bab 1,2,3,4,5,
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat adalah zat yang digunakan untuk mendiagnosa, pengobatan, penyembuhan atau
pencegahan penyakit pada manusia atau hewan(1). Obat memiliki peranan penting dalam
menyembuhkan, mengurangi, dan mencegah penyakit. Akan tetapi, penggunaan obat yang
tidak tepat baik dari segi cara pemakaian, aturan pakai, hingga jumlah obat yang digunakan,
dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan obat atau Drug Related Problem (DRP).
Kejadian DRP sering terjadi namun kebanyakan tidak diperhatikan oleh dokter, terutama
pada pemberian obat kepada pasien, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya hasi terapi
yang diinginkan bahkan dapat terjadi kematian.
Apoteker merupakan profesi yang memiliki misi membantu memastikan bahwa
pasien mendapatkan pengobatan yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori,
bekerjasama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang
berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Salah satu tugas
terpenting apoteker adalah mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan obat (DRP),
sehingga dapat merekomendasikan pemilihan obat yang tepat untuk pasien dan
meminimalkan atau mencegah Drug Related Problem (DRP)(2). Untuk itu, pada Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) 2012 di Rumkital Marinir Cilandak, dilakukan pengamatan
terhadap seorang pasien rawat inap yang didiagnosa kasus kecelakaan lalu lintas
menggunakan rekam medis untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya DRP yang terjadi
selama pasien dirawat di rumah sakit.
I.2 Metodologi
Data penelitian yang digunakan diperoleh dari kartu rekam medis pasien kecelakaan
lalu lintas dengan diagnosis cedera kepala ringan di instalasi Rawat Inap ruang Bougenville
(B-3) RS. Marinir Cilandak. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan
mengikuti perkembangan pengobatan sejak pasien masuk hingga keluar rumah sakit yaitu
tangal 11-17 April 2012. Data yang diambil dari berkas rekam medis meliputi karakteristik
pasien dan tata laksana pengobatan kecelakaan yang diterima pasien selama dirawat.
2
I.3 Tujuan
a. Mengidentifikasi DRP yang terjadi pada pengobatan seorang pasien yang mengalami
kecelakaan yang dirawat di instalasi rawat inap ruang Bougenville (B-3) RS. Marinir
Cilandak
b. Mengevaluasi DRP pada terapi kecelakaan pasien yang dirawat di instalasi rawat inap
ruang Bougenville (B-3) RS. Marinir Cilandak
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masalah Terkait Obat
2.1.1 Definisi
Masalah terkait obat atau Drug Realited Problem (DRP) didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien yang disebabkan oleh
terapi obat dan secara nyata atau potensial mengurangi efek terapi yang diharapkan(3).
2.1.2 Klasifikasi
Kategori DRP menurut ....................Masalah terkait obat yang perlu diperhatikan
antara lain (4) :
1. Masalah yang timbul karena tidak tepat indikasi, yaitu pasien memiliki masalah
medis dimana pengobatan yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi dari
penyakit yang dimiliki oleh pasien.
2. Masalah yang timbul karena tidak tepat regimen, yaitu pasien memiliki
masalah medis menerima obat yang sesuai tetapi dosis yang diterima terlalu
rendah atau terlalu berlebih.
3. Masalah yang timbul karena tidak tepat obat, yaitu pasien mendapatkan terapi
yang tidak sesuai dengan kondisi medis.
4. Masalah yang timbul karena interaksi obat, yaitu pasien mendapatkan masalah
medis karena terjadinya interaksi antar obat yang digunakan, obat dengan
makanan dan obat dengan uji laboratorium.
5. Masalah yang timbul karena efek samping obat, yaitu pasien mendapatkan
masalah medis yang diakibatkan karena efek samping yang ditimbulkan dari
pemakaian obat yang diberikan.
6. Masalah yang timbul karena tidak mendapat obat, yaitu pasien mempunyai
masalah medis akan tetapi secar farmasetik, psikologis atau sosioekonomi
penderita tersebut gagal mendapatkan obat.
