bab 2 landasan teori dan rerangka pemikiranthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-1-00288-mn bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
12
BAB 2
LANDASAN TEORI dan RERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Studi Kelayakan Bisnis
Saat ini Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia
usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti beroperasi,
dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi lainnya merupakan
bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara konsisten. Secara teoritis, jika
investasi dimulai dengan studi kelayakan yang benar, resiko kegagalan dan kerugian
dapat dikendalikan dan diminalkan sekecil mungkin. Studi kelayakan merupakan salah
satu mata kuliah terapan yang bersifat aplikatif. Studi kelayakan merupakan ilmu yang
dibangun atas disiplin ilmu lainnya, produksi/operasi, pemasaran, sumber daya manusia,
aspek hukum dalam bisnis, dan keuangan. Sebelumnya, penilaian kelayakan terhadap
sebuah investasi dilakukan sacara parsial dan lebih menekankan aspek finansial. Namun
pada kenyataannya, bisnis tidak hanya ditunjang oleh aspek finansial, tetapi juga aspek-
aspek lain yang bahkan saling bergantungan (interdependen) antara aspek-aspek bisnis
tersebut akan membentuk sistem bisnis. (Subagyo, 2007, p3-4)
2.1.1 Definisi Studi Kelayakan Bisnis
• Menurut Wikipedia Indonesia, Studi Kelayakan Proyek atau Bisnis adalah
penelitian yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum,
sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan
teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu
semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya
13
digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis
dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan ditidak dijalankan.
• Menurut Umar, Husein (2007, p8), Studi kelayakan bisnis merupakan
penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau
tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin
dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang
tidak ditentukan, misalnya rencana peluncuran produk baru.
• Menurut Kamaluddin (2004, p1-2), Studi Kelayakan Bisnis (dalam arti
sempit) adalah suatu penelitian tentang dapat tidaknya suatu bisnis
dilaksanakan dengan pertimbangan akan mendapatkan manfaat ekonomis
suatu bisnis. Pengertian tersebut mempunyai tendensi bagi pelaku bisnis
yaitu profit artinya jika hasil penelitian dari bisnis yang dilakukan
memberikan tambahan kekayaan bagi pelaku bisnis, maka bisnis dianggap
menguntungkan dengan demikian ia akan mengambil (menjalankan) bisnis
tersebut. Sebaliknya, jika hasil penelitian cenderung menunjukkan
pengurangan kekayaan bagi pelaku bisnis, maka ia akan meninggalkan
bisnis tersebut, karena bisnis tersebut tidak menguntungkan.
• Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p6), Studi Kelayakan bisnis adalah studi
kelayakan yang dilakukan untuk menilai kelayakan dalam pengembangan
sebuah usaha.
• Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p6), Studi Kelayakan Bisnis adalah suatu
kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau
bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak
usaha tersebut dijalankan. Layak disini diartikan juga akan memberikan
keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga
bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas.
14
• Menurut Yuniar, Poppy; dkk. (2004, p32), sebuah Studi Kelayakan
(feasibility study) merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan studi ini adalah untuk mengumpulkan berbagai masukan yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat rencana bisnis
(business plan) yang akan dijalankan, termasuk seberapa besar kebutuhan
pasar terhadap jenis pelayanan yang akan ditawarkan.
Dari beberapa pandangan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Studi
Kelayakan Bisnis adalah suatu penelitian atau studi yang digunakan untuk
menganalisa layak atau tidaknya suatu bisnis untuk dijalankan, yang mana hasil
analisa tersebut dapat dipergunakan untuk pengambilan keputusan selanjutnya,
sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal secara berkelanjutan
dimasa yang akan datang, dan agar dapat terhindar dari suatu resiko yang besar
apabila bisnis tersebut ternyata tidak layak untuk dijalankan.
Menurut Umar, Husein (2007, p7-8), perbedaan Studi Kelayakan Bisnis
dengan Studi Kelayakan Proyek:
Tabel 2.1 Perbedaan Studi Kelayakan Bisnis dengan Studi Kelayakan Proyek Faktor Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan Proyek
Definisi Merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan, misal untuk peluncuran produk baru.
Merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu.
Tujuan Memiliki tujuan jangka panjang, yakni pencapaian keuntungan maksimal.
Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir, atau hasil kerja akhir.
Kegiatan • Kegiatan bersifat rutin, terutama operasionalisasi, sehingga beberapa aspek yang menjadi perhatian, termasuk mengenai layanan pada pasar potensial, kepuasaan konsumen, dan persaingan bisnis menjadi hal
• Kegiatan bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir kegiatan-kegiatan telah ditentukan dengan jelas.
• Biaya, jadwal kerja, sumber
15
yang penting. daya, kriteria mutu yang diperlukan telah ditentukan.
• Kegiatan bersifat tidak rutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan insentitas kegiatan berubah hanya sepanjang proyek berlangsung.
Sumber: Umar, Husein (2007, p7-8) Menurut Subagyo, Ahmad (p9-10), studi kelayakan bertujuan untuk
mengidentifikasi apakah suatu gagasan bisnis “layak atau tidak” masuk dalam
marketplace. Dengan kata lain, studi kelayakan menentukan bagaimana
menuangkan gagasan bisnis ke dalam statement (pernyataan tertulis). Analisis
studi kelayakan menyediakan banyak informasi penting untuk membuat rencana
bisnis. Studi kelayakan mengindikasikan bahwa gagasan bisnis masih berupa
statement, dan langkah selanjutnya adalah membuat rencana bisnis. Rencana
bisnis melanjutkan analisis yang lebih mendalam dan kompleks, membangun
berdasarkan fondasi yang telah diciptakan studi kelayakan. Rencana bisnis
(business plan) memberi kesempatan untuk menemukan kelemahan dan
ancaman masalah yang tersembunyi di masa yang akan datang. Ada dua tujuan
dalam rencana bisnis, yaitu menganalisis secara seksama bagaimana bisnis akan
bekerja dan mencatat dokumen penting untuk mendapatkan loan (pinjaman).
