bab 2 landasan teori - library & knowledge center · mampu mengidentifikasi hasil atau...

26
11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kewirausahaan 2.1.1. Definisi Kewirausahaan (Entrepreneurship) Topik mengenai kewirausahaan merupakan topik yang sedang hangat, karena merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sikap dan kemampuan berwirausaha. Menurut Hisrich et al., dalam Wijanto(2009:3) kewirausahaan merupakan sebuah proses menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi. Dari definisi ini dapat dilihat adanya empat aspek dasar dari kewirausahaan yaitu : 1. Kewirausahaan melibatkan proses penciptaan. Proses penciptaan disini berarti menciptakan sesuatu yang baru. Penciptaan harus memiliki sebuah nilai, baik untuk wirausaha sendiri maupun orang lain. 2. Kewirausahaan memerlukan waktu dan usaha. Hanya mereka yang melalui proses kewirausahaan menghargai waktu dan usaha yang mereka gunakan untuk menciptakan sesuatu yang baru. 3. Kewirausahaan memiliki risiko tertentu. Risiko ini mengambil berbagai bentuk pada area keuangan, psikologi, dan sosial. 4. Kewirausahaan melibatkan imbalan sebagai wirausaha. Imbalan yang penting adalah independensi, diikuti oleh kepuasan pribadi. Menurut Coulter (Suryana dan Kartib, 2011: 25) “kewirausahaan sering dikaitkan dengan proses, pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang berorientasi pada pemerolehan keuntungan, penciptaan nilai, dan pembentukan produk atau jasa baru yang unik dan inovatif”. Zimmerer (Kasmir, 2011: 20) menyatakan bahwa “kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha)”. Senada dengan pendapat tersebut, Ropke (Suryana dan Kartib, 2011:25) mengemukakan bahwa “kewirausahaan merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang telah

Upload: votuyen

Post on 06-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

11

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Kewirausahaan

2.1.1. Definisi Kewirausahaan (Entrepreneurship)

Topik mengenai kewirausahaan merupakan topik yang sedang hangat, karena

merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sikap dan

kemampuan berwirausaha. Menurut Hisrich et al., dalam Wijanto(2009:3)

kewirausahaan merupakan sebuah proses menciptakan sesuatu yang baru dan

bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan

memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam

bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi. Dari definisi ini dapat dilihat

adanya empat aspek dasar dari kewirausahaan yaitu :

1. Kewirausahaan melibatkan proses penciptaan. Proses penciptaan disini berarti

menciptakan sesuatu yang baru. Penciptaan harus memiliki sebuah nilai, baik

untuk wirausaha sendiri maupun orang lain.

2. Kewirausahaan memerlukan waktu dan usaha. Hanya mereka yang melalui

proses kewirausahaan menghargai waktu dan usaha yang mereka gunakan

untuk menciptakan sesuatu yang baru.

3. Kewirausahaan memiliki risiko tertentu. Risiko ini mengambil berbagai

bentuk pada area keuangan, psikologi, dan sosial.

4. Kewirausahaan melibatkan imbalan sebagai wirausaha. Imbalan yang penting

adalah independensi, diikuti oleh kepuasan pribadi.

Menurut Coulter (Suryana dan Kartib, 2011: 25) “kewirausahaan sering

dikaitkan dengan proses, pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang

berorientasi pada pemerolehan keuntungan, penciptaan nilai, dan pembentukan

produk atau jasa baru yang unik dan inovatif”. Zimmerer (Kasmir, 2011: 20)

menyatakan bahwa “kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan

inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki

kehidupan (usaha)”. Senada dengan pendapat tersebut, Ropke (Suryana dan Kartib,

2011:25) mengemukakan bahwa “kewirausahaan merupakan proses penciptaan

sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang telah

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

12

ada (inovasi), tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai

tambah bagi masyarakat”. Meredith (Suryana, 2008: 17) mengemukakan bahwa:

Berwirausaha berarti memadukan watak pribadi, keuangan, dan sumber daya.

Oleh karena itu, berwirausaha merupakan suatu pekerjaan atau karier yang

harus bersifat fleksibel dan imajinatif, mampu merencanakan, mengambil

risiko, keputusan, dan tindakan untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa pendapat tersebut, terlihat ada kesamaan inti antara definisi

kewirausahaan yang satu dengan definisi lainnya. Kewirausahaan merupakan proses

penerapan kreativitas dan inovasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda

dengan menggunakan waktu, modal, serta berani mengambil risiko untuk

menghasilkan nilai tambah dan kesejahteraan bagi masyarakat.

2.1.2. Definisi Wirausaha (Entrepreneur)

Ada banyak pemahaman mengenai apa itu wirausaha, ada yang menganggap

sebagai orang yang berhasil mengambil resiko, orang yang berani menghadapi

ketidakpastian, orang yang membuat rencana kegiatan sendiri, atau orang yang

menciptakan kegiatan usaha dan kegiatan industri yang sebelumnya tidak ada (Alma,

2010: 25). Menurut Alma (2010: 5), wirausaha adalah seorang innovator, sebagai

individu yang mempunyai naluri untuk melihat peluang-peluang, mempunyai

semangat, kemampuan dan pikiran untuk menaklukan cara berpikir lamban

Menurut Kuratko (2009: 21), wirausaha merupakan proses dinamis dari visi,

perubahan, dan penciptaan yang membutuhkan usaha dan semangat terhadap

penciptaan dan implementasi ide baru dan solusi kreatif. Secara terperinci Kuratko

(2009: 4) menjelaskan bahwa wirausaha adalah seorang innovator atau pengembang

yang mampu mengenali dan mengambil peluang; mengubah peluang tersebut

menjadi ide yang workable/marketable; penambahan nilai pada ide tersebut melalui

waktu, usaha, uang, atau keterampilan; mampu melihat resiko dari lingkungan yang

kompetitif sebagai pertimbangan dari keputusan implementasi ide tersebut; dan

mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang dilakukan.

Seperti yang dijelaskan Kuratko , menurut Meredith (Suryana dan Kartib,

2011: 28), wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan

menilai kesempatan usaha mengumpulkan serta sumber daya yang dibutuhkan guna

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

13

mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna

memastikan kesuksesan. Zimmerer, Scarborough, dan Wilson (2008: 4) menyatakan

bahwa:

Wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan

mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan

pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan

menggabungkan sumber daya yang diperlukan sehingga sumber daya-sumber

daya itu bisa dikapitalisasikan.

Menurut Dewanti (2008: 4) wirausahawan adalah orang yang menciptakan

bisnis dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan

pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber

daya yang diperlukan untuk mendirikannya. Pendapat senada disampaikan oleh

Steinhoff dan Burgess (Suryana dan Kartib,2011: 27) yang menyatakan bahwa

“wirausaha merupakan orang yang mengorganisasi, mengelola, dan berani

menanggung risiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha”.

