bab 17

31
BAB 17 PENGAJARAN BERBICARA Rangkuman Terdapat beberapa perspektif pada pertimbangan- pertimbangan tentang isu-isu saat ini dalam mengajarkan komunikasi lisan, yaitu wacana percakapan, pengajaran pengucapan, keakuratan dan kelancaran, faktor-faktor afektif, dan pengaruh interaksi. Tipe-tipe dalam bahasa lisan antara lain dialog interpersonal (interaksional) dan dialog transaksional. Ciri- ciri dalam bahasa lisan dapat membuat performa lisan mudah, namun dalam beberapa kasus dapat menjadi sulit, yaitu pengelompokan, pleonasme, bentuk-bentuk yang dikurangi, variabel-variabel performa, bahasa sehari-hari, tingkat penyampaian, tekanan, irama, dan intonasi, dan interaksi. Terdapat enam kategori pada jenis-jenis produksi lisan yang diharapkan siswa untuk diadakan di dalam kelas, yaitu imititatif (peniruan), intensif, responsif, transaksional (dialog), interpersonal (dialog), dan ekstensif (monolog). Prinsip-prinsip untuk mendesain teknik-teknik berbicara antara lain (1) menggunakan teknik-teknik yang mencakup

Upload: galuhfifiyanti4641

Post on 06-Aug-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 17

BAB 17

PENGAJARAN BERBICARA

Rangkuman

Terdapat beberapa perspektif pada pertimbangan-pertimbangan tentang isu-isu saat ini

dalam mengajarkan komunikasi lisan, yaitu wacana percakapan,  pengajaran pengucapan,

keakuratan dan kelancaran, faktor-faktor afektif, dan pengaruh interaksi.

Tipe-tipe dalam bahasa lisan antara lain dialog interpersonal (interaksional) dan

dialog transaksional. Ciri-ciri dalam bahasa lisan dapat membuat performa lisan mudah,

namun dalam beberapa kasus dapat menjadi sulit, yaitu pengelompokan, pleonasme, bentuk-

bentuk yang dikurangi, variabel-variabel performa, bahasa sehari-hari, tingkat penyampaian,

tekanan, irama, dan intonasi, dan interaksi.

Terdapat enam kategori pada jenis-jenis produksi lisan yang diharapkan siswa untuk

diadakan di dalam kelas, yaitu imititatif (peniruan), intensif, responsif, transaksional (dialog),

interpersonal (dialog), dan ekstensif (monolog).

Prinsip-prinsip untuk mendesain teknik-teknik berbicara antara lain (1) menggunakan

teknik-teknik yang mencakup spektrum (rincian kontinu) dari kebutuhan-kebutuhan siswa,

dari fokus berbasis bahasa dalam keakuratan terhadap fokus berbasis pesan dalam interaksi,

makna, dan kelancaran, (2) memberikan secara intrinsik teknik-teknik yang memotivasi, (3)

mendorong penggunaan bahasa otentik dalam konteks-konteks yang bermakna, (4)

memberikan umpan balik dan koreksi yang tepat, (5) menekankan hubungan alami diantara

berbicara dan menyimak, (6) memberikan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk

mengawali komunikasi lisan, dan (7) mendorong perkembangan strategi-strategi berbicara.

Analisis

Keterampilan Komunikasi Lisan dalam Penelitian Pedagogis

Page 2: Bab 17

Terdapat beberapa perspektif pada pertimbangan-pertimbangan tentang isu-isu saat ini dalam

mengajarkan komunikasi lisan

1.      Wacana percakapan

Ketika seseorang menanyakan kepada Anda “Apakah Anda berbicara bahasa

Inggris?”, yang mereka maksudkan adalah: Dapatkah Anda melalukan sebuah percakapan

secara kompeten? Ukuran keberhasilan dalam kemahiran berbahasa hampir selalu menjadi

sebuah demonstrasi dari sebuah kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan pragmatik melalui

wacana interaktif dengan penutur lainnya dari bahasa. Richards (1990:67) pernah

menyatakan, “kelas percakapan adalah sesuatu dari sebuah teka-teki dalam pengajaran

bahasa.” Tujuan dan teknik untuk mengajarkan percakapan sangatlah beragam, bergantung

pada siswa, guru, dan konteks keseluruhan dari kelas. Secara historis, kelas “percakapan”

telah dicapai dari kuasi-komunikatif (komunikasi yang berpura-pura) yang berusaha untuk

bebas, terbuka, dan kadang-kadang kurang agenda untuk berdiskusi di antara siswa.

