bab 2 landasan teori - library & knowledge...

34
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Cognitive Load Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988), merujuk pada konsep tentang beban pada memori kerja (working memory) dalam proses penyelesaian masalah (problem solving), berpikir, dan pendayagunaan pikiran lain (termasuk persepsi, memori, bahasa, dan lain sebagainya). Pengertian yang lebih umum dari definisi teknis tersebut disampaikan oleh Adcock (2000) sebagai jumlah sumber daya mental yang diperlukan untuk memproses informasi (amount of mental resources necessary for information processing). Kedua pengertian tersebut memberi gambaran jelas kaitan cognitive load dengan kemampuan individu memproses informasi. Sejak diusulkan oleh Sweller dalam domain proses pembelajaran (learning process), teori cognitive load telah menarik perhatian banyak peneliti. Perhatian antara lain ditujukan pada usaha meminimalisir cognitive load demi tercapainya proses belajar yang optimum, misalnya dalam Quiroga et al. (2004) dan Paas et al. (2003). Fokus peneliti pada domain proses pembelajaran tersebut tidak lepas dari pengaruh cognitive load yang terindikasi menurunkan performansi individu dalam melakukan suatu tugas. Mengutip Barrouilet et al. (2007), performansi individu akan menurun seiring peningkatan beban memori konkuren, dan peningkatan apapun dari kesulitan proses akan menyebabkan informasi hilang dari memori jangka pendek (Anderson et al., 1996; Case et al., 1982; Conway & Engle, 1994; Daneman & Carpenter, 1980; Just & Carpenter, 1992).

Upload: ngokhanh

Post on 13-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

8  

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Cognitive Load

Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988), merujuk pada

konsep tentang beban pada memori kerja (working memory) dalam proses penyelesaian

masalah (problem solving), berpikir, dan pendayagunaan pikiran lain (termasuk persepsi,

memori, bahasa, dan lain sebagainya). Pengertian yang lebih umum dari definisi teknis

tersebut disampaikan oleh Adcock (2000) sebagai jumlah sumber daya mental yang

diperlukan untuk memproses informasi (amount of mental resources necessary for

information processing). Kedua pengertian tersebut memberi gambaran jelas kaitan

cognitive load dengan kemampuan individu memproses informasi.

Sejak diusulkan oleh Sweller dalam domain proses pembelajaran (learning

process), teori cognitive load telah menarik perhatian banyak peneliti. Perhatian antara

lain ditujukan pada usaha meminimalisir cognitive load demi tercapainya proses belajar

yang optimum, misalnya dalam Quiroga et al. (2004) dan Paas et al. (2003).

Fokus peneliti pada domain proses pembelajaran tersebut tidak lepas dari

pengaruh cognitive load yang terindikasi menurunkan performansi individu dalam

melakukan suatu tugas. Mengutip Barrouilet et al. (2007), performansi individu akan

menurun seiring peningkatan beban memori konkuren, dan peningkatan apapun dari

kesulitan proses akan menyebabkan informasi hilang dari memori jangka pendek

(Anderson et al., 1996; Case et al., 1982; Conway & Engle, 1994; Daneman &

Carpenter, 1980; Just & Carpenter, 1992).

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

9  

Selain dalam proses pembelajaran, teori cognitive load terbukti pula menarik

perhatian peneliti di bidang lain. Dewitte et al. (2005), meneliti pengaruh cognitive load

pada keputusan konsumen dalam memilih barang. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan cognitive load memberi efek negatif kepada keputusan konsumen dalam

memilih barang. Lebih dari itu, Dewitte et al. menunjukkan pula, berlawanan dengan

pendapat umum, pengaruh cognitive load dalam pengambilan keputusan ternyata tetap

nyata sekalipun sumber cognitive load itu telah dihilangkan. Dewitte et al.

mengistilahkan hal ini sebagai negative after-effects.

Penelitian lain berbasis teori cognitive load mengambil domain yang cukup unik,

teori evolusi. DeSteno et al. (2002) menggunakan manipulasi cognitive load untuk

menguji asal perbedaan pria dan perempuan dalam merespon ketidaksetiaan (infidelity).

Ia menghipotesiskan bila perbedaan respon adalah hasil evolusi, maka tentulah proses

tersebut bersifat otomatis, dan dengan demikian manipulasi cognitive load tidak akan

mempengaruhinya.

Hipotesis tersebut dibantah oleh Barret et al. (2006). Barret menilai hipotesis

DeSteno salah karena dua alasan, pertama mungkin sekali cognitive load justru

mempengaruhi mekanisme yang terlibat dalam persepsi atas ketidaksetiaan sehingga

mengurangi keefektifan manipulasi cognitive load dalam menguji teori evolusi. Kedua,

Barret menilai DeSteno membuat asumsi terlalu jauh dengan menyatakan mekanisme

cemburu (jealousy mechanisms) sebagai sesuatu yang otomatis.

Lepas dari beberapa isu teoritis yang masih tersisa, konsensus yang ada jelas

mendukung pendapat pengaruh negatif cognitive load atas performansi individu

melakukan suatu tugas (Barrouilet et al., 2007). Fenomena yang disebabkan keterbatasan

kapasitas working memory ini disebut dengan memory-performance trade-off. Apabila

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

10  memori kerja terokupasi dengan kompleksitas tugas yang tinggi, kemampuannya untuk

melakukan pemrosesan informasi akan menurun. Mengingat teori cognitive load terkait

erat dengan teori tentang arsitektur memori manusia, dalam tulisan ini penulis akan

menyertakan pula beberapa konsep tentang memori.

2.2. Memori

2.2.1. Teori Tingkatan Memori (Stage Theory of Memory)

Memori manusia, seperti diusulkan dalam teori Tingkatan Memori atau Stage

Theory of Memory (Atkinson&Shiffrin, 1968; Baddeley, 1999), terdiri dari tiga tingkat

(stages). Tiga tingkat ini masing-masing berguna untuk memenuhi kebutuhan individu

akan penyimpanan informasi dengan jangka waktu yang berbeda-beda.

Tingkat pertama dari memori adalah sensory register. Seperti namanya, tingkat

memori ini memiliki fungsi untuk merekam stimuli secara persis sama dengan yang

diterima oleh panca indra. Kapasitas sensory register tidak besar, dan waktu

penyimpanannya pun tidak lama. Seperti dikutip oleh Lahey (2007), untuk informasi

visual, sensory register menyimpan informasi kira-kira seperempat detik. Sedangkan

untuk stimuli audio, ingatan jelas tentang bunyi bersangkutan, sama dengan informasi

visual, hanya terekam selama seperempat detik (Cowan, 1987), sementara untuk ingatan

yang lebih samar-samar dapat bertahan hingga 4 detik (Tarpy&Mayer, 1978). Meskipun

kapasitasnya kecil, dan waktu penyimpanannya singkat, sensory register benar-benar

menyimpan suatu pengalaman sensoris sama seperti aslinya (Sperling, 1960)

Tingkat memori kedua adalah memori jangka pendek (STM atau Short-Term

Memory). Ketika satu bit atau potongan informasi terpilih untuk diproses lebih jauh,

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

11  informasi tersebut ditransfer dari sensory-register ke dalam memori jangka pendek.

