in cold blohghgod

36
Relativitas adalah salah satu teori ilmiah paling terkenal dari Abad ke-20. Namun, hanya sedikit dari kita yang memahami dan menyadari bahwa penjelasannya terpampang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Teori Relativitas adalah buah pikiran manusia cerdas, ilmuwan Fisika teoretis jenius, Albert Einstein pada tahun 1905. Pada prinsipnya merupakan gagasan bahwa hukum fisika adalah sama di mana pun. Hukum fisika yang berlaku di Bumi, berlaku juga di seluruh jagat raya. Teori tersebut juga menjelaskan perilaku objek dalam ruang dan waktu, yang juga bisa digunakan untuk memprediksi banyak hal -- dari eksistensi lubang hitam (black hole), melengkungnya cahaya oleh pengaruh gravitasi, hingga sifat Planet Merkurius pada orbitnya. Teori tersebut bisa dipahami secara sederhana. Meski sejatinya sangat rumit dan bikinmumet. Pemahaman pertama, bahwa tidak ada kerangka acuan 'mutlak'. Setiap saat ketika kita mengukur kecepatan, momentum, atau pengalaman terhadap waktu sebuah objek, itu selalu dalam kaitannya dengan sesuatu yang lain. Kedua, cepat rambat cahaya di dalam ruang hampa ke segala arah adalah sama untuk semua pengamat, tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamat. Yang ketiga, bahwa tak ada yang melampaui kecepatan cahaya. Implikasi dari teori tersebut sangat besar. Jika kecepatan cahaya selalu sama, 300.000.000 m/detik, itu berarti pesawat yang membawa astronot bergerak sangat cepat relatif terhadap Bumi. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, waktu astronot melambat.

Upload: galeh-pramudita-arianto

Post on 07-Sep-2015

266 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hghg

TRANSCRIPT

Relativitas adalah salah satu teori ilmiah paling terkenal dari Abad ke-20. Namun, hanya sedikit dari kita yang memahami dan menyadari bahwa penjelasannya terpampang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Teori Relativitas adalah buah pikiran manusia cerdas, ilmuwan Fisika teoretis jenius, Albert Einstein pada tahun 1905. Pada prinsipnya merupakan gagasan bahwa hukum fisika adalah sama di mana pun.

Hukum fisika yang berlaku di Bumi, berlaku juga di seluruh jagat raya.

Teori tersebut juga menjelaskan perilaku objek dalam ruang dan waktu, yang juga bisa digunakan untuk memprediksi banyak hal -- dari eksistensi lubang hitam (black hole), melengkungnya cahaya oleh pengaruh gravitasi, hingga sifat Planet Merkurius pada orbitnya.

Teori tersebut bisa dipahami secara sederhana. Meski sejatinya sangat rumit dan bikinmumet. Pemahaman pertama, bahwa tidak ada kerangka acuan 'mutlak'. Setiap saat ketika kita mengukur kecepatan, momentum, atau pengalaman terhadap waktu sebuah objek, itu selalu dalam kaitannya dengan sesuatu yang lain.

Kedua, cepat rambat cahaya di dalam ruang hampa ke segala arah adalah sama untuk semua pengamat, tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamat. Yang ketiga, bahwa tak ada yang melampaui kecepatan cahaya.

Implikasi dari teori tersebut sangat besar. Jika kecepatan cahaya selalu sama, 300.000.000 m/detik, itu berarti pesawat yang membawa astronot bergerak sangat cepat relatif terhadap Bumi. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, waktu astronot melambat. Sebuah fenomena yang disebut 'dilatasi waktu'.

Juga akan terjadi 'kontraksi panjang' di mana pesawat yang membawa para penjelajah angkasa terlihat seperti memanjang bagi para pengamat di Bumi. Sementara, bagi astronot yang ada di dalamnya, semua berjalan normal. Tak ada yang berbeda.

Tak perlu jauh-jauh ke luar orbit Bumi atau membuat pesawat yang bisa melaju dengan kecepatan nyaris menyamai kecepatan cahaya untukl melihat efek relativitas. Nyatanya sejumlah instrumen yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari membuktikan teori Einstein benar adanya.

1. Global Positioning System (GPS)

Agar navigasi GPS dalam mobil berfungsi secara akurat, satelit -- yang menjadi pusat informasinya -- harus menggunakan relativitas dalam kerjanya.

Sebab, meski tak bergerak secepat kecepatan cahaya, namun satelit bergerak sangat cepat. Satelit juga mengirimkan sinyal ke stasiun Bumi. Stasiun-stasiun tersebut -- juga GPS dalam mobil Anda -- mengalami percepatan yang lebih tinggi akibat pengaruh gravitasi dari satelit di orbit.

Agar akurat, satelit menggunakan jam dengan akurasi hingga beberapa miliar detik (nanodetik). Karena satelit mengorbit pada ketinggian 12.600 mil atau 20.300 km di atas Bumi dan bergerak dengan kecepatan 6.000 mil/jam atau 10 ribu km/jam maka akan terjadi dilatasi waktu relatif sekitar 4 mikrodetik per hari. Ditambah efek gravitasi, dilatasi bisa bertambah sekitar 7 mikrodetik atau 7000 nanodetik.

Meski terlihat sepele, perbedaannya sangat nyata. Seandainya tak ada efek relativistik, informasi GPS yang menyebut jarak ke SPBU atau tempat pengisian BBM adalah 0,8 km. Pada hari berikutnya, di titik yang sama, GPS akan menyebut jaraknya menjadi 5 mil atau 8 km! Terlebih dengan kian berjamurnyabarber shop(yang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pangkas rambut pada umumnya), ditambah dengan kian meluasnya paparan informasi mengenai 'gaya-hidup-untuk-menjadi-ganteng', maka wajar jika banyak laki-laki ingin turut tampil trendi dan kekinian.OOTD (Outfit Of The Day) di Instagram

Tak ada lagi nilai-nilai asketis (kesederhanaan, kejujuran, dan rela berkorban), hanya snob itu/Menurut teori Einstein, waktu dan ruang dapat mengalami perubahan dalam kecepatan cahaya.Jadi, seandainya suatu benda terbang dengan kecepatan 300 ribu km/detik, maka ruang bisa di perpendek, dan waktu bisa di perlambat. Atau Stephen Hawking dengan lubang cacingnyaatatan Akhir: Relevansi PemikiranMencari relevansi pemikiran Fredric Jameson dalam konteks masyarakat kita sekarang bukanlah perkara sulit. Lihatlah mereka para eksekutif muda yang bermalas-malasan saat kerja, atau kaum muda mudi yang tidak bersemangat saat harus membaca buku di bangku kuliah. Mereka lebih banyak waktu untuk menghabiskan waktu di diskotik dan pusat hiburan atau berbelanja di mall-mall dan pusat perbelanjaan atau pergi ke salon-salon kecantikan, tempat fitness, dan lain-lainnya. Pemikiran Jameson sangat relevan untuk melihat bagaimana mutasi budaya kapitalisme telah menciptakan apa yang disebut dengan masyarakat komoditas atau masyarakat konsumeris.

Masyarakat komoditas, kata Adorno, adalah masyarakat yang didalamnya berlangsung produksi barang-barang, bukan terutama untuk memenuhi kebutuhan, melainkan demi profit dan keuntungan. Oleh karena itulah akan lahir konsentrasi kapital yang luar biasa yang memungkinkan terselubungnya operasi pasar bebas demi keuntungan produksi massa yang dimonopoli dari barang-barang yang distandarisasi. Dalam masyarakat komoditas telah terjadi komodifikasi seluruh ruang kehidupan dan ranah kebudayaan (produk, tontonan, informasi, olahraga, pendidikan, moralitas, religiusitas, cinta dan harga diri), dan menjadi tonggak munculnya drama masyarakat yang lebih pelik dan angkuh, yakni masyarakat konsumer pasca modern (Idi Subandy Ibrahim, 1997: xiii-xlvii).

