bab 17, cold and hot injury.docx

27
Pendahuluan Panas, dingin dan elektrisitas merupakan beberapa “agen fisika” yang dapat menyebabkan cedera non-kinetik terhadap tubuh. Cedera yang disebabkan oleh panas Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber fisika atau kimia ke dalam jaringan hidup, yang menyebabkan gangguan proses metabolisme normal dan biasanya mengarah pada perubahan ireversibel (tidak dapat dikembalikan lagi) yang berakhir dengan kematian jaringan. Paparan jaringan hidup terhadap suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel, derajat kerusakan sel sebanding dengan tingginya suhu, dan lamanya waktu paparan tersebut. Nekrosis epidermal komplit dapat terjadi pada suhu 44 ° C bila terpapar selama 6 jam, sedangkan nekrosis yang sama dapat terjadi dalam waktu 5 detik pada suhu 60 ° C dan kurang dari 1 detik pada 70 ° C. Sumber panas dapat bersifat kering atau basah; bila panas kering, cedera yang dihasilkan disebut “burn” (hangus), sedangkan dengan panas lembab dari air panas, uap dan cairan panas lainnya secara umum dikenal sebagai “scald” (melepuh). Kondisi tertentu, seperti zona perang atau serangan teroris menghasilkan jenis cedera termal tertentu, dari perangkat peledak modifikasi, yang mungkin berhubungan dengan semua sifat-sifat blast injury (cedera ledakan) lainnya, yang membutuhkan manajemen tertentu. Luka bakar (hangus)

Upload: muhammadirsyadat

Post on 25-Sep-2015

243 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan Panas, dingin dan elektrisitas merupakan beberapa agen fisika yang dapat menyebabkan cedera non-kinetik terhadap tubuh.Cedera yang disebabkan oleh panasLuka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber fisika atau kimia ke dalam jaringan hidup, yang menyebabkan gangguan proses metabolisme normal dan biasanya mengarah pada perubahan ireversibel (tidak dapat dikembalikan lagi) yang berakhir dengan kematian jaringan. Paparan jaringan hidup terhadap suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel, derajat kerusakan sel sebanding dengan tingginya suhu, dan lamanya waktu paparan tersebut. Nekrosis epidermal komplit dapat terjadi pada suhu 44 C bila terpapar selama 6 jam, sedangkan nekrosis yang sama dapat terjadi dalam waktu 5 detik pada suhu 60 C dan kurang dari 1 detik pada 70 C. Sumber panas dapat bersifat kering atau basah; bila panas kering, cedera yang dihasilkan disebut burn (hangus), sedangkan dengan panas lembab dari air panas, uap dan cairan panas lainnya secara umum dikenal sebagai scald (melepuh). Kondisi tertentu, seperti zona perang atau serangan teroris menghasilkan jenis cedera termal tertentu, dari perangkat peledak modifikasi, yang mungkin berhubungan dengan semua sifat-sifat blast injury (cedera ledakan) lainnya, yang membutuhkan manajemen tertentu.Luka bakar (hangus)Luka bakar kering dapat dengan mudah diklasifikasikan berdasarkan keparahannya (derajad luka bakar dan kedalaman jaringan terbakar) dan luasnya (area luka bakar).Keparahan luka bakarTerdapat beberapa sistem klasifikasi keparahan luka bakar, yang kadang-kadang dapat menyebabkan kebingungan karena mungkin terdapat beberapa tumpang tindih istilah (Gambar 17.1).Mungkin (klasifikasi) yang paling banyak digunakan historis adalah: derajad pertama - eritema dan terbentuknya blister (vesikel); derajat kedua - terbakarnya seluruh ketebalan epidermis dan paparan terhadap lapisan dermis; derajat ketiga kerusakan sampai ke jaringan subdermal, kadang-kadang disertai karbonisasi dan paparan otot dan tulang.Dalam beberapa tahun terakhir klasifikasi lain telah digunakan untuk mencerminkan pilihan pengobatan yang potensial dan klasifikasi ini menjabarkan tiga kategori utama yaitu trauma panas, dingin, dan listrik. Trauma panas, dingin dan listrik 'full thickness'(merusak seluruh ketebalan kulit) dan 'partial thickness', yang dibagi menjadi 'superfisial' dan 'deep' (dalam).Gambar 17.1 Luasnya luka bakar di tubuh kibat api dapat bervariasi. Individu ini mnderita luka bakar tingkat dua dan tiga setelah menyiram dirinya dengan bensin sebelum membakar dirinya. Perhatikan lepuhan dan rambut hangusLuas luka bakarUkuran area luka bakar mungkin lebih penting dalam penilaian bahaya luka bakar ketimbang kedalamannya. Memetakan area kulit yang terbakar pada grafik tubuh (misalnya grafik Lund dan Browder) dapat membantu, meskipun luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar dapat dengan mudah dinyatakan dalam persentase total luas permukaan tubuh dengan menggunakan 'Rule of Nines' (Gambar 17.2). Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kematian termasuk area (luas) luka bakar, bertambahnya usia dan adanya cedera inhalasi saluran napas; adanya beberapa risiko faktor secara substansial meningkatkan risiko kematian akibat luka bakar. Banyaknya variasi individu dan kecepatan serta tingkat perawatan kegawatdaruratan akan memainkan peran penting dalam morbiditas dan mortalitas akiat luka bakar. Pada luka bakar kering, pakaian dapat memberikan sedikit perlindungan terhadap panas, kecuali jika pakaian ikut terbakar. Bekas luka atau luka bakar dari cedera tersebut dapat mencerminkan pola atau gaya berpakaian yang digunakan pada saat terjadinya luka bakar (Gambar 17.3).Luka bakar (lepuh)Sifat umum luka bakar lepuh mirip dengan luka bakar hangus, dengan eritema dan bulla, tetapi hangusnya kulit hanya ditemukan bila cairan sangat panas, seperti dengan logam cair. Pola lepuhanakandipengaruhi olehbagai mana tubuh terkena cairan: tercelupnya ke dalam cairan panas akan menyebabkan pola luka fluid level, sedangkan cipratan atau titik-titik cairtan panas yang tersebar akan menyebabkan area terbentuknya vesikel/bulla pungtata yang tersebar. Aliran atau tetesan cairan panas akanmenghasilkan areakhasyang melepuh. Aliran atau tetesan ini akan berjalan atau bergerak di bawah pengaruh gravitasi dan al ini dapat menjadi penanda orientasi atau posisi korban saat cairan terebut bergerak (Gambar 17.4). Anak-anak yang menarik panci dengan cairan panas yang tertumpah dari penggorengan dapat menghasilkan cedera seperti ini. Jika hanya sejumlah kecil cairan panas mengenai kulit, pendinginan akan berlangsung cepat, yang akan mengurangi jumlah kerusakan pada kulit. Namun, jika pakaian terendam/basah dengan cairan panas, kulit di bawahnya mungkin sangat terpengaruh, kain akan mempertahankan cairan panas terhadap permukaan kulit. Luka bakar lepuh terlihat dalam kecelakaan industri di mana pipa uap atau boilermeledak dan juga terlihat pada anak-anak yang menarik tekoataupanci masak ke arah dirinya sendiri.Luka bakar juga terlihat pada kekerasan fisik pada anak dan merupakan cedera termal disengaja yang paling umum pada anak-anak.Suatu tinjauan literatur sistematis terbaru mengidentifikasi sifat-sifat yang paling sering dikaitkan dengan luka bakar disengaja dan tidak disengaja ketika anak ditempatkan di dalam bak mandi. Luka bakar tidak disengaja (akibat minuman panas /cairan yang ditarik dari atas meja, dll) sebagian besar merupakan cedera 'tumpahan' dari cairan yang mengalir', ditandai dengan luka bakar lepuh dengan margin dan kedalaman yang irregular, dan tidak ada pola distribusi 'sarung tangan dan kaus kaki'. Luka bakar disengaja sebagian besar adalah yang disebabkan oleh perendaman paksa di air panas, sehingga menghasilkan polaluka 'sarung tangan dan kaus kaki' yang simetris pada tungkai, yang tidak melibatkan lipatan kulit (dan bokong pada mereka dipaksa untuk duduk dalam air panas), dengan kedalaman luka yang sama (Gambar 17.5). Luka atau tanda-tandalainnya bersifat sugestif akancedera yang disengaja dapat menyertai luka bakar yang disengaja (lihat Bab 13, p.137).Kotak 17.1 Klasifikasi luka bakar yang berkaitan dengan derajad kerusakan jaringan luka bakar yang sangat superfisial - misalnya yang disebabkan oleh sengatan matahari - hanya dapat menyebabkan kemerahan dengan terik ringan yang mungkin terjadi setelah 12-18 jam. Setelah 5-10 hari lapisan sel yang rusak akan mengelupas tanpa bekas luka