Secara skematis perbedaan studi kelayakan dengan rencana bisnis dapat
digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Perbedaan Studi Kelayakan dengan Rencana Bisnis Faktor Studi Kelayakan Rencana Bisnis
Jenis Data Data estimasi Berdasarkan data empiris perusahaan
Sumber Data Data eksternal Data internal Penyusun/Analis Pihak eksternal
(konsultan/pakar) Pihak intern (manajemen),
perusahaan (direksi perusahaan) Tujuan Menilai kelayakan gagasan
bisnis Merencakan kegiatan bisnis di
masa yang akan datang User (Pengguna) Investor, bank, pemerintah,
LSM Manajemen, kreditor
Waktu Pembuatan Bisa lebih dari 1 tahun Kurang dari 1 tahun Biaya Relatif besar, bisa lebih dari Relatif lebih kecil
16
Rp. 1 miliar Sumber: Subagyo, Ahmad (2007, p9-10)
2.1.2 Aspek-Aspek Penilaian Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p55), aspek-aspek dalam studi
kelayakan adalah bidang kajian dalam studi kelayakan tentang keadaan objek
tertentu dari fungsi-fungsi bisnis (marketing, operasi, manajemen/SDM, hukum,
lingkungan dan keuangan). Pelaksanaan studi dan penelitian atas fungsi-fungsi
bisnis tersebut terkadang disesuaikan dengan kebutuhan dari analis maupun
stakeholder. Berdasarkan disiplin ilmu dasarnya, pembagian dan pengkajian
aspek-aspek dalam studi kelayakan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1) Aspek primer, yang merupakan aspek utama dalam penyusunan studi
kelayakan. Aspek primer ini ada dalam semua sektor usaha, baik pabrikasi
(manufacturing), perdagangan (trading), maupun jasa (service). Aspek primer
ini terdiri atas:
a) Aspek pasar dan pemasaran (marketing)
b) Aspek teknis dan teknologis (produksi/operasi)
c) Aspek manajemen dan organisasi (SDM)
d) Aspek hukum
e) Aspek ekonomi dan keuangan (keuangan)
2) Aspek sekunder, adalah aspek pelengkap yang disusun berdasarkan
permintaaan instansi/lembaga yang terkait dengan objek studi, misalnya
aspek analisis mengenai dampak lingkungan. Pada umumnya aspek ini
dipersyaratkan dalam studi kelayakan yang objeknya menyangkut sumber
daya alam, seperti proyek pembangunan perumahan (real estate),
pembangunan pabrik pengolahan (pabrik tapioka, plywoods, kertas, dan
sebagainya). Aspek sosial biasanya dipersyaratkan untuk pembangunan
17
sarana dan prasarana publik yang didanai pemerintah ataupun donatur
internasional.
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing aspek primer:
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p63-65), yang dimaksud dengan
pasar adalah titik pertemuan antara permintaan dan penawaran jenis produk
dan jasa sehingga tercapai kesepakatan dalam transaksi, sehingga pasar
bukan saja diartikan sebagai tempat pertemuan secara fisik antara penjual dan
pembeli, tetapi terjadinya deal ketika pembeli menyetujui dan sepakat untuk
menerima harga yang ditawarkan penjual baik yang dilakukan secara fisik
maupun melalui tulisan/catatan. Sedangkan pemasaran merupakan salah satu
kunci dari keberhasilan usaha. Usaha yang mampu menguasai pasar dan
pemasaran berarti akan memperoleh laba yang akan menjamin keberlanjutan
usahanya.
Kajian aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk mengetahui
keadaan objek di masa lalu dan saat ini, sedangkan tujuan pemasaran dalam
ilmu marketing adalah untuk mengendalikan pasar di waktu yang akan datang
(market driven). Materi yang akan dibahas dalam aspek ini, antara lain:
a) Permintaan
b) Penawaran
c) Proyeksi permintaan dan penawaran
d) Proyeksi penjualan
e) Produk (barang/jasa)
f) Analisis pesaing
g) Pemasaran dan implementasi strategi
18
Yang mana alat bantu analisis yang dapat digunakan, antara lain:
1) Analisis least square untuk membuat proyeksi tingkat permintaan dan
penawaran produk dari objek yang dikaji.
2) Data yang diperlukan dalam mendukung analisis ini, antara lain:
a) Objek studi kelayakan pendirian usaha baru:
• Data permintaan dapat diperoleh secara langsung dari
sumbernya, yaitu calon konsumen. Calon konsumen adalah
konsumen potensial dan captive market. Pengumpulan data
primer dapat dikumpulkan melalui 3 teknik, yaitu: (1) teknik
questionair, (2) teknik observasi langsung, (3) teknik khusus.
• Data penawaran bersumber dari kuantitas produk sejenis baik
yang ditawarkan perusahaan lain melalui pendistribusian ke
agen dan distributor maupun jumlah produksi yang dihasilkan
calon perusahaan pesaing.
• Data pesaing dapat diperoleh dari survei langsung ataupun dari
data primer yang diperoleh dari instansi terkait.
b) Objek studi kelayakan pengembangan dan akuisisi:
Data permintaan dapat diperoleh dari data empiris (historis)
penjualan sebuah perusahaan atas produk yang dikembangkan.
Selain itu, dapat juga didukung oleh data penjualan industri.
(Subagyo2007, p56-58)
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p39-40), begitu pentingnya peranan
pemasaran dalam menentukan kelanjutan usaha suatu perusahaan, sehingga
banyak di antara perusahaan dalam manajemennya menempatkan posisi
pemasaran paling depan. Seorang pemasar harus selalu tahu lebih dahulu
pasar yang akan dimasukinya, seperti:
19
1. Ada tidak pasarnya,
2. Seberapa besar pasar yang ada,
3. Potensi pasar,
4. Tingkat persaingan yang ada, termasuk besarnya market share yang akan
direbut dan market share pesaing.
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p91), materi bahasan pada aspek ini
sifatnya tidak mutlak untuk dianalisis secara keseluruhan, namun disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan dan skala usaha (nilai investasi yang akan
ditanamkan).
• Proyeksi Permintaan (Subagyo, 2007, p73-76)
Proyeksi permintaan digunakan untuk memproyeksikan volume
penjualan dan selanjutnya diikuti dengan proyeksi volume produksi.
Volume produksi ini kemudian dijadikan acuan dasar dalam menyusun
perhitungan proyeksi arus kas dan laba-rugi perusahaan. Metode
proyeksi permintaan ini digunakan untuk hampir semua bidang usaha
yang berjangka waktu 3 sampai 5 tahun dan cukup efektif karena
biasanya disesuaikan dengan siklus hidup suatu produk. Penggunaan
didasarkan pada kondisi historis permintaan produk dan beberapa tahun
sebelumnya secara deret waktu.
