bab 2. studi pustaka - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_chapter_ii.pdf · ini...

55
6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Studi pustaka merupakan suatu pembahasan materi berdasarkan sumber dari referensi-referensi yang telah dipergunakan dengan tujuan untuk memperkuat isi materi maupun sebagai dasar untuk perhitungan perencanaan dalam laporan tugas akhir ini. Pada tahap perencanaan pangkalan pendaratan ikan ini, perlu dilakukan studi pustaka untuk mengetahui gambaran perencanaan dan perhitungan yang dipakai untuk merencanakan dermaga, alur pelayaran, kolam pelabuhan, jetty dan fender, di samping itu juga untuk mengetahui dasar-dasar teorinya. Pada perencanaan tersebut digunakan beberapa metode dan perhitungan yang bersumber dari beberapa referensi yang terkait dengan jenis proyek ini dan didasarkan pada kondisi riil di lapangan. Dasar-dasar perencanaan dibutuhkan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan tersebut, masalah-masalah yang akan dihadapi dan cara penyelesaiannya. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dituntut adanya perencanaan yang matang dengan dasar-dasar perencanaan yang baik. 2.2. KAWASAN PANTAI 2.2.1. Definisi Pantai Dalam Triatmodjo (1999) ada dua istilah tentang kepantaian yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Berdasarkan pada gambar 2.1 dapat dijelaskan mengenai beberapa definisi tentang kepantaian.

Upload: vominh

Post on 04-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

6

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. TINJAUAN UMUM

Studi pustaka merupakan suatu pembahasan materi berdasarkan sumber dari

referensi-referensi yang telah dipergunakan dengan tujuan untuk memperkuat isi

materi maupun sebagai dasar untuk perhitungan perencanaan dalam laporan tugas

akhir ini.

Pada tahap perencanaan pangkalan pendaratan ikan ini, perlu dilakukan studi

pustaka untuk mengetahui gambaran perencanaan dan perhitungan yang dipakai untuk

merencanakan dermaga, alur pelayaran, kolam pelabuhan, jetty dan fender, di

samping itu juga untuk mengetahui dasar-dasar teorinya. Pada perencanaan tersebut

digunakan beberapa metode dan perhitungan yang bersumber dari beberapa referensi

yang terkait dengan jenis proyek ini dan didasarkan pada kondisi riil di lapangan.

Dasar-dasar perencanaan dibutuhkan juga untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi perencanaan tersebut, masalah-masalah yang akan dihadapi dan

cara penyelesaiannya. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pelaksanaan

suatu pekerjaan dituntut adanya perencanaan yang matang dengan dasar-dasar

perencanaan yang baik.

2.2. KAWASAN PANTAI

2.2.1. Definisi Pantai

Dalam Triatmodjo (1999) ada dua istilah tentang kepantaian yaitu pesisir

(coast) dan pantai (shore). Berdasarkan pada gambar 2.1 dapat dijelaskan mengenai

beberapa definisi tentang kepantaian.

Page 2: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

7

Perairan pantai

Laut Daratan

Sempadan Pantai

Pesisir

Muka air tinggi

Muka air rendah

Pantai

Gambar 2.1. Kawasan Pantai

1. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut, seperti

pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.

2. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi

dan air surut terendah.

3. Daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan

dimulai dari batas garis pasang tertinggi.

4. Lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai

dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di

bawahnya.

5. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana

posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan

erosi pantai yang terjadi.

6. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria

sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan

bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah

daratan.

Selain definisi di atas, beberapa definisi yang berkaitan dengan karakteristik

gelombang di daerah sekitar pantai juga perlu diketahui. Gelombang yang merambat

dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh

perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin

berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat

kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang)

Page 3: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

8

Muka air surut

Longshore bar

Nearshore zone

Backshore Offshore InshoreForeshore

Swash zone Surf zone Breaker zone

Breaker

mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Untuk penjelasan lebih lanjut

dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Bagian - bagian pantai

1. Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan

juga transpor sedimen pantai.

2. Offshore adalah daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut.

3. Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah di mana gelombang

yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-stabilan dan akhirnya

pecah.

4. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang

pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai.

5. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya

gelombang dan batas terendah turunya gelombang di pantai.

6. Inshore adalah daerah yang membentang ke arah laut dari foreshore sampai

tepat di luar breaker zone.

7. Longshore bar yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar

dengan garis pantai. Longshore bar terbentuk karena proses gelombang pecah

di daerah inshore.

8. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air

rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi.

9. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang

terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air

tinggi.

Page 4: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

9

2.3. PELABUHAN PERIKANAN

2.3.1. Definisi Pelabuhan Perikanan

a. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No :

KEP.10/MEN/2004 Tentang Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

disekitarnya dan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal

perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi

dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan

perikanan.

b. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan dan Departemen Pertanian (1981)

Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan

maupun aspek pemasarannya.

c. Menurut Departemen Pertanian dan Departemen Perhubungan (1996)

Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat

nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan

ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan

sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh,

bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran

hasil perikanan.

2.3.2. Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

Dalam Murdiyanto (2004), klasifikasi besar-kecil usahanya pelabuhan

perikanan dibedakan menjadi tiga tipe pelabuhan, yaitu :

1. Pelabuhan Perikanan Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan

samudera yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak jauh sampai

ke perairan ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) dan perairan internasional,

mempunyai perlengkapan untuk menangani (handling) dan mengolah sumber

daya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan.

Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 200 ton/hari atau 73.000

Page 5: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

10

ton/tahun baik untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri (ekspor).

Pelabuhan perikanan tipe A ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran

lebih besar daripada 60 GT (Gross Tonage) sebanyak 100 unit kapal sekaligus.

Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 30 Ha.

2. Pelabuhan Perikanan Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan

nusantara yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak sedang ke

perairan ZEEI, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah

ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah ikan yang didaratkan. Adapun

jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 50 ton/hari atau 18.250 ton/tahun

untuk pemasaan di dalam negeri. Pelabuhan perikanan tipe B ini dirancang untuk

bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 60 GT (Gross Tonage) sebanyak

50 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas

10 Ha.

3. Pelabuhan Perikanan Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan

pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai

dengan kapasitasnya yaitu minimum sebanyak 20 ton/hari atau 7.300 ton/tahun

untuk pemasaran di daerah sekitarnya atau dikumpulkan dan dikirimkan ke

pelabuhan perikanan yang lebih besar. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang

untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (Gross Tonage)

sebanyak 25 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk

pengembangan seluas 5 Ha.

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dimaksudkan sebagai prasarana

pendaratan ikan yang dapat menangani produksi ikan sampai dengan 5 ton/hari.

PPI ini dirancang untuk dapat menampung kapal berukuran sampai dengan 5 GT

sebanyak 15 unit sekaligus. Untuk pembangunan PPI ini diberikan lahan darat

untuk pengembangan seluas 1 Ha.

Sedangkan menurut SK Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jateng

Nomor 523/074/SK/II/2005, maka TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dibagi menjadi

Page 6: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

11

empat kelas berdasarkan Nilai Produksi (Raman) per tahun TPI tersebut. Adapun

Pembagiannya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. TPI Kelas I : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) lebih dari :Rp 50

Milyard.

2. TPI Kelas II : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) antara : Rp 25 s/d 50

Milyard.

3. TPI Kelas III : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) antara : Rp 10 s/d 25

Milyard.

4. TPI Kelas IV : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) kurang dari :Rp 10

Milyard.

2.3.3. Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan

Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan,

dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2007 tentang

Pelabuhan Perikanan dijelaskan bahwa fungsi dan peranan Pelabuhan Perikanan

adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan

pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.

2. Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan, perikanan.

3. Pelayanan jasa dan fasilitasi usaha perikanan; pengembangan dan fasilitasi

penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat perikanan.

4. Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi,

distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.

5. Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil

perikanan di wilayahnya.

6. Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari.

7. Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan, dan

8. Penanganan, pengolahan, pemasaran, serta pengendalian mutu hasil perikanan;

9. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, serta

pengelolaan sistem informasi.

10. Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan

pelabuhan perikanan.

11. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Page 7: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

12

2.3.4. Fasilitas Pelabuhan

Pelabuhan harus dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi kapal

yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi

fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok

maupun fasilitas fungsional (Murdiyanto, 2004).

2.3.4.1 Fasilitas Pokok (Basic Facilities)

Fasilitas pokok adalah fasilitas yang diperlukan untuk kepentingan aspek

keselamatan pelayaran, selain itu termasuk juga tempat berlabuh dan bertambat serta

bongkar muat.