Suryana (2008: 3) menyatakan bahwa “wirausaha adalah orang yang berani

menghadapi risiko dan menyukai tantangan”. Kasmir (2011:19) juga

mengungkapkan hal serupa bahwa “wirausahawan (entrepreneurs) adalah orang

yang berjiwa berani mengambil risiko membuka usaha dalam berbagai kesempatan”.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa wirausaha adalah seseorang yang berani

mengambil resiko dan memiliki kemampuan untuk melihat dan mengevaluasi

peluang bisnis, serta mampu memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk

mengambil keunggulan darinya dan berinisiatif mengambil tindakan yang tepat

untuk mencapai kesuksesan.

2.1.3. Keuntungan dan Kelemahan Menjadi Wirausaha

Pengambilan keputusan menjadi wirausaha memiliki sisi positif dan negatif yang

dapat disebut sebagai keuntungan dan kelemahan menjadi wirausaha. Menurut

Dewanti (2008: 9) manfaat menjadi wirausahawan dan pemilik bisnis yaitu:

1. Peluang untuk mengendalikan diri sendiri untuk menentukan sasaran yang

penting.

2. Kesempatan melakukan perubahan yang dianggap penting.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

14

3. Peluang untuk menggunakan potensi sepenuhnya. Bisnis merupakan alat

aktualisasi diri dimana pertumbuhan diri hanya dibatasi oleh bakat dan

kekuatan sendiri.

4. Peluang untuk meraih keuntungan tanpa batas.

Tabel 2.1. Perbandingan Manfaat Antara Pekerja dan Pengusaha

URAIAN PEKERJA PENGUSAHA

Hasil minimal yang

diterima

Gaji + tunjangan Keuntungan perusahaan

Hasil maksimal yang

akan diterima bila

mencapai target dari

pekerjaan (kontribusi ke

perusahaan)

Bonus atau insentif

Invetaris kendaraan

Laba dari total omset

Investasi aktiva tetap

(milik sendiri)

Pendapatan dari usaha Sebagian kecil milik

pribadi

Sebagian besar milik

perusahaan

Sumber : Hendro et, al (2006 : 38)

5. Peluang untuk berperan bagi masyarakat dan medapatkan pengakuan atas

usaha sendiri. Memberikan citra yang baik bagi perekonomian nasional atau

masyarakat sekitarnya adalah kepuasan pribadi baginya.

6. Peluang melakukan sesuatu yang disukai.

Pendapat serupa juga disampaikan Alma (2010: 4) keuntungan menjadi

wirausaha adalah:

1. Terbuka peluang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki sendiri.

2. Terbuka peluang untuk mendemonstrasikan kemampuan serta potensi

seseorang secara penuh.

3. Terbuka peluang untuk memperoleh manfaat dan keuntungan secara

maksimal.

4. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dengan usaha-usaha konkrit.

5. Terbuka kesempatan untuk menjadi bos.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

15

Lambing dan Kuehl (Suryana, 2009:70) berpendapat bahwa keuntungan

berwirausaha adalah:

1. Otonomi. Pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat wirausaha

menjadi seorang “bos” yang penuh kepuasan.

2. Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi. Tantangan awal atau

perasaan bermotivasi yang tinggi merupakan hal yang menggembirakan.

Peluang untuk mengembangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan

keuntungan sangat memotivasi wirausaha.

3. Kontrol finansial. Wirausaha memiliki kebebasan untuk mengelola

keuntungan dan merasa kekayaan sebagai milik sendiri.

Ada beberapa kelemahan dalam berwirausaha. Menurut Dewanti (2008:9)

manfaat menjadi wirausahawan dan pemilik bisnis yaitu:

1. Pendapatan yang tidak pasti

2. Resiko kehilangan seluruh investasi.

Tabel 2.2. Perbandingan Risiko Antara Pekerja dan Pengusaha

URAIAN PEKERJA PENGUSAHA

Minimal Diberi peringatan (SP) Rugi kecil atau tidak

untung

Sedang PHK Rugi besar

Maksimal Tidak/belum mendapat

pekerjaan lagi

Bangkrut, namun sebelum

bangkrut pekerja yang

tidak berpotensi akan

diberhentikan dahulu agar

tidak bangkrut untuk

diganti dengan yang lebih

baik

Sumber : Hendro et, al (2006 : 38)

3. Bekerja lama dan kerja keras.

4. Mutu hidup yang rendah sampai bisnisnya mapan.

5. Ketegangan mental yang tinggi yang terjadi akibat penanaman modal yang

berdampak pada kekhawatiran akan

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

16

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Alma (2010:4), kelemahan berwirausaha

yaitu:

1. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti, dan memikul berbagai risiko.

2. Bekerja keras dan waktu/jam kerjanya panjang.

3. Kualitas kehidupannya masih rendah sampai usahanya berhasil, sebab dia

harus berhemat.

4. Tanggung jawabnya semakin sangat besar, banyak keputusan yang harus dia

kurang menguasai permasalahan yang dihadapinya.

Kelemahan berwirausaha menurut Lambing dan Kuehl (Suryana, 2009:70) yaitu:

1. Pengorbanan personal. Pada awalnya, wirausaha, harus bekerja dengan waktu

yang lama dan sibuk.

2. Beban tanggung jawab. Wirausaha harus mengelola semua fungsi bisnis, baik

pemasaran, keungan, personal, maupun pengadaan dan pelatihan.

3. Kecilnya margin keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal. Wirausaha

menggunakan sumber dana miliknya sendiri, maka margin laba/keuntungan

yang diperoleh relatif kecil.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

keuntungan menjadi wirausaha yaitu memiliki kesempatan untuk mencapai tujuan

yang dikehendaki sendiri, memiliki peluang untuk menggunakan potensi

sepenuhnya, membantu masyarakat dengan usaha-usaha yang nyata, berkesempatan

menjadi bos, bebas melakukan apapun pada usahanya, termotivasi untuk sukses,

bebas mengelola keuangan sendiri, dan mendapatkan laba.

Adapun kelemahan menjadi wirausaha yaitu pendapatan tak pasti, jam

kerjanya panjang, tanggung jawab besar yang meliputi semua hal, pada awal usaha

labanya kecil dan memiliki kemungkinan gagal.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

17

2.2. Intensi

2.2.1. Definisi Intensi

Ajzen (Teo dan Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi

seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar

usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki

korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk

meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).

Lebih lanjut Krueger dan Carsrud (Vemmy,2012:119), menyatakan bahwa

intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan.

Choo dan Wong (Vemmy, 2012:119) menyatakan bahwa intensi dapat dijadikan

sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan

menjadi wirausaha.

Bandura (Vemmy, 2012:119) menyatakan bahwa:

Intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu

atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi menurutnya

adalah bagian vital dari self regulation individu yang dilatarbelakangi oleh

motivasi seseorang untuk bertindak.