Proyeksi permintaan sangat erat kaitannya dengan forecasting
(peramalan). Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi
peristiwa-peristiwa masa depan. Peramalan harus mengambil data
historis dan memproyeksikannya ke masa depan dengan beberapa
model matematis. Model forecasting yang digunakan adalah proyeksi
trend, yaitu mencocokkan garis trend ke rangkaian titik historis dan
20
kemudian memproyeksikan garis itu ke dalam ramalan jangka
menengah hingga jangka panjang.
Metode kuadrat terkecil (least square method) merupakan
metode statistik yang tepat untuk mengembangkan garis trend linear.
Pendekatan ini menghasilkan garis lurus yang meminimalkan jumlah
kuadrat perbedaan vertikal dari garis setiap observasi aktual. Dengan
rumus:
Untuk persamaan linear, garis trend diperoleh dari penyelesaian
simultan nilai a dan b pada dua persamaan normal berikut:
Keterangan:
Y = perkiraan permintaan/penjualan dalam suatu periode
a = perpotongan sumbu Y di a (konstanta)
b = kelandaian garis regresi
X = deret waktu tertentu (variabel bebas)
N = jumlah tahun yang ada
Pemberian kode sangat mudah dilakukan. Apabila ada
sejumlah periode waktu ganjil, titik tengah periode waktu ditentukan
sebagai X = 0, sehingga jumlah plus dan minus akan sama dengan
nol.
• Bauran pemasaran produk barang (marketing mix)
Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan
21
dipecah atas 4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim disebut
sebagai bauran pemasaran (marketing mix), yang terdiri atas: (Umar
2007, p70-74)
i. Produk (Product)
Produk berupa barang dapat dibeda-bedakan atau
diklasifikasikan menurut macamnya. Untuk produk barang,
misalnya dalam bentuk seperti: mutu produk yang menunjukkan
kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya, ciri
produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk
perusahaan dengan produk pesaing, dan desain yang dapat
menyumbangkan kegunaan atau manfaat produk serta
coraknya. Produk barang tidak hanya memperhatikan
penampilan, tetapi juga hendaknya berupa produk yang simpel,
aman, tidak mahal, sederhana dan ekonomis dalam proses
produksi dan distribusinya.
ii. Harga (Price)
Harga adalah sejumlah nilai yang akan ditukarkan oleh
konsumen dengan manfaat memiliki atau menggunakan produk
yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui
proses tawar-menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu
harga yang sama terhadap semua pembeli. Keputusan mengenai
harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal
perusahaan (yang mana ditentukan oleh sasaran perusahaan)
dan faktor lingkungan eksternal (yang mana keputusan harga
berdasarkan pada pertimbangan organisasi).
iii. Distribusi (Place)
22
Sebagian besar produsen menggunakan perantara
pemasaran untuk memasarkan produk, khususnya barang,
dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu
sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam
keterlibatan mereka ada proses yang memungkinkan suatu
produk tersedia bagi penggunaan atau konsumsi oleh konsumen
atau pengguna industrial.
iv. Promosi (Promotion)
Promosi adalah usaha perusahaan untuk
mengkomunikasikan/ mengenalkan manfaat dari produknya ke
public/potential buyers. Promosi yang efektif dengan
memperhatikan target pasar, tempat promosi, jenis promosi,
staff yang handal, dan sebagainya. Sehingga dalam
mengkomunikasikan produk perlu dibuat suatu strategi yang
tepat dalam memenangkan persaingan atau dengan strategi
yang sering disebut bauran promosi, yang terdiri atas empat
komponen utama yaitu periklanan, promosi penjualan,
hubungan masyarakat, dan penjualan perorangan.
2. Aspek Teknis atau Operasi
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p136-140), aspek ini meneliti lokasi
usaha, baik kantor pusat, cabang, pabrik, atau gudang. Tujuan penilaian lokasi
adalah untuk memaksimalkan keuntungan pemilihan lokasi. Lokasi sangat
mempengaruhi biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Lokasi
berpengaruh besar pada laba keseluruhan perusahaan. Misalnya, biaya
transportasi sendiri hampir 25 % dari harga jual produk (bergantung pada
23
produk dan jenis produksi atau jasa yang diberikan). Angka 25 % ini
mengandung arti bahwa seperempat pandapatan total perusahaan dibutuhkan
untuk menutup biaya pengangkutan bahan baku yang masuk dan barang jadi
yang keluar. Biaya lain yang dipengaruhi faktor lokasi diantaranya adalah
pajak, upah, biaya bahan baku, dan sewa.
Pilihan lokasi mencakup:
1) Tidak pindah, tetapi memperluas fasilitas yang ada
2) Menentukan lokasi baru
3) Mempertahankan lokasi sekarang, tetapi menambahkan fasilitas lain di
lokasi yang berbeda
4) Menutup fasilitas yang sekarang dan pindah ke lokasi lain.
Memilih lokasi menjadi semakin sulit dengan adanya globalisasi tempat
kerja. Globalisasi terjadi karena perkembangan:
1) Ekonomi pasar
2) Komunikasi internasional yang lebih baik
3) Perjalanan (udara, laut, darat) dan pengangkutan barang yang lebih
cepat serta lebih dapat diandalkan
4) Semakin mudahnya arus kas antarnegara,
5) Perbedaan biaya tenaga kerja yang tinggi.
Selain globalisasi masih ada sejumlah faktor yang mempengaruhi
keputusan lokasi di antaranya adalah:
a) Tenaga kerja
Kondisi ketenagakerjaan yang perlu dipertimbangkan antara lain:
- Moral dan estetika kerja
- Etos kerja
- Kedisiplinan
24
- Loyalitas dan dedikasi terhadap pekerjaan
- Tingkat pendidikan
- Tingkat rata-rata upah di daerah tersebut (UMR)
Keenam faktor tersebut akan menimbulkan perbedaan produktivitas pada
tiap-tiap daerah. Dan biaya tenaga kerja yang murah dapat menghasilkan
produktivitas yang lebih rendah.
b) Tingkat suku bunga
Kecenderungan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap investasi
nasional. Tingkat suku bunga yang tidak stabil akan berdampak buruk
pada iklim investasi nasional. Apabila bisnis berlokasi di daerah, maka
kondisi kedaerahanlah yang menjadi perhatian utama.
c) Pendapatan per kapita
Pendapatan per kapita di daerah yang satu berbeda dengan daerah
lainnya. Tingkat pendapatan per kapita daerah maju relative lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah tertinggal. Apabila lokasi usaha yang akan
didirikan di daerah maju, seperti Bandung, pasti UMRnya akan lebih tinggi
dibandingkan dengan sukabumi. Namun jika bisnis berorientasi pada
market, tentu bisnis tersebut akan mencari daerah dengan pendapatan
per kapita tinggi, karena korelasinya ada pada daya beli masyarakat yang
cenderung tinggi (konsumtif).
d) Biaya
Biaya lokasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu biaya terlihat dan biaya
yang tidak terlihat. Biaya yang terlihat adalah biaya-biaya yang secara
langsung dapat diidentifikasi dan secara tepat ditentukan jumlahnya.
