bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58627/3/bab ii.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat,...

28
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Etiologi dan Epidemiologi Akne Vulgaris Akne Vulgaris atau yang lebih dikenal dengan istilah jerawat merupakan penyakit dermatologis kronik di unit polisebasea, biasanya polimorfik, dan poligenetik. AV menjadi tanda awal dari pubertas pada usia remaja, biasanya satu tahun sebelum menarkhe. Gambaran klinis yang ada pada AV adalah polimorfik, dari komedo, papul, pustul, hingga nodul dan scar (Movita, 2013). Berdasarkan penelitian oleh Munawar dkk, didapatkan hasil bahwa, AV merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia remaja dengan prevalensi 80%. Pernyataan ini juga sesuai dengan studi retrospektif yang telah dilakukan oleh Ayudianti, bahwa, remaja merupakan penderita AV tersering dengan presentase sekitar 85% (Ayudianti & Indramaya, 2014). Onset AV pada perempuan lebih dulu dibandingkan dengan laki-laki karena umumnya masa pubertas perempuan lebih dahulu terjadi daripada laki-laki. Perempuan ras Afrika-Amerika memiliki prevalensi AV tertinggi dibandingkan dengan ras lainnya, yaitu 32-37%. Urutan kedua yaitu ras Asia sebesar 30%, setelah itu diikuti oleh ras Kukasia 24 %, dan ras India 23% (Movita, 2013). Sedangkan prevalensi AV untuk perempuan dan laki-laki di Indonesia yang telah tercatat oleh Dermatologi Kosmetika Indonesia, terdapat 60% kasus AV pada tahun 2006, 80% pada tahun 2007, dan 90% pada tahun 2009 dengan total tertinggi ada pada perempuan sebesar 83-85% dengan puncak usia 14

Upload: others

Post on 28-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris

2.1.1 Etiologi dan Epidemiologi Akne Vulgaris

Akne Vulgaris atau yang lebih dikenal dengan istilah jerawat

merupakan penyakit dermatologis kronik di unit polisebasea, biasanya

polimorfik, dan poligenetik. AV menjadi tanda awal dari pubertas pada usia

remaja, biasanya satu tahun sebelum menarkhe. Gambaran klinis yang ada

pada AV adalah polimorfik, dari komedo, papul, pustul, hingga nodul dan

scar (Movita, 2013).

Berdasarkan penelitian oleh Munawar dkk, didapatkan hasil bahwa, AV

merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia remaja dengan prevalensi

80%. Pernyataan ini juga sesuai dengan studi retrospektif yang telah

dilakukan oleh Ayudianti, bahwa, remaja merupakan penderita AV tersering

dengan presentase sekitar 85% (Ayudianti & Indramaya, 2014). Onset AV

pada perempuan lebih dulu dibandingkan dengan laki-laki karena umumnya

masa pubertas perempuan lebih dahulu terjadi daripada laki-laki. Perempuan

ras Afrika-Amerika memiliki prevalensi AV tertinggi dibandingkan dengan

ras lainnya, yaitu 32-37%. Urutan kedua yaitu ras Asia sebesar 30%, setelah

itu diikuti oleh ras Kukasia 24 %, dan ras India 23% (Movita, 2013).

Sedangkan prevalensi AV untuk perempuan dan laki-laki di Indonesia yang

telah tercatat oleh Dermatologi Kosmetika Indonesia, terdapat 60% kasus AV

pada tahun 2006, 80% pada tahun 2007, dan 90% pada tahun 2009 dengan

total tertinggi ada pada perempuan sebesar 83-85% dengan puncak usia 14

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

6

17 tahun, sedangkan untuk laki-laki 95-100% pada usia 16-19 tahun

(Afriyanti, 2015). Sesuai dengan hasil survei prevalensi AV dari beberapa

populasi yang berbeda menunjukkan hasil yang sama yaitu prevalensi AV

menurun setelah usia 20 tahun (Williams, et al., 2012)

Etiologi AV sendiri masih belum diketahui dengan pasti akan tetapi ada

beberapa faktor yang menyebabkan AV yaitu Hiperkeratinisasi atau proses

keratinisai yang abnormal, produksi sebum berlebihan yang disebabkan oleh

hormon androgen, infeksi bakteri Propionibacterium acnes (P. acnes), peran

mediator inflamasi, faktor usia, jenis kelamin, faktor keluarga, jenis kulit

berminyak yang lebih dominan daripada jenis kulit kering, diet, cuaca iklim,

sinar uv, faktor pekerjaan, dan faktor stress (Purwaningdyah & Jusuf, 2013).

Umumnya jika kedua orang tua menderita AV berat pada usia remaja, anak-

anaknya cenderung memiliki potensi serupa di masa pubertasnya, oleh karena

itu AV juga disebut sebagai dermatosis poligenetik (Movita, 2013).

2.1.2 Patogenesis Akne Vulgaris

AV biasanya dimulai pada awal masa pubertas, ditandai dengan

peningkatan produksi minyak dan komedo yang diikuti oleh lesi inflamasi.

AV pada usia yang lebih muda (sebelum 12 tahun) biasanya lebih cenderung

komedonal daripada lesi inflamasi, hal ini dikarenakan produksi sebum yang

belum berlebih. Penyebab utama dari AV adalah hiperproliferasi epidermis

folikel rambut bagian atas, infundibulum, menjadi hiperkeratotik. Keratin,

sebum, dan bakteri menumpuk menyebabkan sumbatan di ostium folikel.

