bab 1,2,3,4,5,

47
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk mendiagnosa, pengobatan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan (1) . Obat memiliki peranan penting dalam menyembuhkan, mengurangi, dan mencegah penyakit. Akan tetapi, penggunaan obat yang tidak tepat baik dari segi cara pemakaian, aturan pakai, hingga jumlah obat yang digunakan, dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan obat atau Drug Related Problem (DRP). Kejadian DRP sering terjadi namun kebanyakan tidak diperhatikan oleh dokter, terutama pada pemberian obat kepada pasien, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya hasi terapi yang diinginkan bahkan dapat terjadi kematian. Apoteker merupakan profesi yang memiliki misi membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan pengobatan yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerjasama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Salah satu tugas terpenting apoteker adalah mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan obat (DRP), sehingga dapat merekomendasikan pemilihan obat yang tepat untuk pasien dan meminimalkan atau mencegah Drug Related Problem (DRP) (2) . Untuk itu, pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) 2012 di Rumkital Marinir Cilandak, dilakukan pengamatan terhadap seorang pasien rawat inap yang didiagnosa kasus

Upload: mimi-ugie

Post on 11-Aug-2015

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1,2,3,4,5,

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Obat adalah zat yang digunakan untuk mendiagnosa, pengobatan, penyembuhan atau

pencegahan penyakit pada manusia atau hewan(1). Obat memiliki peranan penting dalam

menyembuhkan, mengurangi, dan mencegah penyakit. Akan tetapi, penggunaan obat yang

tidak tepat baik dari segi cara pemakaian, aturan pakai, hingga jumlah obat yang digunakan,

dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan obat atau Drug Related Problem (DRP).

Kejadian DRP sering terjadi namun kebanyakan tidak diperhatikan oleh dokter, terutama

pada pemberian obat kepada pasien, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya hasi terapi

yang diinginkan bahkan dapat terjadi kematian.

Apoteker merupakan profesi yang memiliki misi membantu memastikan bahwa

pasien mendapatkan pengobatan yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori,

bekerjasama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang

berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Salah satu tugas

terpenting apoteker adalah mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan obat (DRP),

sehingga dapat merekomendasikan pemilihan obat yang tepat untuk pasien dan

meminimalkan atau mencegah Drug Related Problem (DRP)(2). Untuk itu, pada Praktek Kerja

Profesi Apoteker (PKPA) 2012 di Rumkital Marinir Cilandak, dilakukan pengamatan

terhadap seorang pasien rawat inap yang didiagnosa kasus kecelakaan lalu lintas

menggunakan rekam medis untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya DRP yang terjadi

selama pasien dirawat di rumah sakit.

I.2 Metodologi

Data penelitian yang digunakan diperoleh dari kartu rekam medis pasien kecelakaan

lalu lintas dengan diagnosis cedera kepala ringan di instalasi Rawat Inap ruang Bougenville

(B-3) RS. Marinir Cilandak. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan

mengikuti perkembangan pengobatan sejak pasien masuk hingga keluar rumah sakit yaitu

tangal 11-17 April 2012. Data yang diambil dari berkas rekam medis meliputi karakteristik

pasien dan tata laksana pengobatan kecelakaan yang diterima pasien selama dirawat.

Page 2: Bab 1,2,3,4,5,

2

I.3 Tujuan

a. Mengidentifikasi DRP yang terjadi pada pengobatan seorang pasien yang mengalami

kecelakaan yang dirawat di instalasi rawat inap ruang Bougenville (B-3) RS. Marinir

Cilandak

b. Mengevaluasi DRP pada terapi kecelakaan pasien yang dirawat di instalasi rawat inap

ruang Bougenville (B-3) RS. Marinir Cilandak

Page 3: Bab 1,2,3,4,5,

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masalah Terkait Obat

2.1.1 Definisi

Masalah terkait obat atau Drug Realited Problem (DRP) didefinisikan sebagai

suatu keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien yang disebabkan oleh

terapi obat dan secara nyata atau potensial mengurangi efek terapi yang diharapkan(3).

2.1.2 Klasifikasi

Kategori DRP menurut ....................Masalah terkait obat yang perlu diperhatikan

antara lain (4) :

1. Masalah yang timbul karena tidak tepat indikasi, yaitu pasien memiliki masalah

medis dimana pengobatan yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi dari

penyakit yang dimiliki oleh pasien.

2. Masalah yang timbul karena tidak tepat regimen, yaitu pasien memiliki

masalah medis menerima obat yang sesuai tetapi dosis yang diterima terlalu

rendah atau terlalu berlebih.

3. Masalah yang timbul karena tidak tepat obat, yaitu pasien mendapatkan terapi

yang tidak sesuai dengan kondisi medis.

4. Masalah yang timbul karena interaksi obat, yaitu pasien mendapatkan masalah

medis karena terjadinya interaksi antar obat yang digunakan, obat dengan

makanan dan obat dengan uji laboratorium.

5. Masalah yang timbul karena efek samping obat, yaitu pasien mendapatkan

masalah medis yang diakibatkan karena efek samping yang ditimbulkan dari

pemakaian obat yang diberikan.

6. Masalah yang timbul karena tidak mendapat obat, yaitu pasien mempunyai

masalah medis akan tetapi secar farmasetik, psikologis atau sosioekonomi

penderita tersebut gagal mendapatkan obat.

Masalah yang berkaitan dengan obat merupakan masalah yang penting. Kerjasama

antara dokter, farmasis, dan keluarga pasien diperlukan untuk memberikan rencana

pelayanan serta memantau perkembangan pasien untuk mencegah masalah yang

berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortilitas. Obat

Page 4: Bab 1,2,3,4,5,

4

diberikan pada pasien berdasarkan kondisi medis yang dialaminya untuk mendapatkan

hasil terapi yang optimal, jika hasil dari pengobatan tidak optimal maka ada

kemungkinan terjadinya masalah terkait obat. Adanya masalah berkaitan dengan obat

menyebabkan tingginya biaya pelayanan kesehatan yang dikeluar (5).