Biaya-biaya ini mencakup biaya tenaga kerja, biaya utilitas, bahan baku,
pajak, dan bagian akuntansi. Selain itu, termasuk biaya lain-lain, seperti
25
biaya transportasi bahan baku, barang jadi, dan sebagainya. Biaya yang
tidak terlihat adalah biaya-biaya yang tidak mudah ditentukan angkanya.
Biaya ini mencakup, kualitas pendidikan, fasilitas angkutan umum, sikap
masyarakat terhadap industri dan terhadap perusahaan itu sendiri, serta
mutu dan sikap karyawan yang akan dipekerjakan.
e) Sikap pemerintah
Sikap pemerintah pusat ataupun daerah dapat tercermin dari peraturan
dan regulasi dalam bidang investasi yang terindikasi dari peraturan
perizinan.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p147-151), lokasi dipilih tergantung
pada jenis usaha atau investasi yang dijalankan. Terdapat paling tidak empat
lokasi yang dipertimbangkan sesuai keperluan perusahaan antara lain:
a) Lokasi untuk kantor pusat
b) Lokasi untuk pabrik
c) Lokasi untuk kantor cabang
d) Lokasi untuk gudang, pertimbangan umum yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
(1) Di kawasan industri
(2) Dekat dengan pasar
(3) Dekat dengan bahan baku
(4) Tersedianya sarana dan prasarana
Keuntungan yang diperoleh dengan mendapatkan lokasi yang tepat
antara lain adalah:
a) Pelayanan yang diberikan kepada konsumen dapat lebih memuaskan.
b) Kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja yang diinginkan baik jumlah
maupun kualifikasinya.
26
c) Kemudahan dalam memperoleh bahan baku atau bahan penolong dalam
jumlah yang diinginkan secara terus-menerus.
d) Kemudahan untuk memperluas lokasi usaha, karena biasanya sudah
diperhitungkan untuk usaha perluasan lokasi sewaktu-waktu.
e) Memiliki nilai atau harga ekonomis yang lebih tinggi di masa yang akan
datang.
f) Meminimalkan terjadinya konflik terutama dengan masyarakat dan
pemerintah setempat.
Menurut Husein, Umar (2007, p88), hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam aspek ini adalah masalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak
(lay-out), penyusunan peralatan pabrik dan proses produksinya termasuk
pemilihan teknologi. Kelengkapan kajian aspek operasi sangat tergantung dari
jenis usaha yang akan dijalankan, karena setiap jenis usaha memiliki prioritas
tersendiri. Jadi analisis dalam menjalankan usahanya dengan menilai
ketepatan lokasi, luas produksi dan lay-out serta kesiagaan mesin-mesin yang
akan digunakan. Aspek ini juga membahas masalah produksi, mengenai
kapasitas produksi dan kemudahan proses produksinya.
• Metode Evaluasi Pemilihan Lokasi
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p140-141), metode
pemeringkat faktor sangat sering digunakan dalam pemilihan lokasi,
karena mencakup faktor yang sangat luas, mulai dari pendidikan,
rekreasi, sampai keahlian tenaga kerja.
Metode pemeringkatan faktor mempunyai enam tahap, yaitu:
(1) Mengembangkan daftar faktor terkait.
(2) Menetapkan bobot pada setiap faktor untuk mencerminkan seberapa
jauh faktor itu penting bagi pencapaian tujuan perusahaan.
27
(3) Mengembangkan skala usaha untuk setiap faktor (misal dari 1 –
10).
(4) Meminta manajer menentukan skor setiap lokasi untuk setiap faktor
dengan menggunakan skala yang telah dikembangkan pada tahap
3.
(5) Mengalikan skala skor itu dengan bobot setiap faktor dan
menentukan jumlah total untuk setiap lokasi.
(6) Membuat rekomendasi yang didasarkan pada skor laba maksimal,
rekomendasi ini juga dengan mempertimbangkan hasil pendekatan
kuantitatif.
• Tata Letak (Layout) Gudang
Menurut Barry Render dan Jay Reizer (2005, p450-452), tata
letak (layout) merupakan salah satu keputusan yang menentukan
efisiensi operasi perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Tata
letak memiliki implikasi strategis karena menentukan daya saing
perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya serta
mutu kehidupan kerja. Beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam
pembuatan keputusan mengenai tata letak perusahaan yang meliputi:
1) Pertimbangan penanganan bahan
2) Kapasitas dan persyaratan luas ruang
3) Lingkungan hidup dan estetika
4) Aliran informasi
5) Biaya perpindahan antar-wilayah kerja yang berbeda.
Menurut Barry Render dan Jay Reizer (2005, p468-471), tata
letak gudang dan penyimpanan adalah sebuah desain yang mencoba
meminimalkan biaya total dengan mencari panduan yang terbaik antara
28
luas ruang dan penanganan bahan. Sebagai konsekuensinya, tugas
manajemen adalah memaksimalkan penggunaan setiap kotak dalam
gudang, yaitu memanfaatkan volume penuhnya sambil
mempertahankan biaya penanganan bahan yang rendah. Biaya
penanganan bahan adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan
transportasi barang masuk, penyimpanan, dan transportasi bahan keluar
untuk dimasukkan dalam gudang. Biaya-biaya ini meliputi peralatan,
orang, bahan, biaya pengawasan, asuransi, dan penyusutan. Tata letak
gudang yang efektif juga meminimalkan kerusakan bahan dalam
gudang. Sebuah komponen yang penting dari tata letak gudang adalah
hubungan antara wilayah penerimaan/bongkar dan wilayah
pengiriman/muat. Desain fasilitas bergantung kepada jenis barang yang
dibongkar, dari mana mereka dibongkar (truk, kereta, tongkang, dan
sebagainya), dan dimana mereka dimuat.
3. Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p161), aspek manajemen dan
organisasi merupakan aspek yang cukup penting untuk dianalisis untuk
kelayakan suatu usaha. Karena walaupun suatu usaha telah dinyatakan layak
untuk dilaksanakan tanpa didukung dengan manajemen dan organisasi yang
baik, bukan tidak mungkin akan mengalami kegagalan. Yang dinilai dari aspek
ini adalah para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang
dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional,
mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikannya
apabila terjadi penyimpangan. Sehingga struktur organisasi yang dipilih harus
sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya.
29
Tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai jika memenuhi kaidah-
kaidah atau tahapan dalam proses manajemen. Proses manajemen atau
kaidah ini akan tergambar dari masing-masing fungsi yang ada dalam
manajemen. Adapun fungsi-fungsi manajemen tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut: (Kasmir dan Jakfar, 2007, p161)
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses menentukan arah yang akan ditempuh dan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah
diterapkan. Dalam proses ini ditentukan tentang apa yang harus dilakukan,
kapan dan bagaimana melakukannya serta dengan cara apa hal tersebut
dilaksanakan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan atau
pekerjaan-pekerjaan dalam unit-unit. Tujuannya adalah supaya tertata
dengan jelas antara tugas, wewenang dan tanggung jawab serta
hubungan kerja dengan sebaik mungkin dalam bidangnya masing-masing.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Menggerakkan atau melaksanakan adalah proses untuk menjalankan
kegiatan atau pekerjaan dalam organisasi. Dalam menjalankan organisasi
para pimpinan/manajer harus menggerakkan bawahannya (para
karyawan) untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dengan
cara memimpin, memberi perintah, memberi petunjuk, dan memberi
motivasi.
4. Pengawasan (Leading)
30
Pengawasan adalah proses untuk mengukur dan menilai pelaksanaan
tugas apakah telah sesuai dengan rencana. Jika dalam proses tersebut
terjadi penyimpangan, maka akan segera dikendalikan.
Untuk lebih jelasnya fungsi manajemen dalam suatu perusahaan atau
organisasi dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Sumber: Kasmir (2007, p162) Gambar 2.1 Diagram Fungsi-Fungsi Manajemen
Analisis aspek manajemen dan sumber daya manusia: (Subagyo,
2007, p159)
1) Job Analysis, yaitu menganalisis jabatan yang diperlukan untuk
menyelesaikan jenis pekerjaan tertentu.
2) Job Specification, yaitu menentukan persyaratan dan kualifikasi yang
diperlukan untuk mengisi suatu jabatan.
3) Mendesain Struktur Organisasi, yaitu menyusun struktur organisasi yang
menggambarkan jenjang manajemen, kedudukan jabatan, dan struktur
pertangungjawaban.
4) Job Description, yaitu uraian pekerjaan yang menjelaskan tentang
pekerjaan teknis anggota organisasi yang menjabat pekerjaan tertentu.
Uraian ini meliputi nama jabatan, fungsi jabatan, tugas dan tanggung
jawab, atasan langsung, bawahan langsung, dan wewenang. Untuk
membantu pembuatan job description, dapat digunakan Tabel
Segregation of Duties Matrix.
Manajemen
Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan
Pengawasan
Tujuan Organisasi
atau Perusahaan
31
5) Mendesain Sistem Kompensasi, yaitu menguraikan struktur penggajian
secara lengkap untuk semua jabatan dalam pekerjaan berdasarkan garis
struktural dan fungsional. Pada umumnya, struktur gaji meliputi gaji
tetap, tunjangan jabatan, tunjangan-tunjangan lain, seperti tunjangan
kesehatan, tunjangan hari tua, tunjangan transpor, dan lain-lain. Untuk
jabatan tertentu, seperti yang berkaitan langsung dengan penjualan,
biasanya diterapkan punishment dan reward, yaitu memberikan insentif
berupa bonus, fee, dan insentif lain apabila pemegang jabatan tersebut
berhasil mencapai target dan memenuhi Key Performance Indikator (KPI)
perusahaan tersebut.
6) Sistem Pengembangan Karyawan, yaitu menyusun rencana pendidikan
dan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan,
produktivitas, dan kinerja karyawan secara keseluruhan. Bentuk
pengembangan dapat berupa in house training atau diikut sertakan dalam
kegiatan pengembangan SDM yang diselenggarakan oleh lembaga-
lembaga yang bergerak dalam diklat dan sertifikasi.
4. Aspek Hukum
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, 23), aspek ini membahas masalah
kelengkapan dan keabsahaan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan
usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen
sangat penting, karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang
apabila di kemudian hari timbul masalah. Keabsahan dan kesempurnaan
dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau
mengeluarkan dokumen tersebut.
32
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p167), Usaha dalam bentuk apapun
memerlukan keabsahan legalitas karena faktor ini yang menentukan
keberlanjutan hidupnya. Sebelum melakukan investasi di suatu daerah/wilayah
secara simultan, pada saat menganalisis aspek-aspek studi kelayakan, maka
terlebih dahulu dilakukan evaluasi dan pra-penelitian tentang peraturan hukum
dan ketentuan-ketentuan legalitas/perizinan yang berlaku di daerah/wilayah
tersebut. Keterlanjuran investasi di suatu daerah/wilayah yang ternyata
melarang bentuk usaha yang dimaksud akan menimbulkan kerugian besar.
Dipandang dari sudut sumbernya, bentuk legalitas dapat dibedakan menjadi 2
sumber, yaitu:
1) Kelompok masyarakat, yaitu sekelompok masyarakat yang hidup dan
tinggal di daerah/wilayah tempat proyek/bisnis akan didirikan. Kelompok
masyarakat ini dapat merupakan bagian dari sistem dan struktur
pemerintahan maupun kelompok adat/suku. Misal, dalam struktur
pemerintahan ada rukun tetangga (RT), rukun warga (RW),
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota madya, dan seterusnya.
Selain itu juga terdapat kelompok adat/suku, misalnya suku/adat Minang,
Dayak, Bugis, dan sebagainya yang menguasai tanah ulayat.
