prospek melalui corong.

Dengan sedikit opsi kontak yang

tersedia, staf penjualan dapat lebih

mudah mengontrol pertunangan. Jika

prospek membutuhkan informasi

tambahan apa pun mengenai

perusahaan dan produknya, mereka

harus menghubungi perwakilan

penjualan.

8

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Merujuk kepada rumusan masalah

dan tujuan penelitian, jenis penelitian

kualitatif yang akan digunakan oleh

penulis adalah penelitian studi kasus.

Rahardjo (2017) menjalaskan, studi

kasus adalah studi di mana satu

kasus (studi kasus tunggal) atau

sejumlah kecil kasus (studi kasus

komparatif) dalam konteks

kehidupan nyata mereka dipilih, dan

skor yang diperoleh dari kasus-kasus

tersebut dianalisis secara kualitatif.

Lokasi Penelitian

Penulis akan melaksanakan

penelitian di Kota Malang secara

daring terhadap objek penelitian

yaitu konsumen dari merek fashion

lokal Indonesia, yaitu Likha The

Label, Damakara. Sisa Benang, dan

Lakshmee Indonesia.

Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan

teknik penentuan informan

menggunakan non-probability

sampling. Salah satu teknik dalam

non-probability sampling adalah

purposive sampling, yaitu teknik

penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu.

Penulis memilih empat brand

fashion lokal yang menggunakan

storytelling sebagai sarana

pemasaran, untuk diteliti. Keempat

brand ini adalah Likha The Label,

Damakara, Sisa Benang, dan

Semilir-Semilir. Keempat brand ini

dipilih karena dianggap memenuhi

kriteria yang sesuai dengan variabel

penelitian, yaitu :

1) Brand Lokal Indonesia yang

bergerak di bidang fashion

2) Menggunakan teknik storytelling

sebagai salah satu sarana

pemasaran produk kepada

konsumen.

Konsumen yang ditetapkan

sebagai informan dianggap telah

memenuhi kriteria yang sesuai

dengan apa yang telah ditetapkan

oleh peneliti, yaitu :

1) Followers aktif dari sosial media

(Instagram) masing-masing

brand tersebut.

2) Pernah membeli atau berencana

membeli produk dari salah satu

brand tersebut.

3) Mengetahui dan menyadari

cerita yang disampaikan oleh

brand tersebut melalui teknik

storytelling.

9

4) Berdomisili di kota-kota besar

Indonesia.

5) Rentang usia 20-35 tahun.

Pemilihan informan sebagai

sumber data dalam penelitian ini

adalah berdasarkan pada asas subyek

yang menguasai permasalahan,

memiliki data yang memadai dan

bersedia memberikan informasi

lengkap dan akurat. Informan yang

bertindak sebagai sumber data harus

informasi harus memenuhi syarat

tersebut, yang akan menjadi

informan narasumber.

Penentuan jumlah informan

sebanyak dua informan per brand

fashion lokal, dengan total delapan

responden, didasarkan pada tujuan

penelitian studi kasus, yaitu untuk

menyelidiki fokus permasalahan,

bukan menggeneralisasi temuan ke

populasi. Beberapa kasus, atau

beberapa perilaku dan peristiwa

dalam satu studi kasus, diteliti untuk

memperdalam pemahaman pola dan

perkiraan keadaan atau situasi yang

terkait dengan teori.

Jenis Data

Jenis data yang diolah dalam

penelitian yaitu data kualitatif,

berupa pendapat dari hasil

wawancara seumlah konsumen

brand fashion lokal yang

menggunakan teknik storytelling

sebagai teknik pemasaran produk.

Data kualitatif didapat melalui suatu

proses menggunakan teknik analisis

mendalam dan tidak bisa diperoleh

secara langsung. Dengan kata lain

untuk mendapatkan data kualitatif

dari sample, akan lebih banyak

membutuhkan waktu karena harus

melakukan wawancara dengan

responden.

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang

akan penulis lakukan adalah

wawancara Terstruktur.

Menurut Sekaran (2018)

wawancara terstruktur adalah

wawancara yang dilakukan ketika

sejak awal diketahui informasi apa

yang diperlukan. Pewawancara

memiliki daftar pertanyaan yang

direncanakan untuk ditanyakan

kepada responden, baik secara

pribadi, melalui telepon, atau

komputer.