Masyarakat konsumer adalah masyarakat yang dikuasai oleh hasrat konsumsi yang yang digelar lewat program gaya hidup dan citra diri dan dikemas dalam paket-paket komersial, melalui media televisi, film, MTV, iklan, majalah populer, dan seterusnya. Masyarakat konsumer dikendalikan oleh hasrat pemujaan gaya hidup dan penampilan diri. Oleh karena itulah orang tidak perduli apakah hidup hanya sekali, yang penting bagaimana bisa tampil modis dantrendy. Dalam ruang seperti ini tidak ada kreatifitas kultural selain menghamba pada citraan-citraan yang disajikan lewat TV, seperti Indonesian Idol, AFI, program kecantikan, dan gaya hidup selebritis, sesuatu yang disebut Bre Redana sebagai budi daya kebodohan.

Masyarakat konsumer posmodern adalah masyarakat yang kehilangan, meminjam istilah Jameson, peta kognitifnya. Mulai dari pejabat pemerintah, politisi, hingga aktivis mahasiswa. Mereka larut dalam godaan budaya pop dan tenggelam dalam hingar-bingar kemewahan dan perayaan gaya hidup yang artifisial yang diciptakan menurut logika kapitalisme lanjut yang berdiri kokoh di atas perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

Menarik apa yang disinyalir mantan Ketua MPR Amien Rais dalam seminar mahasiswa akhir 2005 lalu bahwa gerakan mahasiswa pasca kejatuhan Soeharto telah berubah. Gerakan mahasiswa yang dulu bersemangat, kini seperti mati suri. Aksi demonstrasi yang dilakukan untuk kepentingan rakyat tak banyak digelar, dan mahasiswa lebih banyak dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme (Kompas,19-12-2005). Rupanya gejala ini juga paralel dengan kesimpulan Ariel Heryanto yang menyatakan secara parodis bahwa yang kini melumpuhkan aktivisme bukan semprotan gas air mata Brimob, tapi semprotan parfum Paris. Inilah manifestasi nyata jebakan-jebakan posmodernisme sebagai logika budaya kapitalisme lanjut. []

*Disampaikan dalam Diskusi Rutin Bidang PTK HMI Komisariat Muh. Iqbal tanggal 6 Desember 2012 di Gedung Insan Cita, Surakarta

Bahan Bacaan:F. Budi Hardiman,Melampaui Positivisme dan Modernitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2003

Ibrahim, Idi Subandi (ed.),Lifestyle Ecstacy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia dalam Idi Subandi Ibrahim (ed.),Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia,Penerbit Jalasutra, Yogyakarta & Bandung, 1997

Jameson, Fredric, Cognitive Mapping dalam Nelson, Cary & Grossberg, Lawrence (eds.),Marxisme and the Interpretation of Culture,MacMillan Education, London, 1988

Jameson, Fredric,Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism, Duke University Press Durham, 1991

Jameson, Fredric, Postmodernism and the Market, dalam Slavoj Zizek,Mapping Ideology,Verso, London-New York, 1994

Nalar kita terbelenggu oleh rujukan masa lalu yang senantiasa gagap akan perubahan zaman (kekinian), dan eksklusif di tengah-tengah pluralisme nilai dan budaya.Tahun 90-an merupakan tahun-tahun di mana belum banyak mainan modern dan kemajuan teknologi berkembang. Saat puasa begini, anak tahun 90-an punya kegiatan-kegiatan unik yang tentunya jauh dari campur tangan teknologi untuk meramaikan momen bulanramadan. Dari pantauan Bintang.com, kini, kegiatan-kegiatan yang pernah eksis di tahun segitu sudah mulai memudar.

Sebagai anak tahun 90-an yang mengalami masa-masa itu, tentu kamu rindu dong? Nih Bintang.com ulas momen-momen bulan ramadan yang kini sudah memudar. Selamat bernostalgia! :D

Buku ramadan

Buku ini dibagikan dari sekolah. Isinya tentang laporan pelaksanaan puasa, tadarus, salat tarawih, dan salat 5 waktu yang wajib ditandatangani oleh orangtua dan imam masjid tempat kamu salat tarawih. Sekarang, sudah jarang terlihat murid-murid SD yang mengantre untuk minta tanda tangan. :(

Buku ramadan (Via: kasamago.wordpress.com)

Perang sarung

Sengaja Bintang.com kasih videonya biar makin afdol. Hayo ngakuuu... Siapa yang pernah ikut meramaikan perang sarung di bulan ramadan? Anak zaman sekarang sih biasanya lebih anteng duduk di rumah main game console atau game online. :(

Pesantren kilat

Pesantren kilat ini merupakan kegiatan pendidikan kilat mengenai agama islam. Belajar agama seharian gitu deh. Biasanya yang mengadakan adalah sekolah atau remaja karang taruna di lingkungan rumahmu. Sayangnya, sekarang antusiasme pesantren kilat nggak seheboh di tahun 90-an. :(

Pesantren kilat (Via: sdkemurangwetan01.wordpress.com)

Petasan

Meski kerap menimbulkan banyak korban dan sudah dilarang oleh yang berwenang, tradisi main petasan nggak bisa lepas dari momen bulan ramadan. Bahayanya, main petasan di bulan ramadan dilakukan di jalanan. Kadang, korbannya orang-orang yang baru pulang salat tarawih. Kini, tradisi main petasan masih ada, namun sudah jarang ditemukan.

Main petasan (Via: qeon.co.id)

Jalan-jalan subuh

Jalan-jalan subuh biasanya dilakukan oleh remaja-remaja 90-an untuk ajang cari jodoh, hahaha. Hayo ngakuuu~

Jalan-jalan subuh (Via: armanalialfurqan.blogspot.com)

Rabu, 08 Okt 2014 06:50 WIB -http://mdn.biz.id/n/122050/- Dibaca: 217 kali

Demarkasi Kebutuhan dan Keinginan

DALAM pandangan ekonomi, kepuasan manusia tidak ada batasnya. Kepuasan yang tidak ada batasnya ini memotivasi manusia untuk meraih apa saja yang diingininya, namun sumber daya alam dan kemampuan manusia terbatas. Jika manusia menuntut segala kebutuhannya dipenuhi sekarang, tidak semua bisa dipenuhi, karenanya manusia diminta menggunakan etika dan logika (akal) untuk mengembangkan skala prioritas kebutuhan.

Skala prioritas secara sederhana ialah adanya pemenuhan kebutuhan berdasarkan skala kepentingan baik berdasarkan waktu (butuh sekarang atau tidak), tingkatan kebutuhan (primer, sekunder dan tersier) maupun skala logika (bermanfaat atau tidak). Skala prioritas ini diharapkan menuntun manusia untuk meraih segala kebutuhan dan kepentingannya tidak secara semrawut, asal-asalan dan tanpa perhitungan matang secara ekonomi maupun etika.

Dalam pemenuhan skala kebutuhan manusia yang dalam kekinian semakin kompleks, yang perlu ditegaskan ialah menarik demarkasi (pemisah) antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan lebih berorientasi kepada tuntutan-tuntutan (demands) baik untuk hidup, menyambung hidup maupun untuk meraih tujuan hidup yang bersifat alamiah. Sedangkan keinginan lebih bersandarkan kepada keinginan-keinginan (dorongan naluri) yang umumnya didorong faktor internal dan eksternal bersifat subjek.

Pemilahan antara sebuah kebutuhan dan keinginan dalam perspektif kekinian sangat urgen diketengahkan. Seiring kemajuan peradaban yang berkelindan dengan semakin kompleks dan banyaknya kebutuhan manusia kekinian, globalisasi dengan segala kemajuan dan perkembangannya yang cepat, instan dan dalam penetrasinya, banyak memberikan semarak dalam kebutuhan dan keinginan manusia.

