bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-1-00250-ti bab 2.pdf ·...

29
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Tata Letak Salah satu kegiatan rekayasa industri yang paling tua adalah menata letak fasilitas. Dan tata letak yang baik selalu mengarah kepada perbaikan-perbaikan yang semakin memudahkan manusia dalam melaksanakan proses produksi tersebut. Di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa pakar: Menurut Apple (1990, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah: “Kegiatan yang selalu berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan”. Menurut Tompkins (1996, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah: “Menentukan bagaimana suatu kegiatan dari aset tetap memberikan dukungan terbaik dalam mencapai obyektifitas kegiatan”. Menurut Meyers (Plant Layout and Material Handling, p1), definisi Plant Layout adalah: “Pengaturan dari fasilitas-fasilitas fisik perusahaan untuk menghasilkan penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi secara efisien”. Plant layout merupakan bagian dari subyek yang lebih luas yang disebut dengan Perancangan Fasilitas. Dari pendefinisian yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa, perancangan tata letak adalah

Upload: vuongduong

Post on 20-Aug-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

29

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Perancangan Tata Letak

Salah satu kegiatan rekayasa industri yang paling tua adalah menata letak

fasilitas. Dan tata letak yang baik selalu mengarah kepada perbaikan-perbaikan

yang semakin memudahkan manusia dalam melaksanakan proses produksi

tersebut. Di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa pakar:

Menurut Apple (1990, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah:

“Kegiatan yang selalu berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan”.

Menurut Tompkins (1996, p1), definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas

adalah:

“Menentukan bagaimana suatu kegiatan dari aset tetap memberikan dukungan terbaik dalam mencapai obyektifitas kegiatan”.

Menurut Meyers (Plant Layout and Material Handling, p1), definisi Plant

Layout adalah:

“Pengaturan dari fasilitas-fasilitas fisik perusahaan untuk menghasilkan penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi secara efisien”.

Plant layout merupakan bagian dari subyek yang lebih luas yang disebut

dengan Perancangan Fasilitas. Dari pendefinisian yang dikemukakan oleh para

pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa, perancangan tata letak adalah

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

30

kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan penempatan dan penggunaan

fasilitas-fasilitas dengan lebih baik, tepat dan efisien untuk mencapai hasil yang

lebih baik.

Secara hirarki, perancangan tata letak fasilitas dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan lokasi fasilitas adalah:

Menentukan bagaimana lokasi dari suatu kegiatan mendukung

terpenuhinya obyektifitas kegiatan. Hal ini menyangkut receiving, raw material

storage, production, assembly, dan lain-lain.

Yang dimaksud dengan perancangan fasilitas adalah:

Penentuan bagaimana komponen atau bagian dari suatu kegiatan

mendukung tercapainya obyektifitas kegiatan. Hal ini menyangkut mesin dan

stasiun kerja.

Gambar 2.1 Hirarki Perancangan Fasilitas

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

31

Perancangan tata letak berdasarkan atas:

1. Tata letak ruangan dan fasilitas, menyangkut fungsi/jenis, ukuran, bentuk,

letak, dan jumlah.

2. Aliran material, menyangkut metoda, urutan, posisi, alat, dan tempat.

2.1.1 Tujuan Perancangan Tata Letak

Secara umum, tujuan perancangan fasilitas adalah membawa masukan

(bahan, pasokan, dan lain-lain) melalui fasilitas dalam waktu tersingkat yang

memungkinkan, dengan menggunakan biaya yang wajar.

Selain itu tujuan utamanya adalah:

1. Menaikkan output produksi

2. Mengurangi waktu tunggu (delay) dan kemacetan.

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).

4. Pengoptimalan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan servis.

5. Proses manufaktur yang lebih singkat.

6. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.

7. Mempermudah aktivitas pengawasan (supervision)

8. Mengurangi kemacetan pada aliran produksi, dan lain-lain.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

32

2.1.2 Jenis-jenis Persoalan Tata Letak

Persoalan tata letak bukanlah hanya terbatas pada perancangan fasilitas

baru. Masalah yang timbul sering kali adalah perbaikan atau perubahan

terhadap tata letak yang sudah ada.