Ketika ditemukan masalah terkait obat, farmasis harus merencanakan cara

mengatasinya. Farmasis harus memberikan skala prioritas untuk masalah terkait obat

tersebut, yang didasarkan pada resiko yang mungkin diperoleh penderita. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas masalah terkait obat:

1. Masalah mana yang harus diselesaikan lebih dahulu dan masalah mana yang

dapat diselesaikan kemudian.

2. Masalah yang merupakan tanggung jawab farmasis.

3. Masalah yang dapat diselesaaikan dengan cepat oleh farmasis.

4. Masalah yang dalam penyelesaiannya memerlukan bantuan dari tenega

kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain-lain).

2.2 Penyakit Pasien

Cedera adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai atau tanpa disertai perdarahan

intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan

adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.

yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak. Merupakan

salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan

sebagian besar karena kecelakaan lalulintas. Adapun pembagian cidera kepala adalah:

Simple head injury

Commotio cerebri

Contusion cerebri

Laceratio cerebri

Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala

ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala

berat.Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran,

sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus

dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada

saat pasien tiba di Rumah Sakit (6).

Page 5: Bab 1,2,3,4,5,

5

2.2.1 Cedera Kepala Ringan (6)

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak

lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.

Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya

pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia

retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya

kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus

temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,

pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi

kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

2.2.2 Patofisiologi (6)

Cedera kepala yang ringan Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat

besar dalam menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala.

Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala

yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan

benda tumpul. Cedera periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang

secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini

mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak

langsung seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat.

Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang

menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang otak.

Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin

karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau

hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi

dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi : hiperemia

(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta

vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya peningkatan

tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak

sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.

Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar”

sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan hasil dengan lebih

Page 6: Bab 1,2,3,4,5,

6

khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral

dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh

perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan

dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu :   cedera

akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera

menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya, situasi yang terjadi

pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.

2.2.3 Gambaran Klinis (6)

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio

Cerebri :

Skor GCS 13-15

Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

2.2.4 Diagnosis (6)

Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis, gejala-gejala klinis : Interval

lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi Pemeriksaan penunjang.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang (6)

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

2. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6

jam dari saat terjadinya trauma

3. EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi

4. Roentgen foto kepala

5. Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

Page 7: Bab 1,2,3,4,5,

7

2.2.6 Terapi (6)

Perawatan selama 3-5 hari

Mobilisasi bertahap

Terapi simptomatik

Observasi tanda vital

Page 8: Bab 1,2,3,4,5,

8

BAB III

STUDI KASUS

3.1. Anamnesis

Pasien Tn Y datang ke UGD tanggal 11 April 2012 pada pukul 06.30 menceritakan

keluhan yang dirasakannya. Keluhan utama adalah kecelakaan lalu lintas (jatuh dari motor

kecelakaan tunggal) yang menyebabkan penglihatan pasien berkurang (kabur) keluar darah

dari hidung, benturan di wajah, terdapat luka di wajah, perut kiri sakit, seluruh badan terasa

nyeri, disertai mual kemudian muntah agak kehitaman.

Pemeriksaan tanda-tanda vital juga dilakukan seperti pemeriksaan tekanan darah,

denyut nadi, suhu tubuh, pernafasan dan lain-lain seperti yang tertera dibawah ini :

I. Data Pengobatan

Identitas pasien

Nama : Tn Y

Jenis kelamin : Laki-Laki

Umur : 36 tahun

BB/TB : 71kg/170cm

Tanggal masuk : 11 April 2012

Data klinis

Pemeriksaan umum saat MRS:

Kesadaran : Sadar penuh (CM)

F. Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,50 C

Abdomen : Daftar lunak B - + tymari

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Riwayat penyakit terdahulu : -

Riwayat penyakit keluarga : -

Berdasarkan anamnesis diatas dan pemeriksaan fisik yang dilakukan diagnosis

klinis untuk pasien adalah cidera kepala ringan, VL, multiple VE, contusio jaringan.

Page 9: Bab 1,2,3,4,5,

9

Tindakan awal :

HC : Dalam III

TT : Luar IV

Jahitan luka dalam dan luar berjumlah 7 (tujuh) jahitan.

3.2 Perkembangan Pasien (SOAP)

Pada saat datang di Rumah sakit, pasien masuk Unit Gawat Darurat (UGD, dan

diberikan obat-obatan untuk mengatasi kondisi kegawatannya, yaitu:

R/ Infus ringer laktat 20 tetes per menit

Injeksi Cefotaxime 2x1

Injeksi Ranitidin 2x1

Injeksi Transamin 3x500 mg

Injeksi Ondanstron 2x1

Injeksi Novalgin 3x1

Catatan perkembangan pasien dan instruksi yang diberikan dokter dapat dilihat

sebagai berikut:

Tanggal Subject ve

(S)

Objective

(O)

Assesment

(A)

Planning

(P)

11/04/201

2

Sakit Kepala

(+), Mual (+),

Muntah (+),

Sakit kepala

(+), Lengan

kiri tidak

dapat

diluruskan.

KU/Kas : ss/cm

TD: 120/80 mmHg

M: 78x/m

RR: 18x/m

Suhu : 36,5oC

Mata: CA -/-

S1 -/-

Rc +/+

THT: Tonsil / fasing

tengah

Darah : (-)

Ruam : vasialis

L : Tampak luka

lecet di R. Frontalis

Cedera

kepala

ringan +

VL +

multiple

VE +

contusio

jaringan

R/ Infus RL

20 tetes per menit

Inj Cefotaxim 1g

2x1

Inj Ranitidin 2x1

Inj Transamin

3 x 500 mg

Inj Ondansentron

2x1

Inj Novalgin 2x1

Page 10: Bab 1,2,3,4,5,

10

(+)

R. Zigomaticus, Dx

tampak luka robek

diatas alis kiri

tertutup kasa perban

membesar.