Hasil kemajuan teknologi mulai dari handphone, laptop, tablet dan jenis lainnya pada hakikatnya hanya berfungsi satu yaitu sebagai alat komunikasi. Kehadiran teknologi ini juga berkelindan dengan munculnya media-media sosial seperti Facebook, Twitter, e-mail dan jenis dengan variasi dan keunikan tersendiri yang juga pada hakikatnya berawal dari keinginan berkomunikasi.

Penegasan KebutuhanDalam menghadapi tuntutan zaman dan perkembangan dalam kehidupan manusia, penegasan demarkasi antara kebutuhan dan keinginan merupakan sebuah keniscyaan. Jika manusia menggunakan skala kebutuhan dalam menentukan mana yang akan dibeli, digunakan, dia akan menuju pada keseimbangan kehidupan, pencapaian taraf kehidupan yang normal. Sedangkan jika manusia menggunakan skala keinginan dalam menentukan apa saja yang akan dibeli maka dia akan terjebak dalam hedonisme, konsumtif dan eksploitasi besar-besaran untuk memenuhi keinginan-keinginan yang dibalut sampul kebutuhan.

Contoh sederhana dalam penggunaan handphone yang saat ini lebih pada pendekatan keinginan untuk memenuhinya. Dalam kekinian tidak jarang setiap orang memiliki handphone dua-tiga buah, belum termasuk tablet dan jenis lainnya. Secara logika kebutuhan, memiliki satu buah handphone sesungguhnya sudah cukup, namun seiring dengan gaya hidup yang terdorong kemajuan teknologi dan budaya baru lewat arus globalisasi maka memiliki satu handphone dianggap tidak zaman dan gaul.

Dampaknya, Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar menjadi tempat penjualan handphone paling strategis dan menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan asing. Diperkirakan hampir triliunan rupiah uang rakyat Indonesia hanya untuk membeli handphone, sebuah ciri masyarakat konsumtif. Hal ini belum termasuk dorongan-dorongan fitur-fitur yang selalu update dan berubah, yang jika menggunakan skala keinginan mendorong untuk gonta-ganti handphone dalam hitungan bulan. Bisa dihitung berapa biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk memenuhi alat komunikasi. Belum pada bentuk-bentuk lain seperti pakaian, sepatu dan sebagainya.

Umumnya yang terjebak dalam absurditas kekacauan ini kalangan remaja usia sekolah maupun mahasiswa. Dorongan ingin dilihat gaul, keren dan hebat yang sesungguhnya subjektif belaka menjadikan manusia kian hedonis dan terangsang untuk memiliki apa pun yang diingininya.

Dorongan untuk menyerupai (imitasi) merupakan faktor penting di balik hedonisme kekinian. Superioritas budaya barat masih menguat dalam benak masyarakat khususnya kalangan remaja, sehingga apa pun yang digunakan dilihat dari budaya barat. Misalnya dalam hal pakaian, penulis pernah bertanya pada seorang wanita yang pakaiannya super seksi, keren, modis dan sebagainya. Alasan utamanya ialah karena memang zamannya seperti ini, orang-orang luar negeri sudah gini masak kita ketinggalan zaman. Tidak heran muncul gaya-gaya kehidupan ala barat di Indonesia yang sesungguhnya bukan budaya asli negeri ini.

Di tengah gemerlapnya godaan era modernitas sekarang, sesungguhnya yang harus dipertanyakan adalah apakah itu kebutuhan atau hanya keinginan? Jika kebutuhan, maka ambil dan penuhi. Jika hanya keinginan dan sesaat, maka perlu pertimbangan rasional yang jernih dan cerdas sebelum memilihnya.

Ironisnya, untuk memenuhi keinginan adong hepeng, lot kepeng (artinya, ada uang), namun untuk membeli kebutuhan sedikit tersungut- sungut. Penulis teringat ungkapan seorang teman, "Masa mahasiswa beli baju baru sekali sebulan ada, beli paket BBM ada, beli buku minta ampun". Ini contoh sederhana yang menegaskan pentingnya pemilahan antara kebutuhan dan keinginan.

Mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih. Demikian peribahasa sunda yang penulis baca di salah satu sudut pusat perbelanjaan di kota Bandung. Bila diartikan paribasa tersebut, yakni jika tidak berusaha maka tidak ada hasil yang didapat".Peribahasa sebagai salah satu khazanah budaya nusantara, memang dikenal penuh akan nasihat bijak. Lazimnya suatu peribahasa dimuat di dalam sebuah buku. Namun kali ini berbeda, penulis membacanya pada sebuah kaus yang dipakai oleh salah seorang pengunjung pusat perbelanjaan tersebut.Orang itu berjalan denganpededi tengah hilir mudik pengunjung perbelanjaan yang tampak mengenakan pakaian bermerk asing. Tidak sedikit pengunjung yang membaca kaus yang dikenakan orang tersebut. Hal ini cukup menggugah pemikiran penulis untuk berbagi gagasan. Terlebih wacana kekinian yang tengah mengeruak adalah terkikisnya geliat generasi muda indonesia untuk meminati budaya nusantara. Apalagi bila ditambah dengan ekspansi budaya asing ke negeri ini semisal K-Pop (Korea) dan J-Stye (Jepang).Rupanya proses mengaktualisasikan budaya nusantara dalam media kaus bukan hanya sebatas peribahasa. Marak pula pengenalan gambar baju tradisional, makanan daerah, dan rumah tradisional yang tertera dalam media kaus. Konsumennya pun cenderung anak-anak muda yang khas akan ekspresivitas.Kaus peribahasa sunda tersebut setidaknya merupakan contoh kecil proses mengaktualisasikan khazanah budaya nusantara pada generasi muda. Tanpa menghilangkan esensi budaya tersebut, para pegiat usaha kreatif mengemas budaya nusantara ke dalam berbagai materi yang sangat erat dengan kehidupan generasi muda.Dalam hal ini, dapat kita tarik simpulan bahwa industri kreatif sebagai gerbang pegiat usaha muda, sangat berpotensi mengaktualisasikan budaya nusantara. Sebab, sejatinya terdapat dua hal yang mengakibatkan suatu budaya akan punah. Pertama, ketika budaya tersebut tidak dikenal dan dipraktikkan oleh masyarakatnya. Kedua, ketika budaya tersebut tidak diwariskan dan diajarkan bagi generasi selanjutnya.Kementerian Perdagangan Indonesia (Kemendagri) menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Secara klasifikasi, pemerintah telah mengidentifikasi lingkup industri kreatif mencakup 14 subsektor, antara lain industri kerajinan, perangkat lunak (software), pasar barang seni, busana, periklanan, desain, animasi, film, video dan fotografi, permainan interaktif, serta musik.Khusus bagi Jawa Barat misalnya, industri kreatif cukup bergeliat. Berdasarkan catatan tahun 2012, sektor industri kreatif ini mampu menyumbang 7,8 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang nilainya sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar sebesar 946,9 triliun rupiah.Geliat industri kreatif tersebut, setidaknya dapat menjadi potensi mengenalkan budaya nusantara pada kancah nasional maupun global. Taruhlah bila seorang pengiat industri kreatif membuat animasi jaipongan untuk selanjutnya ditayangkan negar dia lain. Atau seorang pegiat industri kreatif lainnya membuat permainan interaktif bagi anak yang di dalamnya memuat tentang pengetahuan berbagai makanan dan alat musik khas Jawa Barat.Kreativitas dan upaya pemerintahKekinian, pemerintah marak membuka ruang bagi masyarakat untuk berkecimpung dalam dunia usaha kreatif. Di tataran pendidikan tinggi misalnya, terdapat program semisal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang menampung wadah kreativitas mahasiswa untuk membuka usaha. Meskipun begitu, strategi yang perlu dibangun oleh pemerintah adalah mengarahkan pada peminat usaha agar ketika membuka usaha, bukan semata untuk mencari sukses. Dalam hal ini dibutuhkan pemahaman seputar upaya-upaya mengaktualisasikan budaya nusantara melalui sektor industri.Apalagi bila menilik realitas bahwa pegiat usaha industri kreatif cenderung berusia muda yang khas akan gelora dan kreativitas. Tentunya sangat strategis untuk mengembangkan kreativitas dalam pengaktualisasian budaya. Hanya saja, semangat dan kreatifitas yang terdapat dalam industri kreatif tersebut harus didorong oleh regulasi dari pemerintah.Saat ini saja misalnya, kita sangat mudah melihat barang dagangan yang berasal dari Cina di setiap pusat perbelanjaan. Mulai dari makanan, minuman, hingga produk busana sekalipun. Atau pula musik dariboybanddangirlbandKorea yang tidak asing dalam telinga masyarakat Indonesia. Sementara video Gangnam Style dan Harlem Shake mampu membius anak-anak untuk berdendang. Ketika pemerintah hanya membiarkan kepada pasar, maka tentu akan terjadi persaingan yang tidak berimbang antara pegiat industri kreatif yang baru berkembang dengan industri asing.Maka wajar bila hal demikian terjadi, para pegiat industri kreatif bisa saja justru terjebak pada komoditas pasar. Ketimbang melestarikan budaya nusantara melalui produk kreatifnya, para pegiat usaha justru menjadi wadah bagi komoditas budaya asing dalam proses pengaktualisasian. Akibatnya, masyarakat akan semakin magis seputar pengetahuannya terhadap budaya nusantara.Bukan tidak mungkin bila budaya nusantara kelak diasosiasikan sebagai budaya yangheubeul. Segala bentuk khazanah budaya nusantara semisal alat musik tradisional, pakaian, tarian hingga makanan khas daerah akan menjadi butiran debu semata.Setidaknya ketakutan tersebut masih sebatas imaji selama masih ada masyarakat yang terus berinovasi dan kreatif dalam mengaktualisasikan budaya nusantara. Sejatinya industri kreatif bukan semata mencari untung atau membuka lapangan pekerjaan.Melainkan pula dapat mengaktualisasikan budaya nusantara agar tetap lestari melalui gelora usaha nan progresif.Ilusi Kekinian