Semua ini menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas dan

menghasilkan mikrokomedo (Fitzpatrick & Freedberg, 2012).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

7

Kedua, disebabkan karena produksi sebum yang berlebihan. Produksi

sebum berlebih ini memicu aktivitas bakteri P. acnes pada kulit wajah dan

dapat menyebabkan AV (Healthcare Ltd, MA , 2015). Hal lain yang juga

menjadi penyebab AV adalah peran sitokin yang menginduksi perubahan

komedogenik pada folikel infundibulum dan menghambat sekresi sebum dari

kelenjar sehingga menjadi sebab lesi inflamasi pada penderita AV (Williams,

et al., 2012). AV terjadi saat adrenarke atau kelenjar adrenal mulai aktif

menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, yaitu prekursor hormone

testosterone. Penderita AV memiliki kadar androgen lebih tinggi

dibandingkan dengan orang normal, meskipun kalau dilihat dengan lebih

teliti, kadar androgen penderita AV masih dalam batas normal. Hormon

Adrogen berperan dalam meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan

menyebabkan peningkatan produksi sebum, disamping itu juga memicu

proliferasi keratinosit pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum.

Hiperproliferasi epidermis folikuler ini diduga terjadi akibat dari penurunan

asam linoleat kulit dan peningkatan aktivitas IL 1-alfa. Hiperkeratinosit

infundibulum yang terus bertambah menyebabkan sumbatan pada muara

folikel rambut, hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi keratin, sebum, dan

bakteri P. acnes sehingga menyebabkan dilatasi folikel rambut menyebabkan

mikrokomedo. Mikrokomedo ini menimbulkan respon inflamasi (Movita,

2013); (Fitzpatrick & Freedberg, 2012).

Disamping karena produksi sebum dan hiperproliferasi epidermis

folikuler, peran mikroorganisme juga penting dalam perkembangan AV.

Mikroorganisme yang berperan adalah P. acnes, Staphylococcus epidermidis,

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

8

Gambar 2.1 Patofisiologi Akne Vulgaris. (A) Mikrokomedo. Hiperkeratinosit infundibulum,

korneosit yang kompak, sekresi sebum. (B) Komedo. Akumulasi dari korneosit dan sebum.

(C) Papul/pustule inflamasi. Perluasan unit folikel lebih lanjut, Proliferasi Propionibacterium

acnes, Peradangan perifollicular. (D) Nodul. Pecahnya dinding folikel dan terbentuknya

jaringan parut.

Gambar 2.2 Korelasi klinisopatologis dari lesi jerawat. (A). Komedo tertutup. Infundibulum

folikel mengalami distensi, diisi dengan keratin dan sebum, dan epitel folikel dilemahkan.

Osium folikel sempit. (B). Komedo terbuka. Menyerupai komedo tertutup tetapi, ostium

folikuler yang tidak terlihat. (C). Papula inflamasi. Akut dan sel-sel inflamasi kronis

mengelilingi folikel, yang menunjukkan hiperkeratosis infundibular. (D). Nodule. Folikel diisi

dengan sel-sel inflamasi akut.

dan Pityrosporum ovale. Bakteri ini berperan untuk kemotaktik inflamasi

pada pembentukan enzim lipolitik yang akan mengubah fraksi lipid sebum.

Pada bakteri P.acnes, komponen aktif seperti lipase, hialuronidase, protease,

dan faktor-faktor kemotaktik penyebab inflamasi. Lipase memiliki peran

sebagai zat yang menghidrolisis trigliserida sebum menjadi asam lemak bebas

yang berperan pada hiperkeratosis, retensi, dan pembentukan mikrokomedo

(Afriyanti, 2015).

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

9

Secara sederhananya, bakteri P.acne memproduksi suatu enzim lipase

yang dapat memecah sebum menjadi asam lemak bebas. Asam lemak ini

menyebabkan rekrutmen netrofil dan mengakibatkan inflamasi jaringan.

Dinding sel bakteri P. acne mengandung karbohidrat antigen yang dapat

menstimulasi antibodi, yaitu antipropionibacterium. Antibodi ini mampu

meningkatkan respon inflamatori dengan cara aktivasi komplemen yang

menjadi awal mula cascade proinflammasi. Respon ini menyebabkan

terbentuklah mikrokomedo dan timbul lesi yang akan meradang hingga

berubah menjadi pustul, papul, dan nodul (Ismiaulia, 2016).

2.1.3 Klasifiksi Derajat Keparahan Akne Vulgaris

Klasifikasi derajat AV terbagi menjadi AV derajat ringan, sedang, berat

dan sangat berat yang terbagi berdasarkan jumlah komedo, jumlah pustul,

jumlah kista, inflamasi, dan jaringan parutnya. Pembagian ini biasanya

digunakan untuk menegakkan diagnosis dan sebagai acuhan dalam

menentukan tatalaksana yang tepat penderita AV (Ramdani & Sibero, 2015).

Tabel 2. 1 Klasifikasi Derajat Akne Vulgaris Berdasarkan Jumlah dan Tipe

Lesi Derajat Komedo Papul pustul Nodul, Kista,

Sinus

Inflamasi Jaringan

parut

Ringan <10 <10 - -

Sedang <20 10-50 + +

Berat 20-50 50-100 <5 ++ ++

Sangat berat >50 >100 >5 +++ +++

Keterangan: (-) tidak ditemukan, (+) ada, (++) cukup banyak, (+++) banyak. (Ramdani &

Sibero, 2015)

Klasifikasi lainnya tentang AV yang terdapat di Fitzpatrick’

Dermatology in General Medicine ed 8th 2012 ada 2 macam, yaitu terbagi

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

10

Gambar 2.3 Akne Derajat Ringan

berdasarkan varian AV secara umum dan terbagi berdasarkan algoritma

terapi. Varian AV secara umum meliputi:

a) Neonatal Akne

b) Infantil Akne

c) Akne Konglobata

d) Akne Fulminans

e) Sapho Syndrome

f) Papa Syndrome

g) Ane Excoriee Des Juenes Filles

h) Akne Mechanica

i) Akne dengan bentuk solid facial edeme

j) Akne dengan hubungan endocrinology abnormalities

Sedangkan AV yang dibagi berdasarkan algoritma terapinya ada 5

macam, yaitu:

a) Akne Derajat Ringan (Komedonal)

Pada Akne derajat ringan terlihat adanya komedo yang tersebar

di permukaan kulit wajah dan terdapat lesi inflamasi. Lesi tersebar

kurang dari setengah bagian wajah dan tidak ada lesi berbentuk nodul.