F : NT (+)

M : (-)

Thorax : BNP

vesiculer

Rh -/- wh -/-

Bj 1-11 Mur-mur (-)

Galub (+) gejass (-)

11/4/201

2

16.20

Sakit Kepala

(+), Mual (+),

Muntah (+),

Sakit kepala

(+), Lengan

kiri tidak

dapat

diluruskan

Nadi : 80 x /menit

RR : 20 x /menit

- Inj Transamin 3x1

Inj vit K 3x1

11/4/2012

18.40

dr

Sp. THT

- - - R/ Tampon

kapas

Adrenalin

10 menit

Flunarizin 1x1

Mertigo 3x1

12/4/2012

dr

Sp M

Mata kiri

kabur, mual

(-), muntah

(-), cidera

kepala ringan

(–) ssss

AV OD/OS > 2/60 R/Methyl Cobalt

2x1,

Vitrolenta ED

3x gtt 2,

Gentamisin ED3x1,

Paracetamol 3x1

Page 11: Bab 1,2,3,4,5,

11

12/4/2012

13.30

- - - R/ Tremenza 2x2

Metyl Pred 3x1

Ambroxol 3x1

Flunarizin 1x10 mg

Betahistin 3x1

15/4/2012

dr Sp THT

- - - THT sel, Obat

Habiskan

16/4/2012 Nyeri dada

kiri bawah

sudah

berkurang (-),

Sakit kepala

(+), terutama

saat posisi

berbaring →

duduk, mata

kiri buram,

nyeri (-),

pendengaran

kiri dan kanan

baik.

Ku/Kes = ss/cm

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 78x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.2 0C

R.Facialis

L : tampak luka

lecet dipelipis

kanan,di pipi

kanan,darah (-)

F : NT(-)

M :(-)

R. Frontalis

L : tampak luka

jahitan di atas alis

kiri tertutup kassa

perban

BU : Rembesan

F : NT (+)

M: (-)

R. Orbita dx exin

L : Pupil anisotop

RC +/±, S1 -/-,

eritem (+)

F : NT (-)

Cidera kepala

ringan sudah

membaik

multipke VE

VL, hipotoni

bulbi ovulisin,

contusio

jaringan sudah

membaik.

R/ IVFD :

RL 20 tetes/ menit

Cefotaxime 2x1 g

iv (hari ke-6)

diganti

Ciprofloxacin 500

mg 2x1

Ranitidin 2x1 iv →

stop

Transamin 3x1→

stop

Ondancentron 3x1

→ stop

Novalgin

3x1→stop

Methylcobalt 2x1

Vitamin k 3x1 →

stop

Tremenza 2x2

Methylprednisolon

3x1

Paracetamol 3x1

→ stop

diganti asam

mefenamat 3x1

stop

Page 12: Bab 1,2,3,4,5,

12

M : (-) Mertigo 3x1

Flunarizin 1x1,

Vicrolenta 3x2 tetes

Gentamycin zalf 3x1

17/4/2012 Mual (-),

Muntah (-),

cidera kepala

ringan (-)

Sudah

boleh

pulang

Habiskan infus,

R/ Ciprofloksacin

2x1 Asam

mefenamat 2x1

Methylcobalt 2x1

II. Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

11/04/2012

Darah :

Gula darah sewaktu 106,0 kal

Hemoglobin 16,0 g/dl 13,0-17,0 g/dl

Hematokrit 44,0 % 37,0-57,0 %

*Leukosit 15,8 µl

(Infeksi bakteri)

5,0-10,0 µl

Trombosit 207,0 µl 150,0-400,0 µl

Massa pembekuan 5 menit 2-6 menit

Masa perdarahan 3 menit 1-3 menit

11/04/2012 Thorax Jantung dan paru baik tak

tampak adanya fraktur

tulang-

Page 13: Bab 1,2,3,4,5,

13

Bahu dan siku Tidak tampak kelainan -

12/04/2012 CT Scan Normal -

13/04/2012 Rontgen Tidak tampak kelainan

tulang

-

III. Hasil Wawancara.

Kondisi pasien saat wawancara : Pasien dalam keadaan sadar.

Obat sebelum masuk rumah sakit :

1. Obat yang pernah diminum sebelum masuk rumah sakit : -

2. Alasan minum obat sebelum masuk rumah sakit : -

3. Sejak kapan minum obat : Sejak masuk rumah sakit.

4. Riwayat alergi obat : Tidak ada.

5. Riwayat alergi makanan : Tidak ada.

6. Kebiasaan merokok : Pasien merokok.

7. Kebiasaan minum alkohol :Pasien tidak minum alkohol.

8. Kebiasaan makan : Teratur.

9. Waktu tidur : Teratur.

Obat setelah masuk rumah sakit :

1. Kepatuhan minum obat : Pasien patuh minum obat

2. Hasil setelah minum obat : Keadaan pasien bertambah baik.

3. Efek samping/keluhan setelah minum obat : Tidak ada keluhan.

IV. Uraian Obat (7,8,9)

Obat-obat yang digunakan :

1. IVFD RL

*Komposisi :

Page 14: Bab 1,2,3,4,5,

14

Tiap liter mengandung :

Natrium laktat 3,10 g

Natrium korida 6,00 g

Kalium klorida 0,30 g

Kalsium klorida 0,20 g

Air untuk injeksi ad 1000 ml

*Indikasi : Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada

dehidrasi.

*Efek samping : - Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutnya atau

cara pemberiannya, termasuk timbulnya panas, infeksi pada

tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebilitis yang

meluas dari tempat penyuntikan.

- Bila terjadi efek samping, pemakaian harus dihentikan dan

lakukan evaluasi terhadap penderita.

* Kontra indikasi : Hipenatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis

laktat.

* Dosis : Infus IV dosis sesuai dengan kondisi penderita.

2. Cefotaxime

* Komposisi : Cefotaxime 1 g

* Indikasi : Untuk infeksi dengan kuman gram negatif, profilaksis

* Efek samping : Menebabkan gangguan lambung usus (diare, mual, muntah

dll) dan nefrotoksisitas

* Kontra Indikasi : Wanita hamil dan menyusui

* Deskripsi : Golongan Sefalosforin generasi ketiga

* Dosis : Single dose 1 g

3. Ciprofloxacine

*Komposisi : Ciprofloxacine 500 mg

*Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profiaksis pada

bedah saluran cerna bagian atas. Pengunaannya termasuk untuk

Page 15: Bab 1,2,3,4,5,

15

infeksi saluran nafas (tapi bukan pneumonia pneumokokus),

saluran kemih, sistem pencernaan (termasuk demam tifoid) dan

gonorhoe serta septikemia oleh organise yang sensitif.