agenda diskusi KOPHILOSOPHIA 18 Juli 2012

Waktu yang dihayati sebagai yang linear akan menggerombolkan kata-kata setidaknya menjadi dua kubu yaitu lampau, dulu, kemarin, tadi, yang dapat dipisahkan secara ekstrem dengan besok, nanti, atau masa depan.

Manusia modern, yang gandrung dengan cita-cita, ambisi, doa, efektif dan efisien(untuk tidak menyebutnya kuasa, hasrat, daya, mekanis dan rasional), seperti layaknya manusia pada masa peralihan dari kegelapan menuju terang, atau seperti memasuki masa perang dunia I dan II, membuat berbagai mitos penenangan untuk menaklukkan waktu. Yang lalu dianggap tidak lebih baik dari yang kini, yang nanti harus lebih baik dari yang sekarang. Pemangkatan percepatan seperti ini sepertinya sudah menjadi penyedap rasa wajib: tidak gurih tidak berasa, tidak bergerak tidak hidup. Kamu kan bukan batu, begitu sindir Iwan Fals agar segera mendapat jawaban, iya atau tidak, itu saja. Pelajarannya: cinta pun bisa sangat memaksa. Jalur cepat, jalur lambat, slow down, cooling down, adalah seperti ritual sebelum semuanya kembali kepada percepatan yang nyaris tidak mungkin.

Yang terberat adalah mengurai bombardir ilusi kekinian: kini yang mampu mengikat yang dulu dan sekaligus dengan serta merta meraih yang nanti.tidak hanya trainer, pemikir pun selalu terjebak di dalam ilusi ini.

Terminologi hadir, sein, mengada, otentik, jika merujuk pada terminologi filsafat, yang kedalaman dan keluasannya harus dipahami dengan ketekunan dan kecermatan penghayatan terlebih dulu, bisa jadi hanya pemanis bibir sebelum tubuh yang satu kembali lintang pukang berjibaku kanan kiri.

Waktu timur yang siklis pun perlu dicurigai, apalagi kalau ia dipanggil dari jauh, seperti India, Cina, dan Jepang, semata hanya sebagai sebuah kata. Impor berbagai hal termasuk terminologi seperti ini, tanpa disertainya dengan adanya upaya untuk mengkaji lebih dalam konteks dan kesejarahan pemikiran tersebut hanya akan menjadi tambal sulam yang semakin carut marut. Moksa, reinkarnasi, atau versi modifikasi dari Nietzsche (1844 1900): eternal return yang ia adaptasi dari sosok Zoroaster, nabi Persia hidup sekitar 1100 500 SM, untuk menyebut beberapa. Konsep waktu yang seolah milik diri atau budaya sendiri pun pastinya memang harus lebih tajam dikritisi. Bukannya malah terbuka, tapi jadi berkaca mata kuda. Nyata atau maya, atau nyata yang maya, atau maya yang nyata. Atau maya pada, atau pada maya? Haha. Mana satu yang tiada?

Setidaknya, yang bisa kita lakukan adalah menelisik ulang tumpah tindih berbagai elemen biografis yang melibatkan pengalaman pribadi masing-masing, untuk perlu nantinya memberi batas apakah ilusi kekinian ini bekerja dengan mekanismenya yang dapat diindrai atau dinalar, atau justru tidak. Jadi biarkan sajalah. Di kini yang mana kita hadir? Karena toh yang kini ini selalu melintas sebagai hanya sekedar yang menjelang tadi. Lintasan waktu kita yang selalu kritis inipun masih bisa dibentangkan, walau waktu tak pernah bisa ditaklukkan, kalau kita mau percaya bahwa diskusi ada gunanya.

Termakankah kita oleh buaian ilusi kekinian, yang bisa jadi kita juga penjual dan kita juga pembelinya? Dari mana titik pandang yang paling bijak? atau memang tidak perlu?In Cold Blood - Truman Capote

Pada tahun 1966, Truman Capote, penulis Amerika, menciptakan genre baru dalam sastra, yaitu novel non-fiksi. Capote menulis buku berjudul In Cold Blood, sebuah cerita kriminal yang diambil dari kisah nyata. Genre ini sekarang sudah semakin populer. Apabila Anda sering membaca Reader's Digest atau Intisari, kerap kali kita temukan cerita kriminal atau cerita detektif non-fiksi yang ditulis dengan gaya bertutur sebuah plot sastra.

In Cold Blood bercerita tentang kejadian nyata pembunuhan brutal keluarga petani kaya Clutter di Kansas. Sang ayah, Herbert Clutter, dibunuh dengan kepala nyaris putus oleh belati. Istrinya, Bonnie, dan kedua anak remajanya, Nancy dan Kenyon, ditembak di kepala dengan senapan laras panjang dalam jarak dekat. Tidak ada saksi, tidak ada tanda-tanda pencurian, tidak ada motif. Hampir sebuah kejahatan yang sempurna.

Pembunuhnya adalah dua orang mantan narapidana bernama Dick dan Perry. Kedua orang itu berniat merampok keluarga Clutter dengan tidak meninggalkan seorang saksipun hidup-hidup. Ternyata Herb Clutter tidak menyimpan banyak uang di rumahnya. Alhasil, segala pembunuhan dan perampokan sadis itu terjadi hanya untuk 42 Dollar yang mereka temukan di penjuru rumah.