Intensi berkaitan dengan indikasi akan seberapa susah seseorang mencoba

untuk memahami, seberapa besar usaha seseorang dalam merencanakan sesuatu,

untuk melakukan suatu perilaku tertentu (Hisrich, Peters dan Shepherd, 2010:38)

Van Gelderen, et al. (Vemmy, 2012:120) intensi diwakili oleh empat faktor,

yaitu : desires, preferences, plans dan behavior expectancies. Desires adalah sesuatu

dalam diri seseorang yang berupa keinginan untuk memulai suatu usaha. Preferences

adalah suatu dalam diri seseorang yang menujukkan bahwa berwirausaha adalah

suatu kebutuhan yang harus dicapai. Plans adalah suatu harapan yang ada dalam diri

seseorang untuk memulai suatu usaha dimasa akan datang. Sedangkan behavior

expectancies adalah suatu kemungkinan untuk berwirausaha dengan diikuti oleh

target memulai usaha.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa intensi

merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk memprediksi suatu

perubahan perilaku di masa mendatang karena intensi mempunyai hubungan yang

sangat dekat dengan perilaku yang diinginkan.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

18

2.2.2. Teori Planned Behavior

Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen

yang merupakan penyempurnaan dari theory of reasoned action yang dikemukakan

oleh Fishbein dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned behavior ini sama seperti

teori reasoned action yaitu intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu.

Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku.

Intensi merupakan indikasi seberapa keras orang mau berusaha untuk mencoba dan

berapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk melakukan suatu perilaku.

Theory of reasoned action mengatakan ada dua faktor penentu intensi yaitu

sikap individu terhadap perilaku dan norma subjektif . Sikap merupakan evaluasi

positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2012 : 441).

Sedangkan norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk

melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 2012 : 443). Namun Ajzen

(2012) berpendapat bahwa teori reasoned action belum dapat menjelaskan tingkah

laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol seseorang. Karena itu dalam

theory of planned behavior Ajzen menambahkan satu faktor yang menentukan

intensi yaitu perceived behavioral control. Perceived behavioral control merupakan

persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku

tertentu (Ajzen, 2012 : 447). Faktor ini menurut Ajzen (2012) mengacu pada persepsi

individu mengenai mudah atau sulitnya memunculkan tingkah laku tertentu dan

diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman masa lalu dan juga hambatan yang

diantisipasi. Menurut Ajzen (2012: 448) ketiga faktor ini yaitu sikap, norma

subjektif, dan perceived behavioral control dapat memprediksi intensi individu

dalam melakukan perilaku tertentu.

Gambar 2.1. Theory of Planed Behavior

Sumber : Azjen (2005)

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

19

2.2.3. Aspek-Aspek Intensi

Aspek intensi merupakan aspek-aspek yang mendorong niat individu

berperilaku seperti keyakinan dan pengendalian diri. Terbentuknya perilaku dapat

diterangkan dengan teori planned behavior yang telah dijabarkan sebelumnya. Teori

ini menyebutkan bahwa intensi adalah fungsi dari tiga determinan dasar (Azjen,

2012), yaitu:

1. Sikap terhadap perilaku

Menurut Ajzen (2012:441) sikap terhadap perilaku didefinisikan

sebagai derajat penilaian positif atau negatif individu terhadap perilaku

tertentu. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh kombinasi antara behavioral

belief dan outcome evaluation. Behavioral belief adalah belief individu

mengenai konsekuensi positif atau negatif dari perilaku tertentu dan outcome

evaluation merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi yang akan ia

dapatkan dari sebuah perilaku. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Sumber: Azjen (2012:441)

Berdasarkan rumus di atas sikap terhadap perilaku (AB) didapat dari

penjumlahan hasil kali antara belief terhadap outcome yang dihasilkan (bi)

dengan evaluasi terhadap outcome (ei) (Ajzen, 2012:441). Dapat disimpulkan

bahwa individu yang percaya dan memiliki evaluasi yang positif terhadap

outcome atau konsekuensi dari sebuah perilaku maka individu tersebut akan

memiliki sikap yang positif terhadap sebuah perilaku, begitu juga sebaliknya

,semakin individu percaya dan memiliki evaluasi yang negatif terhadap

outcome atau konsekuensi dari sebuah perilaku maka individu tersebut akan

memiliki sikap yang negatif terhadap sebuah perilaku tersebut

2. Norma Subjektif

Ajzen (2012:443) mengatakan norma subjektif merupakan fungsi

yang didasarkan oleh belief yang disebut normative belief dan motivation to

comply. Normative belief yaitu belief mengenai kesetujuan dan atau

ketidaksetujuan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang

berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan,

teman dekat, rekan kerja atau lainnya terhadap suatu perilaku. Sedangkan

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

20

motivation to comply adalah motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang

atau kelompok yang menjadi referensi (Azjen, 2005).

Norma subjektif didefinisikan sebagai persepsi individu tentang

tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen,

2012 : 443). Norma subjektif ditentukan oleh kombinasi antara normative

belief individu dan motivation to comply.

Sumber : Azjen (2012:443)

Berdasarkan rumus di atas norma subjektif (SN) didapat dari

penjumlahan hasil kali dari normative belief (ni) dengan motivation to comply

(mi). (Ajzen, 2012 :443). Dapat disimpulkan, individu yang percaya bahwa

referent akan mendukung dan adanya motivasi untuk melakukan sebuah

perilaku akan merasakan tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut,

dan begitu juga sebaliknya.

3. Perceived Behavioral Control

Perceived behavioral control menggambarkan tentang perasaan self

efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku.

Perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemudahan

atau kesulitan untuk melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Azjen (2012,

446) menerangkan bahwa perceived behavioral control ditentukan oleh

kombinasi antara control belief dan perceived power control. Control belief

merupakan belief individu mengenai faktor pendukung atau penghambat

untuk memunculkan sebuah perilaku. Belief ini didasarkan pada pengalaman

terdahulu individu tentang suatu perilaku, informasi yang dimiliki individu

tentang suatu perilaku yang diperoleh dengan melakukan observasi pada

pengetahuan yang dimiliki diri maupun orang lain yang dikenal individu, dan

juga oleh berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan

perasaan individu mengenai tingkat kesulitan dalam melakukan suatu

perilaku. Sedangkan perceived power control adalah persepsi individu akan

kekuatan setiap faktor pendukung atau penghambat tersebut. Hubungan

antara control belief dan perceived power control dapat dilihat pada rumus

berikut:

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

21

Sumber : Azjen (2012:448)

Berdasarkan rumus di atas perceived behavioral control (PBC)

didapat dari penjumlahan hasil kali control belief (ci) dengan perceived

power control (pi) (Azjen, 2012 :448). Semakin besar persepsi mengenai

kesempatan dan sumber daya yang dimiliki individu maka semakin besar

Perceived Behavioral Control yang dimiliki orang tersebut.

2.3. Intensi Berwirausaha

2.3.1. Definisi Intensi Berwirausaha (Entrepreneurial Intention)

Menurut Lee dan Wong (Suharti dan Sirine, 2011:126) Entrepreneurial

intention atau intensi berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu

proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang (Lee &

Wong, 2004). Menurut Krueger (Suharti dan Sirine, 2011:126) intensi berwirausaha

mencerminkan komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan merupakan isu

sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses kewirausahaan pendirian

usaha baru.