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

11

Gambar 2.4 Akne Derajat Sedang

Gambar 2.5 Akne Derajat Berat yang disertai dengan Akne derajat Nodular

b) Akne Derajat Moderete/Sedang

Ditandai dengan lesi yang lebih dari separuh wajah dan dalam

segi bentuk lebih bervariasi, yaitu papul, pustul, dan komedo. Jarang

terdapat nodul yang berbatas jelas, tapi tidak menutup kemungkinan

untuk tidak ada. Timbuh jaringan parut pada postinflamasi.

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

c) Akne Derajat Berat (Papul Pustul)

Ditandai dengan jenis lesi yang lebih banyak dari akne dengan

derajat sedang, yaitu banyak lesi pustul dan ada lesi nodular tetapi tidak

sebanyak akne kategori nodular, dicampur dengan komedo dan papula

kecil.

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

12

Gambar 2.6 Akne Konglobata/ Fulminans

d) Akne Nodular

Akne dengan derajat lesi yang lebih parah dari pada akne derajat

berat. Biasanya ditandai dengan jumlah lesi nodular yang banyak di

area wajah.

e) Akne Konglobata/Fulminans

Akne Konglobata adalah jenis akne yang berat sehingga tidak ada

pembagian tingkatnya. Jenis AV ini banyak diderita oleh laki-laki. Ciri

lesi akne konglobata ini adalah nodulus yang saling bersambung,

berwarna merah dan nyeri.

(Fitzpatrick & Freedberg, 2012)

2.1.4 Faktor resiko Akne Vulgaris

AV merupakan penyakit kulit yang penyebabnya multifaktorial.

Berdasarkan Fitzpatrick’ Dermatology in General Medicine terdapat 4

faktor yang menjadi penyebab akne, yaitu: (Fitzpatrick & Freedberg,

2012)

a) Hiperproliferasi folikel epidermal

Adanya hiperproliferasi folikel epidermal menyebabkan

penurunan asam linoleat kulit dan peningkatan aktivitas IL-1 alfa.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

13

Epitel folikel rambut bagian atas semakin hiperkeratinosit sehingga

menyebabkan sumbatan pada muara folikel rambut dan menyebabkan

lesi mikrokomedo

b) Produksi sebum yang berlebihan

Produksi sebum yang berlebihan ini terjadi akibat aktivitas

hormon androgen yang hiperaktif pada penderita AV dibandingkan

oang normal lainnya. Sebum yang berlebihan ini memicu aktivasi

kolonisasi bakteri P. acne sebagai salah satu faktor pencetus AV

c) Proses inflamasi

Sama seperti reaksi yang terjadi akibat hiperproliferasi folikel

epidermal, adanya penurunan asam linoleat pada kulit menyebabkan

hiperkeratinosit folikuler dan produksi faktor proinflamasi yaitu

sitokin.

d) Aktivitas kolonisasi bakteri P. acnes

Peranan P. acnes adalah sebagai bakteri normal flora di SC yang

memecah trigliserida, salah satu komponen yang ada di dalam sebum

menjadi asam lemak bebas. Pada sisi lain P. acnes memiliki titer

antibodi pada dindingnya sehingga dapat meningkatkna respon

inflamasi.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

14

Selain dalam buku Fitzpatrick’ Dermatology in General Medicine,

dikutip dari berbagai sumber, faktor resiko penyebab AV, sebagai berikut:

a) Genetik (family)

Umumnya jika kedua orang tua menderita AV berat pada usia

remaja, anaknya memiliki potensi tinggi menderita AV di usia

pubertasnya (Khate & Williams, 2013).

b) Tipe kulit (skin type)

Kulit berminyak memiliki kandungan sebum yang lebih tinggi

daripada kulit kering. Produksi sebum mempengaruhi aktivitas P. acnes

yang disebut sebagai salah satu faktor paling umum penyebab AV,

sehingga diketahui orang dengan jenis kulit berminyak lebih mudah

mendapatkan AV dibandingkan dengan orang dengan jenis kulit kering

(Baumann, et al., 2014).

c) Faktor hormonal

60-70% wanita akan memiliki lesi AV kurang lebih seminggu

sebelum haid yang disebabkan karena hormon progesteron. Hormon

lain yang mempengaruhi AV adalah hormone androgen. Peningkatan

hormone androgen di usia pubertas memicu pembesaran ukuran

kelenjar sebasea sehingga produsi sebum menjadi berlebihan

(Afriyanti, 2015).

d) Faktor Higiene

Higiene kulit wajah yang buruk dipercaya menjadi salah satu

faktor penyebab jerawat. Penumpukan hiperkeratinosit epitel rambut

bagian atas, sebum yang berlebih, dan peningkatan kolonisasi P. acne

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

15

yang tidak dikontrol dengan cara membersihkan wajah 2 kali sehari

menjadi penyebab AV (Healthcare Ltd, MA , 2015).

e) Faktor kosmetik

Kosmetik yang menyebabkan AV adalah kosmetik dengan

kandungan bahan-bahan yang dapat menyebabkan komedogenik.

