bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2008-1-00452-tisi-bab 2.pdf ·...

57
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia atau sumber daya dan effort yang dikonntibusikan dalam melakukan aktivitasnya dengan unit output yang dihasilkan. 2.1.1 Definisi Pengukuran Kerja Menurut Wignjosoebroto (2003, p169) pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan nilai output yang dihasilkan. Sehingga dari pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Menurut Wignjosoebroto (2003, p170) Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk : Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja), Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan/pekerja, Penjadwalan produksi dan penganggaran, Perencanaan system pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja yang berprestasi, Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan seorang pekerja.

Upload: dangthuy

Post on 11-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengukuran Kerja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan

manusia atau sumber daya dan effort yang dikonntibusikan dalam melakukan

aktivitasnya dengan unit output yang dihasilkan.

2.1.1 Definisi Pengukuran Kerja

Menurut Wignjosoebroto (2003, p169) pengukuran kerja adalah metode

penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan nilai

output yang dihasilkan. Sehingga dari pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan

dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna

menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang

memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan dengan memperhatikan

situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Menurut Wignjosoebroto

(2003, p170) Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

• Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja),

• Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan/pekerja,

• Penjadwalan produksi dan penganggaran,

• Perencanaan system pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja

yang berprestasi,

• Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan seorang pekerja.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

13

2.1.2 Teknik dan Metode Yang Digunakan Dalam Pengukuran Kerja

Ada 2 buah teknik yang digunakan dalam pengukuran kerja, yaitu :

1. Teknik pengukuran kerja langsung

Pengukuran kerja langsung merupakan pengukuran keja yang dilakukan secara

langsung di area pekerjaan yang akan diukur dengan menggunakan alat bantu,

seperti; stopwatch, work sampling, alat perekam (handycam), dan lainnya.

• Menggunakan jam henti

Metode ini diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung

singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran akan diperoleh suatu

waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, dimana waktu ini

akan dipergunakan sebagai standard penyelesaian pekerjaan bagi semua

pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.

• Menggunakan metode sampling pekerjaan

Suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap

aktivitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/operator.

2. Teknik pengukuran kerja tidak langsung

Pengukuran dimana perhitungan dilakukan tanpa si pengamat harus berada di

tempat pekerjaan yang diukur.

• Metode standard data

Penelitian dengan waktu baku mempunyai beberapa keuntungan

dibandingkan penelitian langsung, terutama dari segi ongkos dan kecepatan.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

14

• Data waktu gerakan

Analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja

dalam menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan erat dengan elemen-

elemen gerakan (17 therbligh yang dilakukan pekerjaan).

• Analisa regresi

Menggunakan rumus-rumus perhitungan untuk kasus-kasus dimana elemen-

elemen kerja tidak berupa variabel-variabel yang sama dengan yang telah

didefenisikan dalam formulasi/rumus-rumus baku yang telah ada.

2.1.3 Pengukuran Waktu Baku

Pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan.

2.1.3.1 Pengukuran Pendahuluan

Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Tujuan

melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus

dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tahap-tahapnya

adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 1979, p132) :

1. Melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh

pengukur.

2. Menguji keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan,

dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran

pendahuluan kedua.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

15

2.1.3.2 Pengujian Keseragaman Data

Uji keseragaman data perlu untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum

menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu baku. Uji keseragaman data

bisa dilaksanakan dengan cara visual dan/atau mengaplikasikan peta kontrol (control

chart). Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang tepat guna dalam menguji

keseragaman data dan/atau keajegan data yang diperoleh dari hasil pengamatan.

Uji keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana mudah dan cepat.

Disini kita hanya sekedar melihat data yang terkumpul dan seterusnya

mengedentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Yang dimaksud dengan data yang terlalu

“ekstrim” adalah data yang terlalu besar atau yang terlalu kecil dan jauh menyimpang

dari trend rata-ratanya. Data yang terlalu ekstrim ini sebaiknya dibuang jauh-jauh dan

tidak dimasukkan ke dalam perhitungan selanjutnya (Wignjosoebroto, 2000, p194-195).

Langkah – langkah yang dilakukan untuk menguji keseragaman data sebagai

berikut :

1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung rata-rata

dari tiap subgrup :

nXi

kX ∑=

dimana : n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup

k = jumlah subgrup yang terbentuk

Xi = data pengamatan

2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup :

kX

X k∑=

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

16

3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian :

1N

XXiσ

2

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −

=∑

dimana: N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup :

nXσσ =

5. Tentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) :

BKA = x + ( ZX

σ )

BKB = x – ( ZX

σ )

Dimana : Z = koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat

kepercayaan, rumusnya :

6. Jika seluruh rata-rata data waktu subgrup berada di daerah antara BKA dan BKB,

maka data waktu dikatakan seragam.

2.1.3.3 Uji Kecukupan Data

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen kerja pada umumnya akan

sedikit berbeda dari siklus ke siklus kerja sekalipun operator bekerja pada kecepatan

normal dan uniform, tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak selalu akan bisa

diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Aktivitas pengukuran kerja pada dasarnya

adalah merupakan proses sampling. Konsekuensi yang diperoleh adalah bahwa semakin

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −

−=2

11 βZ

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

17

besar jumlah siklus kerja yang diamati atau diukur maka akan semakin mendekati

kebenaran akan data waktu yang diperoleh. Konsistensi dari hasil pengukuran dan

pembacaan waktu oleh stop-watch akan merupakan hal yang diinginkan dalam proses

pengukuran kerja. Semakin kecil variasi atau perbedaan data waktu yang ada, maka

jumlah pengukuran atau pengamatan yang harus dilakukan juga akan cukup kecil.

Sebaliknya, semakin besar variabilitas dari data waktu pengukuran, akan menyebabkan

jumlah siklus kerja yang diamati juga akan semakin besar agar bisa diperoleh ketelitian

yang dikehendaki (Wignjosoebroto, 2000, p183).

Perhitungan uji kecukupan data dapat dilakukan setelah semua harga rata-rata

subgrup berada dalam batas kendali. Rumus dari kecukupan data adalah:

( )2

iX

2Xi2XiNsZ

N'⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

∑ ∑−=

dimana:

N’ = jumlah pengukuran data minimum yang dibutuhkan

N = jumlah pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan setelah

dikurangi data pengukuran di luar BKA atau BKB

Z = bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat

kepercayaan

s = tingkat ketelitian

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari

waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen. Sedangkan,

tingkat kepercayaan menunjukkan besarnya kepercayaan pengukur bahwa hasil yang

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

18

diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen (Sutalaksana,

1979, p135).

Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak

karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat ketelitian dan tingkat

keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur setelah

memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian

menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian

sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen dari waktu penyelesaian sebenarnya yang

harus dicari. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur

bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.

Jumlah pengukuran waktu dapat dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran

data minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan jumlah

pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N’≤ N). Jika jumlah pengukuran masih

belum mencukupi, maka harus dilakukan pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran

tersebut cukup.

2.1.4 Pengukuran Jam Henti (Stop Watch)

Sesuai dengan namanya, maka pengukuran ini menggunakan jam henti (stop

watch) sebagai alat utamanya. Menurut Sutalaksana (1979, p119) pengukuran waktu

dengan menggunakan jam henti merupakan cara yang paling banyak dikenal karena

kesederhanaan aturan-aturan yang dipakai.

Menurut Wignjosoebroto (2003, p169) suatu pekerjaan akan dikatakan

diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

19

Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan

jam henti ini dapat secara sistematis, seperti berikut ini :

Gambar 2.1 Langkah-langkah Pengukuran Kerja Pada Jam Henti

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

20

Yang diuraikan sebagai berikut :

• Definisikan pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan

diberitahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih

untuk diamati dan supervisor yang ada.

• Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti

lay-out, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan

dan lain-lain.

• Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih

dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

• Amati, ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk

menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

• Tetapkan jumlah siklus kerja yang diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus

kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak? Tes pula

keseragaman data yang diperoleh.

• Tetapkan rate of performances dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja

yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan

untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance

operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka

performance dianggap normal (100%).

• Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditujukan oleh

operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

• Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu

longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

21

kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan

material, dan lainnya.

• Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu

normal dan waktu longgar.

Berdasarkan langkah-langkah diatas terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam

henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena disini waktu diterapkan

berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subjektif.

Tetapi untuk mendapatkan waktu kerja baku yang baik menurut Wignjosoebroto

(2003,p173) ada asumsi-asumsi dasar yang berlaku, yaitu :

o Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan

terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini untuk pekerjaan

serupa.

o Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja

sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani

dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan

kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini

persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu

kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

o Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relative tidak jauh berbeda dengan

kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

o Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh

periode kerja yang ada.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

22

2.2 Perhitungan Waktu Baku

Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang diperoleh

telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang

diinginkan. Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang

diperoleh dengan langkah-langkah:

o Waktu Siklus

Waktu Siklus adalah waktu yang didapatkan berdasarkan hasil pengukuran baik

langsung atau tidak langsung ke suatu stasiun kerja. Rumus waktu siklus rata-

rata adalah :

NX

W ir∑=

o Waktu Normal

Waktu Normal adalah waktu siklus yang sudah memperhitungkan faktor

penyesuaian dari kecepatan setiap stasiun kerja. Rumus untuk menghitung waktu

normal adalah :

rn WW = x p ; p = faktor penyelesaian

o Waktu Baku

Waktu Baku adalah waktu normal yang sudah memperhitungan faktor

kelonggaran untuk operator yang bekerja di stasiun kerja tersebut untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan. Rumus Waktu Baku adalah :

k%%100%100xWW nb −

= ; k adalah faktor kelonggaran

2.2.1 Penyesuaian

Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika pengukur

berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, agar waktu

penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu panjang.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

23

Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979, p138) yaitu:

• p > 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat

(di atas snormal)

• p = 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja normal

• p < 1 ; jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu

lambat (di bawah normal)

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian adalah

metode Westinghouse (Sutalaksana, 1979, pp140-146). Cara Westinghouse mengarahkan

penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam

bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi

kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja

yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai

ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat

diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan

aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan

dibagi menjadi enam kelas yaitu Super Skill, Excellent Skill, Good Skill, Average Skill,

Fair Skill dan Poor Skill. Yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah

keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-

bekas” latihan dan hal-hal lain yang serupa.

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas

dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan

yang ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Enam kelas

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

24

dalam usaha adalah Excessive Effort, Excellent Effort, Good Effort, Average Effort, Fair

Effort dan Poor Effort.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse

adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan

kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent,

Good, Average, Fair dan Poor.

Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau consistency. Faktor ini

perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka

yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja

selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari

ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi

enam kelas yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

25

Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang PenyesuaianA1 + 0,15A2 + 0,13B1 + 0,11B2 + 0,08C1 + 0,06C2 + 0,03

Average D 0,00E1 - 0,05E2 - 0,10F1 - 0,16F2 - 0,22A1 + 0,13A2 + 0,12B1 + 0,10B2 + 0,08C1 + 0,05C2 + 0,02

Average D 0,00E1 - 0,04E2 - 0,08F1 - 0,12F2 - 0,17

Ideal A + 0,06Excellent B + 0,04

Good C + 0,02Average D 0,00

Fair E - 0,03Poor F - 0,07

Perfect A + 0,04Excellent B + 0,03

Good C + 0,01Average D 0,00

Fair E - 0,02Poor F - 0,04

Keterampilan

Usaha Good

Fair

Poor

Kondisi Kerja

Konsistensi

Super

Excellent

Good

Fair

Poor

Excessive

Excellent

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

26

2.2.2 Kelonggaran (Sutalaksana, 1979, pp149-154)

Kelonggaran adalah waktu yang dibutuhkan pekerja yang terlatih, agar dapat

mencapai performance kerja sesungguhnya, jika ia bekerja secara normal. Seorang

pekerja tidak mungkin bekerja sepanjang waktu tanpa adanya beberapa interupsi untuk

kebutuhan tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan

rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan

oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

Persentase kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

27

Tabel 2.2 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Faktor

A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0 - 6,0 0,0 - 6,02. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00 - 2,25 kg 6,0 - 7,5 6,0 - 7,53. Ringan Menyekop, ringan 2,25 - 9,00 7,5 - 12,0 7,5 - 16,04. Sedang Mencangkul 9,00 - 18,00 12,0 - 19,0 16,0 - 30,05. Berat Mengayun palu yang berat 19,00 - 27,00 19,0 - 30,06. Sangat berat Memanggul beban 27,00 - 50,00 30,0 - 50,07. Luar biasa berat Memanggul karung berat diatas 50 kg

B. Sikap kerja1. Duduk2. Berdiri diatas dua kaki3. Berdiri diatas satu kaki4. Berbaring5. Membungkuk

C. Gerakan Kerja1. Normal2. Agak terbatas3. Sulit4. Pada anggota-anggota badan terbatas5. Seluruh anggota badan terbatas

D. Kelelahan mata *) Pencahayaan baik Buruk1. Pandangan yang terputus-putus 0,0 - 6,0 0,0 - 6,02. Pandangan yang hampir terus menerus 6,0 - 7,5 6,0 - 7,53. Pandangan terus menerus dengan fokus 7,5 - 12,0 7,5 - 16,0 berubah-ubah 12,0 - 19,0 16,0 - 30,04. Pandangan terus menerus dengan fokus 19,0 - 30,0 tetap 30,0 - 50,0

E. Keadaan temperatur tempat kerja **) Kelemahan normal Berlebihan1. Beku diatas 10 diatas 122. Rendah 10 - 0 12 - 53. Sedang 5 - 0 8 - 04. Normal 0 - 5 0 - 85. Tinggi 5 - 40 8 - 1006. Sangat tinggi diatas 40 diatas 100

F. Keadaan atmosfer ***)1. Baik

2. Cukup

3. Kurang baik4. Buruk

G. Keadaan lingkungan yang baik

Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)

0,0 - 1,01,0 - 2,5

Bekerja duduk, ringanBadan tegak, ditumpu dua kaki

2,5 - 4,02,5 - 4,04,0 - 10

00 - 50 - 5

5 - 10

10 - 15

0

0 - 5

5 - 1010 - 20

1. Bersih, sehat, cerah, dengan kebisingan rendah2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 -10 detik3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 -5 detik4. Sangat bising5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas6. Terasa adanya getaran lantai7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll.)

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

0 - 55 - 105 - 15

**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklimCatatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : pria = 0 - 2,5 % wanita = 2 - 5,0 %

00 - 11 - 30 - 5

Satu kaki mengerjakan alat kontrolPada bagian sisi, belakang, atau depan badanBadan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki

Adanya debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak

udara segarRuang yang berventilasi baik,

Temperatur (°C)Dibawah 0

0 - 1313 - 22

Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskanmenggunakan alat-alat pernapasan

(tidak berbahaya)Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan

22 - 2828 -38

diatas 38

Membawa alat ukurPekerjaan-pekerjaan yang telitiMemeriksa cacat-cacat pada kain

Pemeriksaan yang sangat teliti

Ayunan bebas dari palu

Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

Bekerja dengan tangan diatas kepala

Membawa beban berat dengan satu tanganAyunan terbatas dari palu

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

28

Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu:

a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum untuk

menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk menghilangkan

ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai

sesuatu yang mutlak yang harus diberikan kepada pekerja karena merupakan

tuntutan fisiologis dan psikologis yang wajar.

b. Kelonggaran untuk rasa fatique

Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas maupun

kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan

sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun.

c. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan. Adapun

beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah:

− menerima atau menerima petunjuk kepada pengawas.

− melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.

− memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang

patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

− mengasah peralatan potong.

− mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

29

2.3 Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-

langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urut-urutan operasi dan

pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai

komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih

lanjut, seperti, waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat

mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu Peta Proses Operasi, dicatat hanyalah kegiatan-

kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang

penyimpanan (Sutalaksana, 1979, p21).

Dalam peta proses operasi pekerjaan dibagi menjadi menjadi elemen-elemen

operasi secara detail. Di sini, tahapan proses operasi kerja harus diuraikan secara logis

dan sistematis. Dengan demikian, keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari

awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished good product) sehingga

analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun urut-

urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan (Wignjosoebroto, 2003 , p131).

Untuk bisa menggambarkan Peta Proses Operasi dengan baik, ada beberapa prinsip

yang perlu diikuti, sebagai berikut :

1. Pertama-tama, pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi”

yang diikuti oleh identifikasi lain seperti nama objek, nama pembuat peta, tanggal

dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horisontal, yang menunjukkan

bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

30

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya

perubahan proses.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan

urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan

proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan

prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

2.4 Riset Operasi

Istilah Riset Operasi digunakan pertama kali oleh Mc.Closky dan Trefthen disuatu

kota kecil di Browdsey, Inggris tahun 1940. Kini OR lebih banyak diterapkan dalam

menyelesaikan masalah manajemen untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Ditambah lagi dengan keberhasilan kelompok penelitian operasi dibidang militer,

menarik perhatian para industriawan yang sedang mencari penyelesaian terhadap

masalah-masalah yang rumit.

2.4.1 Definisi Riset Operasi

Secara harfiah kata operations dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan

yang diterapkan pada beberapa masalah atau hipotesa. Sementara kata research adalah

suatu proses yang terorganisasi dalam mencari kebenaran akan masalah atau hipotesa

tadi (Sri Mulyono, 2004, p2).

Menurut Miller dan M.K Starr, OR adalah peralatan manajemen yang

menyatukan matematika dan logika dalam kerangka pemecahan masalah dalam

kehidupan sehari-hari sehingga permasalahan tersebut dapat dipecahkan secara optimal.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

31

2.4.2 Model-model Dalam Riset Operasi

Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks di

mana hanya komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari

masalah yang dianalisis diikutsertakan. Salah satu alasan pembentukan model adalah

untuk menemukan variabel-variabel apa yang penting atau menonjol. Penemuan

variabel-variabel yang penting itu berkaitan erat dengan penyelidikan hubungan yang

ada diantara variabel-variabel itu.

Model dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, misalnya menurut jenisnya,

dimensinya, fungsinya, tujuannya, subjeknya, atau derajat abstraksinya. Kriteria yang

paling biasa adalah jenis model. Jenis dasar itu meliputi (Sri Mulyono, 2004, p4):

Iconic (Physical) Model

Model iconic adalah suatu penyajian fisik yang tampak seperti aslinya dari

suatu sistem nyata dengan skala yang berbeda. Contohnya adalah mainan

anak-anak, potret, histogram, maket, peta dll. Model iconic dikatakan

diperkecil atau diperbesar sesuai dengan ukuran model apakah lebih kecil atau

lebih besar dibanding sistem nyata. Biasanya model ini menunjukan peristiwa

statistik.

Analoque Model

Model analoque lebih abstrak disbanding model iconic, karena tak kelihatan

sama antara model dengan sistem nyata. Contohnya pada peta dengan

bermacam-macam warna yang menunjukkan perbedaan ciri, contohnya biru

yang menunjukkan air, hijau dataran rendah dan lainnya. Model analoque

lebih mudah untuk memanipulasi dan dapat menunjukkan situasi dinamis

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

32

model ini lebih banyak digunakan daripada model iconic karena kapasitasnya

yang besar untuk menunjukkan ciri-ciri sistem nyata yang dipelajari.

Mathematic (Symbolic) Model

Diantara model-model sebelumnya, model mathematic ini bersifat lebih

abstrak. Model ini menggunakan seperangkat simbol mathematic untuk

menunjukkan komponen-komponen (dan hubungan antar mereka) dari sistem

nyata. Namun, sistem nyata tidak selalu dapat diekspresikan dalam rumusan

matematik. Model mathematic yang paling banyak digunakan dalam

penelitian operasional adalah model mathematic yang berupa persamaan atau

ketidaksamaan.

Model mathematic dibedakan menjadi 2, yaitu :

Deterministik

Dibentuk dalam situasi kepastian (certainty). Keuntungan model ini

adalah dapat dimanipulasi dan diselesaikan lebih mudah.

Probabilistik

Model probabilistik meliputi kasus-kasus dimana diasumsikan

ketidakpastian (unceratinty). Model ini umumnya lebih sulit dianalisa.

Selain itu, ada 2 jenis model tambahan lagi (Zainal Mustafa dan Ali Parkhan,

2000, p3) yaitu :

Model Simulasi

Yaitu model yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi

komponen-komponennya.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

33

Model Heuristic

Yaitu suatu metode pencarian yang didasarkan atas intuisi atau aturan-aturan

empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang telah

dicapai sebelumnya.

2.4.3 Tahap-tahap Dalam Riset Operasi

Pembentukkan model yang cocok hanyalah salah satu tahap dari aplikasi OR.

Pola penerapan OR terhadap suatu masalah dapat dipisahkan menjadi beberapa tahap,

yaitu:

1. Merumuskan Masalah

Sebelum solusi terhadap suatu persoalan dipikirkan, pertama kali suatu definisi

persoalan yang tepat harus dirumuskan. Dalam perumusan masalah ini ada 3

pertanyaan penting yang harus dijawab :

a. Variabel Keputusan

Yaitu unsur-unsur dalam persoalan yang dapat dikendalikan oleh pengambil

keputusan. Variabel keputusan sering disebut sebagi instrumen

b. Tujuan (objective)

Penetapan tujuan membantu pengambilan keputusan memusatkan perhatian

pada persoalan dan pengaruhnya terhadap organisasi. Tujuan ini diekspresikan

dalam variabel keputusan.

c. Kendala (constraint)

Adalah pembatas-pembatas terhadap alternatif tindakan yang tersedia

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

34

2. Pembentukan Model

Sesuai dengan definisi persoalannya, pengambil keputusan menentukan model

yang paling cocok untuk mewakili sistem. Model merupakan ekspresi kuantitatif

dari tujuan dan kendala-kendala persoalan dalam variabel keputusan. Jika model

yang dihasilkan cocok dengan salah satu model matematik yang biasa (misalnya

linear), maka solusinya dapat dengan mudah diperoleh dengan programa linear.

3. Mencari Penyelesaian Masalah

Pada tahap ini bermacam-macam teknik dan metode solusi kuantitatif yang

merupakan bagian utama dari OR memasuki proses. Penyelesaian masalah

sesungguhnya merupakan aplikasi satu atau lebih teknik-teknik ini terhadap

model. Seringkali, solusi terhadap model berarti nilai-nilai variabel keputusan

yang mengoptimumkan salah satu fungsi tujuan dengan nilai fungsi tujuan lain

yang dapat diterima. Disamping itu perlu juga mendapat informasi tambahan

mengenai tingkah laku solusi yang disebabkan karena perubahan parameter sistem.