Jenis-jenis masalah tata letak:

- perubahan rancangan

- penambahan departemen baru

- pengurangan departemen

- perluasan departemen

- penambahan produk baru

- peremajaan peralatan yang baru

- perubahan metode produksi

- penurunan biaya

- perencanaan fasilitas baru

2.1.3 Merancang Aliran Bahan

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan produktifitas perusahaan

adalah dengan melakukan perencanaan tata letak yang baik. Karena salah satu

tujuan tata letak adalah menghasilkan aliran bahan yang baik (sedekat dan

sesingkat mungkin dalam lintasan produksi). Dengan aliran bahan yang baik,

maka akan dihasilkan waktu produksi yang lebih cepat sehingga produktifitas

dapat dipicu.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

33

Keuntungan aliran bahan yang terencana:

1. Menaikkan efisiensi produksi

2. Pemanfaatan ruangan pabrik yang lebih baik.

3. Kegiatan pemindahan yang lebih sederhana.

4. Pemanfaatan peralatan yang lebih baik.

5. Mengurangi waktu dalam proses.

6. Pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.

7. Mengurangi jarak tempuh pekerja.

8. Mengurangi kemacetan aliran di gang.

9. Meminimasi langkah balik.

2.2 Teknik-teknik Konvensional Untuk Menganalisa Aliran Barang

Teknik-teknik ini dititik-beratkan pada cara grafis dan mudah untuk

digunakan serta secara keseluruhan, teknik ini merupakan alat terbaik untuk

mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

Di antara teknik-teknik umum yang digunakan dalam merencanakan

aliran, beberapa khusus digunakan dalam perencanaan tata letak fasilitas,

beberapa lagi digunakan dalam tahap pemindahan bahan, dan beberapa teknik

diturunkan dari bidang ekonomi gerakan dan penyerdehanaan kerja (teknik tata

cara kerja).

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

34

Meskipun kebanyakan teknik semula ditujukan untuk analitis, teknik-

teknik tersebut juga berguna untuk perencanaan. Teknik yang paling umum

digunakan antara lain adalah peta proses operasi.

2.2.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart / OPC)

Peta proses produksi merupakan salah satu teknik yang paling berguna

dalam perencanaan produksi. Peta ini adalah diagram tentang proses dan telah

digunakan sebagai alat untuk pengendalian dan perencanaan (Apple, 1990,

p140). Peta operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-

langkah proses yang akan dialami bahan baku mulai dari awal (raw material)

sampai menjadi produk akhir (finished goods products).

Kegunaan Peta Proses Operasi (I.Z. Sutalaksana, 1979, p21):

- dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya

- bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku

- sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik

- sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang dipakai

- sebagai alat untuk latihan/simulasi kerja

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

35

Dasar bagi peta ini adalah lambang proses, yang dikembangkan oleh

F.B. Gilbreth pada tahun 1920. Berikut adalah lambang-lambang tersebut:

Operasi

Suatu operasi terjadi jika sebuah obyek:

- diubah sifat fisiknya atau sifat kimianya

- dirakit atau diuraikan dari obyek lainnya

- diubah untuk operasi lainnya baik pengangkutan, pemeriksaan atau

penyimpanan

Suatu operasi dapat juga terjadi jika informasi diberikan atau diterima,

atau jika perencanaan atau perhitungan dilakukan. Lambang operasi juga

digunakan untuk menunjukkan orang yang sedang bekerja.

Pengangkutan (Transportasi)

Suatu pengangkutan terjadi jika sebuah objek dipindahkan dari suatu

tempat ke tempat lain, kecuali jika perpindahan ini merupakan bagian dari

operasi atau disebabkan oleh operator pada sebuah tempat kerja selama suatu

operasi atau pemeriksaan.