Menurut Ramdhani (Srimulyani, 2013:98) intensi berwirausaha adalah

faktor motivasional yang mempengaruhi individu - individu untuk mengejar hasil -

hasil wirausaha. Carsrud dan Brannback (2009:55) juga memberikan definisi dari

intensi berwirausaha yaitu keinginan untuk memulai suatu bisnis, untuk

menciptakan suatu usaha baru.

Dari definisi diatas dan dari pemahaman akan definisi intensi serta

wirausaha sebelumnya dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha

(entrepreneurial intention) merupakan niat yang ada pada diri seseorang untuk

melakukan tindakan kewirausahaan.

2.3.2. Faktor-Faktor Pembentuk Intensi Berwirausaha

Alma (2007:9) menyatakan terdapat 3 faktor kritis yang berperan dalam

intensi berwirausaha yaitu:

1. Personal

Yaitu menyangkut aspek-aspek kepribadian seseorang. David Mcceland

dalam Alma (2009:13) dalam bukunya the achieving society menyatakan bahwa

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

22

seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki keinginan berprestasi yang

sangat tinggi dibandingkan orang yang tidak berwirausaha.

Juga Alma (2009:13) menyatakan dalam suatu peenlitian di Inggris

menyatakan bahwa minat dan motivasi seseorang membuka bisnis adalah 50% ingin

mempunyai kebebasan dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin

memperoleh uang dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk kesenangan,

hobi, tantangan atau kepuasan pribadi dan melakukan kreatifitas.

2. Sociological

Yaitu menyangkut masalah hubungan dengan keluarga dan hubungan sosial

lainnya. Alma (2009:7) menyatakan masalah hubungan keluarga ini dapat dilihat dari

orang tua, pekerjaan , dan status social. Faktor sosial yang berpengaruh terhadap

intensi berwirausaha ialah masalah tanggung jawab terhadap keluarga. Selain itu

terhadap pekerjaan orang tua seringkali terlihat bahwa ada pengaruh dari orang tua

yang bekerja sendiri, dan memiliki usaha sendiri cenderung anaknya jadi pengusaha

pula. Keadaan ini seringkali memberi inspirasi pada anak kecil (Alma 2009:8).

Lingkungan dalam bentuk “role model” juga berpengaruh terhadap intensi

berwirausaha. Role model ini biasanya melihat kepada orang tua, saudara, keluarga

yang lain (kakek, paman , bibi, anak), teman-teman, pasangan atau pengusaha sukses

yang diidolakannya. Dorongan teman cukup berpengaruh terhadap semangat

berwirausaha, karena kita dapat berdiskusi dengan bebas, dibandingkan orang lain ,

teman biasa, memberi dorongan, pengertian, bahkan bantuan, tidak perlu takut

terhadap kritikan, di samping ini ada lagi faktor social lainnya yang berpengaruh.

3. Environmental

Yaitu menyangkut hubungan dengan lingkungan. Suryana (2008:63)

menyatakan faktor yang berasal dari lingkungan di antaranya adalah model peran,

peluang, aktivitas, selain itu di pengaruhi juga oleh pesaing, sumber daya, dan

kebijakan pemerintah. Seperti yang di contohkan oleh Alma (2009:13) bahwa ada

beberapa lokasi atau daerah yang banyak wirausahanya, seperti di daerah silicon

valley di Amerika Serikat di mana dijumpai banyak pengusaha-pengusaha besar, di

daerah tersebut dijumpai kegiatan wirausaha membeli dan menjual barang,

transportasi, pergudangan, perbankan, dan berbagai jasa konsultan. Suasana macam

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

23

ini sangat berpengaruh kepada masyarakat untuk menumbuhkan intensi

berwirausaha.

Selain itu Tjahjono (2008:46) juga menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa

bagi banyak orang Keputusan untuk berwirausaha merupakan perilaku dengan

keterlibatan (high involvement) yang akan melibatkan beberapa faktor di antaranya

yaitu:

• Faktor Internal seperti kepribadian , persepsi, motivasi dan pembelajaran(sikap)

• Faktor Eksternal seperti keluarga, teman , tetangga dan lain sebagainya.

Dan menurut David Mclleland dalam Suryana (2008:62) mengemukakan

bahwa kewirausahaan ditentukan oleh motif berprestasi, optimisme, sikap nilai dan

status kewirausahaan atau keberhasilan.

2.3.2.1. Karakter Wirausaha

Menurut Baharuddin (2009:193) karakter adalah suatu keadaan jiwa yang

tampak dalam tingkah laku dan perbuatan sebagai akibat pengaruh pembawaan dan

lingkungan. Dengan kata lain, karakter tergantung pada kekuatan dari luar (eksogen).

Scerenco (Samani dan Hariyanto, 2012:2) mendefinisikan karakter sebagai atribut

atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan

kompleksitas mental dari seseorang,suatu kelompok atau bangsa. Sedangkan

menurut Hermawan Kartajaya (Asmani, 2012:28) karakter adalah ciri khas yang

dimiliki seseorang dan ciri khas tersebut adalah asli mengakar pada kepribadian

seseorang tersebut,dan merupakan mesin pendorong bagaimana sesorang

bertindak,bersikap, berujar,dan merespon sesuatu. Jadi karakter individu merupakan

ciri khas yang dimiliki seseorang yang membedakan dirinya dengan individu lain

dalam bertindak , besikap , berujar dan merespon sesuatu.

Seperti yang sudah disimpulkan sebelumnya , pada umumnya wirausaha

adalah seseorang yang berani mengambil resiko dan memiliki kemampuan untuk

melihat dan mengevaluasi peluang bisnis , serta mampu memperoleh sumber daya

yang diperlukan untuk mengambil keunggulan darinya dan berinisiatif mengambil

tindakan yang tepat untuk mencapai kesuksesan.

Maka dapat disimpulkan bahwa karakter wirausaha adalah ciri khas yang

dimiliki wirausaha dalam melakukan kegiatan kewirausahaan seperti mengambil

resiko , melihat peluang , mengevaluasi bisnis serta memperoleh sumber daya.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

24

(Merdeka, 2011) membuktikan bahwa karakter individu mempengaruhi

intensi berwirausaha. Hal ini juga diperkuat dengan penemuan (Mustofa, 2014)

dalam skripsinya yang menyatakan bahwa karakter wirausaha mempengaruhi intensi

berwirausaha secara positif dan signifikan.

Geoffrey G. Meredith et al (Darpujinto, 2014:23) mengemukakan daftar ciri-

ciri dan sifat-sifat sebagai profil wirausaha sebagaimana tersusun dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3. Ciri dan Watak WIrausaha

Ciri-ciri Watak

Percaya Diri Keyakinan, ketidaktergantungan,

individualitas , optimis.

Berorientasikan tugas dan hasil Kebutuhan akan prestasi, berorientasi

laba, ketekunan, ketabahan , tekad kerja

keras, mempunyai dorongan kuat,

energetic, dan inisiatif.