Masalah yang berkaitan dengan obat merupakan masalah yang penting. Kerjasama
antara dokter, farmasis, dan keluarga pasien diperlukan untuk memberikan rencana
pelayanan serta memantau perkembangan pasien untuk mencegah masalah yang
berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortilitas. Obat
4
diberikan pada pasien berdasarkan kondisi medis yang dialaminya untuk mendapatkan
hasil terapi yang optimal, jika hasil dari pengobatan tidak optimal maka ada
kemungkinan terjadinya masalah terkait obat. Adanya masalah berkaitan dengan obat
menyebabkan tingginya biaya pelayanan kesehatan yang dikeluar (5).
Ketika ditemukan masalah terkait obat, farmasis harus merencanakan cara
mengatasinya. Farmasis harus memberikan skala prioritas untuk masalah terkait obat
tersebut, yang didasarkan pada resiko yang mungkin diperoleh penderita. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas masalah terkait obat:
1. Masalah mana yang harus diselesaikan lebih dahulu dan masalah mana yang
dapat diselesaikan kemudian.
2. Masalah yang merupakan tanggung jawab farmasis.
3. Masalah yang dapat diselesaaikan dengan cepat oleh farmasis.
4. Masalah yang dalam penyelesaiannya memerlukan bantuan dari tenega
kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain-lain).
2.2 Penyakit Pasien
Cedera adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan
adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak. Merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan
sebagian besar karena kecelakaan lalulintas. Adapun pembagian cidera kepala adalah:
Simple head injury
Commotio cerebri
Contusion cerebri
Laceratio cerebri
Basis cranii fracture
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala
berat.Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran,
sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus
dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada
saat pasien tiba di Rumah Sakit (6).
5
2.2.1 Cedera Kepala Ringan (6)
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia
retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,
pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
2.2.2 Patofisiologi (6)
Cedera kepala yang ringan Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat
besar dalam menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala.
Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak
langsung seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang otak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau
hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi : hiperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta
vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya peningkatan
tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar”
sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan hasil dengan lebih
6
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral
dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu : cedera
akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya, situasi yang terjadi
pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.
2.2.3 Gambaran Klinis (6)
Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio
Cerebri :
Skor GCS 13-15
Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
2.2.4 Diagnosis (6)
Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis, gejala-gejala klinis : Interval
lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi Pemeriksaan penunjang.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang (6)
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6
jam dari saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
5. Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
7
2.2.6 Terapi (6)
Perawatan selama 3-5 hari
Mobilisasi bertahap
Terapi simptomatik
Observasi tanda vital
8
BAB III
STUDI KASUS
3.1. Anamnesis
Pasien Tn Y datang ke UGD tanggal 11 April 2012 pada pukul 06.30 menceritakan
keluhan yang dirasakannya. Keluhan utama adalah kecelakaan lalu lintas (jatuh dari motor
kecelakaan tunggal) yang menyebabkan penglihatan pasien berkurang (kabur) keluar darah
dari hidung, benturan di wajah, terdapat luka di wajah, perut kiri sakit, seluruh badan terasa
nyeri, disertai mual kemudian muntah agak kehitaman.
Pemeriksaan tanda-tanda vital juga dilakukan seperti pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, suhu tubuh, pernafasan dan lain-lain seperti yang tertera dibawah ini :
I. Data Pengobatan
Identitas pasien
Nama : Tn Y
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 36 tahun
BB/TB : 71kg/170cm
Tanggal masuk : 11 April 2012
Data klinis
Pemeriksaan umum saat MRS:
Kesadaran : Sadar penuh (CM)
F. Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,50 C
Abdomen : Daftar lunak B - + tymari
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat penyakit keluarga : -
Berdasarkan anamnesis diatas dan pemeriksaan fisik yang dilakukan diagnosis
klinis untuk pasien adalah cidera kepala ringan, VL, multiple VE, contusio jaringan.
9
Tindakan awal :
HC : Dalam III
TT : Luar IV
Jahitan luka dalam dan luar berjumlah 7 (tujuh) jahitan.