Bahan-bahan itu seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri, dan bahan

kimia murni (asam oleik, butyl stearate, lauril alkohol, bahan pewarna)

yang biasanya terkandung dalam krim-krim wajah. Sedangkan jenis

bedak yang dapat memicu AV adalah jenis bedak padat (compact

powder) karena penumpukan partikel di pori kulit menyebabkan

sumbatan yang dapat menyebabkan mikrokomedo (Afriyanti, 2015).

f) Faktor infeksi

Faktor infeksi ini dikarenakan oleh bakteri penyebab AV. Bakteri

penyebab AV umumnya adalah Propionibacterium acnes, akan tetai,

ada juga bakteri lain penyebab AV, yaitu Corynebacterium acnes,

Pityrosporum ovale, dan Staphylococcus epidermidis (Afriyanti, 2015).

g) Faktor pekerjaan

Karyawan-karyawan pabrik banyak yang menderita AV akibat

terlalu sering terpapar bahan-bahan kimia seperti oli, debu-debu logam.

(Matodihardjo, 2015)

h) Makanan (diet)

Telalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak menyebabkan

peningkatan produksi sebum yang nantinya akan menjadi faktor

penyebab AV. Makanan lain yang memperbarat AV adalah makanan

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

16

tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi

sodium (Afriyanti, 2015).

2.1.5 Diagnosis dan Managemen Akne Vulgaris

Penilaian tingkat derajat keparahan AV sangat penting sebagai

penegak diagnosis dan pemilihan terapi yang sesuai. Anamnesis dapat

meliputi nama, usia, pekerjaan, hobi, dan riwayat keluarga. Pada

pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap

semua sisi wajah pasien untuk mengetahui derajat keparahan AV

(Gambar 2.2). Melalui Anamesis dan pemeriksaan fisik biasanya sudah

dapat digunakan sebagai penegak diagnosis AV (Healthcare Ltd, MA ,

2015).

Managemen AV seperti memperhatikan kondisi psikologis dan

sosial pasien dinilai sangat penting. Hal ini disebabkan karena

banyaknya penderita AV yang kurang memiliki rasa kepercayaan diri.

Mereka mengeluhkan sering merasa malu saat berkomunikasi dengan

orang lain. Beberapa hasil studi observasi yang telah dilakukan

sebelumnya memuat informasi bahwa terapi AV yang tepat menjadi

salah satu yang berperan penting dalam memperbaiki kualitas hidup

penderita (Gieler, et al., 2015).

Mekanisme terapi AV yang sesuai dengan Fitzpatrick adalah

memperbaiki hiperkeratinosit folikuler, mengurangi aktivitas kelenjar

sebasea sehingga dapat menurunkan produksi sebum, mengurangi

bahkan menghambat perkembangan kolonisasi bakteri P. acne

penyebab AV, dan mengurangi proses inflamasi. Terapi lokal yang

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

17

umum dan dapat dilakukan dengan mudah adalah cleansing

(membersihkan kulit wajah). Cleansing dapat dilakukan dengan

mencuci wajah dua kali sehari menggunakan sabun khusus wajah yang

sesuai dengan jenis kulit. Terapi topikal juga disarankan untuk

penderita AV. Terapi ini memiliki kandungan seperti Retinoid yang

mampu menurunkan resistensi P.acne dan sebagai antiinflamasi,

Benzoyl Peroxide sebagai anti inflamasi, antimikroba, dan komedolitik,

Azeliac Acid yang mampu menormalkan diferensiasi keratinosit, efek

antiinflamasi, dan mengobati hiperpigmentasi pasca inflamasi, serta

Salicylic Acid dengan efeknya yaitu komedolitik, sedangkan untuk

terapi oral sistemik yang biasanya digunakan untuk terapi AV adalah

antibiotik dan antibakterial agen, meliputi tetrasiklin sebagai anti

inflamasi akibat P. acne, Macrolides yang dapat mempengaruhi

resistensi P. acne, Trimethoprim–Sulfamethoxazole biasa digunakan

sebagai antibiotik untuk penderita AV dengan derajat berat karena efek

samping yang besar, dan Sefalexin yang merupakan generasi pertama

sefalosporin memiliki kekuatan dalam membunuh bakteri P. acne

secara in vitro (Fitzpatrick & Freedberg, 2012).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

18

Gambar 2. 7 Anatomi Kulit

2.2 Kulit

2.2.1 Anatomi Kulit

(Mescher, 2010).

Kulit merupakan organ terbesar dan terluas yang dimiliki oleh manusia

dan berfungsi sebagai organ proteksi tubuh dari lingkungan eksternal

(Manuel & Eugénia, 2017). Berdasarkan penuturan Prof. R.D. Lockhart

seorang ahli anatomi berkebangsaan Skotlandia mengatakan bahwa, kulit

merupakan mantel ajaib yang dapat berfungsi sebagai lapisan kedap air,

pengatur suhu tubuh, pelindung, organ yang paling sensitive terhadap rasa

raba, nyeri, suhu, dan sebagai organ yang dapat dengan cepat memperbaiki

dirinya sendiri saat terjadi kerusakan dibandingkan dengan organ lain yang

ada pada tubuh manusia (Kalangi, 2013).

Kulit memiliki ketebalan, warna, dan struktur berbeda di berbagai

tempat, hal ini didasarkan kepada kebutuhan fungsional spesifik yang berbeda

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

19

di setiap bagian tubuh. Sebagai contoh adalah kulit kelopak mata yang

cenderung lebih tipis dari bagian tubuh lainnya serta kulit alis yang cenderung

lebih tebal dan kasar dibandingkan dengan kulit dahi dan pipi yang lebih

lembut dan halus, karena banyak mengandung kelenjar sebasea yang

berfungsi menjaga kelembaban kulit (Arda, et al., 2014).

2.2.2 Struktur Kulit

Kulit manusia umumnya tersusun atas tiga lapisan, yaitu, epidermis,

dermis, dan hipodermis (Wong, et al., 2016). Epidermis ialah lapisan terluar

kulit yang berasal dari ektoderm. Dermis adalah lapisan kulit dibawah

epidermis yang tersusun dari jaringan ikat padat berasal dari mesoderm.