2) Pemerintah, yang merupakan bagian dari struktur dan sistem
pemerintahan di Indonesia, termasuk lembaga pemerintahan dari desa
sampai ke negara serta instansi/lembaga/departemen yang membidangi
sektor-sektor tertentu.
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p168), usaha dapat dinyatakan legal
jika telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah setempat melalui
instansi/lembaga/departemen/dinas terkait. Tetapi untuk mendapatkan
legalitas usaha, kedua sumber di atas harus diperhatikan. Sumber legal dari
33
kelompok masyarakat harus diperhatikan, karena tidak sedikit terjadi, ketika
pemerintah telah mengizinkan suatu usaha, masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi usaha menolak, sehingga usaha tidak dapat berjalan secara wajar. Hal
ini dapat berdampak buruk bagi perjalanan bisnis selanjutnya, bahkan
perusahaan dapat bangkrut dan ditutup.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p31-36), dalam praktiknya terdapat
beragam izin. Banyaknya izin dan jenis-jenis izin yang dibutuhkan tergantung
dari jenis usaha yang dijalankan. Adapun izin yang dimaksud adalah:
1) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3) Izin-izin Usaha
4) Sertifikat Tanah atau surat-surat berharga yang dimiliki
Izin-izin perusahaan lainnya yang harus segera diurus bagi pemilik
usaha dan yang harus dinilai oleh penilai adalah yang sesuai dengan jenis
bidang usaha perusahaan tersebut. Izin-izin tersebut antara lain adalah:
1) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
2) Surat Izin Usaha Industri (SIUI)
3) Izin Usaha Tambang
4) Izin Usaha Perhotelan dan Pariwisata
5) Izin Usaha Farmasi dan Rumah Sakit
6) Izin Usaha Peternakan dan Pertanian
7) Izin Domisili, di mana perusahaan / lokasi proyek berada
8) Izin Gangguan
9) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
10) Izin tenaga kerja asing jika perusahaan menggunakan tenaga kerja asing
34
Di samping keabsahan dokumen di atas yang tidak kalah pentingnya
adalah penelitian dokumen lainnya, yaitu:
1) Bukti Diri (KTP/SIM)
2) Sertifikat Tanah
3) Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
4) Serta surat-surat atau sertifikat lainnya yang dianggap perlu.
Selain perizinan yang bersifat umum, ada pula perizinan yang bersifat
khusus (sektoral), sesuai dengan jenis usaha yang akan didirikan. Menurut
Subagyo, Ahmad (2007, p181), perizinan yang diperlukan untuk Usaha
Industri dan Perdagangan, antara lain:
1) Izin Gangguan (HO) dari kepala daerah.
2) Izin lokasi berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari kepala daerah
setempat.
3) Tanda Daftar Rekanan (TDR), terutama untuk perusahaan kontraktor yang
dikeluarkan instansi terkait.
4) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin penggunaan gedung.
5. Aspek Keuangan
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p60), aspek ekonomi dan keuangan
membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam
pendirian/pengembangan usaha yang direncanakan, kemudian merangkumnya
dalam bentuk laporan keuangan (neraca, laba/rugi, dan cash flow), dan
menganalisnya untuk menentukan kelayakan usaha tersebut. Tujuan analisis
dalam aspek ini adalah untuk mengevaluasi keseluruhan pembahasan tiap-tiap
aspek yang membutuhkan dana dan modal kerja ke dalam analisis investasi
yang ditinjau dari waktu pengembalian modal (payback period), tingkat
35
pengembalian (rate of return), tingkat pengembalian investasi (return on
investment), dan nilai sekarang bersih (net present value).
Secara keseluruhan penilaian dalam aspek keuangan meliputi hal-hal
seperti: (Kasmir dan Jakfar2007, p87)
1. Sumber-sumber dana yang akan diperoleh
2. Kebutuhan biaya investasi
3. Estimasi pendapatan dan biaya investasi selama beberapa periode
termasuk jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur
investasi.
4. Proyeksi neraca dan laporan laba/rugi untuk beberapa periode ke depan.
5. Kriteria penilaian investasi.
6. Rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan.
Menurut Husein Umar (2007, p196-209), perusahaan yang memiliki
beberapa usulan proyek investasi yang ternyata layak untuk direalisasikan,
sementara itu, dana atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi, maka perlu
menerapkan prioritas terhadap beberapa usulan tersebut. Penilaian terhadap
investasi dan melakukan analisis terhadap urutan prioritas dapat dilakukan
dengan beberapa cara:
1) Metode Penilaian Investasi
Terdapat empat metode yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari investasi,
yaitu metode Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return,
dan Profitability Index serta Break Even Point.
a) Payback Period (PP)
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p210-211), metode
pemulihan investasi (Payback Period) merupakan metode analisis
36
kelayakan investasi untuk menilai jangka waktu (tahun) pemulihan
seluruh modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek.
Dengan rumus:
Dengan kriteria kelayakan:
- Proyek layak jika masa pemulihan modal investasi lebih pendek
dari usia ekonomis.
- Proyek tidak layak jika masa pemulihan modal investasi lebih
lama dibandingkan usia ekonomisnya.
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kelemahan Payback Period Kelebihan Kelemahan
- Mudah dalam pengunaan dan perhitungan.
- Berguna untuk memilih proyek yang mempunyai masa pemulihan tercepat.
- Masa pemulihan modal dapat digunakan untuk alat prediksi risiko ketidakpastian pada masa mendatang. Masa pemulihan tercepat memiliki risiko lebih kecil dibandingkan dengan masa pemulihan yang relatif lama.
- Mengabaikan adanya perubahan nilai uang dari waktu ke waktu (time value of money).
- Mengabaikan arus kas setelah periode pemulihan modal dicapai.
- Mengabaikan nilai sisa proses. - Sering menjebak analisator jika
biaya modal atau bunga kredit tidak diperhitungkan dalam arus kas yang menyebabkan usaha tidak likuid.
Sumber: Subagyo, Ahmad (2007, p210-211)
b) Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p212-213), metode tingkat
balikan internal (Internal Rate of Return), merupakan metode
penilaian kelayakan proyek dengan menggunakan perluasan metode
nilai sekarang. Pada posisi NPV = 0 akan diperoleh tingkat (rate)
persentase tertentu (misalnya IRR – x %).