* Efek samping : Gangguan lambung usus seperti sakit perut, mual muntah,

anoreksia dan diare.

* Kontra Indikasi : Wanita hamil dan menyusui

* Deskripsi : Termasuk golongan kuinolon

*Dosis : Dewasa : Oral : infeksi saluran nafas, 250-750 mg dua kali

sehari (setiap 12 jam) IV (selama 30-60 menit), 200-400 mg

dua kali sehari (setiap 12 jam)

*Penyajian : Untuk tablet diminum sesudah makan.

4. Paracetamol

*Komposisi : Paracetamol 500mg

*Indikasi :Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak

tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi

rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan

sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah

vaksinasi.

* Efek samping : Hepatotoksik

*Kontra Indikasi : - Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-

fosfat dehidroganase.

Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan

fungsi hati.

*Deskripsi : - Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai

sifat antipiretik/analgesik

Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen

dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral.

Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa

nyeri ringan sampai sedang.

Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga

tindak digunakan sebagai antirematik.

Page 16: Bab 1,2,3,4,5,

16

*Dosis : - Dosis untuk orang dewasa 500 mg 3-4 kali sehari, Dosis

untuk anak umur 2,5 tahun  125 mg atau ¼ tablet 3 – 4 kali

sehari. Untuk anak umur 10 tahun 250 mg atau ½ tablet 3 – 4

kali sehari.

Sebaiknya untuk anak yang dibawah umur 6 tahun

menggunakan paracetamol sirup dengan dosis 1 sendok the

(120 mg/1 sendok the) 3 – 4 kali sehari. Tetapi jika panas

atau nyeri dan gejala lain sudah hilang hentikan

penggunaannya. Jadi diminum jika ada gejala saja.

*Penyajian : Diminum selesai makan.

5. Novalgin

* Komposisi : Metamizole Na

* Indikasi : Meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik dan sakit setelah

operasi

* Efek samping : Reaksi hipersensitivitas ; reaksi pada kulit misal kemerahan.

Agranulositosis

* Kontra Indikasi : Penderita hipersensitivitas terhadap Metamizole Na, wanita

hamil dan menyusui, penderita dengan tekanan darah sistolik ,

100 mmHg, bayi di bawah 3 bulan atau dengan berat badan

kurang dari 5 kg

* Dosis : 500 mg jika sakit timbul, berikutnya 500 mg tiap 6-8 jam,

maksimum 3 kali sehari, di berikan secara i.m atau i.v

* Penyajian : Diminum setelah makan

6. Asam Mefenamat

* Komposisi : Asam mefenamat

* Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan kondisi yang berhubungan ;

dismenore, dan menoragi

* Efek samping : Mengantuk, diare atau ruam kulit (hentikan pengobatan),

trobositopenia, anemia hemolitik, kejang pada overdosis.

* Kontra Indikasi : Dikontraindikasikan terutama pada peradangan usus besar

* Deskripsi : Asam mefenamat merupakan analgesik kelompok AINS tetapi

sifat anti inflamasinya rendah.

Page 17: Bab 1,2,3,4,5,

17

* Dosis : 500 mg 3 kali sehari.

* Penyajian : Diminum setelah makan

7. Tremenza

*Komposisi : Pseudoefedrin Hcl & Triprolidin Hcl

* Indikasi : Untuk meringankan gejala-gejala flu karena alergi pada saluran

pernafasan bagian atas yang memerlukan dekongestan nasal

dan antihistamin.

* Efek samping : - Mulut, hidung dan tenggorokan kering.

- Sedasi, pusing, gangguan koordinasi, tremor, insomnia,

halusinasi, tinitus.

- Antihistamin dapat menyebabkan pusing, rasa kantuk mulut

kering, penglihatan kabur, rasa letih, mual, sakit kepala atau

gelisah pada beberapa penderita.

* Kontra Indikasi : - Jangan digunakan untuk penyakit saluran nafas bagian

bawah termasuk asma.

- Hipersensitivitas terhadap obat ini.

- Pada penderita dengan gejala hipertensi, glaukoma, diabetes,

penyakit arteri koroner dan pada terapi dengan penghambat

monoamin oksidase.

* Deskripsi : - Tremenza merupakan kombinasi antara Pseudoefedrin suatu

dekongestan nasal dan Triprolidin suatu antihistamin.

- Senyawa ini juga untuk sementara mengurangi pembengkakan

karena inflamasi pada membran mukosa sehingga

melancarkan jalan nafas pada hidung.

*Interaksi obat : Penggunaan bersama dengan furazolidon dan penghambat

monoamin oksidase dapat menaikkan efek alfa-adrenergik dari

simpatomimetik, seperti sakit kepala, krisis hipertensi.

* Dosis : Dewasa: 1 tablet atau 10 ml, 3-4 kali sehari.

Anak-anak: 6-12 tahun: ½ tablet atau 5 ml, 3-4 kali sehari.

2-5 tahun: 2,5 ml, 3-4 kali sehari.

* Penyajian : Diminum sesudah makan.

Page 18: Bab 1,2,3,4,5,

18

8. Flunarizin

* Komposisi : Flunarizin 5 mg, 10 mg

* Indikasi : Mencegah migren, pengobatan dan pencegahan gangguan

vestibular akibat gangguan peredaran darah serebral dan

perifer misalnya, pusing, tinitus, vertigo; sulit berkonsentrasi

dan bingung; gangguan daya ingat, iritabilitas, gangguan

irama tidur; kejang sewaktu berjalan atau berbaring,

parestesia, ekstremitas dingin dan gangguan tropik. Selama

pengobatan dengan Flunarizin bila perlu disertai diet, tidak

merokok dan latihan jalan.

* Efek samping : Depresi, gejala ekstrapiramidal

* Kontra Indikasi : -

* Dosis : Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 10 mg/hari tetapi

pengurangan dosis hingga 5 mg/hari dapat mengurangi efek

samping yang timbul.