Metode Analisa Data

Menurut Glaser dan Strauss

dalam buku mereka yang berjudul

The Discovery of Grouded Research,

10

metode analisis data pada penelitian

kualitatif salah satunya adalah

metode perbandingan tetap. Dalam

menganalisis, metode ini

membandingkan satu data dengan

yang lain, kemudian secara tetap

membandingkan kategori dengan

kategori lainnya. Tahapan dalam

metode ini antara lain :

1) Reduksi data : mereduksi data

yang berarti merangkum,

memilih hal-hal utama,

memfokuskan pada hal-hal yang

penting, mencari tema dan

polanya dan memindahkan yang

tidak perlu.

2) Penyajian data : sekumpulan

informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan.Langkah

ini dilakukan dengan

menyajikan sekumpulan

informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan.

3) Kesimpulan atau verifikasi

adalah tahap akhir dalam proses

analisa data. Pada bagian ini

penulis mengutarakan

kesimpulan dari data-data yang

telah diperoleh. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk mencari

makna data yang dikumpulkan

dengan mencari hubungan,

persamaan, atau perbedaan.

Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel penelitian adalah

segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono, 2016). Dalam penelitian

ini, variabel yang akan diteliti adalah

storytelling dan sales funnel brand

fashion lokal Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rumusan Masalah

Data Hasil Penelitian

Kemampuan storytelling dalam membangun sales funnel.

Storytelling mampu membangun sales funnel, apabila berhasil menyasar kelompok audiens yang sesuai. Dilihat dari hasil wawancara penulis dengan responden yang menunjukkan bahwa hampir semua responden masuk ke dalam sales funnel melalui storytelling yang disampaikan oleh brand tersebut, kecuali responden yang bukan termasuk kelompok audiens yang dituju.

Peran storytelling dalam membangun sales funnel.

Storytelling berperan dalam membangun sales funnel. Dapat dilihat dari hasil wawancara penulis dengan responden,

11

sebagai berikut : 1. Storytelling

membawa responden masuk ke dalam sales funnel, namun nyatanya tidak semua terbawa sampai ke ujung funnel (tahapan purchase)

2. Terdapat responden yang menyadari adanya storytelling yang digunakan dalam pemasaran brand fashion, dan menjadikan hal tersebut sebagai salah satu faktor penambah product value yang membawa responden ke ujung funnel, yaitu pembelian.

3. Responden lebih memahami dan mengenal brand ketika menyadari adanya storytelling yang disampaikan oleh suatu brand setelah melakukan pembelian suatu produk brand tersebut.

Cara storytelling dalam membangun sales funnel.

Storytelling membangun sales funnel dengan cara mengisahkan suatu kejadian yang berguna untuk menarik audiens ke dalam sales funnel. Hal ini bisa terjadi karena cerita yang disampaikan berhasil menarik perhatian kelompok tertentu untuk lebih mendalaminya.

Pembahasan

Kemampuan Storytelling dalam

membangun Sales Funnel

Sales funnel memiliki beberapa

tahapan di dalamnya, dimulai dari

wajah corong yang paling luas, yaitu

awareness, lalu lebih menyempit lagi

ke tahapan discovery, evaluation,

intent, lalu berujung di tahapan

purchase. Storytelling mampu

memengaruhi audiens untuk masuk

ke dalam sales funnel, baik menjadi

calon konsumen hingga menjadi

konsumen yang telah melakukan

transaksi.

Terdapat kelompok konsumen di

tahapan awareness, discovery, intent,

dan evaluation. Storytelling pada

beberapa responden juga membawa

masuk sampai ke ujung funnel, yaitu

sudah melakukan pembelian produk

dari brand tersebut.

Namun perlu diperhatikan bahwa,

tidak semua responden menganggap

bahwa storytelling berperan dalam

membangun sales funnel.

Storytelling hanya mampu berperan

dalam pembangunan sales funnel

suatu brand fashion lokal apabila

tersampaikan kepada kelompok

audiens yang tepat, sesuai dengan

12

kelompok-kelompok audiens yang

menjadi sasaran brand tersebut.

Peran Storytelling dalam

Membangun Sales Funnel

Storytelling membawa konsumen

masuk ke dalam sales funnel, namun

nyatanya tidak semua konsumen

terbawa sampai ke ujung funnel.

Data yang penulis dapatkan dari

responden menyatakan bahwa ada

konsumen yang menyadari adanya

storytelling yang digunakan dalam

pemasaran brand fashion namun

hanya menjadikan storytelling

tersebut sebagai salah satu bahan

evaluasi untuk melakukan keputusan

pembelian.

Data juga menunjukkan bahwa

terdapat konsumen yang menyadari

adanya storytelling yang digunakan

dalam pemasaran brand fashion, dan

menjadikan hal tersebut sebagai

salah satu faktor penambah product

value yang membawa konsumen ke

ujung funnel, yaitu pembelian.

