bab 2 kasus dokter beken

5
BAB II PEMBAHASAN 2.1. ANALISA CERITA Dokter Beken bekerja di Poliklinik RS sejak 2 tahun yang lalu. Ia adalah dokter umum yang sangat sibuk, terutama pada hari Sabtu dan Minggu. Ia bekerja di ruang poli yang cukup luas. Ada dua bed dalam satu poli dan tiap bed dibatasi dengan gorden 1 sehingga dr. Beken dapat leluasa memeriksa pasiennya dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun kadang ada kesulitan bila ada pasien yang datang dengan kelainan kulit dimana ia harus memeriksa pasien dalam keadaan setengah telanjang 2 . Pada hari Sabtu lalu, sudah ada pasien yang menunggu saat ia datang. dr. Beken memeriksa pasien sesuai urutan 3 . Pasien pertama, kedua dan ketiga datang dengan keluhan demam batuk dan pilek. Dokter Beken pun memberikan resep obat dan nasihat untuk mereka cukup istirahat dan makan makanan bergizi. Ketika keluarga hendak menebus obat di apotik Rumah Sakit, ternyata persediaan obat sedang kosong. Keluarga pasien diminta mencari sendiri obat tersebut di apotik luar. Ternyata tanpa persetujuan dr. Beken 4 oleh apotik obat tersebut diganti dengan obat sejenis namun berbeda merk dagang 5 . Pasien selanjutnya adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak laki-lakinya datang dengan keluhan nyeri uluhati yang menjalar ke punggung. Merasa tidak yakin dengan kemungkinan sakit maag yang diderita ibu ini, maka dr. Beken 1 Melanggar kaidah autonomy 2 melanggar kaidah autonomy 3 sesuai dengan kaidah justice 4 melanggar kaidah autonomy 5 sesuai dengan kaidah non maleficence dan beneficence

Upload: bebikalonica

Post on 10-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

merupakan tubas analisis kasus pada modul etika dan hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Kasus Dokter Beken

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANALISA CERITA

Dokter Beken bekerja di Poliklinik RS sejak 2 tahun yang lalu. Ia adalah dokter umum

yang sangat sibuk, terutama pada hari Sabtu dan Minggu. Ia bekerja di ruang poli yang cukup

luas. Ada dua bed dalam satu poli dan tiap bed dibatasi dengan gorden1 sehingga dr. Beken

dapat leluasa memeriksa pasiennya dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun kadang ada

kesulitan bila ada pasien yang datang dengan kelainan kulit dimana ia harus memeriksa

pasien dalam keadaan setengah telanjang2.

Pada hari Sabtu lalu, sudah ada pasien yang menunggu saat ia datang. dr. Beken

memeriksa pasien sesuai urutan3. Pasien pertama, kedua dan ketiga datang dengan keluhan

demam batuk dan pilek. Dokter Beken pun memberikan resep obat dan nasihat untuk mereka

cukup istirahat dan makan makanan bergizi. Ketika keluarga hendak menebus obat di apotik

Rumah Sakit, ternyata persediaan obat sedang kosong. Keluarga pasien diminta mencari

sendiri obat tersebut di apotik luar. Ternyata tanpa persetujuan dr. Beken4 oleh apotik obat

tersebut diganti dengan obat sejenis namun berbeda merk dagang5.

Pasien selanjutnya adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak laki-lakinya

datang dengan keluhan nyeri uluhati yang menjalar ke punggung. Merasa tidak yakin dengan

kemungkinan sakit maag yang diderita ibu ini, maka dr. Beken melakukan pemeriksaan EKG

(elektrokardogram)6 karena kecurigaan terjadi penyempitan pembuluh darah jantung. Hasil

yang diperoleh tidak ada kelainan. Melihat usia, kondisi fisik ibu yang cukup gemuk serta

tekanan darah 140/90 maka dr. Beken memberikan surat rujukan beberapa pemeriksaan

laboratorium7. Dr. Beken merujuk ibu tersebut ke LAB KLINIK “Titrasi Cepat”,

langganannya yang terletak tidak jauh dari Rumah Sakit karena pada hari libur, lab RS hanya

melayani pemeriksaan gawat darurat8. Dari Lab Klinik tersebut Dr. Beken mendapat

bingkisan kue yang dia amati ternyata sejajar jumlahnya dengan pasien yang dia kirim kesitu9.

Pernah dua bulan yang lalu, dengan 20 pasien yang ia kirim, ia memperoleh voucher belanja

1 Melanggar kaidah autonomy2 melanggar kaidah autonomy3 sesuai dengan kaidah justice4 melanggar kaidah autonomy5 sesuai dengan kaidah non maleficence dan beneficence6 sesuai dengan kaidah justice7 sesuai kaidah beneficence dan non maleficence8 sesuai kaidah non maleficence

9 melanggar kaidah non maleficence

Page 2: Bab 2 Kasus Dokter Beken

Rp.400.000,- di supermarket terkenal dikotanya.

Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang dan surat permintaan

laboratorium serta diminta datang kembali. Setelah menyelesaikan administrasi ibu tersebut

masuk kembali ke kamar periksa10 karena merasa ada yang kurang yaitu belum disuntik

seperti yang biasa ia dapatkan bila berobat. Pada saat masuk, tanpa sengaja ibu tadi melihat

pasien laki-laki muda bertato di perut bawah sedang menaikkan celana dalamnya. Anak muda

tadi segera dilayani karena mengaku kerabat perawat RS11, sehingga perawat memasukkan

lebih dahulu ke ruang sekat kiri. Ia sempat sepintas melihat celana dalam tadi bervlek-vlek

putih kekuningan. Anak muda tadi memoloti si ibu, dr. Beken meminta sang ibu keluar

menunggu sebentar. Ibu yang agak cerewet tadi minta maaf, namun tanpa dosa ia nyerocos

menanyakan apa penyakit anak muda tadi. Dr. Beken agak terpana untuk menjawab

pertanyaan awam si ibu ini. “Ah, Cuma panas dalam di perut,“ 12 jawab Beken kalem. “Saya

suntiknya sambil berdiri saja dok, kalau tiduran takut ketularan penyakit kelaminnya anak

tadi,” cerocos sang pasien.

Pasien yang lain adalah seorang wanita muda dan setengah baya. Sebut saja Mbak

Modis dan Ibu Menor. Mbak Modis mengeluh beberapa hari ini badannya panas dingin, mual

dan beberapa kali muntah. Sedangkan Ibu Menor mengeluh kepala pusing berputar-putar. Dia

sudah beberapa kali datang ke dokter yang berbeda-beda dan dikatakan tidak ada apa-apa,

hanya pusing biasa. Dokter terakhir yang dia kunjungi menyarankan dilakukan CT scan

kepala. Kemudian ia datang ke dr. Beken dengan membawa hasil CT scan. Surat keterangan

yang terdapat di dalam amplop CT scan tersebut menyatakan kecurigaan adanya SOL (space

occupying lesion). Tanpa penjelasan mengenai isi di dalam surat keterangan tersebut, dr.

Beken memberikan surat rujukan ke Rumah Sakit bagian Saraf13. Sementara Mbak Modis, tak

sempat dilakukan pengukuran kadar gula darah, langsung diberikan resep sakit kencing manis

yang sudah langganan ia derita 5 tahun ini. Dr. Beken hanya memeriksa sekilas dan menyalin

resep dari catatan medis yang disodorkan perawat14. Perawat kemudian memberikan

penjelasan tentang obat yang diberikan serta mengingatkan Mbak Modis untuk kembali jika

ada keluhan15.

Perawat mengingatkan pasien lainnya, Tn. Garputala, 46 tahun dengan muntah berak

belasan kali dan satu lagi seorang pelajar putri, 15 tahun sebut saja Nn. Rani Omnivora yang

ia kenal sebagai anak pertama OKB (orang Kaya Baru) tetangganya, anggota DPRD salah

satu parpol besar.

10 melanggar kaidah beneficence11 melanggar kaidah justice12 sesuai kaidah autonomy13 sesuai kaidah non maleficence14 melanggar kaidah beneficence dan non maleficence15 sesuai kaidah autonomy

Page 3: Bab 2 Kasus Dokter Beken

Garputala adalah hansip setempat yang merasa kurang afdol kalau tidak diperiksa dr.

Beken. Dokter Beken memeriksa pak Garputala, memegang nadinya yang terasa kecil dan

lemah, mencubit kulit perutnya yang ternyata sudah mengendur. Ia pun menginstruksikan

perawat untuk memasang infus dan mencarikan ruang rawat. Tak lupa ia menitipkan amplop

berisi Rp.100.000,- bagi sang hansip. “Untuk pegangan ya Pak Tala, cepat sembuh deh.16”

Saat mempersilahkan Nn. Rani masuk ke ruang sekat kanan, dr. Beken terkaget karena

serombongan orang menyela masuk sambil menggendong pasien anak laki-laki 9 tahun, si

Amir bin Jufri yang tadi pagi ia khitan, yang datang kembali dalam keadaan berdarah17. Ia

menolong Amir dulu selama 45 menit, sementara Rani terpana sendirian karena perawat juga

sibuk membantu dr. Beken mengatasi perdarahan si Amir di ruang sekat kiri. Beken tak

sempat bicara ke Nn. Rani. Para pengantar Amir justru yang meminta agar Rani sabar

menunggu. Tentu sambil mencuri pandang, karena walaupun bukan bernama Menor, Rani

memang menor malam itu.

Setelah selesai dr. Beken akhirnya mendengarkan keluhan Rani18. Ia stress karena baru

saja mengambil uang ayahnya tanpa ijin demi menolong sahabatnya untuk aborsi di klinik

Antah Berantah. Dr.Beken menawarkan untuk menjadi mediator menyampaikan kepada ayah

Rani. Toh menurutnya dan menurut Rani, sang anggota DPRD ini cukup mampu menolong

sahabat Rani. “Biar uang saku saya dipotong deh dok asal papi tak nyap-nyap ama saya,”

kata si manis Rani.

Begitulah keseharian dr. Beken dalam membantu menyelesaikan masalah pasien-

pasiennya.

16 sesuai dengan kaidah beneficence17 sesuai dengan kaidah non-maleficence18 sesuai dengan kaidah beneficence