* Penyajian : Sebaiknya diberikan sekali sehari pada malam hari untuk

mengantisipasi efek ngantuk.

9. Ambroxol

* Komposisi : Ambroxol

* Indikasi :

Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya pada

eksaserbasi bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma bronkial.

* Efek samping :

Reaksi intoleran, reaksi alergi, reaksi pada kulit, pembengkakan wajah, dispnea,

demam.

* Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap ambroksol

* Deskripsi :Ambroksol merupakan mukolitik yang membantu ekspektorasi

dengan mengurangi viskositas sputum.

* Dosis : Dewasa : kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg. Dewasa

dan anak diatas 12 tahun: 1 tablet (30 mg) 2-3 kali sehari; Anak

6-12 tahun: ½ tablet 2-3 kali sehari.

* Penyajian : diminum sesudah makan.

Page 19: Bab 1,2,3,4,5,

19

10. Methyl Prednison

* Komposisi : Methyl Prednisolon

* Indikasi : supresi inflamasi dan gangguan alergi, udema serebral

dihubungkan dengan keganasan, penyakit rematik dan kulit.

* Efek samping : efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung,

abdominal distention, pankreatitis akut, ulserasi esophagel dan

kandidiasis, osteoporosis, patah tulang dan tulang belakang,

haid tidak teratus, amenore, dan lain-lain.

* Kontra Indikasi : infeksi siskemik (kecuali kalau diberikan pengobatan

microbial spesifik), hindari pemberian vaksin virus hidup pada

pemberian dosis imunosupresif (respon serum antibody

berkurang).

* Dosis : Oral: umum 2-40 mg/hari.

Injeksi Intra Muskular atau Injeksi Intra Vena lambat atau

Infus: awal 10-500 mg; reaksi penolakan pencangkokan sampai

1 g/hari melalui infus intravena selama 3 hari.

11. Mertigo

* Komposisi : Betahistin Dihidroklorida

* Indikasi : Digunakan untuk terapi vertigo,tinitus dan kehilangan

pendengaran terkait dengan penyakit Meniere.

* Efek samping : gangguan saluran cerna, sakit kepala, ruam kulit dan pruritus.

* Kontra Indikasi : Paeokromositoma, hipersensitivitas komponen obat,

kehamilan dan menyusui.

* Deskripsi : Betahistin adalah suatu analog histamin dan di klaim

mengurangi tekanan endolimfatik dengan cara memperbaiki

mikrosirkulasi.

* Dosis : Dosis awal 16 mg, 3 x sehari.

Dewasa : 24-48 mg per hari dalam 3 dosis terbagi.

* Penyajian : Lebih baik diminum bersama makanan.

12. Transamin injeksi

Page 20: Bab 1,2,3,4,5,

20

* Komposisi : Asam Traneksamat

* Indikasi : Untuk mencegah pendarahan (misal pada prostatektomi dan

cabut gigi pada hemofilia), fibrinolisis lokal, dan terutama

dapat bermanfaat pada menoragia.

* Efek samping : mual muntah, diare, pusing pada injeksi intravena cepat.

* Kontra Indikasi : Pasien dengan riwayat penyakit tromboembolik, penderita

yang hipersensitif terhadap salah satu komponen ini.

* Deskripsi :- Asam traneksamat merupakan sediaan dari asam traneksamat

dengan bentuk kapsul yang mengandung asam traneksamat 250

mg, tablet salut selaput yang mengandung asam traneksamat

500 mg dan injeksi yang mengandung asam traneksamat 50

mg/ml dan 100 mg/ml.

- melarutnya fibrin dapat diganggu oleh pemberian asam

traneksamat yang menghambat fibrinolisis.

* Dosis : Injeksi: Dewasa: 250-50 mg/hari dalam dosis terbagi melalui

injeksi IV secara lambat/IM. fibrinolisis lokal : dosis standar

yang direkomendasikan adalah 500 mg- 1000 mg injeksi IV

secara lambat (1 ml/menit) 3 kali sehari. Pada orang tua, tidak

perlu pengurangan dosis kecuali jika ada tanda kegagalan

ginjal.

13. Vitamin K

* Komposisi : vitamin K

* Indikasi : untuk produksi faktor pembeku darah dan berbagai protein

yang diperlukan untuk kalsifikasi tulang yang normal.

* Kontra Indikasi : Karena vit K larut dalam lemak, penderita dengan

malabsorpsi lemak, khususnya bila ada obstruksi bilier atau

penyakit hati, bisa mengalami defisiensi.

* Dosis : Pemberian oral untuk pencegahan defisiansi vit K pada

sindrom malabsorbsi, sediaan larut air, menadiol natrium

fosfat harus digunakan; dosis biasanya sekitar 10 mg tiap hari.

14. Methyl Cobalt

Page 21: Bab 1,2,3,4,5,

21

* Komposisi : Methyl cobalt

* Indikasi : Penyakit saraf tepi.

* Efek samping : Jarang (mual, diare, ruam kulit, kehilangan nafsu makan,

nyeri & pengerasan pada tempat penyuntikan, sakit kepala,

berkeringat, demam).

* Kontra Indikasi : -

* Dosis : 3 kali sehari 500 µg.

* Penyajian : Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

15. Vitrolenta eye drop

* Komposisi : Potasium Iodida 5 mg dan Sodium Iodida 10 mg

* Indikasi :

Kekeruhan dan pendarahan pada vitreous body dikarenakan segala penyebabnya

(usia myopia, hypertonia, diabetes, periphlebitis), kekeruhan pada lensa sebagai

gejala awal katarak senilis.

* Efek samping :

Rasa terbakar atau iritasi dapat terjadi beberapa saat setelah obat diteteskan,

kadang-kadang terjadi peningkatan aliran air mata

* Kontra Indikasi :

- Hipersensitiv terhadap kandungan obat ini

- Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap iodine (iodism)

- Pasien yang memiliki gangguan fungsi tyroid

* Deskripsi :

Penggunaan sistemik sebagaimana juga penggunaan topikal iodida dapat

mengaktifkan/merangsang metabolisme dan terkadang juga berfungsi untuk

mencegah pengeruhan vitreous body.