1. Fasilitas perlindungan

Berfungsi melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan perubahan

kondisi oceanografis (gelombang, arus, pasang, aliran pasir, erosi, luapan air di

muara sungai dan sebagainya). Bentuk fasilitas perlindungan dapat berupa

pemecah gelombang (breakwater), penangkap pasir (ground groin), turap penahan

tanah (revetment), jetty.

2. Fasilitas tambat

Fasilitas ini digunakan untuk kapal bertambat atau berlabuh dengan tujuan

membongkar muatan, mempersiapkan keberangkatan, memperbaiki kerusakan,

beristirahat, dan sebagainya. Macam dan nama bangunan yang termasuk fasilitas

ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat,

bollard, pier.

3. Fasilitas transportasi

Yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah : jembatan, jalan kompleks,

tempat parkir.

4. Lahan yang dicadangkan untuk kepentingan instansi pemerintah.

2.3.4.2 Fasilitas Fungsional (Functional facilities)

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001), fasilitas fungsional

adalah fasilitas yang langsung dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen pelabuhan

perikanan dan/atau yang dapat diusahakan oleh perorangan atau Badan Hukum.

Fasilitas fungsional terdiri dari fasilitas yang dapat diusahakan dan fasilitas yang tidak

dapat diusahakan.

Page 8: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

13

a. Fasilitas fungsional yang dapat diusahakan:

1. Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat perikanan terdiri dari bengkel, slipway/

dock dan tempat penjemuran jaring

2. Lahan untuk kawasan industri

3. Fasilitas pemasok air dan bahan bakar untuk kapal dan keperluan pengolahan

4. Fasilitas pemasaran, penanganan hasil tangkapan, pengawetan dan

pengolahan, tempat pelelangan ikan (TPI), tempat penjualan hasil perikanan,

gudang penyimpanan hasil olahan, pabrik es, sarana pembekuan, cold storage,

derek / crane, lapangan penumpukan

b. Fasilitas fungsional yang tidak dapat diusahakan:

1. Fasilitas navigasi: alat bantu navigasi, rambu-rambu dan suar

2. Fasilitas komunikasi: stasiun komunikasi serta peralatannya

2.3.4.3.Fasilitas Penunjang

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001), fasilitas penunjang

adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat nelayan dan atau memberikan kemudahan bagi masyarakat umum.

Fasilitas penunjang terdiri dari:

1. Fasilitas kesejahteraan nelayan, terdiri dari tempat penginapan, kios bahan

perbekalan dan alat perikanan, tempat ibadah, balai pertemuan nelayan (BPN)

2. Fasilitas pengelolaan pelabuhan terdiri dari kantor, pos penjagaan, perumahan

karyawan, mess operator

3. Fasilitas pengelolaan limbah bahan bakar dari kapal dan limbah industri

2.4. DASAR-DASAR PERENCANAAN PANGKALAN PENDARATAN

IKAN (PPI)

Dalam perencanaan pembangunan PPI ada beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada, antara lain:

• Topografi dan situasi

• Angin

• Gelombang

• Pasang surut

• Kondisi tanah

Page 9: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

14

• Karakteristik kapal

• Jumlah produksi ikan hasil tangkapan.

Faktor-faktor tersebut harus sudah diperhitungkan dengan tepat untuk

menghasilkan perencanaan pelabuhan yang benar-benar baik.

2.4.1. Topografi dan Situasi

Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk

membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa

mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas

pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri. Apabila daerah

daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk memungkinkan

perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut. Daerah yang akan

digunakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang cukup

sehingga kapal-kapal bisa masuk ke pelabuhan.

Selain keadaan tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit

tidaknya melakukan pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan

hasil pengerukan tersebut untuk menimbun tempat lain.

2.4.2. Angin

Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut

angin. Angin terjadi karena perbedaan tekanan udara, sehingga udara mengalir dari

tempat yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Angin sangat

berpengaruh dalam perencanaan pelabuhan karena angin :

• Mengendalikan kapal pada gerbang.

• Memberikan gaya horisontal pada kapal dan bangunan pelabuhan.

• Mengakibatkan terjadinya gelombang laut yang menimbulkan gaya yang bekerja

pada bangunan pelabuhan.

• Mempengaruhi kecepatan arus, dimana kecepatan arus yang rendah dapat

menimbulkan sedimentasi.

Untuk perencanaan pelabuhan, data angin dicatat tiap jam dan harus diolah terlebih

dahulu setelah itu data disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang

disebut dengan mawar angin (wind rose), sehingga karakteristik angin dapat dibaca

Page 10: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

15

dengan cepat. Berikut ini contoh tabel persentase kejadian angin dan gambar wind

rose.

Tabel 2.1. Contoh persentase kejadian angin

Kecepatan

( knot )

Arah Angin

U TL T Tg S BD B BL

0 – 10

10 – 13

13 – 16

16 – 21

21 - 27

88,3 %

1,23

1,84

0,17

0,01

0,27

0,40

0,07

-

0,32

0,48

0,08

-

0,06

0,13

0,01

-

0,08

0,13

0,01

-

0,6

0,70

0,12

0,03

0,56

0,70

0,12

0,03

1,35

2,03

0,20

-

Gambar 2.3. Wind rose

Dalam gambar tersebut garis–garis radial adalah arah angin dan tiap lingkaran

menunjukkan persentasi kejadian angin dalam periode waktu pengukuran.

2.4.3. Fetch

Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin adalah konstan. Arah

angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan–perubahannya tidak lebih dari

15o. Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak

lebih dari 5 knot (2,5 meter/detik) terhadap kecepatan rerata. Di dalam tinjauan

pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi

laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam

Page 11: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

16

arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah

angin (Triadmodjo, 1999).

Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut (dalam Triatmodjo, 1999) :

...

dimana:

Feff = fetch rerata efektif (kilometer)

Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung

akhir fetch (km)

α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan

6° sampai sudut sebesar 42° pada kedua sisi dari arah angin.

Gambar 2.4. Contoh perhitungan fetch

2.4.4. Gelombang

Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan bangunan pantai

dan pelabuhan. Gelombang dapat terjadi karena angin, pasang surut, gangguan buatan

seperti gerakan kapal dan gempa bumi. Pengaruh gelombang terhadap perencanaan

bangunan pantai dan pelabuhan antara lain :

Feff = ΣXi cos α Σ cos α

Page 12: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

17

• Besar kecilnya gelombang sangat menentukan dimensi dan kedalaman bangunan

pemecah gelombang.

• Gelombang menimbulkan gaya tambahan yang harus diterima oleh kapal dan

bangunan dermaga.

Besarnya gelombang laut tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

• Kecepatan angin.

• Lamanya angin bertiup.

• Kedalaman laut dan luasnya perairan.

Pada perencanaan pelabuhan penumpang dan barang diusahakan tinggi

gelombang serendah mungkin oleh karena itu diperlukan pembuatan pemecah

gelombang. Dengan adanya pemecah gelombang maka akan terjadi difraksi

(pembelokan arah dan perubahan karakteristik) gelombang. Dalam difraksi

gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang

menuju daerah terlindung seperti terlihat pada gambar 2.4, apabila tidak terjadi

difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan akan tenang. Tetapi karena adanya

proses difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang datang. Transfer

energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut,

meskipun tidak sebesar gelombang diluar daerah terlindung..

Gambar 2.5. Difraksi gelombang

Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus

dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus (onshore – offshore transport) dan

sepanjang pantai (longshore transport), serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja

pada bangunan pantai.

Page 13: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

18

Garis pantai

Laut

Pantai

Longshore transportOnshore – offshore transport

Breaker Zone

Gambar 2.6. Longshore tranport dan onshore – offshore transport

Gelombang merupakan faktor utama dalam penentuan tata letak (lay out)

pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan bangunan pantai (Triatmodjo, 1996). Oleh

karena itu, pengetahuan tentang gelombang harus dipahami dengan baik yaitu dengan

cara memahami karakteristik dan perilaku gelombang baik di laut dalam, selama

penjalarannya menuju pantai maupun di daerah pantai, dan pengaruhnya terhadap

pantai.

Dalam Triatmodjo (1996), gelombang di laut menurut gaya pembangkitnya

dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :

1. Gelombang angin

2. Gelombang pasang surut

3. Gelombang tsunami

4. Gelombang karena pergerakan kapal

Untuk perencanaan bangunan pantai, yang paling penting dan berpengaruh

adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut.