Novel ini bukanlah novel kriminal seperti biasanya. Novel ini tidak seperti novel Agatha Christie maupun Arthur Conan Doyle, yang selalu membuat kita bertanya-tanya bagaimana penyelesaian cerdas dari sebuah cerita kriminal. Novel ini bukan tentang siapa yang melakukan, atau bagaimana mereka melakukannya. Novel ini adalah novel psikologi yang efektif mengenai bagaimana sesungguhnya patologi kriminal bekerja.

Emosi pembaca dibawa terombang-ambing dengan mengikuti perjalanan sang pembunuh, Dick dan Perry. Mereka melakukan perjalanan yang emosional ke Kansas, Texas, Mexico, dan Florida, dimana mereka tertangkap. Capote mengikuti kisah mereka dari pembunuhan berawal tanpa petunjuk, hingga akhirnya mereka tewas dihukum gantung di Kansas. Bahkan beberapa kali Capote mewawancarai Perry secara langsung.

Perry adalah pembunuh berbadan kecil yang perasa dan perenung, dengan masa kecil yang sangat suram. Dick adalah pria rupawan yang licik dan bermulut besar, terjerumus ke dalam kriminalitas karena kenakalan remaja. Dalam tahap tertentu, kita lupa akan pembunuhan sadis, dan simpatik akan kondisi mereka. Dan yang paling luar biasa dari novel ini adalah, kita harus mengingat bahwa ini adalah kejadian nyata. Kejadian nyata kadang lebih aneh dari fiksi.

Truman Capote telah melahirkan bentuk sastra baru yang luar biasa. Bentuk sastra yang membuat kita berpikir ulang melihat dunia ini.The Catcher In The Rye - J.D. Salinger

Saya terganggu sekali dengan buku ini. Ini buku yang sama sekali tidak membuat saya semakin semangat membaca, malah menyurutkannya. Bahkan kadang-kadang emosi saya naik tidak jelas terhadap buku ini maupun pengarangnya.

The Catcher In The Rye adalah buku yang sangat populer di Amerika Serikat. Majalah Time mengategorikannya sebagai salah satu dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik. Efek dari buku ini lebih mencengangkan lagi. Tokoh dalam buku ini, Holden Caulfield, dianggap sebagai pahlawan generasi muda menantang kemapanan. Bahkan seorang Mark David Chapman di tahun 1980 membunuh John Lennon setelah membaca buku ini dan menemukan kesadaran baru. Begitu pula seorang John Hinckley Jr. yang mencoba melakukan pembunuhan terhadap presiden AS Ronald Reagan. Juga beberapa pembunuhan lain. Apakah ini buku setan?

Novel yang ditulis tahun 1951 ini sebenarnya adalah buku remaja. Tokohnya, Holden Caulfield, adalah remaja usia 16 tahun yang pemarah dan emosional. Holden baru saja dikeluarkan dari sekolahnya karena nilainya yang rendah. Dia menganggap semua tentang sekolah dan teman-temannya adalah kepalsuan.

Dia pergi dari sekolahnya, tapi tidak menuju rumahnya. Dia pergi menuju sebuah hotel di New York, dan mencoba menggoda seorang pelacur. Ketika pelacur itu datang untuk melayaninya, Holden berubah pikiran dengan bermaksud hanya mengobrol saja dengan pelacur itu. Pelacur itu meminta uang lebih, tapi Holden menolak. Holden akhirnya babak belur dipukuli oleh germo pelacur tersebut.

Holden akhirnya berkeliling kota tidak jelas, sendirian, dan seringkali mabuk. Dia menemui mantan guru bahasanya, Pak Antolini yang sangat dihormatinya. Pak Antolini memberi nasihat-nasihat yang berguna dan Holden hanya mendengarkan dia sebagai orang yang dihargai. Holden sangat nyaman berada bersama Pak Antolini. Namun pada akhirnya dia pergi dengan marah-marah setelah Pak Antolini berusaha melakukan pelecehan seksual terhadapnya.

Holden adalah anak muda yang sangat terganggu. Dia muak dengan lingkungannya, dia muak dengan keluarganya, dia muak dengan sekolahnya, dia muak dengan segalanya. Dia membenci semuanya. Segala hal yang dipercayanya pun menjadi suram. Dia analah anak muda yang kehilangan kepercayaannya terhadap hidupnya dan dunianya. Holden Caulfield adalah seorang antisosial. Dia mengritik siapa saja. Dia marah kepada siapa saja.

Hal ini adalah wajar, mengingat dia baru berusia 16 tahun. Masa remaja adalah masa yang berapi-api, kata Rhoma Irama. Tapi Holden adalah remaja yang mengira bahwa dunia belum dewasa ketika dia sendiri bertingkah seperti belum dewasa. Dia kehilangan nilai-nilai, dan hal ini membuat dia kehilangan tujuan hidup. Tak ada optimisme dalam novel ini, sepanjang yang saya baca. Ini adalah alienasi dari masyarakat modern yang muncul begitu dini. Itu mungkin menjelaskan bagaimana Holden Caulfield menjadi idola remaja bermasalah (dan pembunuh), mereka merasakan hal yang sama dengan Holden: alienasi. Kemuakan pada nilai-nilai kapitalisme yang memperbudak murid-murid sekolah dan remaja.

Dalam novel ini diceritakan mengenai tindakan kekerasan dan kata-kata kasar, sehingga saya rasa akan menimbulkan kontroversi apabila dibaca pembaca remaja. Saya kurang nyaman membaca novel ini. Tapi menurut saya, buku yang bagus adalah buku yang mengganggu. Buku ini tidak membuat saya tidur, melainkan membuat saya mengernyitkan dahi. Bukan favorit, tapi saya beruntung telah membacanya.Suatu saat, di sebuah toko buku di sebuah pertokoan di daerah Pejaten, Jakarta, saya menemukan buku-buku klasik berbahasa Inggris dengan harga hanya Rp 30.000 saja. Tentu saja saya merasa girang bukan kepalang. Semuanya dipatok dengan harga yang sama, baik buku Leo Tolstoy, Charles Dickens, William M. Thackeray, Jane Austen, maupun penulis besar lainnya. Tidak mau merasa rugi (meski kalau dipikir lagi, agak naif logika saya waktu itu), saya memilih buku yang paling tebal. Buku yang paling tebal disitu adalah Anna Karenina karya Leo Tolstoy, yang ternyata saya sudah punya dan baca edisi bahasa Indonesianya. Saya mencari yang paling tebal kedua setelah Anna Karenina, menemukan buku Moby Dick karya Herman Melville.

Sejak dulu saya ingin membaca buku ini, tapi belum ada terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Buku setebal itu tentunya saya bayangkan akan menemani saya dalam perjalanan yang sering saya lakukan, sehingga terasa lebih asyik, ringan, dan cepat. Lagipula, Moby Dick termasuk ke dalam 100 novel terbaik sepanjang masa, dimana saya mempunyai ambisi terpendam untuk membaca semuanya.

Ternyata belakangan saya merasa salah memilih buku. Buku Moby Dick sangat sulit dibaca, apalagi dengan kemampuan bahasa Inggris saya yang pas-pasan. Buku ini sangat aneh dan memiliki struktur yang asing. Belum pernah saya membaca buku seperti tulisan Herman Melville ini. Alhasil, saya menghabiskan waktu hampir dua bulan untuk menghabiskan dan mencernanya.