16. Gentamisin

* Komposisi : Gentamisin

Page 22: Bab 1,2,3,4,5,

22

* Indikasi : Sebagai terapi tambahan pada peningkatan tekanan intra okular

pada pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut

lebar.

* Efek samping : Pandangan kabur, rasa yang tidak biasa seperti pahit, kecut;

lebih jarang terjadi; dermatitis, mata kering, sakit kepala,

hiperemia, okular discharge, ketidaknyamanan okular, nyeri

okular, dan rinitis.

* Kontra Indikasi : Hipersensitifitas terhadap komponen obat.

* Dosis : Gentamicin tetes mata 0,3%.

* Penyajian : Satu tetes pada mata yang sakit, tiga kali sehari. Gunakan

berselang minimal 10 menit dari penggunaan obat penurun

tekanan okular yang lain.

17. Ondansentron

* Komposisi : Tiap 4 ml injeksi mengandung ondansetron hydrochloride

setara dengan 8 mg ondansetron.

* Indikasi : Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan

radioterapi serta operasi.

*Dosis : Pencegahan mual dan muntah pasca bedah:

4 mg/i.m. sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan.

Pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi.

* Deskripsi : Ondansetron suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja

secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun

mengatasi mual dan muntah akibat pengobatan dengan

sitostatika dan radioterapi.

* Efek samping : Sakit kepala, konstipasi, rasa panas pada kepala, dan

epigastrum, sedasi dan diare

*Kontra indikasi : Penderita hipersensitif ondansentron

* Penyajian : Sebaiknya diminum sebelum makan.

18. Ranitidine injeksi

*Komposisi : Injeksi Tiap ml mengandung Ranitidin HCI yang setara

dengan 25 mg Ranitidin.

Page 23: Bab 1,2,3,4,5,

23

*Farmakologi : Ranitidin, suatu penghambat aktivitas histamin yang

kompetitif dan reversible pa -da reseptor- H2 histamin,

termasuk reseptor pada sel-sel lambung dan bukan suatu zat

antikolinergik, Ranitidin bekerja dengan cara menghambat

sekresi asam lambung basal dan nokturnal melalui

penghambatan kompetitif terhadap kerja histamin pada reseptor

- H2 histamin di sel-sel parietal. Ranitidin juga menghambat

sekresi asam lambung yang dirangsang oieh makanan, betazole,

pentagas-trln, kofein, insulin dan refleks vagal fisiologis. Efek

penghambatan terhadap histamin bersifat kompetitif, 

sedangkan terhadap pentagastrin bersifat non-kompetitif.

Kadar puncak dalam darah setelah pemakaian oral, tercapal

dalam 1 - 2 jam dan tidak dipengaruhi oleh adanya makanan.

*Indikasi :

Pencegahan dan pengobatan tukak duodenum. Ditujukan

untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum akut dan

tukak lambung aktif yang ringan.

Ranitidine juga diindikasikan untuk mencegah kam-buhnya

tukak duodenum.

Pengobatan keadaan hipersekresi lambung yang patologis,

misalnya sindroma Zollinger-Ellison dan "systemic

mastocytosis".

Pengobatan pendarahan pada saluran pencerna -an karena

tukak lambung, tukak duodenum atau hemorrhagic gastritis.

Digunakan sebelum induksi anestesi sebagai pencegahan

terhadap " acid aspiration pneumonltis".

*Kontra-Indikasi : Hipersensitivitas terhadap Ranitidin.

*Efek Samping :

Saraf pusat : jarang terjadi malaise, sakit kepatarpustng,

menganTukriaTT-vertigo. Kasus yang jarang, termasuk

gangguan,mental reversibel, agitasi, depresi dan halusinasi

diiaporkan jarang terjadi terutama pado pende-rita usia lanjut dan

penderita yang sangat parah,

Page 24: Bab 1,2,3,4,5,

24

Kardiovaskular : bradikardia

Saluran pencernaan : konstipasi, diare, nausea / vomiting, nyeri

perut.

Hati : kadang-kadang hepatitis reversibel (hepatocellular, hepa-

tocanalicular atau keduanya) dengan atau tanpa jaundice.

Hematologi : dapat terjadi penurunan jumlah sel darah putth dan

plate -let (pada beberapa penderita).

Reaksi hipersensitivitas : urtikaria," angioneuroticedema",

bronkospasma hipo-tensi, eosinofilia, ruam, demam. anafilaktik.

Endokrin : pada dosis lazim kadang-kadang menimbulkan

bingung, ginekomastia, hiperprolaktinemia, gangguan seksual

(impotensi, kehilangan libido) Dapat terjadi peningkatan sementara

kadar serum transaminase dan Gamma GT serta sedikit

peningkatan kadar kreatinin serum   (pada beberapa penderita)

*Perhatian Khusus Injeksi :

Pemberian H2 - antagonis dengan dbsis lebih ddri yang dianjurkan

dan lebih dari 5 hari, dan meningkatkan nilai SGPT orang normal.

Pada penderita gangguan ginjal, hams dilakukan pengurangan

dosis.

Kecepatan pemberian secara iv. dapat beresiko induksi bradikardia

pada pasien dengan'faktor pre-disposisi terjadinya aritmia jantung.

*Interaksi Obat : Dengan diazepam, metoprolol, lignokain, fenitoin,

propanolol, teofilin, warfarin, midazolam, fentanyl, nifedipin.

*Dosis Injeksi :

Harus diberikan secara perlahan-lahan (-2'menit)

Dewasa: Intramuskular: 50mg/2ml, setiap 6-8 jam, tanpa

pengenceran.

3.4 Identifikasi Drug Related Problem

Identifikasi DRP yang kemungkinan dapat terjadi pada pasien Tn Y selama menjalani perawatan di rumah sakit dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel identifikasi DRP selama pengobatan pasien di Rumah sakit.

Page 25: Bab 1,2,3,4,5,

25

No Jenis DRP Nama Obat Permasalahan

1. Penggunaan obat tanpa indikasi

Ambroksol dan Tremenza

Penggunaan Ambroksol dan Tremenza

untuk pasien tidak didasarkan dengan

adanya gejala klinis secara jelas, hal ini

disebabkan karena dalam rekam medis

tidak terdokumentasi adanya keluhan

yang berkaitan dengan efek penggunaan

obat tersebut (batuk pilek).