Pemeriksaan

Sebuah pemeriksaan terjadi pada suatu objek jika keadaan tidak

mengijinkan atau sifat proses menuntut pelaksanaan kegiatan selanjutnya

tidak boleh segera dilakukan.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

36

Keterlambatan (Delay)

Ini terjadi pada suatu objek jika keadaan tidak mengijinkan atau sifat

proses yang menuntut pelaksanaan kegiatan selanjutnya tidak boleh segera

dilakukan.

Penyimpanan (Storage)

Sebuah penyimpanan terjadi jika sebuah objek disimpan dan juga dari

pemindahan yang tidak dibenarkan.

Kegiatan Gabungan

Digunakan untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

baik bersamaan maupun kegiatan yang dilakukan oleh operator yang sama

pada suatu tempat kerja yang sama.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

37

2.2.2 Perhitungan Waktu Baku

Menurut Wignjosubroto (1995, p174), waktu baku merupakan waktu

yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan

rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yang dijalankan dengan sistem

kerja yang baik. Waktu baku di sini harus sudah meliputi kelonggaran waktu

yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang

harus diselesaikan, dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam

aktifitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk

membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu

kegiatan harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan, serta berapa

pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata

menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan dapat

menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan/tempo kerja yang normal.

Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidak

selamanya operator tersebut akan mampu bekerja secara terus menerus

sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Di sini pada kenyataannya

operator akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktu-waktu

khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan

alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan

dan dapat menginterupsi proses produksi ini bisa diklasifikasikan sebagai

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

38

personal allowance, fatique allowance, dan delay allowance. Dengan

demikian waktu baku sudah termasuk dengan kelonggaran-kelonggaran

(allowance) yang diperlukan. Oleh karena itu, maka waktu baku adalah sama

dengan waktu kerja normal dengan waktu kelonggaran (Wignjosoebroto,

1995, p207).

Berikut adalah perhitungan waktu baku yang dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus:

Wn = Ws × p

= Ws × ( 1 + Westinghouse )

Wb = Wn + ( k × Wn )

= Wn × ( 1 + k )

dimana: Wb = waktu baku

Wn = waktu normal

Ws = waktu siklus

p = penyesuaian = 1 + Westinghouse

k = kelonggaran Sutalaksana

Untuk mengukur nilai p (penyesuaian), sistem yang digunakan adalah

sistem Westinghouse. Dan untuk mengukur nilai k (kelonggaran), digunakan

tabel “Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh”.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

39

Rating Performance (penyesuaian = p) dengan sistem Westinghouse

menurut Barnes (1980, p377) adalah seperti berikut.

Tabel 2.1 Tabel Performance Ratings dengan sistem Westinghouse

2.2.2.1 Menentukan Faktor Penyesuaian

Menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p138), setelah pengukuran

berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukan

operator. Ketidakwajaran dapat mempengaruhi kewajaran kerja yang

ditunjukan operator. Ketidakwajaran dapat mempengaruhi kecepatan kerja

yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian

+ 0,15 A1 Superskill + 0,13 A1 Superskill+ 0,13 A2 + 0,12 A2+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent+ 0,08 B2 + 0,08 B2+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good+ 0,03 C2 + 0,02 C20,00 D Average 0,00 D Average

- 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair- 0,10 E2 - 0,08 E2- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor- 0,22 F2 - 0,17 F2

+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal+ 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent+ 0,02 C Good + 0,01 C Good0 00 D Average 0 00 D Average

- 0,03 E Fair - 0,02 E Fair- 0,07 F Poor - 0,04 F Poor

SKILL EFFORT

CONDITION CONSISTENCY

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

40

pekerjaan itu. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari

adalah waktu yang diperoleh dari kondisi atau cara kerja baku yand

diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan harga

rata-rata siklus atau elemen yang diselesaikan dengan kecepatan tidak

wajar oleh operator, maka pengukur harus menormalkannya dengan

melakukan penyesuaian.

Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian

yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu normal,

oleh karena itu:

- apabila operator dinyatakan bekerja terlalu cepat, maka harga p > 1

- apabila operator dinyatakan bekerja terlalu lambat, maka harga p < 1

- apabila operator dinyatakan bekerja secara normal, maka harga p = 1

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang

dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja adalah

pada keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor

terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p140-144), keterampilan (skill)

didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas

dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut:

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

41

A. Super Skill

1. Secara bawaan, cocok sekali dengan pekerjaannya.

2. Bekerja dengan sempurna.

3. Tampak seperti terlatih dengan baik.

4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit

diikuti.

5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.

6. Perpindahan dari suatu elemen pekerjaan ke elemen pekerjaan lainnya

tidak terlampau terlihat karena lancarnya.

7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan

tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan

adalah pekerja yang baik.

B. Excellent Skill

1. Percaya pada diri sendiri.

2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.

3. Terlihat telah terlatih dengan baik.

4. Bekerja teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran

atau pemeriksaan-pemeriksaan.

5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa

kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

42

7. Bekerja dengan cepat tanpa harus mengorbankan mutu.

8. Bekerja dengan cepat namun halus.

9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.

C. Good Skill

1. Kualitas hasil baik.

2. Tampak bekerja dengan lebih baik dibandingkan kebanyakan pekerja

pada umumnya.

3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang

keterampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.

5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.

6. Tidak memiliki keragu-raguan.

7. Bekerja dengan stabil.

8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.

9. Gerakan-gerakannya cepat

D. Average Skill

1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

2. Gerakannya cukup cepat tapi tidak lambat.

3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana.

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak adanya keraguan.

6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

43

7. Tampak cukup terlatih sehingga mengetahui seluk beluk pekerjaan.

8. Bekerja dengan cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.

E. Fair Skill

1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

3. Terlihat adanya perencanaan sebelum melakukan gerakan.

4. Tidak punya kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaanya tetapi telah

ditempatkan pada pekerjaan itu sejak lama.

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan akan tetapi tidak

begitu yakin.

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.

8. Jika tidak bekerja dengan serius, outputnya akan sangat rendah.

9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

F. Poor Skill

1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.

2. Gerakan-gerakannya kaku.

3. Terlihat ketidakyakinan pada urutan-urutan gerakan.

4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaannya.

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaanya.

6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

44

7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Usaha (effort) didefinisikan sebagai kesungguhan yang ditujukan atau

diberikan operator ketika melakukan pekerjaanya. Usaha juga terbagi

dalam kelas-kelas dengan ciri-ciri masing-masing yang berbeda, yaitu:

A. Super Effort

1. Kecepatan sangat berlebihan.

2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan

kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang

hari kerja.

B. Excellent Effort

1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.

2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Banyak memberi saran-saran.

5. Menerima saran dan petunjuk dengan senang.

6. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.

7. Bangga atas kelebihannya.

8. Gerakan-gerakan yang salah sangat jarang terjadi.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

45

9. Bekerjanya sistematis.

10. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak

terlihat.

C. Good Effort

1. Bekerja berirama.

2. Saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Senang pada pekerjaannnya.

5. Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Menerima saran dan petunjuk dengan senang.

8. Dapat memberikan saran untuk perbaikan kerja.

9. Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi.

10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.

11. Memelihara kondisi peralatan dengan baik.

D. Average Effort

1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.

2. Bekerja dengan stabil.

3. Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya.

4. Set up dilaksanakan dengan baik.

5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

46

E. Fair Effort

1. Saran perbaikan diterima dengan kesal.

2. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukkan pada pekerjaannya.

3. Kurang sungguh-sungguh.

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.

5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.

6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.

8. Terlampau hati-hati.

9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.

10. Gerakan-gerakannya kurang terencana.

F. Poor Effort

1. Banyak membuang-buang waktu.

2. Tidak memperlihatkan adanya minat kerja.

3. Tidak mau menerima saran.

4. Tampak malas dan lambat dalam bekerja.

5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat

dan bahan.

6. Tempat kerjanya tidak diatur dengan rapi.

7. Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.

8. Mengubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.

9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

47

Kondisi kerja pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik

lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan

ruangan. Sehingga, kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang

diterima apa adanya tanpa banyak kemampuan untuk merubahnya.

Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu: Ideal, Excellent,

Good, Average, Fair, dan Poor.

Faktor terakhir adalah consistensy. Consistency perlu diperhatikan,

karena pada kenyataannya bahwa pada setiap pengukuran waktu, angka-

angka yang dicatat besarnya tidak akan pernah sama. Waktu penyelesaian

yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus

lainnya, dari hari ke hari, bahkan dari jam ke jam. Selama masih dalam

batas-batas kewajaran, hal tersebut tidak akan menimbulkan masalah. Akan

tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut haruslah diperhatikan.

Sebagaimana faktor-faktor lain, consistency juga dibagi menjadi enam

kelas, yaitu : Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, dan Poor.

2.2.2.2 Menentukan Faktor Kelonggaran

Pada kenyataannya, kita akan melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan

operator akan mampu bekerja secara terus menerus sepanjang hari tanpa

adanya interupsi sama sekali. Operator akan sering menghentikan kerja dan

membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti personal

needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain di luar kontrolnya.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

48

Untuk itu kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu:

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebituhan pribadi adalah hal-hal seperti minum

sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, becakap-

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan

atau kejemuan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk

kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerja ke pekerja

lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik tersendiri

dengan “tuntutan” yang berbeda pula. Berdasarkan penelitian, ternyata

besarnya kelonggaran bagi pekerja pria dan wanita sebesar 2 hingga

2,5% untuk pria dan 5% untuk wanita dengan asumsi pekerjaan yang

dilakukan adalah ringan (persentase ini berdasarkan pada waktu

normal).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan

besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan

sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi

menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitas menentuka saat-saat

dimana hasil produksi menurun karena disebabkan oleh timbulnya rasa

fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat

menyebabkannya.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

49

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan

pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique.

Bila hal ini berlangsung terus menerus pada akhirnya akan terjadi

fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak

dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat

dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan

pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian

rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk

menghilanghkan rasa fatique ini.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari

berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti

mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula

hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kekuasaan

pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas

tidak ada pilihan lain selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang

terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan

tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu

baku.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

50

2.2.3 Perhitungan Routing Sheet

Routing sheet merupakan tabel perhitungan kebutuhan material atau

bahan baku serta jumlah mesin yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah

produk tertentu dan dalam satuan waktu tertentu pula. Data yang diperlukan

untuk perhitungan routing sheet ini adalah urutan proses operasi dari setiap

komponen, nama atau jenis peralatan yang digunakan, waktu baku proses,

kapasitas produksi yang diinginkan, persentase scrap dan efisiensi pabrik.

Urutan operasi pada routing sheet ini didasarkan pada urutan operasi

yang ada pada peta operasi dan informasi yang didapat melalui perhitungan

routing sheet ini adalah:

100

itismesin teorJumlah 4.

100

(unit) efisiensidengan Produksi 3.

100100

(unit)disiapkan yangJumlah 2.

3600

(unit/jam) tisalat teori Kapasitas 1.

tas mesin reliabilitis alat teorikapasitas

iensi engan efisproduksi d ritis mesin teo jumlah

i% efisiens

ng disiapkajumlah yan efisiensi si dengan produk

- % scrap

ang diharapkjumlah yan apkan yang disi jumlah

waktu baku tis alat teorikapasitas

××

=

×=

×=

=

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

51

2.2.4 Perhitungan Tabel Kebutuhan Jumlah Mesin

Setelah diperoleh perhitungan jumlah mesin teoritis dari perhitungan

routing sheet, selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah mesin sebenarnya

dengan melakukan pembulatan nilai di belakang koma. Pada umumnya

pembulatan dilakukan ke atas secara mutlak dan tanpa koma karena

pembulatan ke bawah dapat berarti pengurangan kebutuhan jumlah mesin

yang dapat berpengaruh pada kapasitas produksi. Hal ini biasanya diterapkan

pada sistem produksi “by product”. Akan tetapi apabila sistem produksi

menggunakan “by process”, jumlah mesin teoritis tiap part dijumlahkan

terlebih dahulu sebelum dibulatkan karena sifat dari sistem produksi “by

process” yang mengenal pemakaian mesin secara bersama.