Pengambilan Risiko Kemampuan mengambil resiko, suka

pada tantangan.

Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat

bergaul dengan orang lain, menanggapi

saran-saran dan kritik.

Keorisinilan Inovatif dan kreatif, fleksibel,

mengetahui banyak.

Orientasi masa depan Pandangan jauh ke depan

Sumber : Geoffrey G. Meredith et al, (Darpujinto, 2014:23)

2.3.2.2. Motivasi

Sardiman (2007: 73), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai

daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas

tertentu demi mencapai suatu tujuan

Menurut Uno (2008:1) ,motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan

seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang

menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

25

dirinya. Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor intrinsik yang

terdiri kebutuhan, pengetahuan untuk kemajuan sendiri, aspirasi atau cita-cita dan

faktor ekstrinsik yang terdiri dari ganjaran, hukuman, persaingan atau kompetisi.

Menurut Uno (2008:23), motivasi yang timbul karena faktor intrinsik dan faktor

ekstrinsik memiliki indikator yaitu adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya

dorongan dan kebutuhan dalam berwirausaha, adanya harapan dan cita-cita masa

depan, adanya penghargaan dalam berwirausaha, adanya kegiatan yang menarik

dalam berwirausaha.

Sarosa (Rosmiati, Junias, dan Munawar, 2015:22) motivasi adalah suatu

dorongan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan

sesuatu, termasuk menjadi young entrepreneur. Kebanyakan orang yang berhasil di

dunia ini mempunyai motivasi yang kuat yang mendorong tindakan-tindakan

mereka. Mereka mengetahui dengan baik yang menjadi motivasinya dan memelihara

motivasi tersebut dalam setiap tindakannya.

Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan

usaha untuk mencapai suatu tujuan (Robbins dan Timothy, 2009:222). Seseorang

yang mempunyai motivasi tinggi akan berusaha melakukan yang terbaik, memiliki

kepercayaan terhadap kemampuan untuk bekerja mandiri dan bersikap optimis, tidak

cepat puas atas hasil yang telah diperoleh serta mempunyai tanggung jawab yang

besar atas perbuatan yang dilakukan sehingga seseorang yang mempunyai motivasi

yang tinggi pada umumnya akan lebih cepat meraih keberhasilan.Dalam hal ini

motivasi yang tinggi dibutuhkan dalam meraih keberhasilan usaha.

Baum, Frese, and Baron (Rosmiati, Junias, dan Munawar, 2015:22)

menjelaskan bahwa motivasi dalam kewirausahaan meliputi motivasi yang diarahkan

untuk mencapai tujuan kewirausahaan, seperti tujuan yang melibatkan pengenalan

dan eksploitasi terhadap peluang bisnis. Motivasi menjadi entrepreneur adalah

sesuatu yang melatar belakangi atau mendorong seseorang melakukan aktivitas dan

memberi energi yang mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan

ataupun mengurangi ketidakseimbangan dengan membuka suatu usaha atau bisnis

(Zimmerer,2008).

McClelland dalam Alma (2006) menyatakan bahwa ada tiga motif sosial

yang mempengaruhi tingkah laku seseorang jika ia berhubungan dengan orang lain di

dalam suatu lingkungan yakni:

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

26

a. Motif afiliasi (affiliation motive). Keinginan untuk bergaul dengan

orang lain secara harmonis, penuh keakraban, dan disenangi. Orang ini akan

berbahagia jika ia bisa diterima lingkungannya dan mampu membina

hubungan yang harmonis dengan lingkungannya. Orang seperti ini biasanya

merupakan teman yang baik dan menyenangkan.

b. Motif kekuasaan (power motive). Orang yang memiliki motivasi

berkuasa tinggi suka menguasai dan mempengaruhi orang lain, ia mau orang

lain melakukan apa yang diminta /diperintahkannya, ia cenderung tidak

mempedulikan perasaan orang lain, baginya keharmonisan bukanlah hal yang

utama, ia memberikan bantuan kepada orang lain bukan atas dasar belas

kasihan akan tetapi supaya orang yang dibantunya menghormati dan kagum

kepadanya sehingga ia bisa menunjukkan kelebihannya kepada orang lain dan

agar orang lain mau terpengaruh oleh mereka sehingga bisa diperintah dan

diaturnya.

c. Motif berprestasi (achievement motive). Orang yang memiliki motif

berprestasi fokus pada cara-cara untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

Segumpan dan Zahari (Al-Harrasi, Al-Zadjali, dan Al-Salti, 2014)

menyebutkan bahwa kebutuhan akan pendapatan yang lebih tinggi dan keinginan

untuk status sosial dan profesional yang lebih tinggi adalah motivasi untuk memulai

bisnis. Ditemukan bahwa keinginan akan pendapatan yang lebih tinggi dan

kurangnya kesempatan kerja yang sesuai adalah motivator kunci untuk memulai

bisnis (Perri dan Chu, 2012). Pengusaha termotivasi untuk memulai bisnis mereka

sendiri untuk memberikan keamanan bagi mereka dan keluarga mereka dan untuk

meningkatkan pendapatan (Stefanovic , Prokie dan Rankovic, 2010) .Status mengacu

pada posisi relatif individu terhadap orang lain dalam situasi sosial tertentu (Al-

Harrasi, Al-Zadjali, dan Al-Salti, 2014).

2.3.2.3. Self-efficacy

Menurut King (2012: 153), efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang

dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan berbagai hasil positif”. Lebih lanjut,

King (2012: 153) menjelaskan bahwa “efikasi diri membantu orang-orang dalam

berbagai situasi yang tidak memuaskan dan mendorong mereka untuk meyakini

bahwa mereka dapat berhasil

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

27

Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006:99) self - efficacy

merupakan keyakinan pribadi mengenai kemampuan diri untuk menyelesaikan suatu

tugas dengan berhasil. Faktor yang berperan penting dalam pengembangan self -

efficacy seseorang adalah pengalaman masa lalu. Jika pada masa lalu seseorang

berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas, seseorang akan lebih memiliki rasa

percaya diri dan keyakinan yang meningkat dalam kemampuannya untuk

melaksanakan tugas dengan baik. Self - efficacy berhubungan dengan kinerja

seseorang dalam pekerjaan, pilihan karier, pembelajaran dan pencapaian, serta

kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru.

Menurut Bandura dalam Luthans (2006:338) efikasi diri adalah mengacu

pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi,

sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan

tugas dalam konteks tertentu.Individu yang memiliki efikasi tinggi berfokus pada

peluang yang layak dikejar dan melihat rintangan sebagai hal yang dapat diatasi.