3.2 Perkembangan Pasien (SOAP)
Pada saat datang di Rumah sakit, pasien masuk Unit Gawat Darurat (UGD, dan
diberikan obat-obatan untuk mengatasi kondisi kegawatannya, yaitu:
R/ Infus ringer laktat 20 tetes per menit
Injeksi Cefotaxime 2x1
Injeksi Ranitidin 2x1
Injeksi Transamin 3x500 mg
Injeksi Ondanstron 2x1
Injeksi Novalgin 3x1
Catatan perkembangan pasien dan instruksi yang diberikan dokter dapat dilihat
sebagai berikut:
Tanggal Subject ve
(S)
Objective
(O)
Assesment
(A)
Planning
(P)
11/04/201
2
Sakit Kepala
(+), Mual (+),
Muntah (+),
Sakit kepala
(+), Lengan
kiri tidak
dapat
diluruskan.
KU/Kas : ss/cm
TD: 120/80 mmHg
M: 78x/m
RR: 18x/m
Suhu : 36,5oC
Mata: CA -/-
S1 -/-
Rc +/+
THT: Tonsil / fasing
tengah
Darah : (-)
Ruam : vasialis
L : Tampak luka
lecet di R. Frontalis
Cedera
kepala
ringan +
VL +
multiple
VE +
contusio
jaringan
R/ Infus RL
20 tetes per menit
Inj Cefotaxim 1g
2x1
Inj Ranitidin 2x1
Inj Transamin
3 x 500 mg
Inj Ondansentron
2x1
Inj Novalgin 2x1
10
(+)
R. Zigomaticus, Dx
tampak luka robek
diatas alis kiri
tertutup kasa perban
membesar.
F : NT (+)
M : (-)
Thorax : BNP
vesiculer
Rh -/- wh -/-
Bj 1-11 Mur-mur (-)
Galub (+) gejass (-)
11/4/201
2
16.20
Sakit Kepala
(+), Mual (+),
Muntah (+),
Sakit kepala
(+), Lengan
kiri tidak
dapat
diluruskan
Nadi : 80 x /menit
RR : 20 x /menit
- Inj Transamin 3x1
Inj vit K 3x1
11/4/2012
18.40
dr
Sp. THT
- - - R/ Tampon
kapas
Adrenalin
10 menit
Flunarizin 1x1
Mertigo 3x1
12/4/2012
dr
Sp M
Mata kiri
kabur, mual
(-), muntah
(-), cidera
kepala ringan
(–) ssss
AV OD/OS > 2/60 R/Methyl Cobalt
2x1,
Vitrolenta ED
3x gtt 2,
Gentamisin ED3x1,
Paracetamol 3x1
11
12/4/2012
13.30
- - - R/ Tremenza 2x2
Metyl Pred 3x1
Ambroxol 3x1
Flunarizin 1x10 mg
Betahistin 3x1
15/4/2012
dr Sp THT
- - - THT sel, Obat
Habiskan
16/4/2012 Nyeri dada
kiri bawah
sudah
berkurang (-),
Sakit kepala
(+), terutama
saat posisi
berbaring →
duduk, mata
kiri buram,
nyeri (-),
pendengaran
kiri dan kanan
baik.
Ku/Kes = ss/cm
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.2 0C
R.Facialis
L : tampak luka
lecet dipelipis
kanan,di pipi
kanan,darah (-)
F : NT(-)
M :(-)
R. Frontalis
L : tampak luka
jahitan di atas alis
kiri tertutup kassa
perban
BU : Rembesan
F : NT (+)
M: (-)
R. Orbita dx exin
L : Pupil anisotop
RC +/±, S1 -/-,
eritem (+)
F : NT (-)
Cidera kepala
ringan sudah
membaik
multipke VE
VL, hipotoni
bulbi ovulisin,
contusio
jaringan sudah
membaik.