Hipodermis merupakan jaringan kulit paling dalam yang terdisi dari beberapa

jaringan ikat longgar (Kalangi, 2013).

a) Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling superfisial dan tersusun atas lima

lapisan: (Kalangi, 2013);(Agarwal & Krishnamurthy, 2019).

1) Stratum Basalis (Basal layer)

Lapisan yang paling dalam dan paling dekat dengan dermis.

Lapisan ini aktif melakukan mitosis dan merupakan lapisan yang

mengandung pigmen warna (melanosit), satu baris keratinosit, dan

sel induk. Melanosit merupakan jenis sel yang bertanggung jawab

dalam produksi melanin, zat pemberi warna kulit. Keratinosit ialah

lapisan yang bersifat recovery untuk lapisan diatasnya.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

20

2) Stratum Spinosum (Prickle cell layer)

Lapisan spinosum merupakan lapisan diatas dari stratum basalis.

Berisi sel-sel dengan bentuk poligonal, inti lonjong, dengan tepian

sel berbentuk seperti duri/taju yang dihubungan oleh desmosome,

sehingga semakin keatas bentuk sel akan semakin gepeng.

3) Stratum Granulosum (granular cell layer)

Stratum yang mengandung banyak butiran-butiran lemak. Pada

lapisan ini sel-sel mulai kehilangan nukleusnya, hal ini terjadi

karena letak lapisan mulai menjauhi dari bagian hipodermis.

4) Stratum Lusidum

Pada lapisan ini terdapat zona eosinofilik homogen tipis yang sulit

diidentifikasi dan dapat ditembus oleh cahaya. Secara mikroskopis

kulit tampak garis celah akibat adhisi yang berkurang. Sel

berbentuk gepeng karena semakin jauh dari lapisan hipodermis dan

semakin mendekati lapisan stratum korneum.

5) Stratum Korneum (Keratin layer)

Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis.

Lapisan ini berfungsi sebagai mantel pelindung lapisan yang lebih

dalam. Pada lapisan ini banyak sel kulit mati, sel pipih, dan tidak

berinti serta memiliki sitoplasma yang digantikan oleh keratin. Sel-

sel ini terletak pada bagian superficial tubuh sehingga mudah

terdehidrasi dan selalu terkelupas.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

21

b) Dermis

Dermis adalah lapisan yang berada dibawah epidermis dan tersusun atas

dua lapisan, yaitu: (Wong, et al., 2016)

1) Dermis papilaris

Terdapat pembuluh darah kapiler pada bagian dermis papilaris. Hal

ini bertujuan sebagai pemberi nutrisi untuk sel epitel diatasnya.

2) Dermis retikularis

Bagian terbesar yang ada pada dermis retrikularis adalah serat

kolagen. Terdapat banyak rongga yang berisi lemak, kelenjar

sebasea, dan kelenjar minyak pada lapisan ini.

c) Hipodermis

Hipodermis atau lapisan subkutan ialah lapisan paling bawah dari

kulit dan terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada jaringan ini terdapat

banyak sel-sel lemak yang kaya dengan proteoglikan dan

glikosaminoglikan yang mampu menarik cairan ke arah dalam sehingga

memberikan sifat lendir. Ada beberapa macam sel yang terdapat pada

hipodermis, yaitu sel adiposa (sel lemak), fibroblast, dan makrofag

yang memiliki peran sebagai homeostatis, remodeling, dan

termoregulator tubuh (Wong, et al., 2016).

2.2.3 Jenis Kulit

Setiap orang memiliki jenis kulit yang berbeda dan dapat selalu berubah

seiring berjalannya waktu (Maharani, 2015). Menurut penelitian dr.

Baumann, jenis kulit terbagi berdasarkan empat hal:

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

22

a) Kelembaban Kulit (Skin Hydration)

Kelembaban kulit seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Ada empat faktor yang paling mendominasi, yaitu kandungan lemak,

produksi sebum, Natural Moisturizing Factor (Asam amino, Asam

Laktat, Asam Organik, Peptid, Glycerol, Hyaluronic Acid), dan

Aquaporin (AQP3). Berdasarkan keempat faktor tersebut, dr. Baumann

membagi lagi jenis kulit menurut kelembabannya menjadi dua, yaitu

kulit kering (DS) dan kulit berminyak (OS) (Baumann, et al., 2014).

1) Kulit Kering (Dry Skin/DS)

Kulit kering atau yang dikenal dengan xerosis memiliki

gambaran kulit yang tampak kusam, bertekstur kasar, dan mudah

timbul kerutan. Kandungan lemak, produksi sebum yang kurang

dan ketidakseimbangan fungsi stratum korneum (SC) menjadi

salah satu pencetus xerosis. Disamping itu, Natural Moisturaizing

factor (NMF) yang ada pada SC berfungsi untuk menjaga

kandungan air di dalam kulit agar tetap dalam keadaan stabil.

Stratum korneum yang bermasalah menyebabkan hilangnya

cairan melalui kulit (Transepidermal Water Loss/TEWL)

sehingga kulit tampak kusam, tidak elastis, dan mudah

mangalami iritasi. Hal terbesar yang menyebabkan kerusakan

dari SC adalah paparan faktor eksternal seperti radiasi sinar

ultraviolet (UV), detergen, aseton, klorin, dan pajanan dengan air

yang terlalu lama (Baumann, et al., 2014).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

23

2) Kulit Berminyak (Oily Skin/ OS)

Kulit berminyak merupakan kulit dengan kandungan sebum

yang relatif tinggi. Peningkatan sekresi sebum sering dikeluhan

bagi banyak orang, dikarenakan menyebabkan gangguan dalam

segi kosmetik dan dapat sebagai faktor predisposisi penyebab

AV. Sebumnnmerupakan sekresi kelenjar sebasea yang

mengandung ester lilin, ester sterol, kolesterol, trigliserida, dan

squalane yang berkontribusi secara signifikan sebagai faktor

pemicu terjadinya AV. Produksi sebum dalam batas normal

diperlukan oleh kulit untuk mencegah terjadinya TEWL, selain

itu didalam sebum juga terkandung vitamin E yang diperlukan

untuk memberikan perlindungan dari paparan faktor eksogen

yang dapat merusak SC. Hal inilah yang dapat menjadi jawaban

mengapa sering didapatkan gambaran kulit kusam dan mudah

keriput pada seseorang dengan kulit kering dibandingkan dengan

seseorang dengan kulit berminyak (Baumann, et al., 2014);

(Khate & Williams, 2013).