2.4.4.1.Karakteristik Gelombang

Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linier atau teori

gelombang amplitudo kecil, yang pertama kali dikemukakan oleh Airy pada tahun

1845 (dalam Triatmodjo,1999), dimana : Cepat rambat gelombang :

TLC = (2.1)

Hubungan cepat rambat dan panjang gelombang dirumuskan sebagai berikut :

Page 14: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

19

kdgTLdgTC tanh

22tanh

2 ππ

π== (2.2)

kdgTLdgTL tanh

22tanh

2

22

ππ

π== (2.3)

dimana :

T = periode (detik)

k = angka gelombang (2π/L)

π = 3,14

d = jarak antara muka air rerata dan dasar laut (meter)

g = percepatan grafitasi bumi (m/s2)

L = panjang gelombang (meter)

C = kecepatan rambat gelombang (m/s)

2.4.4.2 Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air (d)

dan panjang gelombang (L), (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi 3

macam, yaitu :

1. Gelombang di laut dangkal, jika d/L201

2. Gelombang di laut transisi, jika 21/

201

<< Ld

3. Gelombang di laut dalam, jika d/L21

Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan rumus – rumus gelombang.

Apabila kedalaman relatif d/L adalah lebih besar dari 0,5 dan nilai tanh (Ldπ2 )

= 1,0, maka persamaan (2.2) dan (2.3) menjadi :

TgTC 56,120 ==π

( 2.4)

22

0 56,12

TgTL ==π

( 2.5 )

Indeks ( 0 ) menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut adalah untuk kondisi di

laut dalam. Apabila percepatan gravitasi (g) adalah 9,81 m/s², maka :

C 0 = 1,56 T (2.6)

Page 15: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

20

L 0 = 1,56 T² (2.7)

Apabila kedalaman relatif adalah kurang dari 201 nilai tanh (

Ldπ2 ) =

Ldπ2 ,

maka persamaan (2.2) dan (2.3) menjadi :

gdC = (2.8)

CTTgdL == (2.9)

Untuk kondisi gelombang di laut transisi, yaitu 1/20 < d/L <1/2, cepat rambat

dan panjang gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan 2.3.

Apabila persamaan 2.2 dibagi dengan 2.6 akan didapat :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛==

Ld

LL

CC π2tanh

00

( 2.10 )

Apabila kedua ruas dari persamaan 2.10 dikalikan dengan d/L maka akan

didapat :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

Ld

Ld

Ld π2tanh

0

( 2.11 )

Persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung panjang gelombang di

setiap kedalaman apabila panjang gelombang di laut dalam diketahui.

2.4.4.3.Deformasi Gelombang

Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut

akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan

pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah (dalam Triatmodjo,

1999)

a. Gelombang Laut Dalam Ekivalen

Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang

laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak

mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen menurut Triatmodjo

(1999) diberikan oleh bentuk (dalam Triatmodjo, 1999) : H’0 = K’ Kr H0 (2.12)

dimana

H’ 0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen

Page 16: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

21

H0 = tinggi gelombang laut dalam

K’ = koefisien difraksi

Kr = koefisien refraksi

Konsep tinggi gelombang laut dalam ekivalen ini digunakan dalam analisis

gelombang pecah, limpasan gelombang dan proses lain.

b. Refraksi Gelombang

Refraksi terjadi karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Didaerah dimana

kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam,

gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal,

dasar laut mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu garis

puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih

dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil daripada bagian di air yang

lebih dalam. Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk

sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis ortogonal gelombang, yaitu garis yang

tegak lurus dengan garis puncak gelombang dan menunjukkan arah penjalaran

gelombang juga akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan garis

kontur dasar laut (Triatmodjo, 1999).

Gambar 2.7. Refraksi gelombang

Page 17: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

22

a2

a2

a1

L2 = C2.T

L1 = C1.T

d1 > d2c1 > c2L1 > L2

d 2d 1

Garis puncak gelombang

Orthogonal gelombang

Gambar 2.8. Refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar

Proses refraksi gelombang adalah sama dengan refraksi cahaya karena cahaya

melintasi dua media perantara yang berbeda. Dengan kesamaan tersebut, maka

pemakaian hukum Snell pada optik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah

refraksi gelombang karena perubahan kedalaman (Triatmodjo, 1999).

Gambar 2.9. Hukum Snell untuk refraksi gelombang

Pada gambar di atas, suatu deretan gelombang menjalar dari laut dengan

kedalaman d1 menuju kedalaman d2. Karena adanya perubahan kedalaman maka cepat

rambat dan panjang gelombang berkurang dari C1 dan L1 menjadi C2 dan L2. Sesuai

hukum Snell, berlaku (dalam Triatmodjo, 1999) :

Page 18: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

23

Sin 11

22 sinαα ⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=

CC (2.13)

dimana :

1α = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana gelombang

melintas

2α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur

dasar berikutnya

C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur pertama

C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur kedua

Sehingga koefisien refraksi adalah ( dalam Triatmodjo, 1999 ) :

Kr = 1

0

coscos

αα (2.14)

dimana :

Kr = koefisien refraksi

1α = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana gelombang

melintas

2α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur

dasar berikutnya

c. Difraksi Gelombang

Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah

gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung

rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya, seperti terlihat dalam

gambar 2.10. Fenomena ini dikenal dengan difraksi gelombang. Dalam difraksi

gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang

menuju daerah terlindung. Seperti terlihat dalam gambar 2.10, apabila tidak terjadi

difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan akan tenang. Tetapi karena adanya

proses difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang datang. Transfer

energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut,

meskipun tidak sebesar gelombang diluar daerah terlindung (Triatmodjo, 1999).

Page 19: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

24

Gambar 2.10. Difraksi gelombang

d. Refleksi Gelombang

Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan

dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam

perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Refleksi

gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan

pelabuhan. Untuk mendapatkan ketenangan di kolam pelabuhan, maka bangunan–

bangunan yang ada di pelabuhan harus dapat menyerap/ menghancurkan energi

gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan

batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibanding dengan bangunan

tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak permeable,

gelombang akan dipantulkan seluruhnya (dalam Triatmodjo, 1999).

Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh

koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi

gelombang datang Hi (dalam Triatmodjo, 1999):

X = i

r

HH

(2.15)

Koefisien refleksi bangunan diperkirakan berdasarkan tes model. Koefisien

refleksi berbagai tipe bangunan disajikan dalam tabel 2.1. berikut ini (dalam

Triatmodjo, 1999) :

Page 20: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

25

Tabel 2.2. Koefisien refleksi

Tipe bangunan X Dinding vertikal dengan puncak diatas air

Dinding vertikal dengan puncak terendam

Tumpukan batu sisi miring

Tumpukan balok beton

Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang)

0,7 – 1,0

0,5 – 0,7

0,3 – 0,6

0,3 – 0,5

0,05 – 0,2

Dinding vertikal dan tak permeable memantulkan sebagian besar gelombang.

Pada bangunan seperti itu koefisien refleksi adalah X=1, dan tinggi gelombang yang

dipantulkan sama dengan tinggi gelombang datang. Gelombang di depan dinding

vertikal merupakan superposisi dari kedua gelombang dengan periode, tinggi dan

angka gelombang yang sama tetapi berlawanan arah.

Apabila refleksi adalah sempurna X=1 maka (dalam Triatmodjo, 1999):

η = Hi cos kx cos σ t (2.16)

e. Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami

perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh

kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang

gelombang. Di laut dalam, profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke

perairan yang lebih dangkal, puncak gelombang semakin tajam dan lembah

gelombang semakin datar. Selain itu, kecepatan dan panjang gelombang berkurang

secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah.

Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara

tinggi dan panjang gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum

menyebabkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar dari kecepatan

rambat gelombang, sehingga terjadi ketidak-stabilan dan pecah (dalam Triatmodjo,

1999).

Apabila gelombang bergerak menuju laut dangkal, kemiringan batas tersebut

tergantung pada kedalaman relatif d/L dan kemiringan dasar laut m. Gelombang dari

laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai

Page 21: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

26

akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu, yang disebut dengan

kedalaman gelombang (db), sedangkan tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb.

Munk (1949), dalam Coastal Engineering Research Center (CERC, 1984)

memberikan persamaan untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah

sebagai berikut (dalam Triatmodjo, 1999):

( ) 3/1/`3.3

1` ooo

b

LHHH

= (2.17)

28,1=b

b

Hd

(2.18)

Parameter Hb/Ho` disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah.