2.2.5 Perhitungan Luas Lantai Produksi

Perhitungan luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas area

yang dibutuhkan untuk produksi yang menyangkut area penempatan

kelompok mesin produksi. Ada dua istilah yang digunakan yaitu allowance

yang merupakan ruang keleluasaan dari mesin dan kelonggaran gang yang

merupakan besarnya gang yang diperlukan agar lalu lintas material maupun

pekerja dapat berjalan dengan lancar.

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

52

Adapun perhitungan luas lantai produksi adalah sebagai berikut:

2.2.6 Material Handling Planning Sheet (MHPS)

Material Handling Planning Sheet (MHPS) merupakan suatu tabel yang

digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan, yang mana umumnya

adalah penanganan aliran bahan yang ada pada sebuah lantai produksi. Dalam

pembuatan Material Handling Planning Sheet (MHPS), data yang dibutuhkan

antara lain kapasitas produksi, luas mesin, data proses, dan data mesin yang

digunakan.

Perhitungan pada Material Handling Planning Sheet (MHPS) adalah

sebagai berikut:

1. Distance (meter)

distance = 0,5 × ( √ luas mesin ‘from’ + √ luas mesin ‘to’ ) 2. Unit disiapkan

didapat dari unit yang disiapkan pada routing sheet

3. Berat total (Kg)

berat total = ( unit yang disiapkan × berat per unit [gr] ) / 1000

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +×=

×⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +×=

1001

)(mmesin totalLuas 2.

1001

)(mmesin seluruh Luas 1.

2

2

ran gang% kelongga ruh mesin luas selu otal mesin luas t

rnyasin sebena jumlah me mesinran antar % kelongga mesin luas per in eluruh mes luas s

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

53

4. Biaya per meter dalam penggunaan peralatan (cost per meter equipment)

5. Cost

cost = jarak (m) × cost per meter equipment × frekuensi per jam

2.2.7 From To Chart Frekuensi

From To Chart (FTC) ini merupakan salah satu metode konvensional

yang digunakan untuk menganalisa aliran bahan. Pada From To Chart

frekuensi, matriks diisi dengan frekuensi perpindahan.

From To Chart Inflow dibuat dari sudut pandang yang mementingkan

hubungan masukan yang terjadi antar mesin, sehingga penentuan derajat

kedekatan yang dilakukan didasarkan pada mesin-mesin asal bahan.

From To Chart Outflow dibuat dengan pandangan yang mementingkan

hubungan tujuan aliran dari bahan baku mesin tersebut, sehingga penentuan

derajat kedekatan yang dilakukan didasarkan pada mesin asal dari bahan

tersebut.

From To Chart Inflow/Outflow dibuat berdasarkan perhitungan From To

Chart frekuensi dengan rumus (yang dimasukkan ke dalam kotak matriks)

sebagai berikut:

meterindah per pment berp lama equi jam kerja

mUMP per ja ment eter equipcost per m ××

=3600

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

54

Skala prioritas hubungan antar mesin skala prioritas berdasarkan inflow

atau outflow, dipilih berdasarkan jumlah biaya yang lebih kecil) merupakan

skala yang digunakan untuk mengetahui derajat kepentingan hubungan antara

mesin-mesin produksi, di mana tingkat kedekatan hubungannya dapat dilihat

pada From To Chart Inflow dan Outlflow. Di sini angka yang paling besar

yang terdapat pada kedua peta tersebut menunjukkan hubungan yang paling

dekat.