Kondisi sebum seseorang dapat diukur menggunakan alat

yang bernama sebumeter. Berdasarkan penelitian dr. Bauman

terhadap 94 wanita Korea, didapatkan hasil bahwa, banyak

diantara mereka melakukan kesalahan dalam penentuan jenis

kulitnya, sehingga tidak sedikit dari mereka yang juga melakukan

kesalahan dalam pemilihan terapi, oleh karena itu dr. Baumann

menciptakan sebuah kuesioner tentang penentuan jenis kulit.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

24

Kuesioner ini terdiri atas 11 pertanyaan seputar jenis kulit dan

telah dilakukan pengkorelasian dengan alat ukur sebumeter.

Dikatakan seseorang memiliki jenis kulit kering apabila

didapatkan total skor antara 11-26, sedangkan dikatakan

seseorang memiliki jenis kulit berminyak apabila total skor yang

diperoleh berkisar antara 27-44 (Baumann, et al., 2014).

b) Sensitivitas Kulit (Skin Sensitivity)

Berdasarkan sensitivitasnya, kulit terbagi menjadi dua, yaitu kulit

yang sensitif dan kulit resisten. Seseorang yang memiliki kulit resisten

cenderung jarang mendapatkan gangguan kulit dibandingkan dengan

seseorang dengan kulit yang sensitif. Eritema dan AV jarang menjadi

keluhan bagi orang dengan kulit resisten. Lain halnya dengan seseorang

dengan kulit sensitif yang akan sering mengeluhkan masalah

dermatologis. Untungnya seiring bertambahnya usia insiden ini mulai

berkurang (Ahn, et al., 2017).

c) Pigmentasi Kulit (Skin Pigmentation)

Jenis kulit berdasarkan pigmentasinya dibagi menjadi dua, yaitu

hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Perbedaan antara hiperpigmentasi

dan hipopigmentasi ini dikarenakan kandungan melanosit, yaitu sel

yang mengandung melanin. Kulit yang mengandung banyak melanin

cenderung tampak lebih berwarna gelap dibandingkan dengan kulit

yang memiliki kandungan melanin sedikit. Radiasi sinar UV

berpengaruh terhadap proses melanogenesis, sehingga tidak jarang

bagian tubuh yang sering terpapar sinar UV cenderung memiliki warna

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

25

yang lebih gelap dari bagian tubuh lain yang tidak terpapar oleh sinar

UV (Baumann, et al., 2014).

d) Usia Kulit (Skin Aging)

Penuaan kulit merupakan sesuatu yang dinamis, penyebabnya

cenderung multifaktorial, bisa karena faktor endogen maupun eksogen.

Faktor endogen yang berpengaruh adalah faktor genetik, sedangkan

faktor eksogen yang berpengaruh adalah paparan sinar UV (Ahn, et al.,

2017).

2.3 Higiene Kulit Wajah

Higiene kulit atau lebih dikenal dengan kebersihan kulit merupakan

suatu praktik menjaga kebersihan diri terhadap segala macam penyakit,

khususnya penyakit-penyakit dermatologis. Kebersihan kulit wajah memiliki

tujuan untuk mengurangi bakteri P. acnes penyebab AV dengan cara

menghilangkan sebum berlebih dan kotoran di wajah tanpa merusak barrier

kulit wajah. Konsep higiene kulit wajah ini dapat terlaksana dengan baik

apabila seseorang menjunjung tinggi dua aspek yang menjadi point utama,

yaitu, upaya kebersihan kulit wajahnya bisa dengan memperhatkan frekuensi

dan prosedur membersihkan wajah yang baik dan perawatan kulit wajahnya

yaitu dengan memperhatikan pemilihan sabun pembersih wajah yang sesuai

dengan jenis kulit (Mukhopadhyay, 2011).

Hubungan antara kebersihan kulit wajah dengan kejadian AV dapat

diukur menggunakan kuesioner Faheem yang telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas. Cara dan kebiasaan responden membersihkan wajah diukur

melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dijawab benar oleh responden maka diberi

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

26

nilai 1, jika responden menjawab salah maka diberi nilai 0. Sehingga skor

total yang tertinggi adalah 10. Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang

dan kurang dengan definisi sebagai berikut: (Faheem, 2010).

a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya

tentang cara dan kebiasaan mencuci wajah (skor jawaban responden

>75% dari nilai tertinggi yaitu >7).

b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang cara dan

kebiasaan mencuci wajah (skor jawaban responden 45%-75% dari nilai

tertinggi yaitu 5-7)

c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang cara dan

kebiasaan mencuci wajah (skor jawaban responden <45% dari nilai

tertinggi yaitu <5).

2.3.1 Frekuensi dan Prosedur Membersihkan Wajah

Berfokus terhadap kejadian AV, salah satu penyakit kulit yang

banyak dikeluhkan masyarakat, frekuensi dan prosedur membersihkan

wajah patut menjadi sorotan utama. Sebum yang ada pada kulit wajah

menjadi tempat paling ideal untuk berkembangnya koloni bakteri P.

acnes (Khate & Williams, 2013). Kebersihan wajah yang kurang baik

dapat menyebabkan peningkatan kolonisasi dari bakteri P. acnes.