Sekurangnya terdapat dua proses yang berperan dalam pengolahan informasi pada

tingkat short-term memory, yaitu rehearsal dan chunking.

Rehearsal adalah proses yang berguna untuk mengatasi keterbatasan short-term

memory yang hanya mampu menyimpan informasi dalam jangka waktu pendek.

Menurut Ellis & Hunt (1993), informasi pada short-term memory secara umum bertahan

kurang dari 30 detik. Dalam beberapa kasus, jangka waktu penyimpanan ini bahkan

berkurang hingga hanya menjadi beberapa detik.

Untuk mengatasi keterbatasan waktu penyimpanan tersebut, individu dapat

mengakalinya dengan secara mental mengulang informasi yang telah diberikan.

Pengulangan mental (mental repetition) ini disebut rehearsal. Dengan melakukan

pengulangan mental atas suatu informasi, informasi tersebut senantiasa diperbarui

(renewed) di dalam short-term memory dan dapat memiliki waktu penyimpanan yang

lebih panjang.

Pada konteks penelitian ini, bagian pola yang telah berhasil dihapal oleh

partisipan akan disimpan dalam short-term memory. Partisipan, meskipun mungkin tidak

sadar, akan terus melakukan perulangan mental atas pola yang telah dihapalnya, dalam

hal ini partisipan melakukan rehearsal. Apabila rehearsal tidak dilakukan, tidak akan

ada pola yang berhasil diingat karena akan terus-menerus terjadi kehilangan informasi

(lupa). Bagaimanapun, sekalipun dilakukan rehearsal terus-menerus, ada karakteristik

lain dari short-term memory yang mempersulit partisipan dalam menghapal pola,

keterbatasan kapasitas.

Seperti dikemukakan oleh George Miller (1956), kemampuan short-term memory

dalam menyimpan informasi sangat terbatas. Ia mengusulkan magic number seven plus

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

12  or minus two untuk menggambarkan keterbatasan itu. Dengan kata lain, Miller

mengusulkan bahwa short-term memory hanya dapat menyimpan lima hingga sembilan

unit informasi pada saat yang bersamaan.

Seperti pada rehearsal yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan waktu

penyimpanan, keterbatasan kapasitas short-term memory dapat pula diatasi, kali ini

dengan chunking. George Miller menyebut satu unit informasi sebagai chunk. Perlu

diperhatikan secara khusus bahwa Miller tidak menyatakan individu hanya dapat

menyimpan lima hingga sembilan “hal” ataupun “digit”. Ia menyatakan bahwa

keterbatasan itu adalah lima hingga sembilan “unit informasi”.

Individu dapat menyimpan lebih banyak informasi dalam short-term memory-

nya dengan melakukan chunking, atau membentuk konsep yang tepat sehingga lebih

banyak informasi yang dapat ditampung dalam satu chunk. Sebagai contoh, untuk

menghapal nomor telepon, misalnya 08176543789, individu umumnya akan memecah

nomor tersebut ke dalam setidaknya tiga chunk. Teknik chunking untuk tiap individu

tentu berbeda, namun dalam contoh ini, kita andaikan individu memutuskan chunk

pertama dikonsepkan sebagai “XL”. Chunk kedua dikonsepkan sebagai “urut mundur

dari 6 sampai 3”. Chunk ketiga dikonsepkan sebagai “urut naik dari 7”.

Individu yang melakukan chunking demikian akan lebih cepat mengingat digit-

digit nomor telepon tersebut. Selain lebih cepat, nomor yang telah diingat akan

tersimpan lebih lama, serta dapat pula mengingat nomor yang lebih panjang selama

individu bersangkutan dapat menyusun konsep chunking atas informasi yang ada. Pada

penelitian ini, dimana panjang pola terpanjang adalah 9, individu secara tidak langsung

diharuskan melakukan chunking. Tanpa membentuk konsep chunk, sangat sulit bagi

partisipan dalam eksperimen ini untuk menghapal pola-pola yang diberikan.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

13  

Aspek penting lain dari short-term memory, selain keterbatasan durasi

penyimpanan dan kapasitasnya, adalah perannya sebagai memori kerja atau working

memory (Baddeley, 1992; 1999). Baddeley mendefinisikan working memory sebagai,

a brain sistem that provides temporary storage and manipulation of the information necessary for such complex cognitive tasks such as language comprehension, learning and reasoning. Dalam konteks working memory, short-term memory berperan sebagai tempat

penampung sementara ketika informasi di-retrieve dari long-term memory untuk

digunakan ataupun diperbarui (updated).

Penelitian dan analisis statistik oleh Oberauer et al. (2005) menunjukkan

kapasitas working memory berkorelasi positif dengan kecerdasan umum dan juga

kemampuan mendayagunakan pikiran (reasoning ability). Dalam tataran konsep,

Oberauer menyarankan kapasitas working memory sebagai salah satu faktor penyusun

kemampuan intelektual individu, sekaligus penduga yang baik bagi kecerdasan umum

dan kemampuan mendayagunakan pikiran (reasoning ability).

Tingkat ketiga adalah memori jangka panjang atau long-term memory, disingkat

LTM. Long-term memory berperan sebagai gudang untuk menyimpan informasi dalam

jangka waktu yang lama. Seperti ditulis oleh Lahey (2007), sekurangnya ada empat

perbedaan antara long-term memory dengan short-term memory.

Pertama, dalam hal retrieval informasi. Pada short-term memory, informasi di-

recall menggunakan total scanning, atau menelusuri keseluruhan informasi yang ada.

Sebaliknya pada long-term memory, karena kapasitasnya yang besar, total scanning

tidak mungkin dilakukan. Penyimpanan dan retrieval informasi pada long-term memory

dengan demikian menggunakan strategi yang lain, disebut indexing. Pada strategi ini,

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

14  retrieval informasi memerlukan petunjuk (cues), dalam rupa pertanyaan, ataupun hal

lain yang berkaitan dengan informasi yang akan di-retrieve.

Kedua, dalam hal jenis informasi yang paling mudah disimpan. Short-term

memory lebih mudah menyimpan informasi terkait fisik atau bersifat sensori (apa yang

kita lihat, dengar, sentuh, lakukan, kecap, dan lain-lain). Long-term memory di sisi lain,

lebih mudah menyimpan informasi dalam bentuk arti-nya, disebut dengan semantic

codes (Cowan, 1988).

Ketiga, dalam hal mekanisme terjadinya kegagalan mengingat informasi. Seperti

telah dijelaskan di atas, short-term memory terbatas dalam kapasitas dan durasinya

menyimpan informasi. Kegagalan mengingat informasi yang tersimpan dalam short-

term memory lebih cenderung disebabkan tidak dilakukannya rehearsal ataupun

informasi tersebut tidak diproses dalam waktu yang lama. Long-term memory pada sisi

lain, selain kapasitasnya yang lebih besar, juga diyakini menyimpan informasi secara

permanen. Dengan demikian, menurut Baddeley (1999), apabila terjadi kegagalan

mengingat informasi yang tersimpan pada long-term memory, hal itu bukan disebabkan

informasi tersebut telah terhapus, namun karena ada hal yang menghambat atau

menghalangi individu dalam mengingatnya.

Keempat, perbedaan pada bagian otak yang menangani masing-masing tingkat

memori. Short-term memory ditangani secara khusus oleh frontal lobes dari cerebral

cortex (Buckner & Barch, 1999; Fuster, 1995; Williams & Goldman-Rakic, 1995).