Harus diingat, saya hanya sempat membaca di perjalanan, baik di kereta listrik maupun di lobi bandara. Sehari mungkin hanya bisa membaca 5-10 halaman, ditambah dengan kesulitan bahasa Inggris saya, jadi kadang lebih lambat lagi saya membacanya. Kadang setelah membaca beberapa halaman, saya balik lagi, membaca ulang, demi memahami apa yang sebenarnya tersirat dari kata-kata penulisnya. Sekarang setelah selesai membacanya, buku ini sudah tidak berbentuk, kucel dan keriting. Alih-alih merasa asyik dan terhibur, saya selalu mengernyitkan dahi ketika dalam perjalanan sambil membaca buku ini. Berat sekali. Tapi tak apalah, kepuasan menyelesaikan sebuah buku sungguh tiada tara rasanya.

Buku Moby Dick menurut saya 10 kali lebih rumit dari The Name of The Rose-nya Umberto Eco. Ditambah lagi kenyataan bahwa Herman Melville adalah seorang ahli bahasa Inggris dan pendalam filsafat. Buku ini sulit dimengerti, terutama juga karena Herman Melville sendiri tidak berusaha keras untuk dimengerti oleh pembacanya. Dia tidak mengharap sembarang orang bisa menikmati bukunya. Namun setelah selesai membacanya, saya menjadi mengerti bahwa kerumitan dari buku ini adalah sebuah berkah. Setelah lama membaca dan mempelajari, saya semakin mengagumi buku Moby Dick ini sebagai sebuah buku yang hebat dengan tema yang luar biasa. Buku ini bercerita tentang perburuan seekor ikan paus, sementara buku ini sendiri bisa dianggap sebuah karya 'ikan paus' dari segi kebesarannya.

Melville seakan sedang terlibat dalam sebuah proyek mahakarya yang menggambarkan segalanya dalam sebuah buku fiksi, dan dia berhasil. Hasilnya adalah buku setebal 469 halaman dengan 135 bab yang menggambarkan perburuan ikan paus putih yang dijuluki Moby Dick, dimana si Moby Dick itu sendiri hanya muncul pada tiga bab terakhir. Jelas ini bukanlah sebuah novel laga, karena ada 132 bab lain yang tidak terkait dengan pertempuran melawan Moby Dick. Anda yang bermaksud membacanya untuk mencari aksi laga pertempuran melawan ikan paus raksasa yang buas Moby Dick, sebaiknya melupakannya.

Novel ini dimulai dengan kalimat pembuka yang sangat terkenal, yaitu, "Call me Ishmael." Narator dalam novel ini adalah Ishmael. Dia adalah seorang anak muda (yang ternyata digambarkan sebagai orang yang mempunyai referensi luar biasa) yang ingin ikut dalam sebuah kapal pemburu ikan paus. Pada masa itu, abad 19, minyak ikan paus adalah sumber energi utama karena minyak fosil belum banyak digunakan. Dia berteman dengan seorang pagan barbar yang kanibal bernama Queequeg, seorang penembak harpoon. Berdua mereka bergabung dengan kapal Pequod, yang berangkat dari Nantucket, yang dikomandoi oleh kapten Ahab, seorang tiran yang obsesif.

Kapten Ahab mempunyai dendam membara untuk membunuh ikan paus putih raksasa yang dijuluki Moby Dick. Ahab hanya mempunyai satu kaki, karena dalam perburuan sebelumnya Moby Dick merampas sebelah kakinya. Dibakar oleh kesumat, dia mengarahkan semua kru kapalnya untuk mengejar Moby Dick sampai ke ujung dunia dan membunuhnya. Kapal Pequod tak akan kembali sebelum berhasil membunuh Moby Dick, meskipun pada akhirnya Pequod memang tak pernah kembali ke Nantucket.

Yang aneh dari novel ini adalah, bahwa sang narator, Ishmael, dalam buku ini semakin dalam semakin menghilang perannya. Buku ini lebih mirip sebuah jurnal daripada sebuah novel, menggambarkan catatan perjalanan kru pelaut. Tapi bukan hanya itu, buku ini juga kadang menjadi buku yang sangat ilmiah, dengan pembahasanCetology(ilmu tentang ikan paus) yang rinci. Pada suatu titik tertentu, buku ini berubah menjadi panduan yang detail tentang bagaimana cara berlayar dan berburu ikan paus. Kadang secara tak terduga penulis membawa kita ke perdebatan filsafat yang dalam dan pembahasan agama dan mitos-mitos. Dalam beberapa bagian tertentu, seolah buku ini berubah menjadi dramaShakespearean. Bahkan buku ini juga dalam beberapa sudutnya berubah menjadi sebuah buku puisi.

Ini adalah proyek besar Melville, dimana dia menggabungkan fiksi, biologi, puisi, drama Shakespeare, perdebatan filosofi, dan panduan menangkap ikan dalam satu buku. Proyek sebesar ini memerlukan stamina luar biasa dan kekayaan referensi seluas lautan itu sendiri. Melville menulis seakan dia berada di kapal itu ikut berburu ikan paus. Tapi dalam waktu yang sama, dia juga menulis seolah dia sedang melakukan perenungan yang dalam di sebuah perpustakaan ilmu. Dia bisa menjadi keduanya dengan sangat magis.

Herman Melville tak pernah mendapatkan gelar sarjana. Dia menulis tentang perburuan ikan paus karena dia memang pernah menjadi kru sebuah kapal pemburu ikan paus selama 14 bulan. Tapi dia adalah pembaca yang luar biasa. Dia seorang otodidak. Dia mempelajari segalanya sendirian, dari hasil pengamatannya dan membaca buku yang sangat banyak. Dalam novel ini (tidak seperti novel lain yang melulu fiksi) dia mengutip dan menceritakan pemikiran banyak sumber. Bible, Shakespeare, Milton, Sir Thomas Browne, Jefferson, William Scoresby, Champollion, John Locke, Immanuel Kant, dan masih banyak lagi. Dia juga membuat terobosan baru dalam dunia intelektual, yaitu dalam bab 32 tentangcetology, dimana dia mengklasifikasikan ikan paus ke dalam 3 kelas, Ikan PausFolio(terdiri dariSperm Whale,Right Whale,Fin Back Whale,Hump-backed Whale,Razor Back WhaledanSulphur Bottom Whale), Ikan PausOctavo(terdiri dariGrampus,Black Fish,Narwhale,Trasher, danKiller Whale), dan Ikan PausDuodecimo(terdiri dari Lumba-LumbaHuzza, Lumba-LumbaAlgerine, dan Lumba-Lumba Bermulut Penuh). Melville membahas mengenai anatomi seekor ikan paus, dari paru-parunya, matanya, semburannya (spout), ekornya, tulang belakangnya, dan semuanya secara detail. Seakan Melville sedang menerbitkan sebuah karya ilmiah dalam sebuah novel. Novel seperti ini, untuk itu, adalah novel besar yang aneh dan susah dikategorikan. Ini adalah potret sebuah kekayaan pemikiran.

Melville sendiri menghabiskan satu tahun untuk menulis buku ini. Anda bisa bayangkan betapa luasnya referensi Herman Melville, betapa banyak dia telah membaca buku filsafat, buku drama, buku puisi, buku agama, dan bukuzoology. Sebuah energi yang dahsyat yang diperlukan Melville dalam menulis buku ini kalimat per kalimat. Seandainya dia hidup di jaman sekarang, dimana informasi dapat diperoleh dengan mudah memakai internet, mungkin dia akan menjadi raja pengetahuan.