Bakteri ini memproduksi suatu enzim lipase yang dapat memecah

sebum menjadi asam lemak bebas. Asam lemak ini menyebabkan

rekrutmen netrofil dan mengakibatkan inflamasi jaringan. Dinding sel

bakteri P. acnes mengandung karbohidrat antigen yang dapat

menstimulasi antibodi, yaitu antipropionibacterium. Antibodi ini

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

27

mampu meningkatkan respon inflamatori dengan cara aktivasi

komplemen yang menjadi awal mula cascade proinflammasi. Respon

ini menyebabkan terbentuklah mikrokomedo dan timbul lesi yang akan

meradang hingga berubah menjadi nodul, papul, dan pustul (Ismiaulia,

2016).

Prosedur membersihkan kulit wajah yang pertama kali harus

diperhatikan adalah masalah pemilihan air. Kriteria air yang baik untuk

membersihkan kulit wajah adalah air dengan suhu ruangan atau sesuai

dengan suhu tubuh. Air dengan suhu yang panas

berkontribusioterhadap rusaknyaakapiler pembuluh darah dan

memperburuknperadangan. Penelitian Joanna pada tahun 2006

terhadap tiga kelompok yaitu kelompok yang mencuci wajahnya satu

kali sehari, kelompok yang mencuci wajahnya dua kali sehari, dan

kelompok yang mencuci wajahnya empat kali sehari selama enam

minggu, diperoleh hasil, bahwa kelompok yang mencuci wajahnya

minimal dua kali sehari dapat menurunkan derajat keparahan lesi

inflamasi, eritema, dan komedo pada kejadian AV. Akan tetapi,

membersihkan wajah terlalu sering juga tidak disarankan, hal ini

dikarenakan dapat menghilangkan kandungan sebum normal yang

diperlukan untuk menjaga barrier kulit wajah sehingga dapat

menyebabkan kulit menjadi kering dan mudah iritasi (Palmer, 2018).

Menurut penelitian Goodman, membersihkan wajah dua kali sehari di

waktu pagi setelah bangun tidur dengan tujuan untuk menghilangkan

residu pada SC dan saat malam hari sebelum tidur untuk

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

28

Gambar 2. 8 Prosedur Mencuci Wajah (A) Mencuci wajah 2 kali sehari, pagi dan

malam. Membersihkan terlalu sering menimbulkan iritasi. (B) Gunakan hanya dengan

tangan kosong, washlap dan alat pembersih lainnya dapat menyebabkan iritasi, mencuci

wajah selama kurang lebih 10 detik. (C) Keringkan wajah dengan cara menepuk dengan

handuk tidak disarankan untuk menggosoknya karena dapat menyebabkan iritasi

menghilangkan sunscreen atau bahan kosmetik yang telah digunakan

selama sehari, dinilai sudah cukup efektif untuk menjaga kebersihan

kulit wajah dan mencegah penyumbatan pori-pori yang nantinya dapat

menyebabkan lesi komedo. Sebagai penguat penelitian terdahulu maka

pada tahun 2012, dr. Jung melakukan penellitian dengan hasil bahwa,

frekuensi membersihkan wajah khususnya mencuci muka sebaiknya

dilakukan minimal dua kali dalam sehari (Gambar 2.2) untuk

memastikan wajah dalam keadaan bersih dan mencegah timbulnya AV

(Jung & Hwang, 2012).

(Jung & Hwang, 2012)

Mencuci wajah idealnya menggunakan kedua telapak tangan

dengan teknik sirkuler atau memutar keluar dan dilakukan selama

kurang lebih 10 detik. Tidak perlu menggosok wajah terlalu kuat karena

hal seperti itu akan mengakibatkan iritasi. Setelah mencuci wajah

dianjurkan untuk mengeringkan wajah dengan cara menepuk lembut

dengan handuk tidak menggosoknya, selain itu mengoleskan pelembab

untuk menjaga barrier kulit tetap dalam keadaan baik, juga penting

untuk dilakukan (Kern, 2010).

C B A

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

29

2.3.2 Kebiasaan membersihkan Wajah

Kebiasaan membersihkan wajah dapat dinilai salah satunya dari

faktor pemilihan sabun wajah. Menurut penelitian Mukhopadhyay,

faktor eksternal yang menjadi pencetus AV seperti polusi dan residu

kosmetik merupakan bahan-bahan yang sulit larut di dalam air,

sehingga mencuci wajah dengan air saja tidak cukup untuk

membersihkannya. Oleh karenanya diperlukan zat seperti sabun yang

dapat menurunkan tegangan permukaan kulit, menghilangkan kotoran

seperti polusi, sebum dari residu kosmetik, mikroorganisme, dan sel-sel

kulit mati pada SC. Pembersih ideal adalah pembersih yang dapat

pmenghilangkan semua itu tanpa mengiritasi kulit dan menjaga kulit

tetap dalam keadaan lembab (Mukhopadhyay, 2011).

Menurut penelitian Goodman, sabun cuci muka untuk seseorang

yang menderita AV harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu bebas

dari kandungan detergen, memiliki PH yang seimbang, dan bebas dari

kandungan alkohol. Selain itu, pemilihan sabun cuci muka harus sesuai

dengan jenis kulit (Goodman, 2009). Seseorang dengan jenis kulit

berminyak disarankan menggunakan sabun dengan kandungan

antibakteri, misalnya, triclosan yang dapat menghambat kokus gram

positif, asam salisilat yang merupakan keratolitik, komedolitik, dan

sebagai antiinflamasi, atau asam azelaic yang merupakan bakterisida

yang memiliki efek anti inflamasi dan komedolitik (Choi, et al., 2010).