Untuk penyimpanan informasi pada long-term memory, otak akan mengintegrasikan

informasi pada hippocampus, kemudian memindahkannya ke cerebral cortex yang

berperan dalam kemampuan linguistic dan persepsi untuk penyimpanan permanen

(Nadel & Jacobs, 1998).

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

15  2.2.2. Model Tingkat Pemrosesan Informasi (Levels of Processing Model)

Alternatif lain dari Stage Theory of Memory adalah Levels of Processing Theory.

Teori ini diusulkan oleh Fergus Craik dan Robert Lockhart (1972). Perbedaan

fundamental antara kedua teori memori tersebut ada pada caranya memandang short-

term dan long-term memory.

Levels of Processing Model memandang short-term dan long-term memory

sebagai satu kesatuan yang berbeda hanya dalam skala pemrosesan, dan bukan

merupakan dua tingkat yang benar-benar terpisah. Secara singkat Craik & Lockhart

meyakini pada hakikatnya hanya ada satu bagian memori lagi setelah sensory register.

Jangka waktu penyimpanan informasi, menurut mereka, bukan ditentukan oleh

tempat penyimpanannya (short-term ataupun long-term memory), namun oleh seberapa

baik informasi diproses bersamaan dengan proses encoding-nya pada memori. Informasi

akan tersimpan lebih lama dan lebih permanen apabila individu memproses informasi

tersebut pada tingkat yang lebih dalam (deeper level).

Berdasarkan argumen tersebut, Craik & Lockhart menyatakan perbedaan short-

term dan long-term memory yang dinyatakan oleh Stage Theory of Memory bukanlah

berasal dari dua tingkat memori yang berbeda prinsip kerja, namun lebih disebabkan

perbedaan kedalaman pemrosesan informasi. Lebih lanjut, Levels of Processing Model

menghipotesiskan tingkat pemrosesan informasi dari dangkal (shallow) hingga dalam

(deep) bukanlah suatu tingkat yang diskrit, namun kontinu.

Perbedaan antara pemrosesan dangkal dan dalam, menurut Ellis (1987),

cenderung kepada bagaimana informasi di-encode dalam memori. Pemrosesan dangkal

menyimpan informasi dalam bentuk persepsi superficial-nya (superficial perceptual).

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

16  Pemrosesan dalam, di sisi lain, menyimpan informasi dalam bentuk arti atau maknanya

(semantic encoding).

Pemrosesan dalam melibatkan pula informasi yang telah lebih dulu tersimpan

dalam memori. Proses ini, yang disebut elaboration, membangun asosiasi-asosiasi yang

menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah ada. Sesuai dengan model

associative network, asosiasi-asosiasi ini sangat diperlukan apabila individu hendak me-

retrieve ataupun menggunakan informasi yang telah tersimpan sebelumnya.

Hal menarik lainnya tentang pemrosesan tingkat dalam adalah bahwa informasi

superficial pun dapat diolah secara dalam. Penelitian oleh Symons&Johnson (1997),

menunjukkan elaboration dapat dilakukan lebih baik dengan mencari kaitan informasi

baru dengan informasi tentang diri kita. Hal ini terjadi karena informasi tentang diri

sendiri adalah salah satu informasi yang paling terelaborasi dan paling mudah diakses

dari memori (dikutip dari Lahey, 2007).

Dalam eksperimen ini, teori cognitive load dan arsitektur memori sangat

membantu untuk memahami bagaimana manipulasi panjang pola dan kompleksitas tugas

mempengaruhi kecepatan partisipan mengenali pola yang diberikan. Namun, teori-teori

tersebut tidaklah cukup untuk menerangkan alasan penulis menggunakan beberapa data

control atas partisipan.

Penelitian ini, selain bertujuan mengkonfirmasi pengaruh cognitive load bagi

kemampuan partisipan mengenali pola stimuli visual, memiliki pula tujuan minor lain.

Tujuan minor tersebut ditujukan untuk mengetahui bagaimana cognitive load memberi

pengaruh berbeda ke tiap individu. Dalam psikologi, perbedaan individu tersebut dikenal

sebagai individual differences. Tiga data control akan digunakan sebagai representasi

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

17  dua individual differences yang menjadi fokus peneliti, kecerdasan dan keyakinan

berlebih (overconfidence tendency).

2.3. Kecerdasan (Intelligence)

Kecerdasan barangkali salah satu konsep paling menarik sekaligus paling

mengundang perdebatan dalam psikologi. David Myers (1998), menuliskan kegamangan

memandang konsep kecerdasan ini dalam kalimat, “intelligence is one of psychology’s

slippery concepts.” (p. 336). Benjamin Lahey (2007), menggambarkannya dalam

kalimat, “after nearly 100 years of scrutiny, however, psychologists still cannot agree on

several basic issues.” (p. 291)

Pada sub-bab tentang konsep kecerdasan ini, penulis akan memfokuskan

penjelasan pada tiga hal yang melatarbelakangi penggunaan data control IPK dan jenis

kelamin. Tiga konsep yang akan digali lebih dalam adalah (1) Nilai Tes Kecerdasan dan

Prestasi Akademis, (2) Kecerdasan dan Kecepatan Memproses Informasi, serta (3) Jenis

kelamin dan Perbedaan Kecerdasan.

2.3.1. Nilai Tes Kecerdasan dan Prestasi Akademis

Pada awal sub-bab tentang pengukuran kecerdasan, Myers (1998) menulis ulang

kata-kata James Baldwin berikut, “people are trapped in history and history is trapped

in them.” Bukan tanpa alasan Myers menulis demikian, sejarah menunjukkan berbagai

miskonsepsi telah mengaburkan tujuan sebenarnya dari penyusunan tes kecerdasan.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan konsep yang jelas dan tidak bias tentang tes

kecerdasan, seperti diusulkan Myers, ada baiknya sejarah panjang usaha manusia

menyusun tes kecerdasan disertakan dalam pembahasan.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

18  

Sir Francis Galton (1822-1911) adalah individu yang diyakini sebagai yang

pertama kali mencetuskan ide tentang kemungkinan mengukur kemampuan mental

manusia secara kuantitatif. Ia adalah saudara sepupu Charles Darwin. Ketika Darwin

mengeluarkan teori evolusinya tentang seleksi alam, Galton melihat kemungkinan untuk

menyusun sebuah tes untuk mengukur manusia, dan berdasarkan nilai tes tersebut,

memilih individu yang cukup superior dan pantas bereproduksi (dikutip dari Myers,

1998).

Meskipun gagasan tersebut, untuk masa sekarang, terkesan rasis atau bahkan

chauvinistic, Galton benar-benar memandangnya secara serius. Pada tahun 1869, ia

mengusulkan gagasan hubungan ukuran kepala dengan kegeniusan. 15 tahun setelah

keluarnya buku tersebut, kesempatan datang bagi Galton untuk membuktikan teorinya.

Pada sebuah pameran, ia mengukur lebih dari 10.000 orang dan menilai

kemampuan mental (kecerdasan) mereka berdasarkan berbagai hal, antara lain waktu

respon, kesensitifan panca indra, kekuatan otot, hingga proporsionalitas tubuh. Hasil

yang didapat mengecewakan Galton, semua parameter tersebut tidak memberikan hasil

yang diharapkan. Bahkan, parameter-parameter tersebut terbukti tidak saling berkorelasi

satu sama lain.