Individu dengan efikasi diri tinggi pasti akan mengharapkan keberhasilan dan

mendapatkan yang diinginkan dan insentif hasil yang positif. Seseorang yang

mempunyai kepercayaan bahwa orang tersebut akan menjadi seorang entrepreneur

yang sukses maka semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk menjadikan

entrepreneurship sebagai pilihan dalam berkarier (Lambing dan Kuehl, 2007:21).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi

diri (self-efficacy) merupakan keyakinan pada kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang. Apabila seseorang tidak yakin dapat memproduksi hasil yang mereka

inginkan, mereka memiliki sedikit motivasi untuk bertindak. Seseorang yang

memiliki efikasi diri (self-efficacy) tinggi mempunyai potensi untuk dapat mengubah

kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin

untuk menjadi sukses daripada orang yang mempunyai efikasi diri (self-efficacy)

yang rendah.

2.3.2.4. Entrepreneurial Learning

Menurut Rae dan Carswell (Susetyo dan Lestari, 2014:188) kemampuan

untuk belajar penting dalam mengembangkan kemampuan kewirausahaan, dengan

keberhasilan pembelajaran, keterampilan, pengetahuan dan kemampuan yang

dibutuhkan, pengembangan usaha dapat dilakukan. Entrepreneurial Learning di

dalam (Rae dan Wang, 2015: 16) didefinisikan sebagai pembelajaran yang

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

28

memberikan informasi pada wirausaha dalam mencari peluang baru (Franco and

Haase,2009), bagaimana wirausaha menambah dan memperbarui pengetahuan

(Minniti dan Bygrave ,2001), pembelajaran untuk bekerja dengan cara

kewirausahaan (Rae, 2000), pembelajaran yang dialami oleh wirausaha selama

pembuatan dan pengembangan usaha baru atau bentuk pembelajaran yang bisa

digambarkan sebagai kewirausahaan (Cope, 2005), pembelajaran yang dialami oleh

pengusaha (Cope,2003; Cope and Watts,2000), dan apa , bagaimana dan mengapa

wirausaha belajar (Parker,2006) Jadi dapat disimpulkan bahwa Entrepreneurial

Learning adalah mengenai apa dan bagaimana seorang wirausaha melakukan

pembelajaran yang berhubungan dengan kewirausahaan.

Berdasarkan pengertian sebelumnya maka Entrepreneurial learning dapat

didefinisikan dalam 2 aspek (Susetyo dan Lestari, 2014) yaitu entrepreneurial

knowledge dan entrepreneurial experience. Entrepreneurial knowledge adalah

kursus bisnis yang disampaikan dalam ruang kelas. Tujuan dari program ini adalah

untuk memberikan siswa pengetahuan tentang bisnis dan kewirausahaan. Menurut

Ackoff (Susetyo dan Lestari, 2014) definisi pengetahuan adalah sebagian besar

terkait dengan terminologi data, informasi, kecerdasan, kecakapan, ide, intuisi atau

wawasan,di mana mereka semua tergantung pada konteks kata pengetahuan

digunakan. Sedangkan entrepreneurial experience merupakan kegiatan yang

mendorong siswa untuk memiliki praktik bisnis dengan menyediakan beberapa event

bisnis untuk menerapkan pengetahuan bisnis mereka. Tujuan berlatih bisnis untuk

siswa adalah untuk memperkaya pengalaman dan wawasan siswa dalam

mengembangkan kegiatan usaha (Susetyo dan Lestari, 2014).

Menurut Azjen (Khuong dan An, 2016:105) adanya kontak dengan

pendidikan kewirausahaan sebelumnya memiliki dampak tertentu pada sikap siswa

terhadap kewirausahaan dan intensi untuk memilih kewirausahaan sebagai profesi

masa depan mereka. Dalam penelitian lain (Mai dan Anh, 2013) pengaruh isi

program perkuliahan untuk kewirausahaan benar-benar penting untuk meningkatkan

kesadaran kewirausahaan.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

29

2.3.2.5. Entrepreneurial Support

Turker dan Selcuk (Denanyoh, Adjei, dan Nyemekye, 2015) mengembangkan

Entrepreneurial Support Model (ESM) yang menyatakan bahwa intensi

berwirausaha merupakan fungsi dari dukungan struktural, dukungan akademik dan

dukungan sosial.

Menurut Global Entrepreneurship Monitor Report (2012) dukungan

struktural berhubungan dengan dukungan dari lingkungan budaya dan kelembagaan

terhadap pengembangan aktivitas kewirausahaan. Kelley et al (2012)

merekomendasikan kebijakan yang meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja,

komunikasi dan keterbukaan pasar serta menghilangkan birokrasi untuk mendorong

tingkat kewirausahaan di masyarakat.

Dukungan akademik berhubungan dengan dukungan dari pihak akademik

seperti lingkungan universitas meliputi sarana, informasi kampus maupun dukungan

infrastruktur yang memadai. Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009), dukungan

akademik mengacu pada faktor-faktor yang berkaitan dengan dukungan bagi seorang

pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan target hasil dan

waktu yang telah ditentukan.

Sedangkan dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki

hubungan sosial yang akrab dengan individu yang menerima bantuan (Suharti dan

Sirine, 2011). Dukungan sosial merupakan kepercayaan dan ekspetasi seseorang

bahwa ia akan mendapatkan dukungan untuk memulai sebuah bisnis baru dari

kerabat dekat “belonging group” (orangtua, saudara kandung dan pasangannya) dan

dari kelompok “reference” seperti teman, kolega dan dosen (Leon et al., 2007).

Temuan (Denanyoh, Adjei, dan Nyemekye, 2015) menyatakan bahwa

entrepreneurial support berhubungan positif dengan intensi berwirausaha.

2.3.2.6. Instrumental Readiness

Ketersediaan modal merupakan hal yang sangat penting. Demikian pula

ketersediaan sumber daya lainnya, termasuk sumber daya manusia (SDM) dengan

pengalaman serta keterampilan yang sesuai, sumber daya informasi seperti bank

data, serta sumber daya infrastruktur seperti lokasi yang tepat. Perhatian media juga

penting, khususnya sebagai sarana untuk menerbitkan cerita seputar model peran

yang sesuai serta cerita tentang kesuksesan yang diraih (Susanto dalam Wijanto,

2009:395). Kesiapan instrumentasi ialah tiga faktor lingkungan yang dipercaya

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

30

mempengaruhi wirausaha yaitu akses mereka kepada modal, informasi dan kualitas

jaringan sosial yang dimiliki (Indarti dalam Wijanto, 2009:395). Hal ini juga

dibuktikan dengan temuan (Agustina dan Sularto, 2011) dan (Darmanto dan

Wahyudi, 2014) yang diketahui bahwa kesiapan instrumental (instrumental

readiness) mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa.

1. Akses Kepada Modal.

Menurut Madura (2007:11) modal meliputi mesin, peralatan, perlengkapan dan

fasilitas fisik yang digunakan oleh sumber daya manusia untuk menghasilkan

produk. Dalam membangun suatu usaha diperlukan modal yang cukup untuk

membiaya operasional usaha (Rini, 2006:168). Dalam kamus Bahasa Indonesia

“modal” didefinisikan sebagai uang pokok yang dipakai untuk berdagang.

Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk memulai usaha.