Persamaan 2.17 dan 2.18 tidak memberikan pengaruh kemiringan dasar laut

terhadap gelombang pecah. Beberapa peneliti lain (Iversen, Galvin, Goda : dalam

CERC, 1984) membuktikan bahwa Hb/Ho` dan db/Hb tergantung pada kemiringan

pantai dan kemiringan gelombang datang. Untuk menunjukkan hubungan antara

Hb/Ho` dan H0/Lo` untuk berbagai kemiringan dasar laut, dibuat grafik penentuan

tinggi gelombang pecah (gambar 2.11). Sedangkan untuk menunjukkan hubungan

antara db/Hb dan Hb/gT2 untuk berbagai kemiringan dasar laut dibuat grafik penentuan

kedalaman gelombang pecah (gambar 2.12). Untuk menghitung tinggi dan kedalaman

gelombang pecah pada kedalaman tertentu, disarankan menggunakan kedua jenis

grafik tersebut daripada menggunakan persamaan 2.17 dan persamaan 2.18. Grafik

yang diberikan dalam gambar 2.12 dapat ditulis dalam bentuk berikut :

( )2/1

gTaHbHd

bb

b

−= (2.19)

Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan

berikut :

a = 43,75 ( 1- e-19m ) (2.20)

b = )1(

56,15,19 me−+

(2.21)

dimana :

Hb : tinggi gelombang pecah

H’0 : tinggi gelombang laut dalam ekivalen

L0 : panjang gelombang di laut dalam

db : kedalaman air pada saat gelombang pecah

Page 22: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

27

m : kemiringan dasar laut

g : percepatan gravitasi

T : periode gelombang

Gambar 2.11. Penentuan tinggi gelombang pecah

Gambar 2.12. Penentuan kedalaman gelombang pecah

Page 23: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

28

f. Run-up Gelombang

Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut akan

naik (run up) pada permukaan bangunan. Elevasi (tinggi) bangunan yang

direncanakan tergantung pada run up dan limpasan yang diijinkan. Run up tergantung

pada bentuk dan kekasaran bangunan, kedalaman air pada kaki bangunan, dan

karakterisitik gelombang.

Gambar 2.13. Run up gelombang

Telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang run up gelombang. Hasil

penelitian tersebut berupa grafik yang digunakan untuk menentukan tinggi run up.

Gambar dibawah ini merupakan grafik hasil percobaan di laboratorium yang

dilakukan oleh Irribaren untuk menentukan besar run up gelombang pada bangunan

dengan permukaan miring untuk berbagai tipe material. Fungsi bilangan Irribaren

untuk berbagai jenis lapis lindung dinyatakan dalam persamaan berikut :

( ) 5,0/ LoHtgIr θ

= (2.22)

dimana :

Ir : bilangan Irribaren

θ : sudut kemiringan sisi bangunan pantai

H : tinggi gelombang di lokasi bangunan

Lo : panjang gelombang di laut dalam

Page 24: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

29

Gambar 2.14. Grafik run up gelombang

Grafik tersebut juga dapat digunakan untuk menghitung run down (Rd), yaitu

turunnya permukaan air karena gelombang pada sisi bangunan pantai.

2.4.4.4.Analisis Statistik Gelombang

1. Gelombang Representatif

Untuk keperluan perencanaan bangunan – bangunan pantai perlu dipilih tinggi

dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu

spektrum gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan gelombang representatif.

Apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi ke

terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan tinggi Hn yang merupakan

rerata dari n persen gelombang tertinggi. Dengan bentuk seperti itu akan dapat

dinyatakan karakteristik gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal. Misalnya,

H10 adalah tinggi rerata dari 10 persen gelombang tertinggi dari pencatatan

gelombang. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau tinggi rerata dari

33 % nilai tertinggi dari pencatatan gelombang; yang juga disebut sebagai tinggi

gelombang signifikan Hs. Cara yang sama juga dapat digunakan untuk periode

Page 25: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

30

gelombang. Tetapi biasanya periode signifikan didefinisikan sebagai periode rerata

untuk sepertiga gelombang tertinggi.

2. Analisis Frekuensi

Metode yang digunakan untuk memprediksi gelombang dengan periode ulang

tertentu, yaitu distribusi Gumbel (Fisher–Tippett Type I) yang mempunyai bentuk

berikut ini :

⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜

⎛−

−=≤A

BHs

eeHsHsP

^

)(^

(2.23)

dimana :

P ( Hs ≤ sH ) : probabilitas bahwa sH tidak dilampaui

H : tinggi gelombang representatif

H : tinggi gelombang dengan nilai tertentu

A : parameter skala

B : parameter lokasi

K : parameter bentuk ( kolom pertama tabel 2.2 )

Tabel 2.3. Koefisien untuk menghitung deviasi standar

Distribusi α1 α2 k c ε

FT – 1

Weibull ( k = 0,75 )

Weibull ( k = 1,0 )

Weibull ( k = 1,4 )

Weibull ( k = 2,0 )

0,64

1,65

1,92

2,05

2,24

9,0

11,4

11,4

11,4

11,4

0,93

-0,63

0,00

0,69

1,34

0,0

0,0

0,3

0,4

0,5

1,33

1,15

0,90

0,72

0,54

(Sumber : Triatmodjo,1999 )

Data masukan disusun dalam urutan dari besar ke kecil. Selanjutnya

probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi gelombang sebagai berikut :

- Distribusi Fisher – Tippett Type I

( )12,044,01

+−

−=≤TN

mHsmHsP (2.24)

Page 26: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

31

dimana :

P ( Hs ≤ Hsm ) : probabilitas dari tinggi gelombang represenatatif ke- m yang tidak

dilampaui

Hsm : tinggi gelombang urutan ke m

m : nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1,2,...,N

NT : jumlah kejadian gelombang selama pencatatan (bisa lebih besar

dari gelombang representatif)

Parameter A dan B di dalam persamaan 2.23 dihitung dari metode kuadrat

terkecil untuk setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan pada

analisis regresi linier dari hubungan berikut :

ByAH mmˆˆ += (2.25)

Di mana ym diberikan oleh bentuk berikut :

Untuk distribusi Fisher – Tippett tipe I :

( ){ }HsmHsFym ≤−−= lnln (2.26)

dengan A dan B adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari

analisis regresi linier.

3. Periode Ulang

Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari

fungsi distribusi probabilitas dengan rumus berikut ini.

ByrAHsr ˆˆ += ( 2.27 )

Di mana yr diberikan oleh bentuk berikut :

Untuk distribusi Fisher – Tippett tipe I :

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−−=

LTryr 11lnln (2.28)

dimana :

Hsr : tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

Tr : periode ulang (tahun)

K : panjang data (tahun)

L : rerata jumlah kejadian per tahun

= KNT

Page 27: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

32

>4.0 m3.2-4.0 m1.6-3.2 m0.8-1.6 m0.0-0.8 m

TLBL

BD TG

U

B T

45%40%

35%30%25%20%15%10%

5%

S

Untuk perencanaan pelabuhan, data gelombang dicatat tiap hari dan harus

diolah terlebih dahulu setelah itu data disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau

diagram yang disebut dengan mawar gelombang (wave rose), sehingga karakteristik

gelombang dapat dibaca dengan cepat. Berikut ini contoh gambar wave rose.

Gambar 2.15. Wave rose

2.4.5.Fluktuasi Muka Air Laut

Menurut Triatmodjo (1999) elevasi muka air merupakan parameter sangat

penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan

periode yang lebih besar dari periode gelombang angin

Fluktuasi muka air laut yang disebabkan oleh proses alam diantaranya adalah:

a. Tsunami

b. Kenaikan muka air karena gelombang (wave set up)

c. Kenaikan muka air karena angin (wind set up)

d. Pemanasan global

e. Pasang surut

Di antara beberapa proses tersebut, fluktuasi muka air karena tsunami dan badai tidak

dapat diprediksi.