Galton gagal membuktikan teorinya, namun idenya untuk mengkuantifikasi sisi-

sisi manusia (ia pernah menyusun tes untuk mengukur kebosanan, efek doa, hingga

kecantikan perempuan Inggris), tetap menginspirasi peneliti-peneliti setelahnya.

Gagasannya bahwa kemampuan mental individu dapat diukur dan dikuantifikasi dengan

cermatlah, yang mendorong seorang psikolog Perancis bernama Alfred Binet

menemukan tes-IQ pertama.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

19  

Berbeda dengan Galton yang bermaksud menyusun tes superioritas demi

mengontrol reproduksi individu-individu yang “tidak cukup baik”, motivasi Binet dan

koleganya Théodore Simon adalah membantu para guru dalam proses pengajaran murid-

muridnya. Binet dan Simon diminta oleh pemerintah Perancis untuk menyusun tes yang

dapat mengidentifikasi murid yang potensial mengalami kesulitan dalam menerima

materi. Dengan identifikasi tersebut, diharapkan para guru dapat memberi perhatian

lebih pada mereka.

Mengutip Dickens (2008), tes yang disusun Binet (1905) dapat dikatakan

berhasil. Nilai tes yang dihasilkan berkorelasi tinggi dengan pendapat umum tentang

kecerdasan individu bersangkutan. Nilai-nilai tersebut juga berkorelasi positif dengan

ukuran pencapaian akademis, seperti nilai dan grade. Ukuran korelasi yang dihasilkan

pada umumnya bernilai +0.5 atau lebih.

Secara pribadi, di luar kesuksesannya menyusun tes kecerdasan pertama yang

valid secara ilmiah, Binet memendam kekhawatiran. Ia menekankan bahwa kualitas

kecerdasan, “cannot be measured as linear surfaces are measured” (Binet & Simon,

1905). Ia menyatakan pula bahwa tes yang disusunnya hanya memiliki satu tujuan

utama, membantu murid yang membutuhkan perhatian tambahan dalam memahami

materi pelajaran. Namun, ia menyadari miskonsepsi dapat saja terjadi, dan karena itu

benar-benar khawatir skala pengukuran yang sama akan digunakan pula untuk secara

ilmiah melakukan labeling kepada peserta didik, dan dengan demikian justru

menghalangi kesempatannya berkembang (Gould, 1981)

Robert Zajonc (1984), seorang ilmuwan sosial, pernah menuliskan,

“the IQ test was invented to predict academic performance, nothing else. If we wanted something that would predict life success, we’d have to invent another test completely.”

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

20  

Penelitian ini menggunakan IPK sebagai substitusi nilai tes IQ karena kendala

teknis peneliti untuk mengetahui nilai IQ partisipan. Bagaimanapun, mengingat notasi

dari Dickens (2008) di atas yang menyatakan korelasi +0.5 antara nilai tes kecerdasan

dengan prestasi akademis, serta mengingat bahwa prestasi akademis adalah satu-satunya

hal yang dapat diduga oleh tes IQ, penulis memandang penggunaan IPK dapat dilakukan

dengan catatan tidak ada generalisasi lain atas substitusi tersebut.

2.3.2. Kecerdasan dan Kecepatan Memproses Informasi

Apabila tes kecerdasan (sub-subbab 2.3.1) berkutat pada bagaimana kecerdasan

(kemampuan mental) harus diukur, maka sub-subbab ini terfokus pada konsep tentang

kecerdasan itu sendiri, apa yang menyusunnya, dan bagaimana karakter atau

manifestasinya.

Seperti ditulis Lahey (2007), salah satu perdebatan dalam konsep kecerdasan

adalah atas faktor penyusunnya. Satu kutub adalah teori yang menyatakan kecerdasan

adalah satu faktor umum, yang menjadi basis dan melandasi kemampuan-kemampuan

lain yang individu miliki (Spearman, 1904; Spearman & Wynn-Jones, 1950; Wechsler,

1955). Kutub lain yang berseberangan adalah pandangan yang menyatakan kecerdasan

bukanlah satu faktor umum, namun kumpulan dari berbagai macam kemampuan yang

saling independen satu sama lain (Thurstone, 1935; Thurstone, 1938; Guilford, 1982;

Gardner, 2000).

Dickens (2008) menilai kedua kutub tersebut, sampai batas tertentu, memiliki

kebenarannya masing-masing. Individu mungkin saja sangat baik dalam suatu bidang,

namun buruk dalam bidang lain (Kuncel et al., 2004). Notasi kecerdasan umum tetap

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

21  relevan karena individu yang baik dalam suatu bidang, ternyata cenderung mengerjakan

tugas dengan baik pula dalam bidang lain (Carrol, 1993)

Aspek penting lain dari kecerdasan adalah seberapa jauh hubungannya dengan

kecepatan individu memproses informasi. Seperti dikutip oleh Neisser (1996), beberapa

studi klasik menunjukkan kecepatan individu melakukan beberapa tugas kognitif

sederhana dan perceptual berkorelasi dengan nilai tes kecerdasan yang bersangkutan

(Ceci, 1990; Deary, 1995; Vernon, 1987). Lebih jauh, ia menyatakan secara umum

individu dengan nilai tes kecerdasan lebih tinggi cenderung mampu untuk memahami,

menelusuri, menerima, dan merespon (apprehend, scan, retrieve, and respond) stimuli

secara lebih cepat dibanding dengan individu lain yang memiliki nilai tes kecerdasan

lebih rendah.

Ketertarikan atas hubungan kedua proses tersebut, menurut Neisser (1996),

berawal pada tahun 1970an, ketika para peneliti tergerak untuk meneliti waktu respon

dan ukuran kronometris lain sebagai skala kemampuan kognitif. Pengukuran

kemampuan kognitif demikian mendapat landasannya berdasar pendapat Sternberg

(1977) yang menyatakan bahwa pada beberapa tugas pemecahan masalah dimungkinkan

untuk menganalisis keseluruhan waktu respon partisipan ke dalam “komponen-

komponen kognitif” teoritis.

Eksperimen waktu respon Jensen (1987) dengan baik mengkonfirmasi pendapat

Sternberg tersebut. Ia mengukur kecepatan partisipan untuk merespon stimuli visual

berupa lampu yang menyala. Seperti dikutip Neisser (1996), beragam aspek dari

eksperimen waktu respon ini berkorelasi kuat (-0.3 hingga -0.4) dengan nilai tes

kecerdasan. Perhatikan bahwa nilai korelasi negatif mendukung asumsi bahwa

kecerdasan berbanding lurus dengan kecepatan individu memproses informasi.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

22  

Korelasi yang lebih kuat didapat dengan menyusun tugas yang lebih kompleks.

Hal ini ditunjukkan dengan eksperimen oleh Frearson & Eysenck (1986). Menggunakan

eksperimen waktu respon yang sama, Frearson & Eysenck meningkatkan kompleksitas

tugas dengan menyalakan bersamaan tiga lampu. Lampu yang harus direspon oleh

partisipan adalah lampu yang terpisah (berjarak paling jauh) dari dua lampu lainnya.