Penelitian oleh beberapa peneliti seperti Marsden, Meier dan Pilgrim, Steel

(Wiyanto, 2014:395) menyatakan bahwa kesulitan dalam mendapatkan akses

modal, skema kredit dan kendala sistem keuangan dipandang sebagai hambatan

utama dalam kesuksesan usaha menurut calon-calon wirausaha di negara-negara

berkembang. Kristiansen (Wiyanto, 2014:395) menyatakan bahwa akses kepada

modal menjadi salah satu penentu kesuksesan suatu usaha. Sesen (2012:628)

access to capital merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan suatu

usaha baru. Menurut Indarti et al. (Wiyanto, 2014:395) akses kepada modal

merupakan hambatan klasik terutama dalam memulai usaha baru, setidaknya

terjadi di negara-negara berkembang dengan dukungan lembaga-lembaga

penyedia keuangan yang tidak begitu kuat.

2. Ketersediaan Informasi.

Menurut Madura (2007:322) seorang entrepreneur harus mempertimbangkan

seluruh kondisi pasar sebelum memutuskan untuk menciptakan suatu usaha baru

seperti pesaing, permintaan, tenaga kerja, peraturan dan perundang - undangan.

Berbagai sumber dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai

bisnis.

Menurut Griffin dan Ebert, (2007:10) business information memainkan

peranan penting dalam membangun suatu usaha. Suatu bisnis bergantung pada

prediksi pasar, orang - orang dengan keahlian tertentu, serta berbagai bentuk

data ekonomi untuk mendukung dalam menjalankan proses bisnis.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

31

Menurut Sesen (2012:628) ketersediaan tentang business information

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memulai suatu usaha. Seorang

yang ingin membangun sebuah bisnis membutuhkan informasi mengenai pasar

untuk dapat berkompetisi di pasar. Ketersediaan dari business information

dibutuhkan pada saat ingin membangun suatu usaha (Gomezelj dan Kusoe,

2013:911).

Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Krishna (Wiyanto, 2014:395) di

India membuktikan bahwa keinginan yang kuat untuk memperoleh informasi

adalah salah satu karakter utama seorang wirausaha. Pencarian informasi

mengacu pada frekuensi kontak yang dibuat oleh seseorang dengan berbagai

sumber informasi. Hasil dari aktivitas tersebut sering tergantung pada

ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri atau sebagai bagian dari

sumber daya sosial dan jaringan. Indarti (Wiyanto, 2014:395), ketersediaan

informasi baru akan tergantung pada karakteristik seseorang, seperti tingkat

pendidikan dan kualitas infrastruktur, meliputi cakupan media dan sistem

telekomunikasi. Pengertian ketersediaan informasi kewirausahaan dalam

penelitian ini adalah tersedianya informasi yang dibutuhkan dan mendukung

kegiatan kewirausahaan secara memadai.

3. Jaringan Sosial.

Campur tangan orang lain dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan

seseorang dalam dunia bisnis. Relasi bisnis memiliki prinsip berbanding lurus,

artinya semakin banyak jumlah relasi bisnis, semakin cepat seseorang mencapai

sukses dalam berusaha, begitu juga sebaliknya (Sudjatmoko, 2009:25).

Ketersediaan jaringan sosial tentunya dapat mempengaruhi seseorang dalam

berwirausaha karena para wirausahawan akan semakin percaya diri dalam

memulai usaha. Menurut Sesen (2012:629) social networks dapat dimanfaatkan

bagi seorang entrepreneur untuk memperoleh sumber daya yang dapat

digunakan dalam menjalankan atau membangun bisnis. Seorang entrepreneur

mungkin kekurangan sumber daya seperti modal dan informasi bisnis, walaupun

demikian entrepreneur tersebut dapat memanfaatkan social networks yang

dimilikinya untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan.

Mazzarol (Wiyanto, 2014:395) menyebutkan bahwa jaringan sosial

mempengaruhi intensi kewirausahaan. Jaringan sosial didefinisikan sebagai

hubungan antara dua orang yang mencakup: (a) Komunikasi atau penyampaian

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

32

informasi dari satu pihak ke pihak lain, (b) Pertukaran barang dan jasa dari dua

belah pihak, dan (c) Muatan normatif atau ekspektasi yang dimiliki oleh

seseorang terhadap orang lain karena karakter-karakter atau atribut khusus yang

ada. Bagi wirausaha, jaringan merupakan alat mengurangi resiko dan biaya

transaksi serta memperbaiki akses terhadap ide-ide bisnis, informasi dan modal.

Hal senada diungkap oleh Kristiansen (Wiyanto, 2014:395) yang menjelaskan

bahwa jaringan sosial terdiri dari hubungan formal dan informal antara pelaku

utama dan pendukung dalam satu lingkaran terkait dan menggambarkan jalur

bagi wirausaha untuk mendapatkan akses kepada sumber daya yang diperlukan

dalam pendirian, perkembangan dan kesuksesan usaha.

2.4. Analisis Faktor

2.4.1. Definisi Analisis Faktor

Menurut Taufik Hidayat dan S.N., (2011:12) Dalam statistik multivariate,

analisis faktor adalah suatu teknik interdependensi. Disebut interdependensi karena

variabel dalam faktor analisis tidak dibedakan menjadi variabel bebas dan variabel

tidak bebas, tetapi setiap variabel mempunyai tingkatan yang sama.

Sedangkan menurut (Santoso, 2012:57) Analisis faktor mencoba menemukan

hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang awalnya saling independen satu

dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang

lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Contohnya jika ada 10 variabel yang

independen satu dengan yang lain, dengan analisis faktor mungkin bisa diringkas

hanya menjadi 3 kumpulan variabel baru. Kumpulan variabel tersebut disebut faktor,

di mana faktor tersebut tetap mencerminkan variabel-variabel aslinya.

(Matsunaga, 2010:98) Analisis faktor adalah istilah yang luas yang mewakili

berbagai teknik statistik yang memungkinkan untuk memperkirakan struktur tingkat

populasi yang mendasari variasi variabel yang diamati dan hubungannya. Analisis

faktor menyediakan alat diagnostik untuk mengevaluasi apakah data yang

dikumpulkan sejalan dengan pola teoritis yang diharapkan.

Berdasarkan pengertian dari para ahli diatas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa analisis faktor yang mana dalam penelitian ini merupakan exploratory factor

analysis adalah teknik statistik yang dapat mereduksi variabel dengan

mengelompokan variabel-variabel yang mempunyai hubungan kedalam 1 faktor

baru.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

33

2.4.2. Konsep Dasar Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan teknik statistika yang bertujuan menerangkan

struktur hubungan di antara variabel-variabel yang diamati dengan jalan

membangkitkan beberapa faktor yang jumlahnya lebih sedikit dari pada banyaknya

variabel asal (mereduksi data dari banyak variabel menjadi sedikit variabel),

misalnya dari 15 variabel menjadi 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih

memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original

variable). (Supranto, 2010:114)

Analisis faktor dipergunakan dalam situasi sebagai berikut (Supranto, 2010:114):

a. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari atau faktor yang

menjelaskan korelasi antara suatu set variabel

b. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak

berkorelasi , yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set

variabel asli yang saling berkorelasi didalam analisis multivariate selanjutnya.

c. Mengenali atau mengidentifikasi satu set variabel yang penting dari suatu set

variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan didalam analisis

multivariate selanjutnya.