Dengan formula:
Payback Period (PP): Nilai Investasi x 1 tahun
Kas Masuk Bersih
37
Catatan:
1 = tingkat bunga atau biaya modal dalam persen i1 lebih
besar dari i2
NPV2 = diperoleh hasil negatif
NPV1 = diperoleh hasil positif
Dengan Kriteria kelayakan:
- Proyek dinilai layak jika IRR lebih besar dari persentase biaya
modal (bunga kredit) atau sesuai dengan persentase
keuntungan yang ditetapkan investor, sebaliknya
- Proyek dinilai tidak layak jika IRR lebih kecil dari persentase
biaya modal (bunga kredit) atau lebih rendah dari keinginan
investor.
Tabel 2.4 Kelebihan dan Kelemahan Internal Rate of Return Kelebihan Kelemahan
- Sudah memperhitungkan nilai uang yang disebabkan faktor waktu.
- Memperhitungkan usia ekonomis proyek.
- Memperhitungkan adanya nilai sisa proyek.
- Bank lebih mudah menentukan persentase tingkat suku bunga maksimum yang bisa ditutup (covered) proyek.
- Lebih sulit dalam proses perhitungannya (terlebih jika dengan trial and error)
Sumber: Subagyo, Ahmad (2007, p212-213)
c) Net Present Value (NPV)
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007, p100), metode nilai
sekarang (Net Present Value) merupakan perbandingan antara PV
kas bersih (PV of Proceed) dengan PV investasi (Capital Outlay)
selama umur investasi. Selisih antara nilai kedua PV tersebutlah yang
kita kenal dengan Net Present Value (NPV). Untuk menghitung NPV,
terlebih dahulu harus menghitung PV kas bersihnya. PV kas bersih
38
dapat dicari dengan jalan membuat dan menghitung dari cash flow
perusahaan selama umur investasi tertentu.
Dengan formula:
Dengan kriteria kelayakan:
- Proyek dinilai layak jika Net Present Value (NPV) bernilai positif,
- Proyek dinilai tidak layak jika Net Present Value (NPV) bernilai
negatif.
Tabel 2.5 Kelebihan dan Kelemahan Net Present Value Kelebihan Kelemahan
- Memperhitungkan nilai uang karena faktor waktu sehingga lebih realistis terhadap perubahan harga.
- Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek.
- Memperhitungkan adanya sisa proyek.
- Lebih sulit dalam penggunaan perhitungan.
- Derajat kelayakan selain dipengaruhi arus kas juga oleh faktor usia ekonomis proyek.
Sumber: Subagyo, Ahmad (2007, p211-212)
d) Profitability Index (PI)
Menurut Subagyo, Ahmad (2007, p212-213), indeks
profitabilitas (Profitability Index) adalah rasio atau perbandingan
antara jumlah nilai sekarang arus kas selama umur ekonomisnya dan
pengeluaran awal proyek. Jumlah nilai sekarang arus kas selama
umur ekonomis hanya memperhitungkan arus kas pada tahun
pertama hingga tahun terakhir, dan tidak termasuk pengeluaran
awal.
Dengan formula:
39
Dengan kriteria kelayakan:
- Proyek dinilai layak jika PI > atau = 1,00, sebaliknya
- Proyek dinilai tidak layak jika PI < 1,00
2.2 Pohon Keputusan (Decision Tree)
Dalam penelitian operasional, teori pohon keputusan merupakan bagian dari
pembahasan teori keputusan dan permainan. Pohon keputusan disajikan untuk
mengevaluasi hal yang dapat disebut sebagai alternatif tahap tunggal. Dalam arti
bahwa, keputusan di masa mendatang tidak tergantung pada keputusan yang diambil
sekarang. Proses keputusan (decision process) adalah proses yang memerlukan satu
atau sederetan keputusan untuk menyelesaikannya. Tiap keputusan yang diambil
mempunyai suatu keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengannya yang
ditentukan pula oleh berbagai keadaan luar (external) yang mengelilingi proses itu
(suatu segi membedakannya dari proses yang lain). (Nurhasanah, Nunung. 2003, p59)
Jika terdapat dua atau lebih keputusan yang berurutan, dan keputusan yang
terakhir didasarkan pada hasil keputusan yang sebelumnya, maka pendekatan dengan
menggunakan pohon keputusan sangat tepat untuk digunakan.
2.2.1 Definisi Pohon Keputusan (Decision Tree)
• Menurut Heizer dan Render (2005, p326), pohon keputusan (decision tree)
merupakan sebuah tampilan grafis proses keputusan yang mengindikasikan
alternatif keputusan yang ada, kondisi alamiah dan peluangnya, dan juga
imbalannya bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi alamiah.
• Menurut Siswanto (2007, p55), pohon keputusan (decision tree) adalah model
visual untuk menyederhanakan proses pembuatan keputusan secara rasional.
Dengan adanya visualisasi memungkinkan untuk memahami proses
40
pembuatan keputusan yang terstruktur, bertahap, dan rasional. Pembuatan
keputusan sendiri berarti memilih alternatif-alternatif keputusan yang tersedia,
karena unsur ketidakpastian maka berbagai kemungkinan keadaan akan
dihadapi oleh masing-masing alternatif keputusan itu. Oleh karena itu,
diagram keputusan mempunyai noda keputusan dan noda cabang.
• Menurut Antonie (2008), Decision Tree adalah sebuah struktur pohon, dimana
setiap node pohon merepresentasikan atribut yang telah diuji, setiap cabang
merupakan suatu pembagian hasil uji, dan node daun (leaf)
merepresentasikan kelompok kelas tertentu. Level node teratas dari sebuah
Decision Tree adalah node akar (root) yang biasanya berupa atribut yang
paling memiliki pengaruh terbesar pada suatu kelas tertentu. Pada umumnya
Decision Tree melakukan strategi pencarian secara top-down untuk solusinya.
Pada proses mengklasifikasi data yang tidak diketahui, nilai atribut akan diuji
dengan cara melacak jalur dari node akar (root) sampai node akhir (daun) dan
kemudian akan diprediksi kelas yang dimiliki oleh suatu data baru tertentu.
• Menurut Niwanputri, Ginar Santika (2007), Analisis pohon keputusan (decision
tree analysis) merupakan salah satu alat pengambilan keputusan investasi dari
berbagai alternatif yang tersedia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pohon keputusan (decision tree) adalah
salah satu alat yang digunakan dalam pengambilan keputusan dari berbagai
alternatif yang ada, yang mana dilakukan secara terstruktur, bertahap, dan
rasional.