Adapun tanda dari derajat kedekatan tersebut adalah sebagai berikut

(Apple, 1990, p227):

A : hubungan mutlak diperlukan (untuk aktifitas yang dipertimbangkan

saling berkelanjutan)

E : hubungan sangat penting (untuk aktifitas yang saling berhubungan)

I : hubungan penting (untuk aktifitas yang berdampingan)

O : hubungan biasa/umum (untuk aktifitas yang mempunyai hubungan

biasa)

U : hubungan tidak penting (untuk hubungan geografis)

X baris pada nilai totalfrekuensi) (dari X kolom pada terisiyang matrikskotak pada nilai

beradaebut kotak ters mana di kolom totalfrekuensi) (dari terisiyang matrikskotak pada nilai

artFrom To Chwart OutfloFrom To Ch

artFrom To Chart InflowFrom To Ch

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

55

Angka-angka pada From To Chart Inflow atau Outflow diurutkan mulai

dari yang paling besar hingga yang paling kecil, kemudian dikelompokkan

untuk masuk pada hubungan A, E, I, O, U. Apabila terdapat angka yang

bernilai sama, maka angka tersebut dimasukkan berderet pada hubungan yang

sama.

2.2.8 Peta Keterkaitan Kegiatan (Activity Relationship Chart / ARC)

Activity Relationship Chart / ARC merupakan peta yang digunakan

untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling

berkaitan yang terdapat di dalam suatu pabrik. pengelompokan dan tanda-

tanda yang digunakan dalam Activity Relationship Chart dikembangkan oleh

Richard Muther. Activity Relationship Chart serupa dengan tabel jarak sebuah

peta jalan, di mana jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif dan kode

angka yang menunjukkan alasan bagi huruf sandi tadi. Sandi keterkaitan

menunjukkan keterkaitan satu kegiatan dengan yang lainnya serta seberapa

penting setiap kedekatan hubungan yang ada. Huruf-huruf diletakkan pada

bagian atas kotak. Adakalanya digunakan juga warna untuk menunjukkan

derajat kedekatan ini. Kode angka dimasukkan di kotak bawah, menunjukkan

alasan yang mendukung setiap kedekatan hubungan.

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

56

Sandi huruf yang digunakan:

A : mutlak perlu (merah)

E : sangat penting (jingga)

I : penting (hijau)

O : kedekatan biasa (biru)

U : tidak perlu (tidak berwarna)

X : tidak diharapkan (coklat)

2.2.9 Diagram Keterkaitan Kegiatan (Activity Relationship Diagram / ARD)

Activity Relationship Diagram / ARD adalah diagram balok yang

menunjukkan keterkaitan kegiatan, dimana setiap kegiatan merupakan suatu

model kegiatan tunggal (tidak ada penekanan ruang).

Diagram Keterkaitan Kegiatan dalam kenyataannya merupakan diagram

balok yang menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan, yang menunjukkan

setiap kegiatan sebagai suatu model kegiatan tunggal. Tujuan dari Diagram

Keterkaitan Kegiatan adalah sebagai dasar perencanaan keterkaitan antara

pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan yang dihubungkan dengan

kegiatan produksi.

Penempatan balok sesuai dengan tingkat kepentingan / derajat

kedekatan, di mana hubungan kedekatannya bersumber pada skala prioritas.

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00250-TI Bab 2.pdf · membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu ... tabel “Besarnya

57

Jarak untuk tiap hubungan adalah sebagai berikut:

Untuk hubungan A : mutlak perlu, satu kotak berada di sekelilingnya

Untuk hubungan E : sangat penting, berjarak maksimum satu kotak

Untuk hubungan I : penting, berjarak maksimum dua kotak

Untuk hubungan O : kedekatan biasa, berjarak tiga kotak

Untuk hubungan U : tidak perlu, berjarak empat kotak

2.2.10 Material Handling Evaluation Sheet (MHES)

Material Handling Evaluation Sheet (MHES) adalah suatu tabel yang

digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan. Perbedaannya dari

adalah jika pada Material Handling Planning Sheet (MHPS) digunakan jarak

dengan metode titik berat, yaitu dengan mendekatkan posisi dua area yang

akan dihitung, maka pada Material Handling Evaluation Sheet (MHES) ini

digunakan jarak (distance) sesungguhnya yang diukur pada template.

Selebihnya rumus yang digunakan pada Material Handling Evaluation

Sheet (MHES) sama dengan rumus perhitungan pada Material Handling

Planning Sheet (MHPS).