Ini biasanya dinamakan sebagai Analisa Sensitivitas. Analisis ini terutama

diperlukan jika parameter sistem tidak dapat diduga secara tepat.

4. Validasi Model

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pembentukan model harus absah. Dengan

kata lain, model harus diperiksa apakah ia mencerminkan berjalannya sistem yang

diwakili. Suatu metode yang biasa digunakan untuk menguji validitas model

adalah membandingkan performancenya dengan data masa lalu yang tersedia.

Model dikatakan valid jika dengan kondisi input yang serupa dapat menghasilkan

kembali performance seperti masa lampau. Masalahnya adalah bahwa tak ada

yang menjamin performance masa depan akan berlanjut meniru cerita lama.

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

35

5. Penerapan Hasil Akhir

Tahap terakhir adalah menerapkan hasil model yang telah diuji. Hal ini

membutuhkan suatu penjelasan yang hati-hati tentang solusi yang digunakan dan

hubungannya dengan realitas. Suatu tahap kritis pada tahap ini adalah

mempertemukan ahli OR (pembentuk model) dengan mereka yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan sistem.

2.4.4 Keterbatasan Riset Operasi

OR berbeda dengan optimasi klasik, karena dalam metode optimasi non klasik

(OR) dapat menangani kendala pertidaksamaan maupun persamaan. Dengan kendala

yang lebih bebas ini, metode optimasi non klasik menjadi lebih menarik dan lebih

realitas. Tetapi ini membutuhkan metode solusi yang baru, karena kendala

pertidaksamaan tak dapat ditangani dengan teknik kalkulus klasik.

Namun demikian, seperti metode yang lain, teknik-teknik OR tetap mempunyai

kelemahan, yaitu sebagai berikut :

1. Perumusan masalah dalam suatu program OR adalah suatu tugas yang sulit

2. Jika suatu organisasi mempunyai beberapa tujuan yang bertentangan, maka akan

mengakibatkan terjadinya sub-optimum yaitu kondisi yang tak dapat menolong

seluruh organisasi mencapai yang terbaik secara serentak.

3. Suatu hubungan non-linear yang diubah menjadi linear untuk disesuaikan dengan

programa linear dapat mengganggu solusi yang disarankan.

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

36

2.5 Linear Programming

Programa Linear (Linier Programming) yang disingkat LP mungkin merupakan

salah satu teknik OR yang digunakan paling luas dan diketahui dengan baik. Ia

merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk

mencapai tujuan tunggal seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan

biaya (Sri Mulyono, 2004, p13).

Linear Programming merupakan suatu cara yang lazim digunakan dalam

pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.

Persoalan pengalokasian akan muncul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau

menentukan tingkat aktivitas yang akan dilakukannya, simana masing-masing aktivitas

membutuhkan sumber yang sama sedangkan jumlahnya terbatas (Zainal Mustafa dan Ali

Parkhan, 2000, p5).

2.5.1 Formulasi Model LP

Masalah keputusan yang sering dihadapi analisis adalah alokasi optimum sumber

daya yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah,

kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis adalah mencapai hasil

terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber daya itu. Hasil yang diinginkan

mungkin ditujukan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran seperti profit, penjualan dan

kesejahteraan, atau minimisi seperti pada biaya, waktu dan jarak.

Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah

formulasi model matematik yang meliputi 3 tahap seperti berikut:

a. Tentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam

simbol matematik.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

37

b. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linear (bukan

perkalian) dari variabel keputusan.

c. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam persamaan

atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linear dari variabel keputusan

yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu.

2.5.2 Bentuk Umum Model LP

Pada setiap masalah, ditentukan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan sistem

kendala, yang bersamaan membentuk suatu model matematik dari dunia nyata. Bentuk

umum model LP itu adalah:

Maksimumkan (minimumkan) ∑−

=n

ijjj X.cZ

Dengan syarat: aijXj (≤, =, ≥) bi, untuk semua i (i = 1, 2, ..., m), semua Xj ≥ 0

Keterangan:

Xj : Banyaknya kegiatan j, dimana j = 1, 2, ..., n.

Z : Nilai fungsi tujuan (Maksimalisasi / Minimasi)

Cj : Sumbangan per unit kegiatan j,

Untuk masalah maksimasi cj menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit

sementara dalam masalah minimasi cj menunjukkan biaya per unit

bi : Jumlah sumber daya i (i = 1, 2, ..., m)

Berarti terdapat m jenis sumber daya

Aij : Banyaknya sumber daya i yang dikonsumsi sumber daya j.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini,

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

38

Tabel 2.3 Data Untuk Model Programa Linear

Kegiatan Banyaknya sumber daya

Sumber Daya 1 2 … n yang digunakan

1 a11 a12 … a1n b1

2 a21 a22 … a2n b2

. . . . . .

. . . . . .

. . . . . .

m am1 am2 … amn bm

ΔZ / unit c1 c2 … cn

Variabel X1 X2 … Xn

Penggunaan sumber daya / unit

Dengan demikian formulasi model matematik dari data diatas sebagai berikut :

Maksimasi / minimasi :

nn2211 Xc...XcXcZ +++=

Berdasarkan pembatas :

1nn1212111 bXc...XaXa ≤+++

2nn2222121 bXc...XaXa ≤+++

.

. .

mnmn22m11m bXc...XaXa ≤+++

Dan

0X j ≥ , j = 1, 2, ..., n

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

39

2.5.3 Asumsi Model LP

Dalam menggunakan programa linear, diperlukan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Kesebandingan (proportionality)

Proporsionalitas merupakan asumsi mengenai kegiatan individual yang

dipertimbangkan secara independen dari yang lainnya. Asumsi ini

menyatakan bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau

fasilitas, akan berubah secara proposional dengan perubahan tingkat

kegiatan.

2. Penambahan (additivity)

Asumsi ini menyatakan bahwa nilai fungsi tujuan setiap kegiatan tidak saling

mempengaruhi, atau dalam LP dianggap bahwa kenaikkan nilai fungsi tujuan

(Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa

mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain atau dapat

dikatakan bahwa tidak ada korelasi antara satu kegiatan dengan kegiatan lain.

3. Pembagian (divisibility)

Dalam persoalan programa linear, variabel keputusan boleh diasumsikan

berupa bilangan pecahan. Jika nilai-nilai mutlak diperlukan, suatu model LP

alternatif harus digunakan yakni Integer Programming.

4. Kepastian (deterministic atau certainty)

Setiap parameter, yaitu koefisien fungsi tujuan, ruas kanan, dan koefisien

teknologis diasumsikan dapat diketahui secara pasti. Asumsi mengenai

kepastian adalah bahwa semua parameter model nilai-nilai (, aij, bi , dan Cj)

merupakan konstanta-konstanta yang diketahui. Dalam praktek, asumsi ini

jarang dipenuhi secara tepat. Model-model pemrograman linier biasanya

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

40

dirumuskan untuk memilih suatu tindakan di waktu yang akan datang. Oleh

karena itu, parameter-parameter yang dipakai akan didasarkan pada suatu

prediksi mengenai kondisi-kondisi di masa mendatang, yang dengan

sendirinya akan membawa suatu tingkat ketidakpastian.

2.6 Metode Simpleks

Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka penyelesaian

masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi tak praktis atau tidak

mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi yang lebih umum menjadi nyata.

Metode umum itu dikenal dengan nama algoritma Simpleks yang dirancang untuk

menyelesaikan seluruh masalah LP, baik yang melibatkan dua variabel atau lebih dari

dua variabel.

Metode Simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif, yang bergerak

selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada daerah fisibel (ruang

solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum.