Penelitian lain dari Goodman juga mengatakan bahwa, kulit berminyak

dianjurkan menggunakan pembersih dengan kandungan Sodium

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

30

Laurent Sulfat (SLS) yang merupakan salah satu surfactan (surface

active agent). SLS ampuh mengemulsi sebum dan air pada kulit wajah

sehingga tidak meninggalkan residu saat dibilas.

Kulit kering merupakan jenis kulit yang sering mengalami

masalah pada bagian SC, masalah yang sering terjadi adalah

terganggunya NMF dan TEWL sehingga membuatnya mudah iritasi

(Baumann, et al., 2014). Hal tersebut menjadi point yang sangat penting

dalam pemilihan produk pembersih yang sesuai dengan keadaan kulit.

Seseorang dengan kulit yang cenderung kering dianjurkan

menggunakan pembersih dengan konsistensi cair, nonkomedogenik,

dan bersifat melembabkan. Ada tiga jenis pembersihnwajah yang cocok

digunakan untuk kulit kering, yaitu cleansing oil, cleansing

milk, dan cleansingmbalm. Ketiga cleanseroini mengandung senyawa

emollient yang mampu membuat kulit lebihmlembab.

Selainmitu, cleansing oil, cleansing milk, dan cleansing balm

memilikiotekstur danoformulaolembutountuk kulit kering. Kandungan

yang diperlukan dalam pembersihmwajah yang cocok bagi

kulitosensitif adalah hyaluronic acid. Asam ini tidak hanyaoefektif

dalam mempertahankan kelembaban wajah, akan tetapi juga mampu

untuk melindungiokulit dariopolutan, dan sekaligusomeningkatkan

produksi kolagen (Natanagara, 2018).

2.4 Hubungan Jenis kulit dan Higene Kulit Wajah terhadap Akne Vulgaris

Kulit dengan tingkat kebersihan yang minim dapat menimbulkan AV

(Putri, et al., 2018). Konsep higiene wajah yang sesuai dengan jenis kulit

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

31

adalah dengan cara mengurangi kotoran dan sebum tanpa menghilangkan

lipid barrier kulit dan memiliki tujuan untuk mencegah perkembangan koloni

P. acnes. Konsep higiene wajah ini dapat tercapai apabila seseorang

melakukan pembersihan wajah dengan frekuensi yang tepat, dan melakukan

perawatan kulit wajah yang baik, yaitu, dengan pemilihan sabun wajah yang

sesuai jenis kulit (Mukhopadhyay, 2011); (Hertanto, 2013).

Frekuensi membersihan kulit wajah khususnya mencuci wajah tidak

disarankan untuk dilakukan terlalu sering, hal ini dikarenakan dapat

menghilangkan derajat PH normal kulit yang nantinya menyebabkan kulit

menjadi kering dan murah iritasi. Frekuensi mencuci wajah yang disarankan

oleh beberapa ahli adalah dua kali sehari di pagi dan malam hari.

Membersihkan wajah dengan sabun pembersih wajah yang sesuai dengan

kondisi dan jenis kulit penderita sangat disarankan. Seseorang dengan jenis

kulit berminyak disarankan menggunakan sabun dengan kandungan

antibakteri, misalnya, triclosan yang dapat menghambat kokus gram positif,

asam salisilat yang merupakan keratolitik, komedolitik, dan sebagai

antiinflamasi, atau asam azelaic yang merupakan bakterisida dan memiliki

efek anti inflamasi serta komedolitik Penelitian lain dari Goodman juga

mengatakan bahwa, kulit berminyak dianjurkan menggunakan pembersih

dengan kandungan Sodium Laurent Sulfat (SLS) yang merupakan salah satu

surfactan (surface active agent). SLS ampuh mengemulsi sebum dan air pada

kulit wajah sehingga tidak meninggalkan residu saat dibilas (Goodman,

2009); (Choi, et al., 2010).

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58627/3/BAB II.pdf · 2020. 1. 28. · tinggi karbohidrat, alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi sodium (Afriyanti, 2015). 2.1.5 Diagnosis

32

Kulit kering ialah jenis kulit yang sering mengalami masalah pada

bagian SC. Masalah yang sering terjadi adalah terganggunya keseimbangan

antara NMF yang menurun dengan TEWL yang meningkat, sehingga

membuatnya mudah untuk kering dan mengalami iritasi (Baumann, et al.,

2014). Permasalahan ini menjadi point yang sangat penting dalam pemilihan

produk pembersih yang sesuai dengan keadaan kulit. Seseorang dengan kulit

yang cenderung kering dianjurkan menggunakan pembersih dengan

konsistensi cair, nonkomedogenik, dan bersifat melembabkan. Ada tiga jenis

pembersihowajah yang cocok digunakan untuk kulit kering, yaituocleansing

oil, cleansing milk, dan cleansing balm (Choi, et al., 2010).

Ketiga cleanser ini kaya akan emollient yang mampu memberikan hasil

kulit terasa lebih lembab. Selainmitu, cleansing oil, cleansing milk,

dan cleansingbalm memilikiotekstur danoformulaolembutountuk kulit

kering. Kandungan yang diperlukan dalam pembersihmwajah yang cocok

bagi kulitosensitif adalah hyaluronic acid. Asam ini tidak hanyaoefektif

dalam mempertahankan kelembaban wajah, akan tetapi juga mampu untuk

melindungiokulit dariopolutan, dan sekaliguso mampu meningkatkan

produksi kolagen (Natanagara, 2018). Dalam penelitiannya, dr. Baumann

mengungkapkan selain mencuci wajah dengan produk yang sesuai dengan

jenis kulitnya, mengaplikasian produk pelembab wajah setiap hari juga

diperlukan untuk selalu menjaga barier kulit wajah (Baumann, et al., 2014).