Keputusan ini didasarkan oleh

adanya faktor kepedulian konsumen

terhadap apa yang dibawakan dalam

storytelling tersebut, misalnya isu

lingkungan, isu sosial pekerja, dan

kebudayaan.

Data dari responden menunjukkan

bahwa ketertarikan konsumen

terhadap produk dan keputusan

pembelian tidak hanya berasal dari

efek storytelling yang disampaikan,

namun juga berasal dari berbagai

faktor lain, misalnya harga, model

baju, kualitas, dan keinginan

konsumen. Terdapat responden yang

pada awalnya tidak menyadari

adanya storytelling tersebut, tapi

sudah melakukan transaksi

pembelian. Setelah itu responden

tertarik dengan brand yang

bersangkutan, lantas responden

tertarik dan mengikuti storytelling

yang disampaikan, sehingga setelah

itu lebih peduli dan mengikuti

keberlanjutan brand tersebut.

1) Cara Storytelling Membangun

Sales Funnel

Storytelling dapat

membangun sebuah sales funnel

bagi brand fashion lokal

Indonesia sebagai salah satu

teknik pemasaran yang dapat

menarik perhatian audiens.

Teknik ini menggunakan cara

komunikasi untuk

mendeskripsikan peristiwa atau

hal agar lebih menarik dan

13

berkesan. Storytelling lebih

efisien dan kuat karena cerita

tersebut ditujukan kepada

kelompok audiens yang

menganggap diri mereka sebagai

fondasi dalam pasar. Storytelling

adalah salah satu bentuk

branding, atau cara untuk

merepresentasikan brand yang

kuat. Bercerita bukan hanya cara

untuk menghubungkan masa lalu

dengan masa kini dan masa

depan, tetapi juga menunjukkan

emosi di antara orang-orang.

Storytelling yang

disampaikan oleh brand ini

membawa isu-isu yang

sekiranya menarik perhatian

kelompok audiens, seperti isu

lingkungan dan budaya. Audiens

yang bukan calon konsumen

bisa ditarik masuk ke dalam

sales funnel dan menjadi calon

konsumen maupun konsumen.

Pada penelitian ini, semua

responden adalah konsumen.

Masing-masing responden

memiliki kadar penilaian

tersendiri mengenai peran

storytelling tersebut bagi

mereka.

Implikasi Hasil Penelitian

Hasil dari reduksi data dalam

penelitian ini didapatkan melalui

pengolahan jawaban dari wawancara

dengan responden, dan menyatakan

bahwa storytelling mampu dan

memiliki peran dalam membangun

sales funnel, namun dengan catatan

bahwa storytelling yang disampaikan

harus menyasar kelompok audiens

yang tepat.

Storytelling merupakan salah

satu cara pemasaran yang berpotensi

membangun sales funnel, sehingga

layak dijadikan salah satu teknik

pemasaran bagi brand fashion lokal

Indonesia lainnya. Penelitian ini

meununjukkan cara storytelling

berperan dalam menarik audiens,

untuk masuk ke muka sales funnel,

dan diharapkan akan berakhir samapi

ke ujung corong, yaitu proses

transaksi. Dalam hal ini, penulis

sebagai salah satu pemilik brand

fashion lokal Indonesia, yaitu Kayn

Label, merasa bahwa storytelling

layak untuk dipraktekkan dalam

usaha pemasaran Kayn Label.

Jawaban informan sebagian

besar menjelaskan mengenai

pendapat mereka terhadap

14

storytelling yang disampaikan.

Sebagian besar informan mendukung

pernyataan bahwa storytelling

berperan dalam membanngun sales

funnel brand fashion lokal Indonesia.

Informan merasakan emosi yang

berbeda terhadap storytelling

tersebut, namun pada intinya

storytelling memengaruhi emosi

mereka dalam menilai sebuah produk

sekaligus brand tersebut.

Storytelling tidak boleh

dilakukan tanpa persiapan yang

matang dan riset mengenai pasar

secara terperinci. Menciptakan

sebuah cerita lalu mencari kelompok

audiens yang tepat tentu bukan tugas

yang mudah. Namun apabila ingin

teknik storytelling ini berperan

dalam menggiring audiens masuk ke

dalam sales funnel, maka penentuan

segmen audiens merupakan salah

satu langkah yang tak boleh dilewati

oleh brand fashion lokal ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1) Strategi storytelling merujuk pada

GREAT (Glue, Reward, Emotion,

Authentic, dan Target).