Melalui prosedur demikian, korelasi yang didapat lebih kuat daripada eksperimen Jensen

(1987). Neisser (1996) menyatakan, nilai korelasi yang lebih tinggi tersebut mungkin

disebabkan diperlukannya penilaian spasial (spatial judgement) yang lebih kompleks.

Pendekatan lain atas teori kecerdasan menggunakan basis biologis dan

neuroscience. Penelitian menunjukkan beberapa gen berperan dalam aspek notasi

kecerdasan yang lebih spesifik (Plomin & Spinath, 2004). Sedangkan untuk notasi

kecerdasan umum seperti diusulkan Spearman (1904), teori yang berkembang adalah

individu dengan nilai kecerdasan tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam

membentuk koneksi syaraf antara axon dan dendrite di otak (Anderson, 2001; Garlick,

2002).

Mengutip Lahey (2007), ada dua hal yang membawa kepada hipotesis hubungan

kemampuan membentuk koneksi antar syaraf dengan kecerdasan umum yang lebih

tinggi. Pertama, kemampuan membentuk koneksi syaraf menunjukkan individu dengan

kecerdasan umum tinggi mampu belajar dari pengalaman dengan lebih baik. Kedua,

keterhubungan yang baik antar neuron di otak memungkinkan individu memproses

informasi secara lebih cepat. Individu demikian memiliki gerak refleks dan waktu

respon yang lebih cepat, serta memerlukan waktu lebih singkat untuk membuat penilaian

atas suatu masalah sederhana (Lahey, 2007).

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

23  2.3.3. Jenis kelamin dan Perbedaan Kecerdasan

Myers (1998), menuliskan bagaimana manusia cenderung tertarik kepada

perbedaan,

“in science, as in everyday life, differences, not similarities, excite interest…in the psychological domain, jenis kelamin similarities dwarf jenis kelamin differences, but the differences often capture our attention.” Salah satu perbedaan tersebut, yang paling mengundang minat peneliti selain

perbedaan antar-etnik, adalah perbedaan jenis kelamin dalam hasil tes kecerdasan.

Terkait kecerdasan verbal, perempuan terindikasi lebih baik dalam pengucapan kata

(spelling). Hingga akhir Sekolah Menengah Atas, hanya 30% pria mengeja lebih baik

dari perempuan (Lubinski & Benbow, 1992). Pria cenderung bicara tergagap dan

kesulitan membaca bila dibandingkan perempuan (Finucci&Childs, 1981). Prestasi

akademik saat Sekolah Menengah atas, pria dua kali lipat dari perempuan dalam hal

jumlah individu yang prestasinya tidak memuaskan (McCall et al., 1992)

Kemampuan komputasi matematis, perempuan umumnya memiliki nilai sama

atau melebihi rata-rata pria (ETS, 1992; Kimball, 1989). Uniknya, meskipun unggul

dalam aspek komputasi, namun dalam hal penyelesaian masalah matematis berbagai

penelitian menunjukkan pria meraih nilai yang lebih baik (Hedges & Nowell, 1995;

Lummis & Stevenson, 1990)

Penelitian dalam tugas visual-spasial seperti rotasi mental dan spatiotemporal,

antara lain dengan meminta partisipan mengikuti objek bergerak dalam ruang,

menunjukkan pria memiliki nilai yang lebih tinggi dari perempuan (Law et al., 1993;

Linn & Petersen, 1985). Dominasi pria terutama terlihat dalam masalah yang melibatkan

rotasi mental. Sebuah meta-analysis oleh Masters & Senders (1993) memberikan nilai

ukuran efek (effect size) sebesar d = 0.9. Nilai effect size demikian diukur dalam satuan

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

24  standar deviasi, dan dapat diinterpretasikan sebagai nilai rata-rata pria dalam tugas rotasi

mental berada hampir satu standar deviasi di atas rata-rata perempuan.

Nilai tes pria yang lebih tinggi dalam tugas pergerakan objek dan visual-spasial,

dinilai sejalan dengan performansi yang lebih baik pula dalam tugas yang melibatkan

membidik dan melempar (Jardine & Martin, 1983). Penjelasan tentang hal ini dari sudut

pandang evolusi (Geary, 1995, 1996; Silverman & Eals, 1992), menjelaskan keunggulan

demikian berkembang seiring sangat vitalnya kemampuan tersebut bagi kemampuan

individu berburu dan bertahan hidup.

Sebagaimana konsep lainnya tentang kecerdasan, perbedaan kemampuan antar-

jenis kelamin dalam beberapa tugas kognitif pun tidak luput dari kontroversi. Meskipun

kajian biologis menunjukkan hormon seks pria terbukti meningkatkan kemampuan

spasial (Berenbaum et al., 1995), namun peran tuntutan sosial tetap tidak dapat

diabaikan (Crawford et al, 1995; Eccles et al, 1990).

2.4. Keyakinan Berlebih (Overconfidence Tendency)

Data Control ketiga adalah prediksi performansi partisipan dengan metode

penilaian sendiri (self-assesment). Myers (1998) mendefinisikan overconfidence

sebagai

“the tendency to be more confident than correct – to overestimate the accuracy of one’s beliefs and judgements”. Singkatnya, overconfidence tendency menunjukkan suatu fenomena ketika

individu percaya berlebihan dengan penilaian atau kepercayaannya sendiri.

Fenomena ini merupakan salah satu area menarik bagi para peneliti, antara lain

ditunjukkan oleh penelitian Kahneman & Tversky (1979). Mereka memberi responden

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

25  beberapa pernyataan untuk diisi, antara lain, “saya yakin 98% jumlah reaktor nuklir

yang beroperasi di dunia lebih dari _____ namun kurang dari _____” Dalam penelitian

tersebut, meskipun menyatakan 98% yakin dengan jawaban yang diberikan, hampir

sepertiga responden salah memberikan jawaban. Hasil demikian menunjukkan

kecenderungan nyata dari keyakinan berlebih.

Penelitian lain oleh Buehler et al. (1994) memberikan hasil mengejutkan tentang

bagaimana sering perencana proyek terlalu yakin dalam menghitung estimasi biaya dan

waktu pengerjaan. Mengutip Myers (1998), salah satu contoh keyakinan berlebih ini

adalah perencanaan Opera House di Sydney, Australia. Pada tahun 1957, para perencana

memprediksi bangunan tersebut akan selesai dalam 10 tahun dengan biaya $7.000.000,-

Pada kenyataannya, Opera House baru selesai sepenuhnya tahun 1973 atau mundur 10

tahun dari rencana, dan dengan biaya $102.000.000,-

Buehler juga mengungkapkan keyakinan berlebih yang sama ditemukan pula

pada mahasiswa. Dalam hal ini, hal yang sering dilakukan mahasiswa adalah secara

yakin mengira tugas atau proyeknya akan selesai dengan cepat. Padahal, seperti dikutip

Myers (1998), secara umum tugas selesai dalam jangka waktu dua kali lipat dari yang

direncanakan. Menariknya, meskipun individu secara rutin menyadari pelaksanaan

selalu lebih lama dari yang direncanakan, kecenderungan untuk memiliki keyakinan

berlebih tetap tidak hilang.