Page 28: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

33

a. Tsunami

Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan

gunung api di laut. Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 meter sampai 30 meter

dan periode dari beberapa menit sampai sekitar satu jam. Berbeda dengan gelombang

(angin) yang hanya menggerakkan air laut bagian atas, pada tsunami seluruh kolom

air dari permukaan sampai dasar bergerak dalam segala arah. Cepat rambat

gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut. Semakin besar kedalaman

semakin besar kecepatan rambatnya. Di lokasi pembentukan tsunami (daerah

episentrum gempa) tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1,0 meter sampai

2,0 meter. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju

pantai, tinggi gelombang menjadi semakin besar karena pengaruh perubahan

kedalaman laut. Setelah sampai di pantai gelombang naik (run up) ke daratan dengan

kecepatan tinggi yang bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai. Kembalinya

air laut setelah mencapai puncak gelombang (run down) bisa menyeret segala sesuatu

kembali ke laut. Gelombang tsunami dapat menimbulkan bencana di daerah yang

sangat jauh dari pusat terbentuknya. Sebagai contoh, gelombang tsunami yang

disebabkan oleh letusan Gunung Krakatau si Selat Sunda pada tahun 1883,

pengaruhnya menjalar sampai ke pantai timur Afrika. Bencana yang ditimbulkan

adalah 36.000 jiwa tewas, terutama di pantai Sumatera dan Jawa yang berbatasan

dengan Selat Sunda (dalam Triatmodjo, 1999).

Najoan, T.F. (1995) membagi kepulauan Indonesia dalam empat daerah (zona)

rawan tsunami seperti ditunjukkan dalam gambar 2.16. Terlihat bahwa daerah pantai

yang rawan terhadap tsunami (zona 1, 2 dan 3) dengan dengan daya hancur dari kecil

sampai sangat besar cukup luas.

Page 29: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

34

Gambar 2.16. Daerah rawan tsunami di indonesia

b. Kenaikkan muka air karena gelombang (wave set up)

Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka

air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan

terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam di sekitar

lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air

rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave

set down, sedangkan naiknya muka air disebut wave set up.

Gambar 2.17. Wave set up dan wave set down

Page 30: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

35

Wave set up di pantai dapat dihitung dengan menggunakan teori Longuet-

Higgins dan Stewart (1963, dalam CERC, 1984). Besar wave set down di daerah

gelombang pecah diberikan oleh :

Tg

HS b

b 2/1

3/2536,0−= (2.29)

dimana :

Sb : set down di daerah gelombang pecah

T : periode gelombang

H’0 : tinggi gelombang laut dalam ekivalen

db : kedalaman gelombang pecah

g : percepatan gravitasi

Wave set up di pantai diberikan oleh bentuk :

bb

W HTg

HS ⎥⎦

⎤⎢⎣

×−= 282.2119.0 (2.30)

c. Kenaikan muka air karena angin (wind set up)

Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut bisa

membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika badai

tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Penentuan elevasi muka air

rencana selama terjadinya badai adalah sangat kompleks yang melibatkan interaksi

antara angin dan air, perbedaan tekanan atmosfer dan beberapa parameter lainnya.

Perbedaan tekanan atmosfer selalu berkaitan dengan perubahan arah dan kecepatan

angin; dan angin tersebut yang menyebabkan fluktuasi muka air laut.

Gelombang badai biasanya terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan proses alam

lainnya seperti pasang surut. Besarnya kenaikan muka air karena badai dapat

diketahui dengan memisahkan hasil pengukuran muka air laut selama terjadi badai

dengan fluktuasi muka air laut karena pasang surut.

Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan berikut :

2Fih =∆ (2.31)

gdVFch2

2

=∆ (2.32)

Page 31: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

36

dimana :

∆h : kenaikan elevasi muka air karena badai (m)

F : panjang fetch (m)

i : kemiringan muka air

c : konstanta = 3,5 x 10-6

V : kecepatan angin (m/d)

d : kedalaman air (m)

g : percepatan gravitasi (m/d2)

Di dalam memperhitungkan wind set up di daerah pantai dianggap bahwa laut

dibatasi oleh sisi (pantai) yang impermeabel, dan hitungan dilakukan untuk kondisi

dalam arah tegak lurus pantai. Apabila arah angin dan fetch membentuk sudut

terhadap garis pantai, maka yang diperhitungkan adalah komponen tegak lurus pantai.

d. Pemanasan Global

Peningkatan konsentrasi gas–gas rumah kaca di atmosfir menyebabkan

kenaikkan suhu bumi sehingga mengakibatkan kenaikkan muka air laut. Di dalam

perencanaan bangunan pantai, kenaikan muka air karena pemanasan global harus

diperhitungkan karena memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari

tahun 1990 sampai 2100 (gambar 2.18), gambar tersebut berdasarkan anggapan

bahwa suhu bumi meningkat seperti yang terjadi saat ini tanpa adanya tindakan untuk

mengatasinya (dalam Triatmodjo, 1999).

Gambar 2.18. Perkiraan kenaikan muka air laut

Page 32: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

37

e. Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena

adanya gaya tarik benda-benda langit yaitu matahari dan bulan terhadap massa air laut

di bumi. Tinggi pasang surut adalah amplitudo total dari variasi muka air tertinggi

(puncak air pasang) dan muka air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode

pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata

ke posisi yang sama berikutnya. Dalam Triatmodjo (1996), ada beberapa tipe pasang

surut, yaitu :

1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi

yang hampir sama dan pasang surut terjadi berurutan secara teratur. Periode

pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat di

Selat Malaka sampai Laut Andaman.

2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)

Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang

surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan Selat

Karimata.

3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailling

semidiurnal)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan

periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di parairan Indonesia

Timur.

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailling diurnal)

Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,

tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali

surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini

terdapat di Selat Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

Page 33: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

38

Gambar 2.19. Tipe pasang surut

Elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi

yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman

di dalam perencanaan suatu pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Muka air tinggi (high water level, HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada

saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

2. Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang dicapai

pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka

air tinggi selama periode 19 tahun.

4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air

rendah selama periode 19 tahun.

5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL) adalah muka air rerata antara muka air

tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi

untuk elevasi di daratan.

6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL) adalah air tertinggi

pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL) adalah air terendah

pada saat pasang surut purnama atau pada saat bulan mati (perbani).

Page 34: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

39

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

8 :0

0

22

:00

12

:00

2 :0

0

16

:00

6 :0

0

20

:00

10

:00

24

:00

14

:00

4 :0

0

18

:00

8 :0

0

22

:00

12

:00

2 :0

0

16

:00

6 :0

0

20

:00

10

:00

24

:00

14

:00

4 :0

0

18

:00

8 :0

0

22

:00

HHWL = 2.30

MHWL = 2.13

MLWL = 0.32

LLWL = 0.00

MWL = 1.23

Beberapa definisi muka air tersebut banyak digunakan dalam perencanaan

bangunan pantai dan pelabuhan seperti kedalaman kolam pelabuhan dan kedalaman

alur pelayaran diperhitungkan terhadap keadaan surut terendah (LLWL), draft kapal

serta kelonggaran bawah. Elevasi lantai dermaga, elevasi puncak pemecah gelombang

diperhitungkan terhadap keadaan pasang yang tinggi (MHWL), disamping faktor-

faktor yang lain seperti kenaikan air (water set up). Di dalam perencanaan pelabuhan

diperlukan data pengamatan pasang surut minimal 15 hari yang digunakan untuk

menentukan elevasi muka air rencana. Berikut ini contoh kurva pasang surut.

Gambar 2.20. Kurva pasang surut

f. Elevasi Muka Air Laut Rencana

Elevasi muka air laut merupakan parameter sangat penting di dalam

perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa

parameter seperti pasang surut, tsunami, wave setup, wind setup, dan kenaikan muka

air karena perubahan suhu global. Pasang surut merupakan faktor terpenting di dalam

menentukan elevasi muka air rencana. Penetapan berdasar MHWL atau HHWL

tergantung pada kepentingan bangunan yang direncanakan.

Page 35: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

40

2.4.6. Kondisi Tanah

Kondisi tanah ini sangat penting, terutama diperlukan dalam penentuan jenis

pondasi yang digunakan dan perhitungan dimensinya berdasarkan daya dukung tanah

di lokasi perencanaan bangunan.

2.4.7. Karakteristik Kapal

Jenis dan dimensi kapal yang akan masuk ke pelabuhan berhubungan

langsung pada perencanaan pelabuhan seperti panjang dermaga, besarnya alur

pelayaran dan gaya-gaya yang bekerja pada kapal.