Keberhasilan storytelling dapat

lebih berhasil apabila megikuti

kelima langkah di dalam GREAT.

2) Storytelling memiliki kemampuan

dalam membangun sales funnel

merek fashion lokal Indonesia.

Audiens dapat masuk ke tahap

awal dalam sales funnel, yaitu

awareness atau kesadaran, dan

ada pula yang sampai ke ujung

corong, yaitu purchase atau

pembelian. Keberhasilan ini tidak

serta merta terjadi dengan semua

konsumen. Storytelling yang

disampaikan haruslah menyasar

kelompok audiens yang sesuai.

3) Peran storytelling dalam

membangun sales funnel adalah

membawa konsumen masuk ke

dalam sales funnel, digunakan

sebagai salah satu bahan evaluasi

untuk melakukan keputusan

pembelian, dan sebagai salah satu

cara yang menarik bagi konsumen

yang sebelumnya melakukan

pembelian produk karena alasan

lain, untuk membuat diri mereka

semakin tertarik dan yakin untuk

melakukan pembelian selanjutnya.

4) Cara storytelling membangun

sales funnel adalah dengan

menyampaikan isu-isu yang

15

sekiranya menarik perhatian

kelompok audiens, seperti isu

lingkungan dan budaya.

Saran

1) Lebih peka dengan lingkungan

sekitar, sehingga bisa menggali

permasalahan yang ada untuk

dijadikan bahan cerita, serta

membantu dalam

menanggulangi permasalahan

tersebut.

2) Melakukan riset dan observasi

pasar dengan teliti agar dapat

menyasar kelompok audiens

yang tepat, sehingga bisa tertarik

dan masuk ke dalam sales

funnel.

3) Mempelajari mengenai cara

pembuatan cerita yang menarik,

termasuk menambahkan nilai

pada produk, agar mendapat

perhatian audiens.

4) Menyeimbangkan antara teknik

pemasaran, yaitu storytelling

dengan desain produk yang

menarik dan kualitas produk

yang baik, sehingga audiens

tertarik.

DAFTAR PUSTAKA

Asia Floor Wage Alliance. 2016.

Precarious Work in the H&M

Global Value Chain. Asia Floor

Wage Alliance, Cambodia.

Bristol Startegy.2018. What is an

Inbound Marketing Sales

Funnel? Bristol Strategy Inc,

Massachusetts

Colicev, A, Kumar, A & O’connor,

P. 2018. ‘Modeling the

relationship between firm and

user generated content and the

stages of the marketing funnel,

International Journal of

Research in Marketing’,

https://doi.org/10.1016/j.ijresmar

.2018.09.005

Fanggiade, RP, Fongo, P &

Fanggidae RE. 2019. :

‘Pengaruh Storytelling terhadap

Keputusan Pembelian pada

Aplikasi Belanja Online

Tokopedia’ ,paper presented to

the Prosiding Seminar Nasional

Manajemen Bisnis 2019 dan

Call for Paper of the Udayana

University, Bali, 3-4 Mei

Kotler, P & Keller, KL, 2016, a

Framework for Marketing

16

Management, 6th ed. Pearson,

London

Nguyen, K., Stanley, L. 2014.

‘Storytelling in teaching

Chinesse as a second/foreign

language.Lingustik and literature

studies’, vol 2, pp 29-38

Peter, J. Paul & Olson, Jerry C,

2010, Consumer Behavior &

Marketing Strategy, 9th ed.

McGraw Hill, London

Pusparisa, Y, 2019, Kontroversi di

Balik Industri Fast Fashion,

Kata Data, diakses pada 31

Januari 2021,

https://katadata.co.id/ariayudhist

ira/infografik/5e9a4c494f4f2/ko

ntroversi-di-balik-industri-fast-

fashion

Rahardjo, Mudjia, 2017, ‘Studi

Kasus Dalam Penelitian

Kualitatif : Konsep dan

Prosedurnya’ , Thesis,

Universitas Islam Negeri,

Malang (dalam negeri)

Satu Data Indonesia, 2020, diakses

pada 13 Desember 2020,

https://data.go.id/dataset/data-

umkm-berdasarkan-sektor-

industri-tekstil-2020

Sekaran, Uma. 2013. Research

Methods for Business, Salemba

Empat, Jakarta

Sugiyono, 2016, Metode Penelitian

Pendidikan, Alfabeta, Bandung

Thutuy, V & Siiri, M, 2014.

‘Marketing Storytelling and Its

Impact on the Development of

Corporate Brand Identities'

Bachelor Thesis, Laurea

University of Applied Sciences,

Finland. (luar negeri)