Penelitian pedagogis baru-baru ini terhadap pengajaran percakapan telah memberikan

beberapa parameter untuk mengembangkan tujuan dan teknik, yaitu menemukan teknik-

teknik untuk mengajarkan siswa aturan-aturan percakapan untuk nominasi topik, menjaga

sebuah percakapan, mengambil alih, gangguan/ interupsi, dan pengakhiran. Sumber

pengetahun pedagogi telah melengkapi cara-cara untuk mengajarkan kesesuaian

sosiolinguistik, gaya berbicara, komunikasi nonverbal, dan rutinitas percakapan (seperti,

“Yah, saya harus pergi sekarang.” “Cuaca yang baik hari ini, huh?” “Pernahkan saya bertemu

denganmu di suatu tempat sebelumnya?”). Di dalam semua fokus ini, sifat fonologi, leksikal,

dan sintaksis bahasa dapat dihadirkan secara langsung atau tidak langsung.

Thompson (2003:1) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar

dari   kehidupan   sosial   dan   bahasa   merupakan   komponen   utamanya.  Pernyataan 

tersebut menyuratkan,  bahwa  kegiatan  berkomunikasi  tidak  bisa dilepaskan dengan

Page 3: Bab 17

kegiatan berbahasa. Siswa membutuhkan keterampilan  berbicara   dalam   interaksi  

sosialnya.   Siswa   akan   dapat mengungkapkan  pikiran  dan  perasaanya  secara  efektif 

jika  ia  terampil berbicara. Dalam kaitan kreativitas, keterampilan berbicara merupakan salah

satu keterampilan yang perlu mendapat perhatian karena gagasan-gagasan kreatif dapat

dihasilkan melalui keterampilan tersebut.

Kemampuan berbicara siswa juga dipengaruhi oleh kemampuan komunikatif.

Menurut   Utari dan   Nababan (1993), kemampuan komunikatif adalah  pengetahuan 

mengenai bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan  kemampuan  untuk

menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa. Pengertian ini dilengkapi oleh Ibrahim

(2001), bahwa kemampuan komunikatif  adalah  kemampuan  bertutur  dan menggunakan

bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma berbahasa dalam masyarakat yang

sebenarnya. Kompetensi komunikatif juga berhubungan dengan kemampuan sosial dan 

menginterpretasikan  bentuk-bentuk  linguistik.

 

2.      Pengajaran pengucapan

            Banyak siswa bahasa asing merasa bahwa tujuan akhir mereka dalam pengucapan

haruslah menjadi penuturan bebas-aksen yang tidak dapat dibedakan dari seorang penutur

pribumi. Tujuan tersebut bukan saja tidak dapat dicapai untuk setiap siswa dewasa pribumi,

tetapi dalam sebuah dunia multibudaya, multilingual, aksen-aksen sangat dapat diterima.

Dengan penyebaran yang cepat dalam bahasa Inggris sebagai sebuah bahasa internasional,

aksen pribumi telah menjadi hampir tidak relevan dalam komunikasi lintas budaya. Terlebih

lagi, pada saat komunitas dunia menghargai dan menilai warisan orang-orang, aksen

seseorang merupakan simbol lainnya dari warisan tersebut.

            Tujuan kita sebagai guru dalam pengucapan bahasa Inggris (bahasa lisan) harus

terfokus secara realistik dalam pengucapan yang jelas, dan dapat dipahami. Pada tingkatan-

Page 4: Bab 17

tingkatan pemula, kita menginginkan siswa untuk melewati ambang tersebut, yaitu

pengucapan dikurangi dari kemampuan mereka untuk berkomunikasi. Pada tingkat lanjut,

tujuan-tujuan pengucapan dapat berfokus pada unsur-unsur yang meningkatkan komunikasi:

ciri-ciri intonasi yang berada di luar pola-pola dasar, kualitas suara, perbedaan fonetik

diantara register, dan penyaringan lainnya yang jauh lebih penting dalam aluran komunikasi

yang jelas secara keseluruhan daripada mengucapkan huruf /r/ dalam bahasa Inggris yang

meniru “penutur aslinya”.

            Berikut ini merupakan faktor-faktor di dalam siswa yang mempengaruhi pengucapan;

variabel-variabel yang harus pertimbangkan.

a. Bahasa ibu. Bahasa ibu adalah faktor yang paling berpengaruh yang mempengaruhi

pengucapan seorang siswa. Jika kita familiar dengan sistem suara dari bahasa ibu

siswa, kita akan lebih baik mampu untuk mendiagnosa kesulitan-kesulitan siswa.

Banyak pengaruh setelahnya dari Bahasa 1-Bahasa 2 dapat diatasi melalui sebuah

kesadaran yang terfokus dan usaha dalam bagian siswa.

Dalam pengembangan bahan ajar Pembelajaran Berbicara, Departemen Pendidikan

Nasional (2009: 12 – 13) dinyatakan pula, bahwa pembicara/ penutur harus membiasakan diri

mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih

mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat

mengalihkan perhatian pendengar. Pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu

sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu, ucapan kita pun sering

dipengaruhi oleh bahasa  ibu. Akan tetapi,  jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga

menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.