2. Pemberian obat yang tidak tepat

Novalgin dengan Parasetamol

Dalam pemakaian obat pada hari yang

sama diberikan obat yang memiliki efek

dan indikasi yang sama sehingga

penggunan obat tersebut kurang tepat,

karena penggunaannya dianggap

berlebihan atau over lapping.

3. Pemberian obat terjadi interaksi obat

1. Vitamik K dengan Transamin

2. Novalgin dengan Antikoagulan

Vitamin K dengan Asam Traneksamat

(Transamin) dapat menyebabkan

interaksi obat yang diinginkan dimana

kombinasi keduanya dapat

mempercepat antikoagulan berikatan

dengan reseptor. Sedangkan Novalgin

dengan antikoagulan dapat

menyebabkan menurunnya efek dari

antikoagulan

4. Ketidakpatuhan atau tidak mendapat obat menerima pengobatan

Cefotaxim 1 gr injeksiVitamin KFlunarizinMertigoAdrenalinRanitidine InjTransamin InjInj OndansentronNovalgin InjTremenzaAmbroxolMetil Prednison

Pemberian obat yang tidak sesuai

dengan aturan pakai (adanya jadwal

kosong atau tidak diberikan obat)

menyebabkan pasien tidak menerima

obat sehingga dikategorikan dalam

ketidakpatuhan pemakaian obat.

Page 26: Bab 1,2,3,4,5,

26

4mgMetil CobaltParacetamol

BAB IV

PEMBAHASAN

Drug related problems (DRP) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang

berkaitan dengan obat yang nyata atau berpotensi terjadi yang dapat mempengaruhi efek

terapi yang diharapkan. DRP dan pelayanan kefarmasian berkaitan satu sama lain. Pelayanan

kefarmasian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah

sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk

pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (10). Pelayanan

kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

Page 27: Bab 1,2,3,4,5,

27

berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien (11). Fungsi pelayanan kefarmasian adalah

mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP) baik yang nyata

maupun potensial, mengatasi DRP yang nyata dan mencegah DRP yang berpotensi dapat

mengurangi hasil terapi yang diharapkan, karena pelayanan kefarmasian berorientasi pada

pasien adalah prioritas utama dari pelayanan kesehatan (10,11). Analisis terhadap penggunaan

obat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak DRP yang terjadi terhadap pasien. Hasil

analisis menunjukkan adanya kejadian DRP dalam pengobatan pasien.

Pada saat pasien pertama datang ke UGD pasien mengalami kecelakaan dengan

keluhan mual,muntah (berwarna kecoklatan) dan nyeri dibagian perut sebelah kiri.

Berdasarakan anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter mendiagnosa cedera kepala ringan.

Setiap hari selama perawatan pasien terus dipantau kesehatannya dengan adanya

daftar perembangan pasien (SOAP) hal ini digunakan untuk mengetahui kemajuan kesehatan

pasien selama menjalani perawatan. Berdasarkan diagnose pasien diberikan obat secara oral

sebanyak 10 jenis dan 7 obat injeksi, banyaknya obat yang diberikan keoada pasien selama

perawatan memungkin terjadinya masalah yang berkaitan dengan obat (DRP).

Analisis terhadap penggunaan obat dialakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

DRP yang terjadi pada pasien. Hasil analisis menunjukaan adanya kejadian DRP dalam

pengobatan pasien. masalah yang terjadi meliputi : penggunaan obat tanpa indikasi, dosis

subterapi, pemberian obat yang tidak tepat, pasien tidak mendapat obat.

4.1 Penggunaan obat tanpa indikasi

Penggunaan Tremenza dan Ambroksol tidak perlu dilakukan karena dalam rekam medis

tidak terdokumentasi. Pasien tidak memiliki keluhan flu, pilek ataupun batuk jika pasien

mengeluhkan penyakit tersebut seharusnya tercatat pada rekam medis pasien, sehingga

indikasi Tremenza dan Ambroksol masih dipertanyakan untuk pasien ini. Pemberian obat

tanpa indikasi yang jelas tidak boleh dilakukan untuk menghindari masalah berkaitan dengan

pemakaian obat yang terlalu banyak (polifarmasi) dan menghindari terjadinya interaksi obat,

dan menghindari terjadinya DRP.

4.2 Pemberian obat yang tidak tepat

Page 28: Bab 1,2,3,4,5,

28

Nyeri perut yang dialami pasien ditangani dokter dengan cara memberikan obat-obatan

yang mengatasi nyerinya yaitu Novalgin 500 mg Inj dan Parasetamol 500 mg. Pemberian

kombinasi obat tersebut dinilai kurang tepat, meskipun kegunaannya sama dan mekanisme

kerja obat berbeda, akan tetapi penggunaanya dianggap berlebihan atau over lapping.

Novalgin Inj maupun Paracetamol diberikan secara bersama-sama, berfungsi sebagai

analgetik-antipiretik dianggap berlebihan sehigga sebaiknya dipakai salah satu saja, karena

pasien tidak mengalami demam dengan hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien yaitu 36,5 0C.

pasien mengalami nyeri yang hebat cukup jika diberikan Novalgin injeksi. Dari mekanisme

kerja terlihat apabila terjadi kombinasi antara Parasetamol dan Novalgin 500 mg Injeksi,

terjadi tumpang tidih kerja obat, yaitu keduanya berkerja pada reseptor nyeri namun berbeda

tempat kerja. Hal ini tentunya kurang efektif bagi pengobatan, karena efek Novalgin lebih

kuat dari Parasetamol sehingga penggunaan parasetamol dianggap tidak perlu.

4.3 Penggunaan Obat Terjadi Interaksi Obat

Transamin Injeksi dan Vitamin K Injeksi diberikan bertujuan untuk menghentikan

pendarahan pasien, kedua obat dikombinasi dapat terjadi interaksi obat di mana pemberian

antikoagulan bersamaan dengan obat yang bersifat asam dapat mempercepat atau

meningkatkan obat berikatan dengan reseptor sehingga efek terapi terjadi meningkat.