2.6.1 Bentuk Baku Model Simpleks

Dalam menggunakan metode simpleks untuk menyelesaikan masalah-masalah

LP, model LP harus diubah kedalam suatu bentuk umum yang dinamakan “bentuk

baku”. Beberapa aturan bentuk programa linear baku/standar:

1. Semua batasan/kendala adalah persamaan (dengan sisi kanan yang non-

negatif).

2. Semua variabel keputusan adalah non-negatif.

3. Fungsi tujuan dapat berupa maksimasi maupun minimasi.

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

41

Bentuk standar program linear dapat dirumuskan sebagai berikut:

Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan

Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn

Fungsi Pembatas : a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1

a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2

. . . am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm

dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0

a. Kendala

Semua batasan yang bertnada “lebih besar atau sama dengan” (≥) atau “lebih

kecil ata sama dengan” (≤) dapat dikonversikan menjadi “sama dengan” (=)

dengan mengurangkan variabel surplus (menambahkan variabel slack) terhadap

sisi kiri batasan tersebut. Sebuah batasan dengan sisi kanan yang berharga

negatif dapat diubah menjadi positif dengan mengalikan negatif satu.

b. Variabel

Variabel yang tidak dibatasi (bisa bernilai positif dan negatif), xi dapat

diekspresikan dalam bentuk dua variabel non-negatif (xi’ dan xi”) dengan

menggunakan subtitusi:

xi = xi’ - xi”

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

42

c. Fungsi Tujuan

Meskipun model LP dapat berjenis maksimasi maupun minimasi, terkadang

bermanfaat untuk mengubah salah satu bentuk ke bentuk lain. Maksimasi dari

suatu fungsi adalah ekuivalen dengan minimasi dari negatif fungsi yang sama,

dan sebaliknya.

2.6.2 Penyelesaian Metode Simpleks

Mengubah bentuk baku model LP ke dalam bentuk tabel akan memudahkan

proses perhitungan simpelks. Langkah-langkah perhitungan algoritma simpleks adalah:

a. Berdasar bentuk baku, tentukan solusi awal dengan menetapkan n-m variabel

nonbasis sama dengan nol. Dimana n jumlah variabel dan m banyaknya kendala.

b. Pilih sebuah entering variabel diantara yang sedang menjadi variabel nonbasis,

yang jika dinaikkan di atas nol, dapat memperbaiki nilai fungsi tujuan. Jika tak

ada, berhenti, berarti solusi sudah optimal. Jika tidak, menuju ke langkah c.

c. Pilih sebuah leaving variabel diantara yang sedang menjadi variabel basis yang

harus menjadi nonbasis (nilainya menjadi nol) ketika entering variabel menjadi

variabel basis.

d. Tentukan solusi yang baru dengan membuat entering variabel dan leaving

variabel menjadi nonbasis. Kembali ke langkah b.

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

43

2.7 Penjadwalan

Penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang

rendah dari kapasitas yang ada.

2.7.1 Pengertian Penjadwalan

Suatu perusahaan harus melakukan penjadwalan produksi untuk memenuhi order

atau permintaan konsumen. Penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat

penggunaan yang rendah dari kapasitas yang ada, dimana fasilitas, tenaga kerja, dan

peralatan akan menunggu (idle) untuk waktu tertentu, karena tidak ada jadwal yang

akhirnya berakibat membengkaknya biaya produksi. Hal ini dapat menurunkan

efektifitas dan daya saing perusahaan, serta menurunnya tingkat pelayanan dan bayak

hal lain secara tidak langsung.

Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam system produksi,

beberapa aktivitas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Loading (pembebanan)

Tujuannya adalah untuk mengkompromikan antara kebutuhan yang diminta

dengan kapasitas yang ada, serta untuk menentukan fasilitas, operator, dan

peralatan.

2. Sequencing (penentuan urutan)

Tujuannya adalah untuk membuat prioritas pengerjaan dalam pemprosesan

order-order yang masuk.

3. Dispatching

Tujuannya adalah untuk memberikan perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau

fasilitas lainnya.

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

44

4. Pengendalian kinerja penjadwalan

Terdiri dari 2 cara, yaitu:

a. Memonitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua sektor.

b. Merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau ada prioritas utama yang

baru.

5. Updating schedules

Tujuan: Meng-update jadwal dengan segera, bila ada permasalahan baru yang

memang perlu diakomodasi, karena biasanya selalu ada masalah baru yang

berbeda dari saat pembuatan jadwal.

2.7.2 Urutan Pengerjaan

Teknik atau metode penjadwalan produksi sangat tergantung pada jenis

produksinya. Penjadwalan pada produksi job shop akan berbeda dengan penjadwalan

pada produksi massal dan proyek. Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang

cukup penting dalam analisis produksi. Problem yang dihadapi karena adanya banyak

job dan ketersediaan mesin yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk mencapai

kriteria performance tertentu yang optiomal.

Beberapa kriteria yang sering dipakai dalam pengurutan / pengerjaan job, sebagai

berikut:

1. Mean Flow Time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam sistem.

2. Idle Time atau waktu menganggur dari mesin.

3. Mean Latteness atau rata-rata keterlambatan.

4. Mean Number Job In The System (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam mesin.

5. Make-Span atau total waktu penyelesaian seluruh job.

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

45

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan atau pengerjaan suatu job, yaitu:

1. Jumlah job yang harus dijadwalkan.

2. Jumlah mesin yang tersedia.

3. Tipe manufaktur (Flow Shop atau Job Shop).

4. Pola kedatangan job (Statik atau dinamik).

Bila terdapat n job dimana masing-masing job harus diproses dengan urutan yang

sama melalui 2 mesin, maka pendekatan untuk meminimalkan make-span dilakukan

dengan menggunakan algoritma Johnson.

Langkah-langkah algoritma Johnson adalah:

1. Daftar semua waktu proses semua job di mesin satu dan mesin dua.

2. Waktu proses yang terendah dipilih sebagai kandidat yang dijadwalkan lebih

dahulu.

3. Bila waktu proses yang minimal terjadi pada mesin 1, letakan job pada urutan yang

pertama dan bila pada mesin 2, tempatkan job pada tempat terakhir.

4. Job yang telah dijadwalkan dihilangkan dari daftar job dan ulangi langkah diatas

mulai dari langkah 2.

5. Lakukan hingga semua job selesai dijadwalkan.

Untuk kasus 3 mesin, solusi optimal terdapat 2 buah metode, yaitu:

1. Menggunakan aturan Johnson’s untuk kasus tertentu.

2. Dengan branch and bound method.

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

46

2.7.3 Penjadwalan dengan Metode Campbell, Dudek and Smith (CDS)

Metode heuristik yang paling penting untuk problem make-span adalah metode

Campbell, Dudek, and Smith (CDS). Metode CDS ini memiliki 2 kelebihan, yaitu:

1. Pemakaian aturan Johnson dalam sebuah cara heuristik.

2. Biasanya menghasilkan beberapa jadwal yang dapat dipilih sebagai yang terbaik.

Algoritma Johnson merupakan suatu algoritma yang digunakan untuk

mendapatkan optimal sequence (pengurutan penjadwalan yang optimal) untuk jenis flow

shop.

2.8 Sistem Pedukung Keputusan

Menurut Jogiyanto (2003, p327), sistem pendukung keputusan (decision support

system) merupakan suatu sistem informasi untuk membantu manajemen level menengah

untuk proses pengambilan keputusan setengah terstruktur agar lebih efektif dengan

menggunakan model-model analitis dan data tersedia.

Menurut Little (1970), SPK adalah suatu model-base dari serangkaian prosedur

untuk memproses data dan memberi pertimbangan untuk membantu manajer dalam

pembuatan keputusannya. (Turban, 2005, p103)

2.8.1 Fase-fase Proses Pengambilan Keputusan

Berikut fase-fase proses pengambilan keputusan (Turban, 2005, p49):

Empat fase/tahapan dari pembuatan keputusan:

1. Intelligence

Inteligensi mencakup berbagai aktivitas yang menekankan identifikasi situasi

atau peluang-peluang masalah.