Terkait penelitian ini, penulis menggunakan data control ketiga (prediksi

kinerja) sebagai indikator overconfidence tendency. Penulis hendak melihat apakah

partisipan yang menyatakan akan mengenali pola lebih baik dari partisipan lain benar-

benar mampu melakukan hal tersebut. Hal ini akan dianalisis dengan analisis profil.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

26  2.5. Metode Statistik

Keseluruhan data yang didapat dari partisipan akan dianalisis menggunakan tiga

metode: (1) Analisis Ragam (ANOVA), (2) Uji Nilai Tengah Pengamatan Berpasangan,

dan (3) Analisis Profil. Satu metode lagi (Duncan’s Multiple Range Test) akan

digunakan apabila ANOVA memberikan keputusan menolak Ho: tidak ada perbedaan

nilai tengah.

2.5.1. Analisis Ragam (Analysis of Variance, ANOVA)

Mengutip Walpole (1995), Analisis Ragam adalah suatu metode untuk

menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen yang mengukur

berbagai sumber keragaman (p. 382). Klasifikasi pengamatan berdasarkan satu kriterium

saja disebut klasifikasi satu arah (p. 382). Klasifikasi lain, yang melibatkan dua kriteria,

disebut klasifikasi dua arah (p. 383).

Hipotesis yang berlaku dalam ANOVA adalah,

0 :H 1 2 ... ,k k jumlah kelompokμ μ μ= = = =

1 :H sekurangnya dua nilai tengah tidak sama

Setiap pengamatan dalam ANOVA Klasifikasi Satu Arah dapat dituliskan dalam bentuk:

ij i ijx μ ε= + (2.1)

Data dalam ANOVA pada umumnya disusun dalam table dengan posisi sebagai berikut:

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

27  

Tabel 2.1

Penempatan k Contoh Acak

Populasi

1 2 … i … k

11x 21x … 1ix … 1kx 12x 22x … 2ix … 2kx . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1nx 2nx … inx … knx

Total Nilai Tengah

1.T 2.T … .iT … .kT

1.x 2.x … .ix … .kx

..T ..x

Ragam semua pengamatan di atas, bila pengamatan tersebut tidak dikelompok-

kelompokkan diberikan oleh rumus:

2

1 12

( ..)

1

k n

iji j

x xs

nk= =

−=

∑∑ (2.2)

Pembilang 2s , disebut Jumlah Kuadrat Total, mengukur keragaman total dalam data.

Keragaman total tersebut dapat diuraikan melalui identitas berikut:

2 2 2.

1 1 1 1 1

( ..) ( ..) ( .)k n k k n

ij i ij i

i j i i j

x x n x x x x= = = = =

− = − + −∑∑ ∑ ∑∑ (2.3)

Identitaskuadratdiatasdapatdiuraikankedalamtigapenjumlahankuadrat

22 2 ..

1 1 1 1

22.

2 1 ...

1

2

1 1

( ..)

( ..)

( .)

k n k n

ij iji j i j

k

iki

ii

k n

ij i

i j

Tx x x Jumlah Kuadrat Total JKTnk

TTn x x Jumlah Kuadrat NilaiTengah Kolom JKK

n nk

x x JKT JKK Jumlah Kuadrat Galat JKG

= = = =

=

=

= =

− = − = =

− = − = =

− = − = =

∑∑ ∑∑

∑∑

∑∑

(2.4)

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

28  

Salah satu nilai dugaan bagi 2σ , yang didasarkan pada 1k − derajat bebas, adalah

21 1

JKKsk

=−

(2.5)

Bila Ho benar, 1s merupakan penduga tak bias bagi 2σ . Bila H1 benar, JKK cenderung

menghasilkan nilai yang lebih besar, artinya 1s menduga lebih 2σ .

Nilai dugaan bagi 2σ yang lain, yang didasarkan pada ( 1)k n − derajat bebas, adalah

22 ( 1)

JKGsk n

=−

(2.6)

Nilai dugaan ini bersifat tak bias, baik hipotesis nol benar ataupun salah.

Bila Ho benar, rasio

2122

sfs

= (2.7)

merupakan nilai peubah acak F yang memiliki sebaran F dengan derajat bebas 1k − dan

( 1)k n − . Karena 1s menduga lebih 2σ bila Ho salah, maka wilayah kritis secara

otomatis berada pada ujung kanan sebaran F. Dengan demikian, Ho ditolak pada taraf

nyata α bila

[ 1, ( 1)]k k nf f α − −>

Tabel perhitungan Analisis Ragam disajikan berikut ini:

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

29  

Tabel 2.2

Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah (One-way ANOVA)

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F-hitung

Nilai Tengah Kolom

Galat

JKK

JKG

1k −

( 1)k n −

21 1

JKKsk

=−

22

JKGsN k

=−

2122

ss

Total JKT nk-1

2.5.2. Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple range Test)

Dalam kasus Analisis Ragam memutuskan penolakan hipotesis nol kesamaan

nilai tengah antar kelompok, maka kita perlu mengetahui kelompok manakah yang

berbeda nilai tengahnya. Salah satu metode yang tersedia untuk mengetahui hal tersebut

adalah Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Uji Duncan ini

sangat tepat digunakan dalam penelitian ini, karena hasil yang diberikan langsung

berupa kelompok terurut dari nilai tengah terkecil hingga terbesar. Hal tersebut

memudahkan kita untuk melihat apakah penambahan panjang akan diikuti oleh

melambatnya kemampuan partisipan mengenali pola stimuli visual yang diberikan.

Misalkan terdapat k kelompok dengan ukuran masing-masing n . Wilayah p

rata-rata contoh harus melampaui nilai tertentu sebelum kita dapat mengatakan p nilai

tengah populasinya berbeda. Nilai ini disebut wilayah nyata terkecil dan dilambangkan

dengan pR , dimana

2

.p p x psR r s rn

= = (2.8)

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

30  

Ragam contoh 2s yang merupakan penduga ragam populasi 2σ dapat kita

peroleh dari Kuadrat Tengah Galat yang ada pada tabel ANOVA (tabel 2.2). Nilai pr

yang disebut wilayah-terstudentkan nyata terkecil tergantung pada taraf nyata yang

diinginkan dan banyaknya derajat bebas Kuadrat Tengah Galat. Nilai-nilai tersebut dapat

diperoleh dari tabel wilayah-terstudentkan nyata terkecil.

Setelah kelompok-kelompok diurutkan nilai tengahnya, dua kelompok i dan

j dikatakan berbeda nilai tengah secara signifikan apabila | |i j px x R− > dengan p adalah

jumlah kelompok yang nilai tengahnya terletak pada interval nilai tengah i dan j .

2.5.3. Uji Nilai Tengah Pengamatan Berpasangan (Paired t-test)

Tujuan kedua dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dari peningkatan

kompleksitas tugas terhadap kecepatan partisipan mengenali pola stimuli visual yang

diberikan. Metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah Uji

Nilai Tengah Pengamatan Berpasangan.

Dalam metode ini kita memperhatikan selisih,

2 1i i id x x= − (2.9)

masing-masing pasangan pengamatan. Selisih-selisih tersebut dipandang sebagai nilai-

nilai suatu contoh acak 1 2, ,..., nd d d dari suatu nilai tengah Dμ dengan ragam 2Dσ tidak

diketahui dan diduga dengan 2ds . Dengan demikian 2

ds merupakan nilai dugaan bagi

statistik 2dS yang berfluktuasi dari satu contoh ke contoh lain. Nilai dugaan titik bagi

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

31  

1 2 Dμ μ μ− = sendiri diberikan oleh d Salah satu keunggulan pengamatan berpasangan

adalah ia lebih sensitif atas inferensia 1 2μ μ− yang didasarkan pada D (Walpole, 1995).