Page 5: Bab 17

Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun  usaha ke arah itu

sudah lama dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia

adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah.

Berikut ini salah satu contoh pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai

dengan pelafalan bunyi bahasa Indonesia.

(a)   Pelafalan   /c/   dengan   /se/

WC    dilafalkan    /we -se/      seharusnya    we-ce

AC    dilafalkan   /a-se/    seharusnya        /a-ce/

TC    dilafalkan   /te-se/   seharusnya        /te-ce/

(b)   Pelafalan   /q/    dengan   /kiu/

MTQ      dilafalkan   / em-te-kiu/   seharusnya   /em-te-ki

PQR    dilafalkan   /pe-kiu-er/    seharusnya /pe-ki-er/

b. Usia. Pada umumnya, anak-anak di bawah usia pubertas memiliki peluang dalam

“meniru menyerupai penutur asli” jika mereka terus diekspos dalam konteks yang

otentik. Di luar usia pubertas tidak ada keuntungan khusus yang dicirikan pada usia,

sementara orang dewasa akan hampir memelihara sebuah “aksen asing”. Orang

berusia lima puluh tahun dapat menjadi seberhasil orang berusia delapan belas tahun

jika semua faktor-faktor lainnya setara. Jadi, ungkapan “lebih muda, lebih baik”

adalah sebuah mitos. Orang dewasa pun dapat mempelajari dan menguasai bahasa.

c. Keterbukaan. Seseorang sebenarnya dapat benar-benar tinggal dalam sebuah negara

asing untuk beberapa saat, tetapi tidak mengambil keuntungan dengan bergaul

“dengan orang-orang” setempat. Penelitian tampaknya mendukung dasar pemikiran,

bahwa kualitas dan intensitas dalam keterbukaan lebih penting daripada semata-mata

lamanya waktu. Jika waktu di kelas dialokasikan untuk berfokus pada pengucapan

Page 6: Bab 17

yang menuntut perhatian penuh dan ketertarikan dari siswa, kemudian mereka dapat

memiliki peluang yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.

Dalam hal ini, bagi penutur bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan

pesan kepada orang lain. Oleh karena itu, penutur/ siswa, selain mempelajari bahasa itu

sendiri, juga seyogyanya mengetahui faktor nonkebahasaan (2009: 14), meliputi:

(1)   Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

Menghargai pendapat orang  lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain,

baik pendapat itu benar maupun salah.

(2)   Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri

Mengoreksi  diri  sendiri  berarti  memperbaiki  kesalahan  diri  sendiri. Kesediaan  

memperbaiki diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini  sangat diperlukan  dalam 

kegiatan  berbicara  agar  diperoleh kebenaran  atau  kesepakatan.  Sikap  ini  merupakan 

dasar  bagi pembinaan jiwa yang demokratis.

(3)   Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat

Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan.

Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang

mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan, juga harus memiliki

keberanian untuk mengemukakannya.

d. Kemampuan fonetik bawaan. Pengajaran-pengajaran berbasis strategi telah terbukti,

bahwa beberapa unsur pembelajaran adalah sebuah masalah dalam kesadaran dari diri

sendiri, batasan-batasan ini dikombinasikan dengan sebuah fokus yang sadar dalam

melakukan sesuatu untuk menyeimbangkan batasan-batasan tersebut. Oleh karena itu,

jika pengucapan tampak secara alami sulit untuk beberapa siswa, mereka tidak boleh

Page 7: Bab 17

putus asa, dengan beberapa usaha dan konsentrasi, mereka dapat meningkatkan

kompetensi mereka.

                  Pengaruh bahasa ibu dan logat geografis dapat menjadi salah satu bentuk

kemampuan fonetik bawaan sehingga dalam kasus, misalnya, pengucapan bahasa Indonesia

dengan aksen kuat berlogat jawa.

e. Identitas dan ego bahasa. Pengaruh lainnya adalah sikap seseorang terhadap penutur

dari bahasa target dan tingkat, dimana ego bahasa mengidentifikasi penutur. Siswa

perlu diingatkan mengenai kepentingan dari sikap-sikap yang positif terhadap orang-

orang yang berbicara bahasa tersebut (jika target tersebut dapat diidentifikasi), tetapi

lebih penting lagi, siswa perlu menyadari – dan tidak takut akan – identitas kedua

yang dapat muncul di dalam mereka.

f. Motivasi dan perhatian untuk pengucapan yang baik. Beberapa siswa tidak

memperhatikan pengucapan mereka, sementara yang lainnya memperhatikan. Tingkat

motivasi intrinsik siswa mendorong mereka terhadap peningkatan sebagai pengaruh

terkuat dari semua enam faktor dalam daftar ini. Jika motivasi dan perhatian tersebut

tinggi, kemudian usaha yang penting akan dibuat untuk mencapai tujuan tersebut.