sisa luka bakar Partial-thickness menghancurkan seluruh lapisan epidermis dan mungkin bagian dari lapisan sel berikutnya - dermis luka bakar partial-thickness superfisial mengakibatkan produksi cairan yang mengangkat lapisan epidermis mati membentuk lepuh dan kemudian koreng. Saraf sensorik akanrusak dan luka bakar ini sangat nyeri. Epitel baru tumbuh dengan cepat dan menyembuhkan luka bakar sembuh dalam 10-14 hari dengan sedikit atau tanpa jaringan parut Jauh parsial-ketebalan luka bakar sering kurang menyakitkan ujung saraf yang rusak dan jaringan parut kemungkinan akan ditandai jika luka dibiarkan sembuh spontan tanpa pencangkokan kulit luka bakar Full-thickness menghancurkan semua elemen kulit dan mungkin memerlukan operasi rekonstruktif besar karena potensi jaringan parut yang menyebabkn gangguan fungsi (Gambar 17.1)Gambar 17.1 Luasnya luka bakar di tubuh pulih akibat kebakaran dapat bervariasi.Individu ini menderitaluka bakar tingkat dua dan tiga setelah menyiram dirinya dengan bensin sebelum membakar dirinya.Perhatikan lepuhan dan rambut hangus. 1% 9% 9% 9% 18% 18% 18% FRONT KEMBALI 18% Gambar 17.2 'Rule of Nines'.Gambar 17.5 Pola lepuhan dari perendaman paksa di bak mandi air panas.Perhatikan demarkasi yang jelas antara kulit tersiram air panas dan kulit normal menunjukkan tingginya cairan di bak mandi.Kulit Sparingof pada bokong mencerminkan kontak tegas antara bagian-bagian tersebu dengan dasar bak mandi.Gambar 17.4 Pola lepuhan akibat air mengalir.Gambar 17.6 tubuh hangus di tempat kejadian kebakaran menunjukkan sikap petinju dan kulit post-mortem terbagi pada daerah dada.Harus sangat hati-hati dalam menjaga gigi pada kasus seperti ini untuk membantu identifikasi korban mati.Konsekuensi patofisiologi cedera termalJaringan terbakar/melepuh menunjukkan respon inflamasi akut, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler di lokasi cedera; kehilangan cairan berhubungan dengan cedera termal jaringan dapat cukup parah hingga menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit dan syok hipovolemik dan, jika area luka bakar melebihi 20% dari total luas permukaan tubuh, dapat memicu pelepasan mediator inflamatorik sistemik yang dapat menyebabkan cedera paru akut dan disfungsi organ multipel. Kulit Terbakar tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi, meningkatkan risiko sepsis pada korban.Paparan panas / hipertermiaHipertermia suatu kondisi dimana suhu inti tubuh lebih besar dari 40 C (100 F) - terjadi ketika panas tidak lagi dikeluarkan secara efektif menyebabkan retensi panas yang berlebihan. Terjadinya hipertermi lebih mungkin pada orang-orang yang telah mengkonsumsi zat (misalnya obat-obatan, termasuk kokain dan amfetamin) yang meningkatkan tingkat metabolisme / produksi panas atau mengurangi keringat, atau pada mereka dengan masalah medis (misalnya hipertiroidisme). Temuan otopsi pada 'penyakit panas', termasuk heat stroke, tidaklah spesifik tetapi bisa meliputi paru dan / atau edema serebral, petechiae permukaan visceral dan tanda-tanda sesuai dengan syok dan kegagalan organ multiple pada mereka yang bertahan dalam periode waktu pendek.Investigasi patologik tubuh yang diambil dari kebakaranKetika kebakaran menyebabkan kematian, haruslah sangat berhati-hati dalam menangani mayat, mengingat terdapat potensi upaya yang dilakukan untuk menyembunyikan pembunuhan dengan 'membakar bukti'.Kebutuhan peralatan keamanan bagi penyidik setelah kejadian seperti ledakan gas, adalah pertimbangan yang sangat penting dalam pemeriksaan lokasi. Lokasi kebakaran harus diperiksa oleh penyidik spesialis dengan keahlian di interpretasi penyebab dan 'titik asal atau kedudukan api, dan penggunaan accelerants (bahan-bahan yang mempercepat), seperti bensin (lihat Bab 23, hal. 232). Hadirnya di tempat kejadian seorang ahli patologi penting dan membantu interpretasi temuan post-mortem selanjutnya (Gambar 17.6 dan 17.7). Posisi tubuh saat ditemukan penting karena kadang-kadang, ketika api atau asap