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

47

2. Design

Meliputi penemuan atau mengembangkan dan menganalisis tindakan yang

mungkin untuk dilakukan. Hal ini meliputi pemahaman terhadap masalah dan

menguji solusi yang layak.

3. Choice

Pilihan merupakan tindakan pengambilan keputusan yang kritis. Fase pilihan

adalah fase dimana dibuat suatu keputusan yang nyata dan diambil suatu

komitmen untuk mengikuti suatu tindakan tertentu.

4. Implementation

Implementasi berarti membuat suatu solusi yang direkomendasikan bisa

bekerja, tidak memerlukan implementasi suatu sistem komputer. Dengan kata

lain, implementasi yaitu menjalankan solusi yang telah dipilih, mengawasi

hasilnya dan membuat penyesuaian apabila diperlukan.

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

48

2.8.2 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Gambar 2.2 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Kapabilitas utama SPK menurut Turban (2005, p107) antara lain:

1. SPK menyediakan dukungan untuk para pembuat keputusan, khususnya

pada situasi semi-terstruktur dan tidak terstruktur dengan memadukan

antara pertimbangan manusia dengan informasi komputer.

2. Dukungan disediakan untuk berbagai level manajerial, mulai dari top

eksekutif sampai manajer lini.

3. Dukungan disediakan baik untuk individual maupun group. Masalah

yang sedikit terstruktur biasanya membutuhkan keterlibatan dari

beberapa individu yang berasal dari departemen dan level organisasi

yang berbeda, atau bahkan dari organisasi yang berbeda.

4. SPK menyediakan dukungan untuk beberapa keputusan yang saling

berhubungan.

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

49

5. SPK mendukung semua tahapan pada proses pembuatan keputusan,

yaitu intelligence, design, choice, dan implementation

6. SPK mendukung berbagai macam proses dan gaya pembuatan

keputusan.

7. SPK dapat diadaptasi sesuai keadaan. Pembuat keputusan sebaiknya

reaktif, mampu menghadapi kondisi yang berubah-ubah dengan cepat,

dan mampu mengadaptasi SPK sesuai dengan situasi yang ada. SPK

juga fleksibel, sehingga user dapat menambah, menghapus,

mengkombinasikan, mengubah, atau menyusun kembali elemen dasar.

8. SPK memiliki sifat user-friendly, kemampuan grafis yang tinggi, dan

interface yang dapat meningkatkan efektivitasnya. User harus merasa

nyaman dengan SPK.

9. SPK berusaha untuk meningkatkan efektivitas dari pembuatan

keputusan (akurat, cepat, dan berkualitas tinggi) daripada efisiensi

(biaya untuk pembuatan keputusan).

10. Pembuat keputusan mempunyai kontrol penuh pada semua tahapan

proses pembuatan keputusan dalam memecahkan masalah. SPK

bertujuan untuk mendukung pembuat keputusan, bukan untuk

menggantikan pembuat keputusan.

11. End user seharusnya dapat membangun dan memodifikasi sistem

sederhana sendiri.

12. SPK menggunakan model untuk menganalisa situasi pembuatan

keputusan. Kemampuan modeling memungkinkan untuk bereksperimen

dengan strategi yang berbeda.

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

50

13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format dan tipe, mulai

dari sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek.

14. Dapat dioperasikan pada perangkat stand alone (PC) atau dalam

jaringan (distributed).

2.8.3 Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Gambar 2.3 Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Turban (2005, p109), aplikasi SPK dibentuk dari subsistem-subsistem.

Subsistem yang pertama adalah Data Management Subsystem, meliputi database yang

berisi data yang relevan terhadap situasi yang bersangkutan, dan diatur oleh software

yang disebut Database Management System (DBMS). Data Management Subsystem

dapat diintegrasikan dengan data warehouse perusahaan, suatu penyimpanan data-data

yang relevan untuk pembuatan keputusan perusahaan.

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

51

Yang kedua adalah Model Management Subsystem merupakan software yang

meliputi model keuangan, statistik, ilmu manajemen, dan kuantitatif lainnya, yang

menyediakan kemampuan analisis sistem dan manajemen software yang tepat. Software

ini juga sering disebut Modelbase Management System (MBMS). Komponen ini dapat

diintegrasikan dengan penyimpanan external model perusahaan.

Yang Ketiga, User Interface Subsystem. User berkomunikasi dan memberi

perintah pada SPK melalui subsistem ini.

Yang terakhir, Knowledge-based Management Subsytem. Subsistem ini dapat

mendukung subsistem lainnya atau berperan sebagai komponen yang bebas. Subsistem

ini dapat diintegrasikan dengan knowledge depository perusahaan yang disebut

organizational knowledge base.

Berdasarkan definisi, DSS harus mencakup 3 komponen utama dari DBMS,

MBMS, dan antarmuka pengguna (Turban, 2005, p145).

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

52

2.8.4 Subsistem Manajemen Data

Gambar 2.4 Sub-sistem Manajemen Data

Menurut Turban (2005, p112) Data Management Subsystem terdiri dari elemen-

elemen berikut ini:

1) DSS database

Database adalah sekumpulan data yang saling berhubungan yang

diorganisir untuk memenuhi kebutuhan dan struktur organisasi dan dapat

digunakan oleh lebih dari satu orang untuk lebih dari satu aplikasi. Untuk

beberapa SPK, data dapat diambil dari data warehouse. Sedangkan beberapa

aplikasi SPK dapat membangun database sendiri jika dibutuhkan.

Data pada database SPK diekstrak dari sumber-sumber data internal dan

eksternal. Internal data utamanya didapat dari transaction processing system

yang dimiliki perusahaan. Contohnya, data pembayaran gaji bulanan. Data

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

53

operasional dari area fungsi seperti marketing juga diperlukan tergantung

kebutuhan SPK. Contohnya, jadwal maintenance mesin-mesin, alokasi dana,

ramalan penjualaan di masa yang akan datang, dan rencana perekrutan pegawai

untuk tahun depan.

Sedangkan eksternal data meliputi data industri, data penelitian pasar, data

sensus, peraturan pemerintah, tingkat pajak, atau data ekonomi nasional. Data-

data ini dapat berasal dari pemerintah, asosiasi perdagangan, lembaga peneliti

pasar, dan usaha organisasi untuk mengumpulkan eksternal data. Seperti halnya

internal data, eksternal data dapat dipelihara pada SPK database dan dapat

diakses langsung ketika SPK digunakan.

2) Database Management System

Database dibuat, diakses dan diupdate oleh suatu software program yang

disebut DBMS. Kebanyakan SPK dibangun dengan menggunakan standar yang

menyediakan kapabilitas seperti yang digambarkan di atas.

Database dan manajemennya yang efektif dapat mendukung banyak aktivitas

manajerial seperti mendukung pembuatan dan maintenance berbagai macam

hubungan data. Jadi, kekuatan sesungguhnya dari SPK terjadi ketika data

diintegrasikan dengan modelnya.

3) Data Directory

Data directory adalah katalog dari semua data yang ada dalam database.

Data directory ini berisi definisi data dan fungsi utamanya adalah untuk

menjawab pertanyaan mengenai ketersediaan data, sumbernya, dan arti

sebenarnya dari data tersebut. Directory cocok untuk mendukung tahap

intelligence pada proses pembuatan keputusan dengan membantu untuk

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

54

meneliti data dan mengidentifikasi masalah dan kesempatan-kesempatan yang

ada.