Selang kepercayaan (1 )100%α− bagi Dμ diperoleh dengan menyatakan

/ 2 / 2( ) 1P t T tα α α− < < = − (2.10)

dimana T adalah

/D

d

DTS n

μ−= (2.11)

dan / 2tα adalah nilai sebaran t dengan 1n− derajat bebas.

Penolakan Ho: 0D dμ = ditentukan berdasarkan statistik uji

0 , 1/d

d dt v ns n−

= = − (2.12)

Hipotesis alternatif 1H dan wilayah kritiknya diberikan pada table 2.3

Tabel 2.3

1H dan wilayah kritik

Uji Nilai Tengah Pengamatan Berpasangan

Hipotesis Alternatif ( 1H ) Wilayah Kritik

0D dμ < t tα< −

0D dμ > t tα> −

0D dμ ≠ t tα< − dan t tα> −

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

32  2.5.4. Analisis Profil (Profile Analysis)

Analisis Profil digunakan untuk menganalisis p perlakuan yang diberikan

kepada g (2 < g) kelompok. Respon dari perlakuan-perlakuan tersebut harus dinyatakan

dalam skala pengukuran yang sama. Lebih jauh diasumsikan respon dari kelompook-

kelompok yang berbeda diasumsikan saling bebas (independent).

Misalkan untuk kelompok i , nilai tengah untuk p perlakuan adalah

'1 2[ , ,..., ]i i i ipμ μ μ μ= . Plot tidak terputus dari nilai tengah tersebut disebut dengan profil

kelompok ke-i. (gambar 2.1). Profil demikian dapat digambarkan untuk setiap kelompok

data yang diinginkan.

Terdapat tiga hal yang menjadi fokus masalah dalam Analisis Profil. Pertama, uji

keparalelan. Kita ingin mengetahui apakah profil kelompok-kelompok yang diuji paralel

satu sama lain. Kedua, uji levels. Dalam uji ini kita melihat apakah ada perbedaan antar

kelompok data. Ketiga, uji flatness. Uji ini bertujuan untuk melihat bahwa sekurangnya

satu segmen antar variabel tidak bebas tidak sama dengan nol.

Gambar 2.1 Dua Profil dengan Empat Variabel

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

33  2.5.4.1. Uji Keparalelan

Mengutip Ainsworth (2006), dalam uji ini kita bermaksud mengkonfirmasi

apakah ada perbedaan antar grup dalam nilai yang dihasilkan dari pengurangan dua

variabel tak bebas yang bersebelahan. Dengan kata lain, apakah

hipotesis , , 1 , , 1: ; ,r i r i s i s iHo dengan r s g dan i pμ μ μ μ− −− = − ≤ ≤ dapat diterima?

Pada prinsipnya, uji keparalelan ini sama dengan MANOVA (Multivariate

Analysis of Variance) dengan catatan nilai variabel tak bebas tiap partisipan disubstitusi

menjadi selisih nilainya. Transformasi ini dapat dilakukan dengan mengalikan nilai

variabel tak bebas dengan suatu matriks konstras

1 1 0 0 0 00 1 1 0 0 0

[ 1][ ]0 0 0 0 1 1

Cp p

−⎡ ⎤⎢ ⎥−⎢ ⎥=⎢ ⎥−⎢ ⎥−⎣ ⎦

K

K

M M M M M M M

K

Identitas Kuadrat yang berlaku dalam MANOVA adalah

1 1 1 1 1( )( ) ' ( )( ) ' ( )( ) '

l lg g gn n

lj lj l l lj l lj lll j l l j

n= = = = =

− − = − − + − −∑∑ ∑ ∑∑x x x x x x x x x x x x (2.13)

Sama seperti ANOVA, identitas kuadrat di atas dapat dipecah ke dalam dua sumber

keragaman, perlakuan (between groups) dan galat (within groups) dengan,

1( )( ) '

g

l lll

n Jumlah Kuadrat Perlakuan=

− − =∑ x x x x (2.14)

1 1( )( ) '

lg n

lj l lj ll j

Jumlah Kuadrat Galat= =

− − =∑∑ x x x x (2.15)

Perhitungan keseluruhan MANOVA disajikan pada tabel berikut

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

34  

Tabel 2.4

Perhitungan Multivariate ANOVA

Sumber Keragaman

Matriks Jumlah Kuadrat Derajat Bebas

Perlakuan

1( )( ) '

g

l lll

n=

= − −∑B x x x x g – 1

Residual (galat)

1 1( )( ) '

lg n

lj l lj ll j= =

= − −∑∑W x x x x 1

l

g

l

n g=

−∑

Total

1 1( )( ) '

lg n

lj ljl j= =

+ = − −∑∑B W x x x x 1

1l

g

ln

=

−∑

Hipotesis nol tidak ada kelompok yang berbeda ditolak bila statistik uji rasio varian

tergeneralisasi

1 1*

1 1

( )( ) '

( )( ) '

l

l

g n

lj l lj ll j

g n

lj ljl j

= =

= =

− −Λ = =

+− −

∑∑

∑∑

x x x xW

B Wx x x x

(2.16)

Notasi *Λ diperkenalkan pertama kali oleh Wilks (1932), dan disebut dengan Wilks’

Lambda.

Mengutip Johnson&Wichern (2002), distribusi eksak Wilks’ Lambda dapat dituliskan

dalam bentuk sebaran-F pada tabel berikut ini

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

35  

Tabel 2.5

Ekuivalensi Wilks’s Lambda dengan Sebaran-F

Jumlah Variabel

Jumlah Kelompok

Distribusi

p = 1 g > 2 *

1*

1 ,1

l

g n gl

n gF

g∑− −

⎛ ⎞−⎜ ⎟⎛ ⎞−Λ⎜ ⎟ ≈⎜ ⎟− Λ⎜ ⎟⎝ ⎠⎜ ⎟⎝ ⎠

p = 2 g > 2 *

2( 1), 2( 1)*

1 11

l

g n gl

n gF

g∑− − −

⎛ ⎞− −⎜ ⎟⎛ ⎞− Λ⎜ ⎟⎜ ⎟ ≈

⎜ ⎟−⎜ ⎟ Λ⎝ ⎠⎜ ⎟⎝ ⎠

p > 1 g = 2 *

, 1*

11l

p n pl

n pF

p∑ − −

⎛ ⎞− −⎜ ⎟⎛ ⎞−Λ⎜ ⎟ ≈⎜ ⎟Λ⎜ ⎟⎝ ⎠⎜ ⎟⎝ ⎠

p > 1 g = 3 *

2 , 2( 2)*

2 1l

p n pl

n pF

p∑ − −

⎛ ⎞− −⎜ ⎟⎛ ⎞− Λ⎜ ⎟⎜ ⎟ ≈

⎜ ⎟⎜ ⎟ Λ⎝ ⎠⎜ ⎟⎝ ⎠

Untuk kasus lain dan dengan ukuran sampel yang besar, modifikasi *Λ diperkenalkan