Kita dapat membantu siswa untuk menerima atau mengembangkan motivasi tersebut

dengan menunjukan, antara lain, bagaimana kejelasan dalam penuturan adalah

penting dalam membentuk gambaran diri mereka, dan pada akhirnya, dalam mencapai

beberapa dari tujuan-tujuan mereka.

Kesemua enam faktor diatas menunjukan bahwa siswa yang benar-benar ingin dapat

belajar untuk mengucapkan bahasa Inggris dengan jelas dan dapat dipahami.

3.      Keakuratan dan kelancaran

Page 8: Bab 17

Kelancaran dan keakuratan merupakan tujuan-tujuan yang penting untuk diikuti

dalam CLT (Communicative Learning Teaching – Pengajaran Bahasa Komunikatif).

Kelancaran dalam berbagai pelajaran bahasa komunikatif menjadi sebuah sasaran permulaan

dalam pengajaran bahasa, sedangkan keakuratan dicapai pada beberapa tingkatan dengan

memungkinkan siswa untuk berfokus pada unsur-unsur dalam fonologi, tatabahasa, dan

wacana dalam produksi lisan mereka.

Isu kelancaran dan keakuratan seringkali dikurangi pada tingkat dimana teknik-teknik

kita harus berorientasi pada pesan (atau, beberapa orang menyebutnya, mengajarkan guna

bahasa) yang berlawanan dengan berorientasi pada bahasa (juga dikenal sebagai

mengajarkan penggunaan bahasa). Pendekatan-pendekatan saat ini terhadap pengajaran

bahasa bersandar secara kuat terhadap orientasi pesan dengan penggunaan bahasa yang

menawarkan sebuah peran pendukung.

Dalam Mudini dan Salamat Purba (2009: 14), kata dan ungkapan yang kita  gunakan 

dalam  berbicara  hendaknya  baik, konkret, dan bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan

yang baik, maksudnya adalah  pemilihan  kata  yang  tepat dan sesuai  dengan  keadaan

pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi pendengarnya para petani, maka kata-kata yang

dipilih adalah kata-kata atau ungkapan yang mudah dipahami oleh para petani. Susunan

penuturan berhubungan dengan penataan pembicaraan atau uraian tentang sesuatu . Hal ini

menyangkut penggunaan kalimat. Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan lebih

memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.

4.      Faktor-faktor afektif

Salah satu dari kendala utama dari siswa untuk belajar berbicara adalah kegelisahan

yang ditimbulkan oleh resiko berkata spontan dengan perkataan yang salah, bodoh, atau tidak

dapat dipahami. Karena ego yang menginformasikan orang-orang, bahwa “Anda adalah apa

yang anda bicarakan” sehingga siswa ragu-ragu untuk dinilai oleh pendengar. Seperti sebuah

Page 9: Bab 17

sindiran dari Mark Twain “Adalah lebih baik untuk menutup mulutmu daripada mendorong

orang lain berpikir, bahwa Anda bodoh daripada anda membukan mulutmu dan

menghilangkan semua keraguan.” Pekerjaan kita sebagian guru adalah dengan memberikan

kehangatan, menciptakan iklim yang mendorong siswa untuk berbicara, walaupun kadang-

kadang dapat menghambat usaha mereka. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,

diperlukan keberanian dalam mengemukakan pendapat atau berbicara, sebagai salah satu

faktor nonkebahasaan yang harus dikuasai oleh siswa.

5.      Pengaruh interaksi

Kesulitan utama yang siswa hadapi dalam usaha untuk berbicara adalah bukanlah

keragaman suara, kata, frasa, dan bentuk wacana yang mencirikan bahasa, tetapi sifat

interaktif. Percakapan adalah kolaborasi saat partisipan terlibat dalam sebuah proses

negosiasi dari makna. Sehingga, untuk siswa, apapun yang guru katakan, seringkali

dipudarkan oleh kaidah-kaidah bagaimana untuk mengatakan sesuatu, kapan untuk berbicara,

dan hambatan-hambatan lainnya. Contohnya, diantara kalimat-kalimat gramatikal yang

mungkin seorang siswa dapat hasilkan sebagai respons pada sebuah komentar, bagaimana

siswa dapat membuat sebuah pilihan?

David Nunan (1991b: 47) mencatat sebuah komplikasi lebih jauh dalam wacana

interaktif: apa yang dia sebut sebagai pengaruh interlokutor (teman berbicara), atau

kesulitan dalam sebuah tugas berbicara pada saat diukur oleh keterampilan dari interlokutor

seseorang. Dengan kata lain, performa seseorang selalu diwarnai oleh orang (interlokutor)

yang dia ajak berbicara.