4) Query Facility

Dengan adanya query facility kita dapat mangakses, memanipulasi dan

query data. Query facility menerima permintaan data dari komponen SPK

lainnya, menentukan bagaimana permintaan data itu dipenuhi,

memformulasikan data secara detil, dan mengembalikan atau memberikan

hasilnya pada yang mengeluarkan permintaan.

2.8.5 Subsistem Manajemen Model

Menurut Turban (2005, p115) Model Management Subsystem terdiri dari elemen-

elemen berikut ini:

Gambar 2.5 Sub-sistem Manajemen Model

• Strategic,tactical,operational • Statical, financial, marketing,

management science • Model building blocks

Models (Model Base)

Model Directory

Model Base Management

• Modeling commands: creation

• Maintenance: update • Database interface

Data Management

Interface Management

Knowledge-based subsystem

Model execution,integration, and command

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

55

1) Model Base

Model base terdiri dari statistik khusus, ilmu keuangan, ramalan, manajemen,

dan model kuantitatif lainnya yang menyediakan kemampuan analisis pada

SPK. Kemampuan untuk menjalankan, mengubah, mengkombinasikan, dan

memeriksa model adalah kunci kapabilitas SPK yang membedakannya dari

Computer-based Information System lainnya. Model dalam model base ini

dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu strategic, tactical,

operational, dan analytical.

a) Strategic model digunakan untuk mendukung tanggung jawab rencana

strategis manajemen. Aplikasi yang potensial meliputi tujuan

pengembangan perusahaan, rencana untuk merger dan akuisisi, pemilihan

lokasi untuk membangun gedung, analisis pengaruh lingkungan, dan

membuat bugdet modal non-rutin.

b) Tactical model utamanya digunakan oleh manajemen tengah untuk

membantu pengalokasian dan pengontrolan sumber-sumber daya

perusahaan. Contoh tactical model antara lain rencana kebutuhan pekerja,

rencana promosi penjualan, menentukan layout gedung, dan membuat

budget modal rutin. Tactical model biasanya diaplikasikan hanya pada

subsistem organisasi seperti bagian akuntansi. Data utama yang

dibutuhkan adalah internal data. Namun, beberapa eksternal data tetap

dibutuhkan.

c) Operational model digunakan untuk mendukung aktivitas kerja sehari-

hari dari organisasi. Contohnya, persetujuan pinjaman dari bank,

membuat jadwal produksi, pengontrolan inventori, penjadwalan dan

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

56

perencanaan maintenance, dan kontrol kualitas. Model operasional

terutama mendukung manajer tingkat lini pertama. Model ini biasanya

hanya menggunakan internal data.

d) Analytical model digunakan untuk melakukan analisis data. Model ini

meliputi model statistik, model ilmu manajemen, algoritma data mining,

model keuangan, dan lainnya. Terkadang model ini diintegrasikan dengan

model lain seperti model perencanaan strategis.

e) Model pada model base juga dapat diklasifikasikan menurut area fungsi

(contohnya model keuangan dan model pengendalian produksi). Jumlah

model dalam SPK dapat bervariasi mulai dari beberapa sampai dengan

ratusan.

2) Model Base Management System

Model base management system adalah software yang memungkinkan kita

untuk memodelkan organisasi dengan transparent data processing.

Beberapa kemampuan MBMS meliputi: (Turban, 2001, p203-204)

a) Control. Pengguna DSS harus dilengkapi dengan skala kontrol. Sistem arus

mendukung keduanya baik seleksi model secara otomatis maupun manual,

tergantung mana yang lebih membantu aplikasi. User juga harus dapat

menggunakan informasi yang subyektif.

b) Flexibility. Pengguna DSS harus dapat membangun bagian dari solusi

menggunakan satu pendekatan dan dapat menggantikan dengan pendekatan

model lain.

c) Feedback. MBMS harus menyediakan umpan balik yang memungkinkan

user mengetahui pernyataan proses pemecahan masalah seketika.

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

57

d) Interface. Pengguna DSS harus merasa nyaman dengan model tertentu dari

MBMS.

e) Redundancy reduction. Membagi model dan mengeliminasi pengulangan

pada tempat penyimpanan data.

f) Increased consistancy. Ini dapat terjadi ketika pembuat keputusan membagi

model dan data yang sama.

3) Model Directory

Peranan model directory hampir sama dengan database directory. Model

directory adalah katalog dari semua model dan software lain pada model base.

Directory ini terdiri dari definisi model dan fungsi utamanya adalah untuk

menjawab pertanyaan mengenai ketersediaan dan kapabilitas model.

4) Model Execution, Integration, and Command Processor

Model execution adalah proses mengontrol pelaksanaan model. Model

integration meliputi mengkombinasikan operasi-operasi dari beberapa model

ketika dibutuhkan (seperti mengatur output suatu model untuk diproses oleh

model lainnya) atau mengintegrasikan SPK dengan aplikasi lainnya.

Sedangkan model command processor digunakan untuk menerima dan

menafsirkan instruksi modeling dari komponen user interface dan

melanjutkannya ke MBMS, model execution, atau integration function.

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

58

2.8.6 Subsistem Manajemen User Interface

Menurut Turban (2005, p120) User Interface Management Subsystem terdiri dari

elemen-elemen berikut ini:

Gambar 2.6 Sub-sistem Manajemen User Interface

User interface subsystem diatur oleh suatu software yang disebut User

Interface Management System (UIMS). UIMS terdiri dari beberapa program yang

menyediakan kapabilitas, antara lain:

a) Menyediakan Graphical User Interface.

b) Mengakomodasi user dengan berbagai macam alat untuk melakukan

input.

c) Menampilkan data dengan format yang bervariasi dengan peralatan

output yang bervariasi.

d) Menyediakan interaksi dengan database dan model base.

e) Menyimpan data input dan output.

f) Menyediakan grafik berwarna, grafik tiga dimensi, dan lainnya.

Page 48: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

59

2.9 Diagram Arus Data

Diagram arus data (data flow diagram) atau DFD merupakan bagan alir dokumen

yang menunjukkan data yang mengalir dari satu entitas ke entitas yang lain (Jogiyanto,

2003, p457).

Data flow diagram menurut Whitten (2004, p357) adalah sebuah diagram yang

menggambarkan proses-proses yang sedang berjalan dan atau yang akan ditawarkan

dalam sebuah sistem beserta seluruh input, output dan file dari sistem tersebut.

2.9.1 Komponen Data Flow Diagram

Berikut simbol-simbol yang digunakan pada Data Flow Diagram:

Gambar 2.7 Simbol-simbol Data Flow Diagram

1. Process (proses) : segiempat dengan siku bulat menggambarkan proses atau

tugas yang harus dikerjakan. Proses dapat bekerja secara paralel dimana

proses dapat bekerja secara serempak. (Whitten, 2004, p347)

Page 49: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

60

2. Data Store : Gambar kotak dengan garis sisi kanan yang terbuka mewakili

sebuah tempat penyimpanan data, yang kadangkala disebut dengan file atau

database. (Whitten, 2004, p366)

3. Data Flow (aliran data) : tanda panah merepresentasikan aliran data atau

input-output dari dan ke proses. (Whitten, 2004, p357).

4. External Agent : mendefinisikan seseorang, unit organisasi, sistem lain atau

organisasi lain yang berada di luar ruang lingkup proyek, tetapi memiliki

interaksi dengan sistem yang dibuat. External agent digambarkan dalam

bentuk persegi. (Whitten, 2004, p363)

2.9.2 Tingkatan Diagram pada Data Flow Diagram

Hirarki dari penggambaran DFD (McLeod, 2004, pp433) adalah sebagai berikut:

1. Diagram Konteks

Diagram Konteks terdiri dari satu simbol proses yang menggambarkan seluruh

sistem. Diagram konteks menunjukkan data mengalir ke dan dari terminator.