Beberapa istilah dimensi yang dipergunakan dalam perencanaan pelabuhan

Displacement Tonnage (DPL)/ Ukuran Isi Tolak, yaitu volume air yang

dipindahkan oleh kapal dan sama dengan berat kapal

Deadweight Tonnage (DWT)/ Bobot mati, yaitu berat total muatan dimana kapal

dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draf maksimum)

Gross Register Tons (GRT)/ Ukuran Isi Kotor, yaitu volume keseluruhan ruangan

kapal (untuk kapal ikan)

1 GRT = 2,83 m3 = 100 ft3

Netto Register Tons (NRT)/ Ukuran Isi Bersih, yaitu ruangan yang disediakan

untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi dengan

ruangan-ruangan yang disediakan untuk nahkoda dan anak buah kapal, ruang

mesin, gang, kamar mandi, dapur dan ruang peta

Draft (sarat) yaitu bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan

maksimum

Length Overall (Loa)/ Panjang Total, yaitu panjang kapal dihitung dari ujung

depan (haluan) sampai ke ujung belakang (buritan)

Length Between Perpendiculars (Lpp)/ Panjang Garis Air, yaitu panjang antara

kedua garis air pada beban yang direncanakan

Lpp = 0,846 Loa 1,0193 (untuk kapal barang)

Lpp = 0,852 Loa 1,0201 (untuk kapal tanker)

Page 36: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

41

Lpp

Loa

d

B

Gambar 2.21. Karakteristik kapal

Selain dimensi dan karakteristik kapal, hal lain yang penting juga adalah

jumlah kapal yang bersandar di dermaga. Jumlah kapal yang bersandar sangat

berguna untuk merencanakan panjang dermaga, luas kolam pelabuhan dan besarnya

alur.

2.4.8. Jumlah Produksi Ikan Hasil Tangkapan

Dengan bertambahnya kapal penangkap ikan sehingga produksi ikan hasil

tangkapan meningkat, hal ini berpengaruh pada perencanaan dermaga. Semakin

banyak ikan yang ditangkap maka semakin banyak kapal ikan yang berlabuh di

dermaga dan semakin besar kapal yang berlabuh.

2.5. PERENCANAAN FASILITAS DASAR

Yang termasuk fasilitas dasar dalam perencaaan pangkalan pendaratan ikan

adalah bangunan-bangunan utama yang harus dimiliki sebagai pendukung pangkalan

pendaratan ikan sehingga layak untuk digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal

dan menjadi tempat berlindungnya kapal dari bahaya angin dan gelombang.

2.5.1. Alur Pelayaran

Alur pelayaran adalah bagian perairan pelabuhan yang berfungsi sebagai jalan

keluar masuk kapal-kapal yang berlabuh dan menyandarkan kapalnya di Pelabuhan

Perikanan. Alur Pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap

pengaruh gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan

ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi

Page 37: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

42

Kapal

draft kapal (d)

Gerak vertikal kapal karena gelombang (G)

Elevasi muka air rencana

Ruang kebebasan / clearance (R)Ketelitian pengukuran (P)

meteorologi dan oceanografi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan

karakteristik alur masuk ke pelabuhan adalah sebagai berikut :

1. Keadaan trafik kapal

2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur (bathimetri laut)

3. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang

4. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan

2.5.1.1.Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi kedalaman alur pelayaran dan kedalaman kolam

pelabuhan yang ideal, digunakan dasar perhitungan dengan formula (dalam

Triatmodjo, 1996 ) :

H = d + G + R + P (2.33)

dimana :

H = Kedalaman alur pelayaran (m)

d = Draft kapal

G = squat atau Gerak vertikal kapal karena gelombang (toleransi max 0,5 m)

R = Clearance atau Ruang kebebasan bersih minimum 0,5 m

P = Ketelitian pengukuran,diambil 20 cm

Gambar 2.22. Kedalaman alur pelayaran

2.5.1.2.Lebar Alur Pelayaran

Alur pelayaran apakah digunakan untuk lalu lintas satu kapal atau dua kapal

(one way traffic atau two way traffic), dihitung dengan formula sebagai berukut

(dalam Murdiyanto, 2004) :

Alur dengan 1 kapal : W = 2 BC + ML (2.34)

Page 38: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

43

B

ML BCBC

B B

BCBC ML MLSC

Alur dengan 2 kapal : W = 2 (BC + ML) + SC (2.35)

dimana :

W = Lebar alur pelayaran

BC = Bank Clearance ( Ruang aman sisi kapal ) ≈ 1,5 B

ML = Manuevering Lane ( 1½ x Lebar kapal ) ≈ (1,2 - 1,5) B

SC = Ship Clearance ( Ruang aman antar kapal ) minimal 0,5 m

Gambar 2.23. Lebar alur pelayaran untuk satu arah

Gambar 2.24. Lebar alur pelayaran untuk dua arah

2.5.1.3.Kolam Pelabuhan

Kolam Pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi

perbekalan, atau melakukan aktivitas bongkar muat. Kondisi kolam pelabuhan yang

tenang dan luas, menjamin efisiensi operasi pelabuhan. Kenyamanan dan ketenangan

kolam pelabuhan dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat :

1. Kolam pelabuhan cukup luas dan dapat menampung semua kapal yang datang dan

masih tersedia cukup ruang bebas, agar kapal yang sedang melakukan manuver

Page 39: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

44

dapat bergerak bebas tanpa mengganggu aktivitas kapal yang sedang membongkar

ikan di dermaga.

2. Kolam pelabuhan mempunyai kedalaman yang cukup, agar arus keluar masuknya

kapal-kapal tidak terpengaruh pada pasang surut air laut.

3. Tersedianya bangunan peredam gelombang, sehingga kolam pelabuhan sebagai

kolam perlindungan dari pengaruh gelombang.

4. Memiliki radius putar (turning basin) bagi kapal-kapal yang melakukan gerak

putar berganti haluan, tanpa mengganggu aktivitas kapal-kapal lain yang ada di

kolam pelabuhan.

Adapun rumus untuk mencari luas kolam pelabuhan adalah :

Tabel 2.4. Luas kolam untuk tambatan

Penggunaan Tipe Tambatan Tanah Dasar atau

Kecepatan Angin

Jari-jari ( m )

Penungguan di

lepas pantai atau

bongkar muat

barang

Tambatan bisa

berputar 360º

Tambatan dengan

dua jangkar

Pengangkeran baik Loa + 6H

Loa + 6H + 30

Loa + 4,5H

Pengangkeran jelek

Pengangkeran baik

Pengangkeran jelek Loa + 4,5H +25

Penambatan selama

ada badai

Kecepatan angin 20 m/dt

Kecepatan angin 30 m/dt

Loa + 3H + 90

Loa + 4H + 145

H : kedalaman air

Tabel 2.5. Luas kolam untuk tambatan pelampung

Tipe Penambatan Luas

Tambatan pelampung tunggal Lingkaran dengan jari-jari (Loa + 25 m)

Tambatan pelampung ganda Segi empat dengan panjang dan lebar (Loa + 50 m)

dan L/2

2.5.2. Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat

dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang. Dasar pertimbangan

dalam perancangan dermaga:

Page 40: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

45

KAPAL IKAN

PANJANG

LEBAR DERMAGA

DERMAGA

(JETTY)

Panjang Kapal

Lebar Kapal Jarak Antar Kapal

• Panjang dan lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas/ jumlah kapal yang akan

berlabuh.

• Lebar dermaga dipilih sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan terhadap

fasilitas darat yang tersedia seperti kantor dan gudang dengan masih

mempertimbangkan kedalaman air.

Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :

1. Wharf atau quai adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat

berhimpit dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf dibangun apabila

garis kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai. Perencanaan

wharf harus memperhitungkan tambatan kapal, peralatan bongkar muat barang

dan fasilitas transportasi darat. Karakteristik kapal yang akan berlabuh

mempengaruhi panjang wharf dan kedalaman yang diperlukan untuk merapatnya

kapal.

2. Pier atau jetty adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap

terhadap garis pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi

atau kedua sisinya. Pier berbentuk jari lebih efisien karena dapat digunakan untuk

merapat kapal pada kedua sisinya untuk panjang dermaga yang sama.

Gambar 2.25. Konstruksi dermaga type jetty

2.5.2.1.Panjang Dermaga

Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang dermaga disesuaikan

dengan kondisi pelabuhannya, yaitu pelabuhan ikan, sehingga untuk jarak kapal satu

Page 41: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

46

dengan yang lain pada saat merapat atau berlabuh di dermaga dianggap rapat sehingga

tidak memerlukan koefisien pengali terhadap lebar kapal., maka panjang dermaga

dapat dihitung dengan formula :

Ld = n x Loa + 6 m (2.36)

dimana :

Ld = panjang dermaga (meter)

n = jumlah kapal yang dapat merapat

2.5.2.2.Lebar Dermaga

Lebar dermaga yang disediakan untuk bongkar muat barang disesuaikan

dengan kebutuhan ruang dengan perhitungan yang cukup untuk pengoperasian

peralatan yang digunakan. Berdasarkan perencanaan dermaga yang akan dibuat

dengan menggunakan tipe jetty, maka untuk lebar masing-masing jetty diperhitungkan

bisa untuk lalu lintas alat angkut ikan.