Ini bukan buku yang mudah yang pernah saya baca. Bahkan untuk orang Amerika sendiri, buku ini sempat dianggap tidak berarti. Itu mengapa saya kira kita belum menemukan terjemahan buku ini dalam bahasa Indonesia. Buku ini terlalu susah untuk diterjemahkan, juga sulit dicerna oleh pembaca. Tapi saya beruntung telah membacanya. Setelah membaca buku ini, saya seperti telah melangkah melewati batas pemikiran yang selama ini ada sebagai konvensi. Sekali lagi, buku ini membuat saya kagum luar biasa. Saya telah membacanya. Seperti Yunus, saya membiarkan diri saya ditelan oleh ikan paus, dan kembali dengan selamat. Anda berani? . The Satanic Verses by Salman Rushdie

Mungkin salah satu buku paling kontroversial yang pernah ditulis, setelah rilis di akhir tahun 80-an The Satanic Verses menyebabkan kegemparan besar di dunia Islam. Banyak yang percaya bahwa novel keempat Rushdie sangat menghujat, misalnya dia sebut Nabi Muhammad sebagai Mahound. Sebuah fatwa yang dikeluarkan terhadap penulis oleh pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khomeini. Hadiah 1 juta dollar telah diajukan kepada siapa saja yang membunuh Rushdie dan 3 juta dollar jika pembunuhnya adalah warga Iran. Negara-negara lain segera ikut dalam kehebohan ini. Venezuela melarang buku tersebut dan mengancam 15 bulan penjara kepada siapapun yang membacanya. Sementara di Jepang, seorang penerjemah yang terlibat dengan buku tersebut ditikam sampai mati. Beberapa negara lain, termasuk Amerika, mengambil buku dari rak-rak toko buku mereka. Rushdie hidup bersembunyi selama satu dekade karena takut. Meskipun begitu, buku ini masih terdaftar untuk Booker Prize pada tahun 1988.

2. American Psycho by Bret Easton Ellis

Sebuah novel satir yang keluar pada tahun 1991 menyoroti sifat lelucon dari yuppies di Amerika. Kisahnya diceritakan melalui seorang protagonis Patrick Bateman, seorang yuppie gila yang menjadi pembunuh berantai. Dalam beberapa kali novel ini telah diberi label sebagai "salah satu novel kunci dari abad terakhir," tetapi ketika dirilis membuat kontroversi besar karena tingkat ekstrem kekerasan grafis dan penyiksaan seksual. Penulis menerima surat kebencian dan ancaman kematian. Buku ini masih tidak dapat dibeli oleh orang berusia dibawah 18 tahun di beberapa negara.

3. The Da Vinci Code by Dan Brown

Buku lain yang kontroversial yang berkaitan dengan keagamaan, kali ini terhadap iman Kristen. Cerita ini berkisah tentang tokoh-tokoh yang menemukan rahasia gelap yang disembunyikan oleh Gereja Katolik selama berabad-abad, yang menyoroti keilahian Kristus. Buku (dan film) ini telah menjadi sangat populer tetapi juga memperoleh kontroversi atas deskripsi akurat tentang sejarah, geografi, seni dan arsitektur. penulis lain bahkan menggugat Dan Brown untuk plagiarisme.

4. Lolita by Vladimir Nabokov

Jika karakter utama Anda adalah seorang pedofilia, maka Anda segera akan menjadi kontroversial dimana-mana. Tidak mengherankan bahwa novel Nabokov's mendapat kontroversi seperti pada tahun 1955 ketika pertama kali diterbitkan di Perancis. Sang pedofil yaitu Humbert Humbert, yang memiliki obsesi tertentu dengan seorang gadis berusia 12 tahun bernama Dolores Haze. Buku ini dilarang di Perancis, Inggris, Selandia Baru, Afrika Selatan dan Argentina. Anehnya, meskipun begitu, buku ini sukses besar di Amerika, di mana terjual 100.000 eksemplar dalam tiga minggu pertama.

5. Adventures of Huckleberry Finn by Mark Twain

Buku ini merupakan salah satu buku yang paling menantang sepanjang masa, khususnya di Amerika Serikat. Buku ini telah dilarang dari perpustakaan di seluruh negeri maupun dihapus dari kurikulum sekolah. Buku ini juga ada dalam daftar American Library Associations Most Frequently Challenged Books. Alasan untuk semua ini adalah karena bahasa rasial yang digunakan dalam buku ini. Sebagai contoh, kata "negro" muncul dalam buku ini lebih dari 200 kali.

6. The Chocolate War by Robert Cormier

Chocolate War ditulis untuk remaja dan dewasa muda. Tetapi begitu orang tua menyadari apa isi dari halaman-halaman buku tersebut, maka mareka protes dan meminta buku tersebut dilarang edar. Dirilis pada tahun 1974 novel ini berisi kekerasan, kata-kata makian dan adegan masturbasi. Buku ini masih dilarang di perpustakaan dan toko-toko di seluruh dunia sampai hari ini, dan Anda tidak akan menemukannya di sekolah.

7. The Harry Potter series by JK Rowling

Disamping keberhasilan global yang menakjubkan dari serial Harry Potter di kalangan anak-anak dan para pembaca dewasa, masih ada sejumlah besar kontroversi seputar buku ini. Para orang-orang fanatik di seluruh dunia menyebutkan bahwa seri Harry Potter mempromosikan Satanisme. Statistik diungkapkan oleh para ilmuwan pustakawan mengungkapkan bahwa lebih dari 3.000 upaya dan laporan telah dilakukan antara tahun 2000 dan 2005 untuk meminta buku-buku tersebut dilarang di AS.

8. The Wasp Factory by Iain Banks

Ketika The Wasp Factory keluar pada tahun 1984, itu adalah novel pertama Iain Banks, seorang penulis asal Skotlandia. Novel tebal ini datang dengan kontroversi karena isinya yang mengandung materi kekerasan. Ditulis dalam gaya kata ganti orang pertama, kisah ini diceritakan melalui pikiran sadis karakter protagonis Frank Cauldhame yang berumur 16 tahun. Karakter ini menggambarkan masa kecil yang meresahkan dimana dia menyiksa binatang dan membunuh 3 anak. Pikirkan bagaimana Frank dalam tahun-tahun awal hidupnya.

9. The Catcher in the Rye by J.D. Salinger

Digambarkan oleh banyak orang sebagai salah satu novel terbesar yang pernah ditulis dan dimasukkan dalam daftar Time Magazine's dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik. The Catcher in the Rye masih tidak kekurangan kontroversi dan kritik. Awalnya ditujukan untuk pembaca dewasa, namun remaja banyak menikmati novel (dan masih melakukannya). Sebagai tokoh sentral adalah Holden Caulfield, seorang pemberontak. Mengangkat tema misalnya kebingungan, kecemasan, seksualitas, keterasingan, dan banyak pemberontakan remaja yang terkait dengan isu Caulfield's. Tapi buku ini mengalami kontroversi karena alasan yang sangat sensitif. Beberapa kritikus ingin buku itu disensor karena mengandung "anti-Kristen" sentimen.

10. Nineteen Eighty-Four by George Orwell

Ditulis oleh George Orwell ketika ia menjelang kematian, novel ini sangat dipengaruhi oleh pandangan politik penulis. Tema dalam buku ini menyertakan Amerika Serikat dan Uni Soviet, dan topik-topik seputar seperti totaliterisme, penyiksaan, mengendalikan pikiran, pelanggaran privasi, agama terorganisir, sensor, seks dan banyak lagi. Novel ini juga dikatakan telah menciptakan gagasan tentang "Big Brother", bahwa kita selalu diawasi. Banyak fanatik mengklaim bahwa Nineteen Eighty-Four ditulis oleh Orwell yang sedang sangat sakit dan tidak sehat jasmani pada saat itu sehingga ngawur, dan untuk alasan itu harus dilarang. Lainnya tidak setuju mengatakan itu adalah maha karya-nya.

The Farewell Party - Milan Kundera

Milan Kundera adalah satu dari sedikit penulis novel yang dinominasikan untuk Nobel Sastra. Untuk itu, jelas kita punya banyak yang dipelajari dari karyanya. Salah satu buku yang kita bahas disini (yang saya temukan dari penjual buku bekas seharga Rp 10 ribu), juga mempunyai kekuatan "magis" khas Kundera dalam menulis prosa.