2.4.3. Tujuan Analisis Faktor

Menurut (Santoso, 2012:58) tujuan analisis faktor adalah:

o Data Summarization

Mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji

korelasi. Jika korelasi dilakukan antar variabel, analisis tersebut dinamakan R

Factor Analysis. Namun jika korelasi dilakukan antar responden atau sampel,

analisis disebut Q factor analysis, yang juga popular disebut Cluster Analysis.

o Data Reduction

Setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah variabel set

baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu.

2.4.4. Fungsi Analisis Faktor

Terdapat 3 fungsi analisis faktor menurut Suliyanto (2005), diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi

dari serangkaian variabel.

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

34

2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan

variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi.

3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak

untuk dianalisis multivariat lainnya.

2.4.5. Principal Factor Analysis

Principal Factor Analysis atau common factor analysis yang biasa disebut

juga dengan metode Principal Axis Factoring merupakan metode analisis faktor

yang mengestimasi faktor berdasarkan pada common variance , communalities

dimasukkan dalam matriks korelasi .Selain berfungsi untuk mereduksi data Principal

Factor Analysis dapat juga digunakan untuk mengenali/mengidentifikasi dimensi

yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian (Supranto, 2010:125)

Varian-varian yang ada pada matriks korelasi adalah kunci dalam

menjelaskan analisis faktor. Total varian yang dicerminkan oleh sebuah item

pertanyaan terdiri dari dua komponen: (1) yang sama dengan dimiliki item lain

(common variance), dan (2) yang memang spesifik dimiliki item tersebut, tidak

dimiliki item lain (unique variance).Selain dua varian ini, biasanya terdapat satu lagi

yang spesifik ke item tertentu tetapi tidak bisa diandalkan, sehingga disebut “error”

atau random variance. Proporsi jumlah common variance yang hadir dalam satu item

disebut sebagai “communality”.Jadi item yang tidak punya varian yang spesifik akan

memiliki nilai communality “1”, sedangkan item yang tidak mempunyai common

variance (tidak punya varian yang sama dengan item lain) akan memiliki nilai

communality “0”. (Amir, 2015:130)

Dalam metode PFA , matriks korelasi commmunalities-nya juga dihitung

dengan cara (Amir, 2015:131) :

• Perhitungan yang berulang dari communalities

• Memperkirakan communalities menggunakan squared multiple correlation.

Secara ringkas pada Principal Factor Analysis , setelah faktor pertama

diekstrak, signifikansi dari residual matriks harus diuji. Residual matriks

menunjukkan sejauh mana prediksi model yang dihipotesiskan dengan indikasi yang

diperoleh dari data yang ada. Uji ini membantu mengetahui apakah koefisien residual

ini bisa ditingkatkan lagi peluangnya menjadi semakin kecil (semakin kecil nilai

residualnya, berarti semakin mirip model yang dihipotesiskan dengan informasi yang

diperoleh dari data). Jika memang cukup signifikan , faktor kedua kemudian bisa

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

35

diekstraksi dan begitu juga selanjutnya sampai residual matriks tidak lagi signifikan

secara spesifik (Amir, 2015:132)

Principal Factor Analysis tidak menjelaskan semua varian di sebuah matriks

karena metode ini tidak mengasumsikan bahwa semua varian yang ada adalah

common variance, sebaliknya metode ini hanya memperhatikan common variance

yang ada. (Amir, 2015:130). Hal ini memberikan kelebihan , karena secara teori

tidak mungkin suatu faktor bisa menjelaskan semua varian yang ada di matriks

tertentu, karena semua korelasi selalu memiliki komponen error di dalamnya.

(Amir, 2015:132)

Menurut Costello dan Osborne (dalam Amir, 2015) Principal Axis Factor

merupakan metode yang lebih sesuai untuk analisis faktor , karena kita selalu

berasumsi adanya hubungan antara faktor yang menjadi landasan setiap butir

pertanyaan. Selain itu , metode Principal Axis Factoring secara umum memberikan

hasil terbaik pada data yang berdistribusi normal maupun tidak. Ini juga menjadi

keunggulan Principal Axis Factor karena tidak semua metode analisis faktor dapat

memberikan hasil terbaik pada data yang berdistribusi tidak normal.

2.4.6. Jumlah Sampel Ideal dan Jenis Data Untuk Analisis Faktor

Secara umum, jumlah sampel dalam analisis faktor minimal 50 pengamatan.

Bahkan seharusnya ukuran sampel sebanyak 100 atau lebih besar. Biasanya ukuran

sampel dalam analisis ini dianjurkan memiliki paling sedikit 5 kali jumlah variabel

yang akan diamati, karena semakin banyak sampel yang dipilih akan mencapai

patokan rasio 10:1, dalam arti untuk satu variabel ada 10 sampel (Hair, Black, Babin,

dan Anderson, 2010). Dalam pengertian SPSS, hal ini berarti untuk setiap 1 kolom

yang ada, seharusnya terdapat 10 baris data, sehingga jika ada 5 kolom (variabel),

minimal seharusnya ada 50 baris data (sampel).

Data dalam analisis faktor minimal adalah interval, sehingga apabila data yg

diperoleh berupa data ordinal, harus ditransformasikan menjadi data interval,

misalnya dengan menggunakan metode successive interval (Suliyanto,2005).

2.4.7. Penamaan Faktor yang Terbentuk

Menurut Suliyanto (2005) untuk menamai faktor yang telah dibentuk dalam

analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center · mampu mengidentifikasi hasil atau penghargaan dari usaha yang ... positif atau negatif individu terhadap ... belum dapat menjelaskan

36

1. Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang

membentuk faktor tersebut.

2. Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor

loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk

memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang

membentuk faktor tersebut.

2.5. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Penelitian

Sumber : Peneliti (2015)

Keterangan :

T-1 : Untuk mengidentifikasi apa saja faktor-faktor pembentuk intensi berwirausaha

pada mahasiswa jurusan manajemen angkatan 2012-2013 Universitas Bina

Nusantara.

T-2 : Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor pembentuk intensi berwirausaha pada

mahasiswa jurusan manajemen angkatan 2012-2013 Universitas Bina Nusantara

setelah direduksi menggunakan metode Principal Factor Analysis.

Faktor 1

Faktor 2

Faktor 3

Faktor 4

Faktor 5

Faktor 6

Faktor n

Faktor 40

Ana

lisis

Dom

ain

dan

Ta

kso

nom

i

Ana

lisis

Fa

ktor

Faktor 1

Faktor 2

Faktor 3

Faktor 4

Faktor n

T-1 T-2

In D

ept

h In

terv

iew