Lalu lintas alat angkut ikan di dermaga direncanakan dengan gerobak,

kemudian diangkut keluar dari dermaga menuju alat angkut yang lebih besar

(mobil/truck).

2.5.2.3.Beban Rencana

• Beban Horisontal (lateral load)

Beban horisontal yang bekerja pada dermaga terdiri dari gaya benturan kapal

saat bersandar dan gaya tarik kapal saat melakukan penambatan di dermaga. Untuk

mencegah hancurnya dermaga karena pengaruh benturan kapal, maka gaya benturan

kapal diperhitungkan berdasarkan bobot kapal dengan muatan penuh dan dengan

memasang fender di sepanjang tepi dermaga.

Page 42: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

47

Beban horisontal

Beban Mati dan Beban hidup

Gambar 2.26. Skema pembebanan horisontal pada dermaga

• Beban Vertikal (vertical load)

Beban vertikal terdiri dari total beban mati konstruksi dermaga dengan total

beban hidup yang bekerja pada konstruksi dermaga tersebut.

Gambar 2.27. Skema pembebanan vertikal pada dermaga

2.5.2.4 Konstruksi Dermaga

Perhitungan konstruksi dermaga meliputi perhitungan lantai dermaga dan

perhitungan balok, yaitu balok memanjang, dan balok melintang. Pembebanan yang

terjadi pada plat lantai dan balok dermaga meliputi beban mati (dead load) yang

berupa beban sendiri, beban air hujan dan beban hidup (life load) yang berupa beban

orang dan barang. Perencanaan beban tersebut berdasarkan peraturan pembebanan

yang berlaku dan peraturan perencanaan beton bertulang menggunakan SKSNI-T15-

1991-03.

Page 43: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

48

B

C A

Gambar 2.28. Skema pembebanan plat lantai dermaga

2.5.2.5 Pondasi Dermaga

Pada umumnya pondasi tiang pancang dipancang kedalam tegak lurus ke

dalam tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya-gaya horisontal

maka tiang pancang akan dipancang miring. Agar dapat merencanakan pondasi tiang

pancang yang benar, maka perlu mengetahui beban-beban yang bekerja pada

konstruksi di atas bangunan tersebut.

a. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang

1. Terhadap Kekuatan Bahan

Dengan menggunakan rumus (dalam Sardjono, 1991) :

P tiang = bσ x A tiang

= 0,33 f’c x A tiang (2.37)

Dimana :

A tiang = Luas penampang dasar tiang pancang

P tiang = Kekuatan tiang yang diijinkan (kg)

bσ = Tegangan tiang terhadap permukaan (N/mm2)

f’c = Mutu beton (N/mm2)

2. Terhadap Pemancangan

Dengan rumus pancang A. Hiley dengan tipe single acting drop hammer.

(Bowles, 1993, dalam Sardjono, 1996) :

Page 44: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

49

( ) WpW x Wpe W x

C3 C2 C121

H x W x Ef RU2

++

+++=δ

(2.38)

dimana :

Ef = Efisiensi alat pancang

Wp = Berat sendiri tiang pancang

W = Berat hammer

e = Koefisien pengganti beton

H = Tinggi jatuh hammer

δ = Penurunan tiang akibat pukulan terakhir

C1 = Tekanan izin sementara pada kepala tiang dan penutup

C2 = Simpangan tiang akibat tekanan izin sementara

C3 = Tekanan izin sementara

Ru = Batas maksimal beban (ton)

Pa = Batas beban izin yang diterima tiang

N = Angka Keamanan

Pa = 1/n x Ru

3. Terhadap Kekuatan Tanah

Dengan rumus daya dukung pondasi tiang pancang (dalam Sardjono, 1991) :

53qA

Q c kJHP×+

×=

(2.39)

dimana :

Q = daya dukung pondasi tiang pancang (ton)

A = luas penampang tiang pancang (cm²)

p = nilai conus (kg/cm2)

JHP = nilai total friction

k = keliling penampang tiang

Dari perhitungan daya dukung tiang pancang di atas diambil nilai terkecil.

b. Perhitungan Efisiensi Tiang

Efisiensi grup tiang pancang berdasarkan perumusan dari ”Uniform Building

Code” dari AASHO (dalam Sardjono, 1991) :

Page 45: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

50

Eff = ( ) ( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ +

m.n1 - m m 1 -n

90 - 1 nθ (2.40)

dimana :

m = jumlah baris

n = jumlah tiang dalam satu baris

θ = arc tan (d/s)

d = diameter tiang

s = jarak antar tiang (as ke as)

Dengan memperhitungkan efisiensi, maka daya dukung tiang pancang tunggal

menjadi (dalam Sardjono, 1991) :

Pall = Eff x P tiang (2.41)

c. Perhitungan Tekanan Pada Kelompok Tiang (gaya vertikal)

Dengan menggunakan rumus (dalam Sardjono, 1996) :

Pmax = ( ) ( )∑∑∑ ±± 2

max2

max

Y x

x

x

x

y

y

nYM

XnXM

nV

(2.42)

dimana :

Pmax = Beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang

∑V = Jumlah total beban normal

n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang

X max = Absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang

Y max = Ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang

( )∑ 2x = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang

( )∑ 2y = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang

nx = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu X

ny = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu Y

Page 46: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

51

d. Penulangan Tiang pancang

Untuk perhitungan penulangan tiang pancang, diambil pada kondisi momen-

momen yang terjadi yaitu momen akibat pengangkatan satu titik dan pengangkatan

dua titik serta akibat beban di atasnya.

e. Beban Lateral untuk Tiang Tunggal

Perhitungan beban lateral untuk tiang tunggal (H), dipergunakan untuk

mencari defleksi pada tiang.

Untuk menghitung beban lateral (Hu) dapat dicari dengan rumus Brooms (dalam

Sardjono, 1991):

Gambar 2.29. Beban Lateral pada Tiang Tunggal

Page 47: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

52

)(5,0

)(35,1

)(3

)(3)(3

)(3

)(3

)(31

0)(

00

5,12

3

2

2

2

LeLKpLBHu

LeLKpLB

LeRLHu

LERLRP

LeRLPR

LeRLHu

LeHuRL

LeHuLR

AM

PRHuPRHuH

KpLBLKpLBR

+=

+=

+=

+−=→

+=−

+=

+=

+=∗

−==+−→=Σ

==

γ

γ

γγ

(2.43)

Menurut cara Brooms, defleksi yang terjadi dapat dicari dengan rumus (dalam

Sardjono, 1996) :

hL

HYoη2

2= (2.44)

Gambar 2.30. Defleksi Tiang Pancang

Page 48: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

53

dimana :

Yo = defleksi tiang yang terjadi akibat beban horizontal

H = beban horizontal yang terjadi

L = Zf = jarak antara dasar tiang sampai permukaan tanah

hη = koefisien modulus tanah = 350 kN/m3 = 35 t/m3

( untuk tanah keras hη = 350 s/d 700 kN/m3)

2.5.3. Jetty

Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi

muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sediment

pantai. Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara

dapat mengganggu lalu lintas kapal, untuk itu jetty harus panjang sampai ujungnya

berada di luar gelombang pecah. Selain untuk melindungi alur pelayaran, jetty juga

dapat digunakan untuk mencegah pendangkalan di muara dalam kaitannya dengan

pengendalian banjir.

Adapun tipe jetty dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu :

1. Jetty panjang, apabila ujungnya berada di luar gelombang pecah, berfungsi untuk

menghalangi masuknya sedimen ke muara.

2. Jetty sedang, di mana ujungnya berada antara muka air surut dan lokasi

gelombang pecah, berfungsi untuk menahan sebagian transpor sediment sepanjang

pantai.

3. Jetty pendek, di mana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut, berfungsi

untuk menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada

alur yang telah ditetapkan untuk bias mengerosi endapan sehingga pada awal

musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum terjadi, muara sungai telah

terbuka.