menyebar, korban akan mundur ke sudut, lemari atau tempat bersembunyi lain, atau mereka mungkin hanya pindah ke tempat terjauh dari api atau ke pintu atau jendela, yang semuanya dapat menunjukkan bahwa korban mungkin masih hidup dan mampu bergerak untuk beberapa waktu setelah terjadinya kebakaran. Penyelidikan patologi tubuhyang diambil dari kebakaran harus berusaha untuk: mengkonfirmasi identitas almarhum; menentukan apakah almarhum masih hidup dalam beberapa waktu selama kebakaran (atau sudah mati sebelum dimulai); menentukan mengapa almarhum adalah di dalam kebakaran (dan mengapa mereka tidak bisa keluar dari kebakaran tersebut); menentukan penyebab kematian; dan menentukan (atau memberikan pendapat mengenai) cara kematian.Identifikasi visual dari ciri-ciri wajah dimungkinkan jika kerusakan api pada tubuh masih terbatas, tetapi kerusakan akibat panas dapat menyebabkan distorsi besar ciri-ciri tersebut bahkan bila tanpa adanya luka bakar langsung pada korban. Barang pribadi dapat membantu identifikasi, demikian juga ciri-ciri medis yang unik dan faktor-faktor seperti adanya bekas luka dan tato, tetapi bila terdapat karbonisasi tubuh yang parah berarti identifikasi harus lebih mengandalkan pemeriksaan seperti identifikasi gigi dan perbandingan gigi dengan catatan ante-mortem yang tersedia atau analisis DNA.Radiografi post-mortem biasanya harus dilakukan sebelum bedah mayat, dengan penekanan khusus pada radiografi untuk membantu identifikasi (gigi, prostesis bedah, dll), untuk mengidentifikasi patah tulang (fraktur termasuk penyembuhan dengan kalus) dan untuk menyingkirkan proyektil seperti peluru dan pecahan peluru (Gambar 17.8). Penentuan 'vitalitas' (fakta bahwa seseorang masih hidup) selama kebakaran dalam pemeriksaan post-mortem dimungkinkan dengan ditemukannya jelaga di saluran napas, kerongkongan dan / atau perut, implikasi bahwa respirasi diperlukan untuk menghirup jelaga .Adanya jelaga di tingkat di bawah bawah tingkat pita suara, sering disertai dengan trauma termal lapisan epitel saluran napas, sangat berguna, dan dapat dikonfirmasi di bawah mikroskop (Gambar 17,9-17,11). Sampel darah dapat diambil untuk penilaian karboksi hemoglobin, sebagai penanda menghirup produk pembakaran yaitu menghirup karbon monoksida, produk dari pembakaran tidak sempurna. Sementara kadarkarboksi hemoglobin biasanya meningkat pada kematian akibatkebakaran (tingkatan lebih dari 50 persen seringkali dianggap bukti yang baik bahwa kematian terjadi sebagai konsekuensi dari bernapas dalam produk pembakaran), tingkat yang lebih rendah tidak selalu berarti bahwa korban tidak hidup dalam beberapa waktu selama terjadinya kebakaran. Dalam beberapa keadaan, seperti kebakaran yang cepat dan lautan apidalam kendaraan, misalnya, tidak jarang kita menemukan kadar karboksi hemoglobin post-mortem rendah. Faktor-faktor lain dapat meningkatkan kadarkarboksi hemoglobin. Perokok, misalnya, dapat metoleransi peningkatankadarkarboksi hemoglobin (yang mungkin setinggi 20 persen pada perokok cerutu berat), sedangkan individu dengan jantung kronis dan / atau penyakit paru-paru mungkin tidak dapat mentolerir kadar yang bahkan sangat rendah sebelum akhirnya mati kaeran kebakaran. korban sudah mati sebelum awal kebakaran korban mabuk (alkohol dan / atau obat-obatan) korban adalah orang tua dan / atau lumpuh korban tidak dapat bergerak korban mati dengan cepat oleh karena asap/uap karena 'cadangan fisiologis yang buruk (misalnya penyakit jantung iskemik atau penyakit saluran napas obstruktif kronik) korban tidak punya cukup waktu untuk melarikan diri dari kebakaran dikarenakan sifat dari kebakaran tu sendiri (ledakan atau kebakaran yang tiba-tiba) Ada panik / kebingungan rute melarikan diri yang terhalang (sengaja atau tidak sengaja) korban berada dalam lingkungan asing (dan tidak tahu di mana jalan keluar)Kematian yang terjadi selama kebakaranMayoritas tubuh terbakar yang diambil dari kebakaran tidak akan meninggal akibat efek langsung dari luka bakar, tetapi