Buku ini berjudul The Farewell Party (Pesta Perpisahan), diterbitkan pertama kali di Cekoslovakia (ketika kedua negara itu masih akur dalam payung komunisme) pada tahun 1972. Edisi Bahasa Indonesia yang saya baca konon diterbitkan tahun 2004 oleh Obitiana Agency, yang merupakan terjemahan dari edisi bahasa Inggris. Ada dua versi judul dalam bahasa Inggris: The Farewell Party dan The Farewell Waltz.

Novel ini adalah sebuah roman urban dalam sebuah negara komunis yang totaliter. Milan Kundera menuliskannya sebagai sebuah komedi satir yang dalam. Meskipun novel ini bercerita tentang hubungan cinta/benci anak-anak manusia, novel ini dengan cerdas menyentuh banyak macam tema besar (dan meta-tema) antara lain eksistensi ketuhanan, komunisme dan totalitarianisme, pilihan akan kematian dan kehidupan, absurdity, bahkan sekedar memerbincangkan warna rambut dan pengaruhnya terhadap kepribadian.

Novel ini merupakan cerita yang berlatar waktu 5 hari di sebuah kota kecil yang memiliki spa tempat perawatan orang sakit dan wanita yang tak kunjung punya anak. Tokoh utamanya adalah Ruzena, seorang perawat muda di spa yang hamil. Dia mengaku dihamili oleh Klima, musisi jazz terkenal yang ahli memainkan trumpet. Klima berasal dari kota metropolitan, baru sekali mengunjungi kota kecil itu untuk melakukan konser, yang kemudian berkenalan dengan Ruzena dan berhubungan badan sekali dengannya. Klima sendiri mempunyai istri cantik sakit-sakitan yang pencemburu, bernama Kamila.

Ruzena meminta Klima bertanggung jawab atas kehamilannya, akan tetapi Klima dengan kata-kata manisnya meminta Ruzena untuk menggugurkan kandungannya. Yang tidak diketahui Klima adalah bahwa Ruzena juga berhubungan dengan seorang pria tanpa masa depan dari kota itu bernama Frantisek. Meskipun Frantisek mengaku sebagai ayah dari bayi dalam kandungan itu, Ruzena mencemoohnya.

Klima benar-benar tidak menginginkan bayi hasil perselingkuhan. Dia meminta tolong kepada Bartlef, seorang Amerika kaya yang tinggal di kota spa itu untuk memulihkan kesehatan. Hanya Bartlef yang dikenal Klima di kota itu, karena seusai konser musik, dia dijamu oleh pesta yang diadakan oleh Bartlef, dan dalam pesta itu juga dia pertama kali bertemu Ruzena.

Oleh Bartlef dia dikenalkan dengan dokter ginekolog yang mengepalai spa di kota itu, dokter Skreta. Dokter Skreta yang aneh dan eksentrik (dan sedikit megalomaniak) ini adalah juga kepala komisi aborsi di kota itu. Skreta setuju untuk membantu Klima, dengan syarat, Klima bersedia untuk tampil bersamanya dalam sebuah konser jazz. Skreta mengaku sebagai pemain drum amatir dan akan mengajak temannya seorang apoteker untuk turut serta dengan mereka memainkan piano. Klima tidak ada pilihan selain setuju, konser trio dadakan itu akan digelar lima hari lagi di kota itu.

Sementara itu Skreta kedatangan seorang teman lama, mantan aktivis bernama Jakub. Anak angkat Jakub, Olga, dirawat di spa yang dikelola oleh Skreta. Olga adalah anak dari bekas teman baik Jakub yang karena kesetiannya yang berlebihan terhadap partai dan revolusi, akhirnya mengirim Jakub. Ayah Olga kemudian dihukum mati oleh negara karena orang partai yang lain belakangan menuduh ayah Olga yang anti revolusi. Olga yang dirawat menjadi seorang gadis dewasa, tidak pernah tahu jelas mengapa ayahnya dihukum mati. Olga juga menolak Jakub sebagai figur ayah, dia sebagai remaja putri jatuh cinta kepada Jakub.

Jakub adalah teman masa kuliah dokter Skreta. Dokter Skreta pernah membuatkan pil beracun yang akan Jakub gunakan di negeri yang tak pasti itu. Apabila sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya, berbekal pengalaman pahitnya dipenjarakan, dia memilih untuk bunuh diri dengan menelan pil. Sekarang dia akan mengembalikan pil itu ke Skreta, karena merasa tidak akan membutuhkannya lagi. Dia mendapat pekerjaan baru sebagai pengajar di luar negeri, dan dalam beberapa hari harus pergi selamanya dari negeri itu. Dia datang sekaligus untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Skreta dan Olga.

Skreta mengulur kepergian Jakub dan berkeras agar menunggu sampai konser musiknya selesai. Jakub akhirnya berkenalan dengan Bartlef, dan bertemu dengan Ruzena. Secara tak terduga, Kamila yang curiga akan suaminya yang mempunyai affair, menyusul ke kota itu untuk menyaksikan konser dadakan dan melihat sendiri teman selingkuh suaminya. Disinilah novel ini menjadi seru. Semua tokohnya saling berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kejadian dalam lima hari itu sangat berpengaruh dan mengubah hidup Ruzena, Klima, Kamila, Frantisek, Skreta, Jakub, Bartlef, dan Olga. Bahkan seseorang bisa kehilangan nyawa akan pilihan yang absurd.

Novel ini adalah novek komedi percintaan di permukaan, tapi di dalamnya merupakan perdebatan yang gelap dan absurd. Novel karya Milan Kundera ini berlapis-lapis seperti bawang. Ketika kita mengupas satu lapisan, terlihat lapisan yang lain. Begitu seterusnya.

Contoh yang nyata adalah dalam hal penokohan, semuanya ambigu dan berlapis. Ruzena yang hamil oleh Klima--atau oleh Frantisek? Klima yang memiliki istri cantik dan cemerlang tapi selalu membutuhkan teman selingkuh. Frantisek yang menerima Ruzena apa adanya, namun di sisi lain posesif dan pencemburu. Kamila yang mengabdikan diri pada Klima sebagai istri tapi rindu gemerlapnya dunia. Olga, seorang anak pungut yang mencintai bapak angkatnya. Bartleff, seorang filsuf yang seperti malaikat (benar-benar malaikat) tapi ternyata juga sangat manusia. Dr Skreta adalah seorang dokter yang membantu ibu-ibu untuk mendapatkan keturunan, yang ternyata banyak membuahi sendiri ibu-ibu tersebut. Sementara Jakub, seorang protagonis yang baik, ataukah seorang pembunuh? Semua terjalin dalam kerumitan yang tak pelak menghilangkan interpretasi tunggal. Semuanya terjalin dalam bentuk ironi-ironi.

Milan Kundera beranggapan bahwa sebuah novel adalah anti pesan. Penulis novel bukanlah pembawa pesan. Tugas sebuah novel adalah menyampaikan ironi. Ketika ironi muncul, siapa yang peduli akan pesan? Misalkan, ada kesan seolah novel ini menyampaikan pesan anti aborsi. Hal itu ditolak Kundera, karena dia tidak sengaja mengeluarkan pesan anti aborsi. Tapi hal itu juga disyukuri olehnya karena ironi akan pesan anti aborsi itu sendiri.

Novel pendek ini adalah sebuah ironi besar. Saya menemukan nilai-nilai yang ambigu dalam novel ini. Ini yang menjadikannya sebuah karya seni. Sebuah komedi yang pedih. Saya tidak tahu harus menangis atau tertawa. Buku ini membawa apresiasi pembaca ke level berikutnya. Sebaiknya Anda siap-siap.