2. Diagram Nol

Merupakan penggambaran detil atau penjabaran dari Diagram Konteks.

Menggambarkan proses-proses utama yang terdapat dalam sebuah sistem,

urutan dari proses tersebut, semua data store yang diakses oleh proses dan juga

source serta sink yang berinteraksi dengan sistem sesuai dengan yang sudah

digambarkan di diagram konteks. Proses ditandai dengan penomoran 1.0, 2.0

dan seterusnya.

Page 50: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

61

3. Diagram Level 1 hingga N (Rinci)

Merupakan penggambaran lebih detil dari masing-masing proses di diagram

nol atau level sebelumnya yang membutuhkan penjabaran. Semua

penggambaran komponen yang terlibat, harus sesuai dengan penggambaran

yang sudah dilakukan di level sebelumnya. Proses ditandai dengan penomoran

1.1, 1.2, 1.1.1, 3.1, 3.2 dan seterusnya. Proses yang sudah terjabarkan hingga

sempurna, maka tidak perlu digambarkan ke level selanjutnya dan disebut

sebagai funtional primitive.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggambaran Data Flow Diagram

(Whitten, 2004, p361):

Tabel 2.4 Aturan penggambaran Data Flow Diagram

Salah Benar

id TEXT

id TEXT

id TEXT id TEXTText

id

id

Textid TEXT

id

Text id TEXTText

id

Page 51: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

62

Tabel 2.4 Aturan penggambaran Data Flow Diagram (Lanjutan)

Salah Benar

id

Textid TEXT

id TEXT Text

id id

Text

id

Text

id

Text

id

TextText

idid

Text

2.10 Entity Relationship Diagram

Menurut Whitten (2004, p295) Entity Relationship Diagram adalah sebuah

diagram yang menggambarkan data dalam bentuk entitas-entitas beserta hubungan yang

terbentuk antar data tersebut.

Diagram hubungan entitas (entity relationship diagram), atau ERD (McLeod,

2004,p420), mendokumentasikan data perusahaan dengan mengindentifkasi jenis entitas

dan hubungannya.

Komponen-komponen pembentuk ERD (Whitten, 2004, pp295-299) adalah:

1. Entitas : sesuatu mengenai bisnis yang butuh untuk disimpan datanya. Entitas

bisa berupa sekumpulan manusia, tempat, objek, kejadian atau konsep.

Member

Gambar 2.8 Bentuk Entitas

Page 52: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

63

2. Atribut : sebuah properti deskriptif atau karakteristik dari sebuah entitas.

Member

PK KdMember

NmMemberAlmtMember

Gambar 2.9 Contoh Atribut Sebuah Entitas

3. Relationship (hubungan) : sebuah asosiasi dalam lingkup lingkungan bisnis dan

organisasi antar satu entitas dengan entitas lainnya.

Member

PK KdMember

NmMemberAlmtMember

FormH

PK FormSewaID

KdMemberNmMemberAlmtMemberTglSewaNmPenjaga

FormD

PK FormSewaID

KdCDHrgDenda

Detail CD

PK KdCD

JdlCDTglKembaliLamaSewa

Gambar 2.10 Contoh Hubungan Antar Entitas

Page 53: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

64

4. Identification atau Key : sebuah atribut atau sekumpulan atribut yang bernilai

unik untuk setiap contoh dari entitas.

Primary Key (PK) : sebuah key yang paling unik digunakan untuk

mengidentifikasikan sebuah contoh tunggal dari sebuah entitas.

Foreign Key (FK) : sebuah PK dari suatu entitas yang berada di entitas lain

untuk mengidentifikasikan hubungan antar entitas tersebut.

5. Kardinalitas : mendefinisikan nilai minimum dan maksimum dari terjadinya

suatu hubungan antar sebuah entitas dengan entitas lainnya. Kardinalitas harus

ditentukan untuk kedua arah dari suatu hubungan.

Member

PK KdMember

NmMemberAlmtMember

FormH

PK FormSewaID

KdMemberNmMemberAlmtMemberTglSewaNmPenjaga

FormD

PK FormSewaID

KdCDHrgDenda

Detail CD

PK KdCD

JdlCDTglKembaliLamaSewa

Gambar 2.11 Contoh Kardinalitas Hubungan Antar Entitas

Page 54: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

65

Tabel 2.5 Notasi Kardinalitas

Interpretasi Kardinalitas

Nilai Minimum

Nilai Maksimum Notasi Grafik

Tepat Satu (Satu dan Hanya Satu) 1 1

Nol atau Satu 0 1

Satu atau Lebih 1 Banyak (> 1)

Nol, Satu atau Lebih 0 Banyak (> 1)

Lebih dari Satu > 1 > 1

2.11 Normalisasi

Normalisasi adalah suatu teknik disain yang secara luas digunakan sebagai

pengarah dalam merancang relational database.

Berikut langkah-langkah normalisasi (McLeod, 2004, p422):

1. Bentuk normal pertama (first normal form-1NF): yaitu dengan menghapuskan

semua elemen yang berulang dalam suatu entitas.

2. Bentuk normal kedua (second normal form-2NF): yaitu dengan memastikan

bahwa atribut descriptor bergantung pada seluruh composite key untuk

identifikasi.

Page 55: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

66

3. Bentuk normal ketiga (third normal form-3NF): yaitu dengan memastikan bahwa

nilai atribut tidak bergantung pada nilai atribut lain dalam entitas yang sama.

2.12 Kamus Data

Menurut McLeod (2004, p424), kamus data atau data dictionary adalah suatu

penjelasan tertulis mengenai data yang berada di dalam database. Kamus data pertama

berbasiskan dokumen–kamus data itu tersimpan dalam bentuk hard copy dengan

mencatat semua penjelasan data dalam bentuk tercetak. Walaupun sejumlah kamus

berbasiskan dokumen masih ada, prakteknya yang umum sekarang adalah menggunakan

kamus data berbasiskan komputer. Pada kamus data berbasiskan komputer, penjelasan

data dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan data description languagei

(DDL) dari sistem manajemen database, sistem kamus atau peralatan CASE.

Kamus data meurut Jogiyanto (2003, p461) adalah katalog fakta tentang data yang

mengalir di sistem.

Tabel 2.6 Notasi Kamus Data

Notasi Arti Notasi = Terdiri dari + Dan ( ) Opsional (bisa dipakai bisa tidak) { } Iterasi (pengulangan) [ ] Pilih salah satu dari beberapa pilihan * * Komentar @ Indentifikasi filed kunci dari data store | Pemisah pilihan dair bentuk [ ]

Page 56: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

67

2.13 Spesifikasi Proses

Spesifikasi proses menjelaskan transformasi aliran data yang masuk (input)

menjadi aliran data yang keluar (output). Isi spesifikasi proses harus menjelaskan

tentang bagaimana mentransformasikan input agar menghasilkan output.

Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan spesifikasi proses.

Untuk praktisnya diperkenalkan 3 bentuk yaitu tabel keputusan, pohon keputusan, dan

bahasa Indonesia tersusun.

Dalam praktek, sebaiknya dipergunakan satu alat saja untuk satu perusahaan guna

memudahkan standardisasi pengertian. Untuk menyatakan sesuatu yang sama tidak

boleh memakai 2 atau lebih alat.

2.14 State Transition diagram

State Transition Diagram adalah suatu alat modeling untuk menggambarkan

perilaku real-time dari sistem, seperti halnya alat penghubung interface manusia dengan

sistem on-line.

Gambar 2.12 Typical State Transition Diagram

Page 57: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00452-TISI-Bab 2.pdf · dan bila pengukuran belum mencukupi maka dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan

68

Gambar 2.13 Alternative State Transition Diagram