TIPE-TIPE DALAM BAHASA LISAN

Dalam Richards (2008: 22), dialog interpersonal (kadang-kadang diacu sebagai

interaksional) mengacu pada “percakapan” dan menggambarkan interaksi yang menjalankan

Page 10: Bab 17

fungsi sosial semata. Ketika orang-orang bertemu, mereka saling sapa, mengobrol hal-hal

kecil, berbagi pengalaman, dan seterusnya karena mereka mencoba untuk bersahabat dan

ramah, serta membuat zona nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain. Fokus utamanya

adalah penutur ingin lebih menghadirkan dirinya kepada orang-orang daripada terhadap

pesan yang ia sampaikan. Brown dan Yule (1983) mendeskripsikan bahwa percakapan itu

bisa sederhana atau sangat formal, tergantung pada situasi-situasi tertentu dan sifat mereka.

Dialog transaksional dalam Richards (2008: 24) mengacu pada situasi-situasi yang

berfokus pada hal-hal yang telah diucapkan atau dilakukan. Fokus utamanya adalah pesan

yang disampaikan untuk dimengerti dengan jelas dan akurat daripada sebagai bentuk

interaksi sosial satu sama lain. Sebagai contoh dari dialog transaksional adalah diskusi

kelompok di kelas dan aktivitas pemecahan masalah, aktivitas kelas ketika siswa tengah

mendesain sebuah poster, diskusi antara teknisi komputer saat komputer rusak, membuat

panggilan telepon untuk menanyakan informasi jadwal penerbangan, dll.

APA YANG MEMBUAT BERBICARA ITU SULIT?

Berikut ini merupakan ciri-ciri dalam bahasa lisan dapat membuat performa lisan mudah,

namun dalam beberapa kasus dapat dikatakan sulit.

1.      Pengelompokan

Penuturan yang lancar adalah frasa, bukan kata per kata. Siswa dapat mengatur

produksi lisan mereka, baik secara kognitif maupun secara fisik (dalam sedikit kelompok)

melalui pengelompokan tersebut.

2.      Pleonasme

Dalam KBBI (2008) Pleonasme merupakan pemakaian kata-kata yang lebih daripada

apa yang diperlukan. Penutur memiliki sebuah kesempatan untuk membuat makna lebih jelas

Page 11: Bab 17

melalui bahasa yang berlebihan (pleonasme). Siswa dapat menekankan ciri ini dalam bahasa

lisan.

3.      Bentuk-bentuk yang dikurangi

Kontraksi, penghilangan bunyi dalam ucapan, huruf vokal yang dikurangi, dll, semua

bentuk dari masalah-masalah khusus dalam mengajarkan berbicara bahasa Inggris. Siswa

yang tidak mempelajari kontraksi bahasa sehari-hari kadang-kadang dapat mengembangkan

sebuah jangkauan, karena kualitas yang terlalu mengacu pada buku dalam berbicara sehingga

cenderung menstigmakan mereka.

4.      Variabel-variabel performa

Salah satu keuntungan dalam bahasa lisan adalah bahwa proses pemikiran pada saat

kita berbicara memungkinkan kita untuk memanifestasikan sejumlah keragu-raguan, jeda,

dan koreksi performa. Siswa sebenarnya dapat diajarkan bagaimana untuk jeda dan ragu-

ragu. Contohnya, dalam bahasa Inggris “waktu berpikir” kita bukanlah diam, melainkan kita

menyelipkan “pengisi-pengisi” tertentu seperti uh, um, well, you know, I mean, like, (uh, um,

nah, kamu tahu, maksud saya, seperti) dll. Salah satu perbedaan yang paling menonjol

diantara penutur pribumi dan nonpribumi dari sebuah bahasa adalah dalam fenomena keragu-

raguan mereka.

5.      Bahasa sehari-hari

Siswa dikenalkan secara baik dengan kata-kata, idiom-idiom, dan frasa dalam bahasa

sehari-hari dan bahwa mereka mendapat praktik dalam menghasilkan bentuk-bentuk ini.

6.      Tingkat penyampaian

Ciri-ciri yang menonjol lainnya dalam kelancaran adalah tingkat penyampaian. Salah

satu tugas dalam mengajarkan bahasa Inggris lisan adalah dengan membantu siswa mencapai

sebuah kecepatan yang dapat diterima bersama dengan ciri-ciri kelancaran lainnya.

7.      Tekanan, irama, dan intonasi

Page 12: Bab 17

Ini merupakan ciri yang paling penting dalam pengucapan bahasa Inggris. Irama

tekanan dalam berbicara bahasa Inggris dan pola-pola intonasi tersebut menyampaikan pesan-

pesan yang penting.