Novalgin bila diberikan secara bersamaan dengan antikoagulan dapat menyebabkan efek dari

antikoagulan menurun. Untuk mengatasinya pemberian kedua obat tersebut diberi jarak atau

waktu pemakaian, agar diperoleh efek atau khasiat yang diinginkan. Banyaknya penggunaan

obat tersebut dapat menyebabkan peningkatan efek samping obat atau interaksi obat sehingga

menimbukan masalah baru.

4.4 Ketidakpatuhan atau kegagalan menerima pengobatan.

Kegagalan menerima obat karena ketidakpatuhan dengan meminum obat tidak sesuai

jadwal yag ditetapkan akan memperpanjang waktu perawatan sehingga berdampak pada

peningkan morbiditas dan biaya pengobatan pasien. Oleh karena itu, seharusnya obat

diminum sesuai regimen dosis yang telah ditetapkan secara teratur. Rekomendasi jadwal

pemberian obat untuk tuan Y disesuaikan dengan aturan pakainya, jika pasien diberikan obat

dengan aturan pakai 2xsehari, maka obat seharusnya diminum tiap 12 jam sekali dalam satu

hari. Bila diberikan obat dengan aturan pakai 3xsehari, seharusnya obat diberikan tiap 8 jam

sekali atau bila diberikan obat dengan aturan pakai 4xsehari, maka obat diberikan 6 jam

sekali, obat-obat yang diberikan sebelum makan, saat makan ataupun sesudah makan harus

Page 29: Bab 1,2,3,4,5,

29

diberikan sesuai aturan tersebut. Aturan pemakaian obat seperti ini bertujuan agar obat dapat

bekerja dan memberikan efek terapi dengan baik dan efektif, bila pemakaian obat tidak

teratur maka akan memperburuk atau menyebabkan kuman atau bakteri menjadi resisten

terhadap obat yang diberikan.

Berbagai macam masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat pada pasien

disebabkan oleh beberapa faktor yang berkontribusi, yaitu : keadaan/kondisi sumber daya

manusia IFRS (Instalasi farmasi rumah sakit), sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap

yang tidak sesuai, pelayanan farmasi klinik belum diterapkan, cara dispensing obat yang baik

tidak diterapkan, kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat

tidak memadai, pelaksanaan sistem formularium, dan pengadaan formularium yang belum

memadai, panitia farmasi dan terapi yang belum diberdayakan, untuk melaksanakan

pelayanan IFRS belum memadai, dan pengetahuan pasien dan profesional tenaga kesehatan

kesehatan tentang obat yang kurang atau tidak memadai. Sehingga menyebabkan salah

pemilihan atau pemberian dosis yang tidak tepat bagi pasien tertentu selain itu dengan

kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan menyebabkan kurangnya informasi obat yang

diperlukan.

Ada berbagai upaya Apoteker dalam pencegahan kesalahan obat yang sebenarnya telah

melekat pada praktek kefarmasian di rumah sakit, yaitu pelaksanaan penggunaan apoteker

sepenuhnya dalam bidang dispensing dan ruang perawatan pasien, pelaksanaan sistem

distribusi obat yang tidak tepat untuk pasien rawat inap, pelaksaan tanggung jawab IFRS

sepenuhnya dalam pengelolaan obat di rumah sakit, pemenuhan standar minimal IFRS,

penerapan sistem menejemen mutu menyeluruh dalam IFRS, pelaksanaan pelayanan farmasi

klinik yang langsung, dan pelaksanaan farmasi klinik yang tidak langsung.

Upaya perawat dalam pencegahan kesalahan obat, terutama difokuskan pada waktu

pemberiaan obat kepada pasien. Ada “sembilan tepat” yang perlu dilaksanakan perawat

sewaktu pemberiaan obat kepada pasien rawat inap, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat dosis,

tepat rute pemberian, tepat waktu dan hari, tepat teknik, tepat pendekatan, tepat informasi,

dan tepat pemantauan. Pengamatan DRP ini memiliki keterbatasan karena sifatnya

retrospektif, yaitu memakai data di masa lampau. Data yang dipergunakan adalah rekam

medis pasien. Data dapat dengan mudah didapatkan, namun bersifat terbatas karena kondisi

pasien yang sebenarnya tidak bisa diamati dan data hanya didapatkan dari informasi tertulis

di rekam medis tersebut. Obat-obat yang diberikan dokter kepada pasien memiliki suatu

interaksi ataupun suatu DRP, hanya saja seluruh efek samping yang ditimbulkan dapat

Page 30: Bab 1,2,3,4,5,

30

dihindari dengan cara pemberian obat atau resep diatur dan diberikan sesuai waktu yang telah

diberikan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Drug Related Problem (DRP) ditemukan dalam kasus Cedera Kepala Ringan (CKR) pada

Seorang pasien Tn Y berumur 36 tahun yang dirawat di instalasi rawat inap Ruang

Bougenville (B-3) RS. Marinir Cilandak.

2. DRP yang ditemukan adalah karena tidak adanya indikasi, obat yang tidak tepat, interaksi

obat dan efek samping obat.

Page 31: Bab 1,2,3,4,5,

31

3. Penyelesaian yang dapat diberikan adalah diberikan obat yang sesuai dengan regimennya,

obat-obat diberikan dengan mengatur jarak pemberian.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan analisa DRP dan penjelasan DRP secara rutin yang dikomunikasikan

dengan tim medis yang ada di RS. Marinir Cilandak. Apoteker perlu berinteraksi langsung

dengan dokter memberi resep kepada pasien.

2. Perlu dilakuakan pelatihan untuk Apoteker dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan kompetensi dalam mengatasi masalah-masalah terkait DRP.

3. Perlu dibuat suatu sistem informasi DRP sebagai suatu bentuk pencatatan DRP, sehingga

obat-obat yang menimbulkan DRP dapat dicegah dan berhati-hati untuk diberikan kepada

pasien.

4. Pengamatan DRP sebaiknya dilakukan secara prosfektif agar dapat memberikan langsung

rekomendasi apoteker kepada pasien.