Bartlett (1938). Ia menunjukkan apabila Ho benar dan jumlah sampel besar,

( ) ( )*1 ln 1 ln2 2

p g p gn n

⎛ ⎞+ +⎛ ⎞ ⎛ ⎞− − − Λ = − − − ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟+⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

WB W

(2.17)

mengikuti sebaran 2χ dengan derajat bebas ( 1)p g − . Dengan demikian, untuk sampel

besar, Ho ditolak pada taraf nyata α bila

( ) 2( 1)( )1 ln

2 p g

p gn αχ −

⎛ ⎞+⎛ ⎞− − − >⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟+⎝ ⎠ ⎝ ⎠

WB W

(2.18)

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

36  2.5.4.2. Uji Perbedaan antar Kelompok (test of levels)

Uji perbedaan antar kelompok pada prinsipnya identik dengan univariate

ANOVA. Nilai tiap partisipan adalah rataan dari variabel tak bebas partisipan

bersangkutan. Pembagian kelompok disesuaikan dengan kelompok yang digunakan pada

analisis profil.

Menggunakan persamaan (2.4) di atas, kita dapat menghitung Jumlah Kuadrat

Kolom (Between Groups Sum of Squares) dan juga Jumlah Kuadrat Galat (Within

Groups Sum of Squares). Dengan menyusun hasil perhitungan pada tabel ANOVA

(tabel 2.2), kita dapat menghitung statistik uji F dan membandingkannya dengan F-

tabel. Hipotesis nol: profiles level atau tidak ada kelompok yang berbeda ditolak bila

nilai F-hitung > F-tabel.

2.5.4.3. Uji Variabel Tak Bebas (test of flatness)

Test of flatness menguji apakah rata-rata selisih variabel tidak bebas tidak sama

dengan nol untuk sekurangnya sepasang variabel. Metode yang digunakan adalah selisih

vektor nilai tengah dengan hipotesis nol :Ho μ μ− =0 0

Hipotesis tersebut akan diuji menggunakan 2T - Hotelling, yaitu suatu bentuk

generalisasi dari statistik t pada statistika univariat.

12 1

0 0 0 01( ) ' ( ) ( ) ' ( )T S n Sn

μ μ μ μ−

−⎛ ⎞= − − = − −⎜ ⎟⎝ ⎠

X X X X (2.19)

dimana,

( 1)1

1p x

n

jj

X Xn =

= ∑ (2.20)

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

37  

( )( )( )

1

1 '1p x p

n

j jj

S X X X Xn =

= − −− ∑ dan (2.21)

10

20

30

0( 1)

0

.

.

.

p x

p

μμμ

μ

μ

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥

= ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

Berdasarkan X dan S di atas, dapat dinyatakan:

( )

( )

2, ( )

10 0 , ( )

1[ ]

1( ) ' ( )

p n p

p n p

n pP T F

n p

n pP n S F

n p

α

α

α

μ μ

−−

−= >

−⎡ ⎤= − − >⎢ ⎥−⎣ ⎦

X X (2.22)

dan dengan demikian memberikan wilayah penolakan hipotesis nol bila F-hitung > F-

tabel.

2.6. Aplikasi Piranti Lunak

Piranti lunak adalah program komputer yang berfungsi sebagai sarana interaksi

antara pengguna dengan perangkat keras komputernya. Piranti lunak ini antara lain

digunakan untuk menerima masukan dari pengguna, mengontrol piranti lunak lain,

melakukan perhitungan, dan lain-lain.

Pada umumnya operasi piranti lunak telah didefinisikan dalam serangkaian

prosedur dan langkah-langkah yang lazim disebut algoritma. Pengecualian untuk

kecenderungan umum ini adalah piranti lunak yang berbasis sistem kecerdasan buatan

(artificial intelligence).

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

38  2.6.1. Interaksi Manusia dan Komputer

Dalam pengembangan suatu piranti lunak, sangatlah penting diperhatikan bahwa

piranti lunak tersebut mudah digunakan oleh pengguna. Shneiderman (1998)

mengemukakan lima kriteria yang harus dipenuhi sebuah sistem yang user-friendly:

1. Waktu belajar

Sebuah sistem yang baik selayaknya mudah dipelajari dan digunakan bahkan

oleh pengguna awam sekalipun

2. Kecepatan kinerja

Sebuah sistem yang baik menyelesaikan masalah dan melakukan pemrosesan

data secara cepat dan efisien

3. Tingkat kesalahan

Sebuah sistem yang baik meminimalkan jumlah dan tingkat kesalahan

pengguna

4. Daya ingat

Kriteria ini terkait erat dengan seberapa lama pemakai dapat mempertahankan

pengetahuannya dan dengan demikian tidak perlu mempelajari ulang

penggunaan sistem di masa yang akan dating

5. Kepuasan subjektif

Hal ini terkait erat dengan seberapa puas pengguna terhadap sistem yang

digunakannya.

2.6.2. Diagram Transisi (State Transition Diagram)

Diagram transisi digunakan untuk menggambarkan urutan dan variasi layar yang

dapat muncul ketika pengguna sistem mengunjungi terminal (Whitten et al., 2004).

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

39   Komponen-komponen utama diagram transisi adalah:

1. Keadaan atau state

Keadaan disimbolkan dengan dan merepresentasikan reaksi yang

terjadi ketika suatu tindakan (action) dilakukan. Terdapat dua jenis state, yaitu

state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sementara

state awal tidak dapat lebih dari satu.

2. Arrow.

Arrow disimbolkan dengan dan sering pula disebut dengan transisi

state (state transition). Arrow diberi label dengan ekspresi aturan yang

menunjukkan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi.

3. Condition dan action

Condition dan action disimbolkan dengan

Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi

oleh sistem. Sementara action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi

perubahan state. Action akan menghasilkan keluaran atau tampilan.

2.6.3. Diagram Alir (Flowchart)

Diagram alir merupakan urutan semua proses yang harus dijalankan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan dalam sebuah sistem (Pressman, 2002, p476). Diagram

alir secara gambar sangat sederhana, gambar 2.2. menjelaskan ketentuan gambar pada

diagram alir

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

40  

Gambar 2.2 Ketentuan Gambar pada Diagram Alir

2.6.4. Perancangan Layar

Perancangan layar merupakan suatu tahapan untuk membuat cetak biru (blue

print) atas tampilan layar yang sesungguhnya. Rancangan layar dibuat sedemikian rupa

sehingga memudahkan pengguna untuk berinteraksi dengan sistem. Smith dan Mosier

(dikutip oleh Shneiderman, 1998, p80) mengusulkan pedoman perancangan layar yang

baik sebagai berikut:

1. Konsistensi tampilan data. Istilah, singkatan, format, dan lain sebagainya harus

standar.

2. Beban ingatan yang seminimal mungkin bagi pengguna. Pengguna sedapat

mungkin tidak diharuskan mengingat informasi dari layar satu ke layar

lainnya.

3. Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan

informasi perlu berhubungan dengan tampilan pemasukan data

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00461-STIF bab 2.pdf · Cognitive load, pertama kali dikemukakan oleh Sweller (1988),

41  

4. Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pengguna program harus dapat

memperoleh informasi yang diinginkan dengan format yang paling

memudahkan.