Dalam Mudini dan Salamat Purba (2009: 13), penempatan  tekanan,  nada,  jangka, 

intonasi  dan  ritme  yang  sesuai  merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara; bahkan

merupakan faktor penentu dalam keefektivan berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin

akan kurang  menarik,  namun  dengan  tekanan,  nada,  jangka  dan  intonasi  yang sesuai

akan mengakibatkan pembicaraan itu menjadi menarik. Sebaliknya, apabila 

penyampaiannya  datar  saja,  dapat  menimbulkan  kejemuan  bagi pendengar dan

keefektivan berbicara akan berkurang.  Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada,

jangka, intonasi, dan ritme dapat menimbulkan     perhatian  pendengar  beralih  kepada  cara 

berbicara.

8.      Interaksi

Seperti yang telah dibahas dalam bagian sebelumnya, belajar untuk menghasilkan

gelombang bahasa dalam sebuah kekosongan – tanpa interlokutor – akan merampas

keterampilan berbicara dari komponen terkayanya: kreativitas dalam negosiasi percakapan.

TIPE-TIPE PERFORMA BERBICARA DI DALAM KELAS

Terdapat enam kategori yang diterapkan pada jenis-jenis produksi lisan yang diharapkan

siswa untuk diadakan di dalam kelas.

1.      Imititatif (peniruan)

Sebuah pertanyaan pada guru-guru baru dalam bidang ini selalu ingin menjawab:

Apakah latihan merupakan bagian yang logis dalam kelas bahasa komunikatif? Jawabannya

adalah “ya”. Latihan menawarkan kepada siswa sebuah kesempatan untuk menyimak dan

secara lisan mengulangi rangkaian-rangkaian tertentu dalam bahasa yang dapat menimbulkan

Page 13: Bab 17

beberapa kesulitan linguistik – baik secara fonologi atau gramatikal. Latihan pada pengajaran

bahasa seperti halnya mesin pelempar dalam permainan bisbol. Latihan menawarkan praktik

yang terbatas melalui repetisi. Latihan memungkinkan seseorang untuk menfokuskan pada

satu unsur dalam bahasa dalam sebuah aktivitas yang terkontrol. Mereka dapat membantu

untuk membentuk pola-pola psikomotor tertentu (untuk “melonggarkan lidah”) dan untuk

menghubungkan bentuk-bentuk gramatikal yang terpilih dengan konteks yang sesuai.

Terdapat beberapa panduan yang berguna untuk latihan-latihan yang berhasil:

         Membuatnya singkat (beberapa menit untuk satu jam kelas saja).

         Membuatnya sederhana (hanya satu poin waktu).

         Membuatnya “bersemangat”.

         Memastikan siswa mengetahui mengapa mereka melakukan latihan.

         Membatasi mereka terhadan poin-poin fonologi atau tatabahasa.

         Memastikan mereka pada akhirnya membawa pada tujuan-tujuan komunikatif.

         Jangan terlalu berlebihan.

2.      Intensif

Berbicara intensif berada satu langkah di luar imitatif untuk mencakup performa

berbicara apapun yang didesain untuk mempraktikan beberapa aspek fonologi atau

gramatikal di dalam bahasa. Berbicara intensif dapat berupa inisiasi diri atau bahkan dapat

membentuk bagian dari beberapa aktivitas kerja berpasangan, yaitu siswa “melintasi” bentuk-

bentuk bahasa tertentu.

3.      Responsif

Penuturan siswa yang baik di dalam kelas adalah responsif: jawaban-jawaban pendek

kepada guru, pertanyaan-pertanyaan siswa atau komentar-komentar. Jawaban-jawaban ini

biasanya memadai dan tidak memperluas menuju dialog-dialog. Penuturan tersebut dapat

bermakna dan otentik:

Page 14: Bab 17

T:   Apa kabarmu hari ini?

S:   Cukup baik, terima kasih, dan ibu/ bapak?

S1: Jadi, apa yang kamu tulis untuk pertanyaan yang nomor satu?

S2: Nah, aku tidak begitu yakin, jadi aku membiarkannya kosong.

4.      Transaksional (dialog)

Bahasa transaksional memiliki tujuan menyampaikan atau bertukar informasi yang

spesifik, adalah sebuah bentuk yang diperluas dari bahasa responsif. Percakapan, contohnya,

dapat memiliki lebih dari satu sifat negosiasi bagi mereka daripada penuturan responsif.

Percakapan-percakapan transaksional dapat pula menjadi bagian dari aktivitas kerja

kelompok.

5.      Interpersonal (dialog)

Dialog interpersonal memiliki tujuan untuk memelihara hubungan-hubungan sosial.