dari paparan produk pembakaran (asap, karbon monoksida, sianida dan koktail produk sampingan pembakaran yang beracun) dan / atau menghirup udara panas / gas (Kotak 17.3).Kotak 17,3 Contoh mekanisme kematian pada kebakaran gangguan respirasi (karena penurunan oksigen lingkungan dan / atau produksi karbon monoksida dan zat beracun lainnya) cedera inhalasi panas yang mengarah pada laryngospasme, bronkospasme dan inhibisi vagal dan serangan jantung Paparan panas yang ekstrim dan syok Trauma Eksaserbasi penyakit alami yang sudah ada atau luka bakarGambar 17.11 Luka bakar pada bagian belakang tenggorokan memberikan bukti menghirup gas panas selama kebakaran, dan memberikan tanda vitalitas yang berguna pada saat kebakaran.Gambar 17.10 pewarnaan jelaga dapat dilihat pada esofagus pada mayat yang diambil dari kebakaran rumah ini. Pewarnaan tersebut menunjukkan bahwa korban masih hidup - dan mampu menelan - pada saat kebakaranKematian yang terjadi pada kebakaran dapat terjadi karena berbagai macam potensial komplikasi cedera termal seperti syok hipovolemik setelah kehilangan cairan, infeksi yang sangat berat, menghirup produk pembakaran (menyebabkan cedera paru akut), gagal ginjal atau kelainan pembekuan darah .Sedangkan penentuan 'cara kematian' biasanya merupakan otoritas mediko-legal, pendapat dari ahli patologi forensik sering dicari.Interpretasi cedera pada tubuh yang diambil dari kebakaranseringkali sulit dikarenakan oleh artefak yang berkaitan dengan paparan api: 'sikap petinju' , mencerminkan kontraksi diferensial otot yang berhubungan dengan panas, yang menyebabkan fleksi lengan, tangan dan paha (Gambar 17.12); terbelah/pecahnya kulit terbakar yang rapuh secara post-mortem (Gambar 17,13); fraktur yang diakibatkan oleh kebakaran dan panas; 'perdarahan ekstradural' panas terkait, disebabkan ketika energi panas yang parah teraplikasikan pada kulit kepala, menyebabkan ekspansi darah pada diploe tengkorak dan sinus-sinus vena intrakranial, yang kemudian pecah, sehingga membentuk koleksi darah yang coklat dan kenyal di luar meninges (Gambar 17.14)Gambar 17.12 gambaran 'sikap petinju' (pugilistic attitude) sebagai respon terhadap pemanasan, otot-otot fleksor lebih dipengaruhi pemasanan dibanding otot ekstensor Gambar 17,13 kulit artefak yang terbelah pada kulit hangus post mortem. Tidak dilihat adanya perdarahan di kedalaman lapisan-lapisan kulit dan sebaiknya tidak dikelirukan (disangkakan sebagai) dengan cedera antemortem.Gambar 17.14 fraktur tulang tengkorak post mortem terkait kebakaran pada tubuh yang sangat hangus.Terdapat hematoma / perdarahan ekstradural coklat kemerahan pada permukaan bagian dalam kubah tengkorak terkarbonisasi.Angka 17,7temuan tubuh di dalam mobil terbakar habis harus selalu dicurigai. kadar carboksihaemoglobin mungkin rendah pada kebakaran yng cepat akibat bensin menyebabkan kesulitan dalam menilai vitalitas pada saat kebakaran.Artefak seperti itu seringkali menimbulkan kekhawatiran bagi polisi dan / atau petugas kebakaran yang ada di tempat kejadian, dan dapat menyalah-artikan sebagai efek dari kekerasan ante mortem.pertimbangan yang teliti dari semua lesi yang tampaknya traumatis harus dilakukan untuk menentukan sifat-sifat sejati lesi post mortem seperti ini; kurangnya bukti mikroskopis atau mata telanjang vitalitas (seperti eritema, bulla, pembengkakan jaringan, memar atau reaksi inflamasi akut) seringkali membedakanartefak dari trauma yang ditimbulkan sebelum kematian, kecuali bila trauma tersebut ditimbulkan pada, atau sekitar, saat kematian. Dalam kasus di mana ada keraguan, sebuah evaluasi pola keseluruhan dan distribusi lesi tersebut dapat membantu dalam interpretasi artefak dibandingkan dngan trauma ante-mortem. Cara kematian mungkin pembunuhan (setelah pembakaran dengan sengaja atau di mana kematian disebabkan oleh kekerasan sebelum dilakukan pembakaran), kecelakaan (misalnya individu mabuk mencoba untuk memasak, atau dari rokok yang dibuang) atau, yang jarang, bunuh diri.