2.2.2 Analisis Pohon Keputusan (Decision Tree)
Terlepas dari kerumitan sebuah keputusan atau kecanggihan teknik yang
digunakan untuk menganalisis keputusan tersebut, semua pengambil keputusan
41
dihadapkan dengan berbagai alternatif dan “kondisi alami”. Pada saat membuat
sebuah pohon keputusan, harus dipastikan bahwa semua alternatif dan kondisi
alami berada di tempat yang benar dan logis serta semua alternatif yang mungkin
serta kondisi alami telah disertakan. Notasi yang digunakan adalah:
1. Istilah:
a. Alternatif – sebuah tindakan atau strategi yang dapat dipilih oleh seorang
pengambil keputusan.
b. Kondisi alami – sebuah kejadian atau situasi dimana pengambil keputusan
hanya memiliki sedikit kendali atau tidak sama sekali.
2. Simbol yang digunakan dalam sebuah pohon keputusan:
a. – sebuah titik keputusan dimana terdapat satu alternatif atau lebih
yang dapat dipilih.
b. – sebuah titik kondisi alami dimana kondisi alami mungkin akan
terjadi.
Diagram pohon sering kali membantu dalam memahami dan
menyelesaikan persoalan probabilitas. Diagram pohon biasanya digambarkan
dengan lambang yang baku. Dimulai dengan suatu nokhta kemudian dibuat
cabang-cabang sebanyak peristiwa yang mungkin dapat dihasilkan dari
percobaan. Pada masing-masing cabang dituliskan probabilitas terjadinya
peristiwa yang bersangkutan. Jika percobaan dilakukan lagi, maka langkah-
langkah itu diulang. Setiap cabang berakhir pada nokhta yang kemudian diisi
dengan probabilitas peristiwa bersama. Pada nokhta yang paling awal dituliskan
angka 1 yang artinya jumlah probabilitas dari seluruh peristiwa yang mungkin.
(Mulyono, 2004, p223)
Menganalisis masalah dengan menggunakan pohon keputusan mencakup
lima langkah:
42
1. Mendefinisikan masalah.
2. Menggambarkan pohon keputusan.
3. Menentukan peluang bagi kondisi alamiah.
4. Memperkirakan imbalan bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan
kondisi alamiah yang mungkin.
5. Menyelesaikan masalah dengan menghitung EMV bagi setiap titik kondisi
alamiah. Hal ini dilakukan dengan mengerjakannya dari belakang ke depan
(backward) – yaitu memulai dari sisi kanan pohon, terus menuju ke titik
keputusan di sebelah kirinya.
Sumber Gambar: Siswanto (2007, p56)
Gambar 2.2 Diagram Pohon
EMV merupakan kriteria yang paling sering digunakan untuk menganalisis
pohon keputusan. Satu dari langkah awal analisis ini adalah untuk menggambar
pohon keputusan dan menetapkan konsekuensi financial dari semua hasil
Keputusan 2
Keputusan 1
Keputusan 3
Noda Keputusan
NH1
NH2
NHm
Nilai keputusan 1 � 1Nilai keputusan 1 � 2
Nilai keputusan 1 � n
1 M M
Nilai keputusan 2 � 1Nilai keputusan 2 � 2
Nilai keputusan 2 � n
2 M M
Nilai keputusan m � 1Nilai keputusan m � 2
Nilai keputusan m � n
m M M
M M M M
Noda Cabang
43
masalah tertentu. Nilai harapan moneter (Expected Monetary Value – EMV)
adalah nilai harapan moneter yang diharapkan dari sebuah variabel yang memiliki
beberapa kemungkinan kondisi alamiah yang berbeda, masing-masing dengan
peluang tersendiri. Saat peluang diketahui, nilai maximax dan maximin
menyatakan skenario perencanaan kasus terbaik – kasus terburuk. Nilai ini
mewakili nilai yang diharapkan atau rata-rata tingkat pengembalian modal jika
keputusan ini dapat diulangin berkali-kali. (Heizer dan Render, 2005, p324)
EMV sebuah alternatif merupakan jumlah semua keuntungan alternatif,
yang masing-masing diberikan bobot kemungkinan terjadinya.
EMV (Alternatif i) = (Hasil kondisi alamiah 1) x (Kemungkinan terjadi kondisi
alamiah 1) + (Hasil kondisi alamiah 2) x (Kemungkinan
terjadi kondisi alamiah 2) + . . . + (Hasil kondisi alamiah
terakhir) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah terakhir)
Atau dengan rumus: (Siswanto, 2007, p56)
Dimana:
NHi = Nilai harapan cabang keputusan ke-i.
Pj = Probabilitas kemunculan keadaan ke-j.
hij = Nilai hasil keputusan jika alternatif keputusan ke-i diambil dan keadaan ke-j
terjadi
44
Sumber Gambar: Nurhasanah (2003, p60) Gambar 2.3 Contoh Diagram Pohon Keputusan Pabrik Konveksi “ABC”
Keterangan:
BPKP : Bangun Pabrik Berukuran Besar
BPKK : Bangun Pabrik Berukuran Kecil
PT : Permintaan Tinggi
PR : Permintaan Rendah
Rp76.000.000,-/thPT
3 Rp24.000.000,-/th
PT
Rp2.000.000,-/tahun
0,20
Tahap I
2 Tahun 8 Tahun
PR
Tahap II
5
0,8
PT
0,2
PR
Rp9.000.000,-/tahun
Rp2.000.000,-/tahun
4
6
0,8
PT
0,2
PR
Rp2.500.000,-/tahun
Rp2.000.000,-/tahun
2 0,8
PT
0,2
PR
Rp20.000.000,-/tahun
Rp15.000.000,-/tahun
BPKK
1
BPKB
Rp19.000.000
Rp80.000.000
Rp76.000.000,-/thPT
45
2.3 Rerangka Pemikiran
Adapun gambar rerangka pemikiran penulis adalah sebagai berikut:
Sumber Gambar: Hasil Pengolahan Data (2008)
Gambar 2.4 Rerangka Pemikiran
Studi Kelayakan Bisnis
Lokasi
Pekan Baru
Lokasi
Banjarmasin
Indikator:
- Aspek Pasar dan
Pemasaran
- Aspek Teknis/
Operasi
- Aspek
Manajemen/SDM
- Aspek Hukum
- Aspek Keuangan
Decision Tree
Keputusan Lokasi
Rekomendasi