Percakapan-percakapan ini adalah sedikit memperdaya siswa karena mereka dapat

melibatkan beberapa atau semua faktor-faktor berikut:

         sebuah register sederhana

         bahasa sehari-hari

         bahasa emosional

         slang (ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum

remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang

bukan anggota kelompok tidak mengerti)

         elipsis (tanda berupa tiga titik yang diapit spasi (...), menggambarkan kalimat yang terputus-

putus atau menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan).

Page 15: Bab 17

         Sarkasme ((penggunaan) kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau

ejekan kasar).

         sebuah “agenda” tersembunyi

Siswa perlu untuk mempelajari bagaimana ciri-ciri interpersonal ini sebagai hubungan

diantara interlokutor, gaya kasual, dan sarkasme yang ditafsirkan secara linguistik dalam

sebuah percakapan.

6.      Ekstensif (monolog)

Pada akhirnya, siswa pada tingkat menengah sampai tingkat lanjut dituntut untuk

memberikan monolog-monolog yang diperluas dalam bentuk laporan-laporan lisan,

ringkasan, atau barangkali penuturan singkat. Di sini, register lebih formal dan bersifat

menasihati. Monolog-monolog ini dapat direncanakan atau spontan.

PRINSIP-PRINSIP UNTUK MENDESAIN TEKNIK-TEKNIK BERBICARA

1.      Gunakan teknik-teknik yang mencakup spektrum (rincian kontinu) dari kebutuhan-

kebutuhan siswa, dari fokus berbasis bahasa dalam keakuratan terhadap fokus

berbasis pesan dalam interaksi, makna, dan kelancaran.

Dalam kegiatan kita saat ini untuk pengajaran bahasa interaktif, kita dapat secara

mudah masuk ke dalam sebuah pola yang menyediakan aktivitas-aktivitas berbasis isi,

aktivitas-aktivitas interaktif yang tidak menekankan pada penunjuk-penunjuk tatabahasa atau

tip-tip pengucapan. Ketika kita melakukan sebuah teknik kelompok jigsaw (berpola),

memainkan sebuah permainan, atau mendiskusikan solusi-solusi terhadap krisis lingkungan.

Pada waktu yang sama, jangan buat siswa merasa bosan dengan latihan-latihan yang

berulang-ulang. Seperti yang telah dibahas diatas, buatlah latihan sebermakna mungkin.

2.      Memberikan secara intrinsik teknik-teknik yang memotivasi.

Page 16: Bab 17

Cobalah setiap saat untuk menarik tujuan akhir dan ketertarikan siswa, terhadap

kebutuhan mereka akan pengetahuan, untuk status, untuk mencapai kompetensi dan otonomi,

dan untuk “menjadi semua apa yang mereka inginkan”. Bahkan dalam teknik-teknik tersebut

jangan kirimkan siswa ke dalam kesenangan, bantu mereka untuk melihat bagaimana

aktivitas tersebut akan memberi manfaat terhadap mereka. Seringkali siswa tidak memahami

mengapa kita meminta mereka untuk melakukan hal-hal tertentu.

3.      Mendorong penggunaan bahasa otentik dalam konteks-konteks yang bermakna.

Tidaklah mudah untuk tetap memunculkan interaksi yang bermakna. Kita semua

tergoda untuk mengatakan, memutuskan ada latihan-latihan tatabahasa saat kita dapat

berkeliling ruangan bertanya kepada siswa satu per satu untuk memilih jawaban yang benar.

Hal ini akan menyita energi dan kreativitas untuk menghasilkan konteks yang otentik dan

interaksi yang bermakna, tetapi dengan bantuan dari materi sumber yang dimiliki guru, hal

ini dapat dilakukan dengan latihan-latihan yang distrukturkan untuk memberikan rasa

keaslian.

4.      Memberikan umpan balik dan koreksi yang tepat.

Dalam situasi bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL), pada umumnya siswa

secara total bergantung pada guru untuk mendapat umpan balik linguistik yang berguna.

Dalam situasi-situasi bahasa Inggris sebagai bahasa yang kedua (ESL), mereka mendapatkan

umpan balik tersebut “di luar sana” di luar kelas, tetapi walaupun begitu guru berada dalam

sebuah posisi yang menguntungkan. Ini penting , karena guru dapat mengambil keuntungan

dari pengetahuanya akan bahasa Inggris untuk menyuntikan jenis-jenis umpan balik korektif

yang sesuai untuk saat itu.

5.      Menekankan hubungan alami diantara berbicara dan menyimak.

Banyak teknik-teknik interaktif yang melibatkan berbicara yang di dalamnya

memasukan menyimak juga. Jangan kehilangan kesempatan untuk mengintegrasikan dua

Page 17: Bab 17

keterampilan ini. Guru barangkali berfokus pada tujuan-tujuan berbicara, namun tujuan-

tujuan menyimak dapat secara alami berbenturan, dan dua keterampilan ini dapat saling

memperkuat satu sama lainnya. Keterampilan-keterampilan dalam menghasilkan bahasa

seringkali diawali melalui pemahaman.