Cedera Suhu Dingin (Hipotermia)Cedera dingin (hipotermia) memiliki aspek klinis dan forensik, karena banyak orang yang menderita dan mati karena hipotermia bahkan di daerah beriklim sedang saat musim dingin. Dalam bencana laut, hipotermia dapat menjadi penyebab umum kematian oleh karena tenggelam. Di air laut yang dingin, dan danau di dataran tinggi, kematian akibat perendaman dapat terjadi dalam beberapa menit mulai dari hanya kehilangan panas hingga benar benar tenggelam.Kematian akibat paparan terjadi melalui kehilangan panas dari radiasi, konveksi, konduksi, respirasi dan penguapan. Suhu lingkungan 10 C mungkin cukup berbahaya hipotermia pada individu yang rentan.Hipotermia terjadi ketika seseorang yang normal suhu tubuhnya, sekitar 37 C (98,6 F) menurun hingga 35 C (95 F). Hal ini biasanya dikarenakan berada di lingkungan yang dingin. Kondisi seperti ini dapat dipicu oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk kontak yang terlalu lama dengan dingin (misalnya tinggal di luar ruangan dalam kondisi dingin atau di ruang yang tidak bagus penghangatannya untuk waktu yang lama), hujan, angin, keringat, tidak beraktifitas atau berada di dalam air dingin. Biasanya matinya orang sehat akibat hipotermia disebabkan oleh lingkungan yang dingin. Jika tubuh dingin, respon normalnya adalah memanaskan tubuh dengan menjadi lebih aktif, mengenakan pakaian beberapa lapis atau berpindah ke dalam ruangan. Jika paparan dingin berlanjut, proses fisiologis tubuh akan berusaha untuk mencegah kehilangan panas lebih lanjut. Proses ini termasuk menggigil (yang menjaga organ utama pada suhu normal), membatasi aliran darah ke kulit dan melepaskan hormon untuk menghasilkan panas. Setelah kontak yang terlalu lama dengan dingin, respon ini tidak cukup untuk mempertahankan suhu tubuh. Pada titik ini, menggigil berhenti dan denyut jantung menurun. Hal ini dapat terjadi dengan cepat. Konsumsi alkohol akan memperburuk hipotermia karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan radiasi panas. Angin dan hujan memperburuk menurunnyan suhu tubuh. Tubuh cepat kehilangan suhu saat direndam dalam air dingin, karena air memiliki efek pendinginan yang 20-30 kali dari udara kering. Hipotermia dapat memberi perlindungan hingga bertahan hidup setelah terendaman air dingin, tapi yang bertahan hidup dapat mengalami cedera otak berat karena hipoksia. Pada banyak pasien mungkin ada penyebab medis yang mendasari (seperti tiroid atau disfungsi hipofisis), atau dapat dikaitkan dengan pasien yang tidak dapat bergerak atau pasien demensia atau pasien dengan kondisi tertentu seperti pneumonia. Hal ini ditandai dengan depresi (fungsi buruk) dari sistem kardiovaskular dan saraf. Umumnya, orang tua, anak-anak dan pasien trauma rentan terhadap hipotermia. Hipotermi dapat diklasifikasikan menjadi ringan (suhu inti 32-35 C dibandingkan dengan normal 37,5 C), sedang (30-32 C), atau berat (