Page 49: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

54

Gambar 2.31. Macam – macam bentuk jetty

Pemilihan jetty ditentukan dengan melihat hal-hal sebagai berikut :

• Fungsi penahan endapan

• Bahan yang tersedia di sekitar lokasi

• Besar gelombang

• Kondisi tanah dasar laut untuk pondasi

• Dampak lingkungan

• Pelaksanaan pekerjaan

• Mekanisme kerja bangunan

Untuk perencanaan bentuk dan kestabilan jetty perlu diketahui:

• Tinggi muka air laut akibat adanya pasang surut.

• Tinggi puncak gelombang dari permukaan air tenang.

• Perkiraan tinggi dan panjang gelombang.

• Run up gelombang

Berat batuan yang digunakan sebagai konstruksi jetty dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (dalam Triatmodjo, 1996) :

(2.45)

( ) θγ

cot1 3

3

−=

rD

r

SKHW

Page 50: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

55

dimana :

W = berat batuan pelindung (ton)

Sr = specific gravity = wr γγ /

rγ = berat jenis batu (ton/m³)

wγ = berat jenis air laut (ton/m³)

H = tinggi gelombang rencana (m)

K D = koefisien stabilitas (tergantung jenis lapis pelindung) diberikan dalam

tabel 2.5

θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang

Rumus di atas hanya berlaku pada keadaan :

• Gerak gelombang tegak lurus jetty

• Tidak terlalu overtopping

Tabel 2.6. Koefisien stabilitas KD untuk berbagai jenis butir

Lapis lindung n Penempatan

Lengan Bangunan Ujung Bangunan Kemiringan KD KD

Gelombang Gelombang Pecah Tdk pecah Pecah Tdk Pecah Cot θ

Batu Pecah Bulat halus Bulat halus Bersudut kasar

2 >3 1

Acak Acak Acak

1,2 1,6 *1

2,4 3,2 2,9

1,1 1,4 *1

1,9 2,3 2,3

1,5-3,0

*2 *3

Bersudut kasar

2

Acak

2,0

4,0

1,9 1,6 1,3

3,2 2,8 2,3

1,5 2,0 3,0

Bersudut kasar Bersudut kasar Parallel epiped

>3 2 2

Acak Khusus *3 Khusus

2,2 5,8

7,0-20

4,5 7,0

8,5-24

2,1 5,3 -

4,2 6,4 -

*2

*2

Tetrapoda Dan

Quadripod

2

Acak

7,0

8,0

5,0 4,5 3,5

6,0 5,5 4,0

1,5 2,0 3,0

Tribar

2

Acak

9,0

10,0

8,3 7,8 6,0

9,0 8,5 6,5

1,5 2,0 3,0

Dolos 2 Acak 15,8 31,8 8,0 7,0

16,0 14,0

2,0 3,0

( dalam Triatmodjo, 1999 )

Catatan :

n : jumlah susunan butir batu dalam lapisan pelindung *1 : penggunaan n = 1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah

Page 51: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

56

*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai KD, penggunaan KD dibatasi pada kemiringan 1:1,5 sampai 1:3

*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan bangunan

Semakin besar kedalaman, besar dan kekuatan gelombang semakin berkurang

sehingga semakin bertambah kedalaman ukuran batu yang digunakan semakin kecil.

Sedangkan untuk menghitung berat butir batu untuk pelindung kaki jetty

menggunakan rumus (dalam Triatmodjo, 1996) :

33

3

)1( −×

=rS

rk SN

HW γ (2.46)

dimana :

Wk = Berat butir batu pelindung kaki (ton)

(γr) = berat jenis batu (t/m3)

H = Tinggi gelombang rencana (m)

NS = Angka stabilitas rencana untuk pelindung kaki bangunan (gambar 2.32)

Gambar 2.32. Grafik angka stabilitas NS untuk fondasi dan pelindung kaki

Page 52: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

57

Dalam menentukan elevasi puncak jetty digunakan rumus (dalam Triatmodjo, 1996) :

Elv = DWL + Ru + 0,5 (2.47)

dimana :

HWL = Muka air tinggi

Ru = Run up (tinggi rambat gelombang saat membentur jetty)

0,5 = Tinggi kebebasan aman dari run up maksimal.

Penentuan lebar puncak jetty dihitung dengan rumus (dalam Triatmodjo, 1996)

.....................................................................................................................

dimana :

B = lebar puncak jetty

n = Jumlah butir batu (min = 3)

k∆ = Koefisien lapis pelindung (tabel 2.6)

W = Berat butir pelindung

rγ = berat jenis batu pelindung

Tabel 2.7. Daftar harga k∆ (koefisien lapis)

Batu Pelindung n Penempatan K∆ Porositas

P (%)

Batu alam (halus)

Batu alam (kasar)

Batu alam (kasar)

Kubus

Tetrapoda

Quadripod

Hexapoda

Tribard

Dolos

Tribar

Batu alam

2

2

>3

2

2

2

2

2

2

2

1

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Random (acak)

Seragam

Random (acak)

1,02

1,15

1,10

1,10

1,04

0,95

1,15

1,02

1,00

1,13

38

37

40

47

50

49

47

54

63

47

37

( dalam Triatmodjo, 1999 )

3/1

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡∆=

r

WnKBγ

Page 53: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

58

Dinding pantai (seawall)

Pantai

Garis pantai

Laut

Jumlah butir batu tiap satu luasan dihitung (dalam Triatmodjo, 1996) :

N = A n k3/2

1001 ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −∆

WP rγ (2.49)

dimana :

N = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A

A = Luas Permukaan

P = Porositas dari lapisan pelindung (%)

2.5.4. Dinding Pantai (Seawall)

Dinding pantai adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan

pantai, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan

gelombang (overtopping) ke darat. Bahan konstruksi yang lazim dipergunakan antara

lain pasangan batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu atau tumpukan

batu. Untuk mencegah keluarnya butir-butir tanah halus melalui sela-sela batuan yang

dapat berakibat terjadinya penurunan bangunan, pada dasar pondasi diberi lapisan

geotekstil yang berfungsi sebagai saringan.

Gambar 2.33. Tampak atas konstruksi dinding pantai

Gambar 2.34. Konstruksi dinding pantai

Page 54: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

59

2.5.5. Fender

Fender dibangun untuk meredam benturan kapal dengan dermaga sehingga

kerusakan kapal maupun dermaga dapat dihindarkan. Fender ini berfungsi untuk

menyerap setengah gaya yang dihasilkan akibat benturan kapal (0,5 E) dan sisanya

ditahan oleh konstruksi dermaga.

Besarnya energi yang terjadi akibat benturan dapat dipakai rumus sebagai

berikut (dalam Triatmodjo, 1996) :

E = csem CCCCgVW

2. 2

(2.50)

dimana :

E = Energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (ton meter)

W = Displacement (berat) kapal

V = Kecepatan kapal pada saat membentur dermaga (meter/detik)

g = Gaya grafitasi bumi

Cm = Koefisien Massa

Ce = Koefisien Eksentrisitas

Cs = Koefisien Kekerasan (diambil 1)

Cc = Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1)

Koefisien massa tergantung dari gerakan air di sekelilng kapal yang dihitung

dengan persamaan (dalam Triatmodjo, 1996) :

Cm = 1+BCd

b .2×π (2.51)

Dimana :

d = Draft kapal (m)

Cb = Koefisien blok kapal

B = Lebar kapal (m)

Sedangkan Cb didapat dari persamaan sebagai berikut (dalam Triatmodjo, 1996) :

Cb = 0... γdBL

W

pp

(2.52)

dimana :

L pp = Panjang garis air (m)

Page 55: BAB 2. STUDI PUSTAKA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34042/5/1909_CHAPTER_II.pdf · ini antara lain adalah : dermaga, tiang tambat (bolder), pelampung tambat, ... rambu-rambu

60

0γ = Berat jenis air = 1,025 Kg/m3

Sedangkan koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa

dengan energi kapal yang merapat dan dihitung dengan rumus sebagai berikut (dalam

Triatmodjo, 1996) :

Cc = ( )2/11

rl+ (2.53)

dimana :

l = jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik

sandar kapal = ¼ Loa

Loa = Panjang kapal yang ditambat

r = jari-jari putaran di sekeliling pusat gerak kapal pada permukaan air,

untuk nilai r didapat dari grafik nilai r.

Gambar 2.35. Grafik Nilai r

2.5.6. Bolder (Penambat Kapal)

Fungsi bolder atau penambat kapal adalah untuk menambatkan kapal agar

tidak mengalami pergerakan yang dapat mengganggu baik pada aktivitas bongkar

maupun lalu lintas kapal yang lainnya.