6.      Memberikan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk mengawali komunikasi

lisan.

Banyak interaksi kelas secara umum dicirikan oleh inisiasi guru terhadap bahasa. Kita

menanyakan pertanyaan, memberikan arahan-arahan, dan memberikan informasi, serta siswa

telah dikondisikan hanya “berbicara ketika disuruh berbicara”. Bagian dari kompetensi

komunikasi lisan adalah kemampuan untuk mengawali percakapan, untuk menominasikan

topik-topik, dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan, untuk mengendalikan percakapan, dan

untuk mengubah subyek.

7.      Mendorong perkembangan strategi-strategi berbicara.

Mungkin ada  beberapa siswa belum memikirkan mengenai mengembangkan strategi-

strategi personal mereka sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan komunikatif lisan. Strategi-

strategi tersebut adalah meminta klarifikasi (Apa?), meminta seseorang untuk mengulangi

sesuatu (Huh?Maaf?), menggunakan pengisi-pengisi (Uh, Maksud saya, Nah, Ya…) dengan

maksud untuk mendapatkan waktu dalam memprosesnya, menggunakan petunjuk-petunjuk

pemelihara percakapan (Uh huh, Benar, Ya, Baik, Hm), mendapatkan perhatian seseorang

(hei, katakanlah, begini), menggunakan parafrasa untuk struktur-struktur yang tidak dapat

dihasilkan, meminta bantuan dari interlokutor (untuk mendapatkan sebuah kata atau frasa,

contohnya), menggunakan ekspresi-ekspresi yang memiliki formula (pada tahap lanjutan)

(Berapa harga ____ ini? Bagaimana caranya kamu pergi ke ____?), dan menggunakan

ekspresi mimik dan nonverbal untuk menyampaikan makna.

Page 18: Bab 17

Simpulan

Berdasarkan analisis materi-materi yang mendukung Pengajaran Berbicara, penulis

menyimpulkan untuk memulai strategi pengajaran berbicara di dalam kelas dapat dimulai

dari faktor-faktor afektif yang menghambat siswa untuk belajar berbicara. Penanganan

faktor-faktor afektif merupakan perbaikan mendasar sebagai akar dalam diri siswa untuk

memberanikan dirinya berbicara, baik di dalam kelas (lingkungan sekolah) maupun di luar

sekolah (lingkungan masyarakat). Pada dasarnya, setiap siswa telah memiliki potensi untuk

belajar berbicara, yaitu dimulai dari lingkungan personal siswa itu sendiri, yaitu keluarga,

kerabat, dan teman-teman.

            Penanganan yang baik terhadap faktor-faktor afektif ini kemudian dapat menjadi pintu

gerbang menuju strategi-strategi pengajaran berbicara lainnya dalam memproduksi bahasa

lisan sesuai kemampuan kognitif dan afektif yang dapat dikembangkan oleh siswa.

Pengajaran berbicara dalam bentuk kelompok-kelompok kecil atau dengan adanya

interlokutor (teman berbicara) dengan nominasi topik, dapat memudahkan siswa menjangkau

bahasa lisan interpersonal (interaksional) dan transaksional dengan lebih akrab.

            Dengan menelisik proses-proses terkecil apa yang menjadi kendala dan apa yang

semestinya yang didapatkan siswa melalui pembelajaran berbicara, guru dapat membuat

desain atau metode teknik-teknik berbicara secara situasional berdasarkan kondisi siswa yang

ada, karena situasi otonomi siswa yang multibudaya di Indonesia sehingga pembelajaran

berbicara menjadi tidak monoton. Apa yang dijelaskan dalam bab Pengajaran Berbicara

dalam buku karya H. Douglas Brown ini, dapat dijadikan referensi yang mutakhir dalam

pembelajaran dan pengajaran berbicara di kelas.

Page 19: Bab 17

Daftar Pustaka

Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy.

New York: Pearson Education.

___________ . 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. New York: Pearson Education.

Burkart, Grace Stoval, ed. 1998. “Spoken Language: What it is and how to teach it” in Modules for the

Professional Preparation of Teaching Assistans in Foreign Languages. Washington DC:

Center for Applied Linguistics.

Mudini dan Salamat Purba. 2009. Pembelajaran Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Richards, Jack C. 2008. Teaching Listening and Speaking From Theory to Practice. New York:

Cambridge University Press

Wallace, Trudy, Winifred E. Stariha and Herbert J. Walberg. 2004. Teaching Speaking, Listening, and

Writing. Geneva: International Academy of Education.