R/ IVFD :
RL 20 tetes/ menit
Cefotaxime 2x1 g
iv (hari ke-6)
diganti
Ciprofloxacin 500
mg 2x1
Ranitidin 2x1 iv →
stop
Transamin 3x1→
stop
Ondancentron 3x1
→ stop
Novalgin
3x1→stop
Methylcobalt 2x1
Vitamin k 3x1 →
stop
Tremenza 2x2
Methylprednisolon
3x1
Paracetamol 3x1
→ stop
diganti asam
mefenamat 3x1
stop
12
M : (-) Mertigo 3x1
Flunarizin 1x1,
Vicrolenta 3x2 tetes
Gentamycin zalf 3x1
17/4/2012 Mual (-),
Muntah (-),
cidera kepala
ringan (-)
Sudah
boleh
pulang
Habiskan infus,
R/ Ciprofloksacin
2x1 Asam
mefenamat 2x1
Methylcobalt 2x1
II. Hasil Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
11/04/2012
Darah :
Gula darah sewaktu 106,0 kal
Hemoglobin 16,0 g/dl 13,0-17,0 g/dl
Hematokrit 44,0 % 37,0-57,0 %
*Leukosit 15,8 µl
(Infeksi bakteri)
5,0-10,0 µl
Trombosit 207,0 µl 150,0-400,0 µl
Massa pembekuan 5 menit 2-6 menit
Masa perdarahan 3 menit 1-3 menit
11/04/2012 Thorax Jantung dan paru baik tak
tampak adanya fraktur
tulang-
13
Bahu dan siku Tidak tampak kelainan -
12/04/2012 CT Scan Normal -
13/04/2012 Rontgen Tidak tampak kelainan
tulang
-
III. Hasil Wawancara.
Kondisi pasien saat wawancara : Pasien dalam keadaan sadar.
Obat sebelum masuk rumah sakit :
1. Obat yang pernah diminum sebelum masuk rumah sakit : -
2. Alasan minum obat sebelum masuk rumah sakit : -
3. Sejak kapan minum obat : Sejak masuk rumah sakit.
4. Riwayat alergi obat : Tidak ada.
5. Riwayat alergi makanan : Tidak ada.
6. Kebiasaan merokok : Pasien merokok.
7. Kebiasaan minum alkohol :Pasien tidak minum alkohol.
8. Kebiasaan makan : Teratur.
9. Waktu tidur : Teratur.
Obat setelah masuk rumah sakit :
1. Kepatuhan minum obat : Pasien patuh minum obat
2. Hasil setelah minum obat : Keadaan pasien bertambah baik.
3. Efek samping/keluhan setelah minum obat : Tidak ada keluhan.
IV. Uraian Obat (7,8,9)
Obat-obat yang digunakan :
1. IVFD RL
*Komposisi :
14
Tiap liter mengandung :
Natrium laktat 3,10 g
Natrium korida 6,00 g
Kalium klorida 0,30 g
Kalsium klorida 0,20 g
Air untuk injeksi ad 1000 ml
*Indikasi : Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi.
*Efek samping : - Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutnya atau
cara pemberiannya, termasuk timbulnya panas, infeksi pada
tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebilitis yang
meluas dari tempat penyuntikan.
- Bila terjadi efek samping, pemakaian harus dihentikan dan
lakukan evaluasi terhadap penderita.
* Kontra indikasi : Hipenatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis
laktat.
* Dosis : Infus IV dosis sesuai dengan kondisi penderita.
2. Cefotaxime
* Komposisi : Cefotaxime 1 g
* Indikasi : Untuk infeksi dengan kuman gram negatif, profilaksis
* Efek samping : Menebabkan gangguan lambung usus (diare, mual, muntah
dll) dan nefrotoksisitas
* Kontra Indikasi : Wanita hamil dan menyusui
* Deskripsi : Golongan Sefalosforin generasi ketiga
* Dosis : Single dose 1 g
3. Ciprofloxacine
*Komposisi : Ciprofloxacine 500 mg
*Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profiaksis pada
bedah saluran cerna bagian atas. Pengunaannya termasuk untuk
15
infeksi saluran nafas (tapi bukan pneumonia pneumokokus),
saluran kemih, sistem pencernaan (termasuk demam tifoid) dan
gonorhoe serta septikemia oleh organise yang sensitif.
* Efek samping : Gangguan lambung usus seperti sakit perut, mual muntah,
anoreksia dan diare.
* Kontra Indikasi : Wanita hamil dan menyusui
* Deskripsi : Termasuk golongan kuinolon
*Dosis : Dewasa : Oral : infeksi saluran nafas, 250-750 mg dua kali
sehari (setiap 12 jam) IV (selama 30-60 menit), 200-400 mg
dua kali sehari (setiap 12 jam)
*Penyajian : Untuk tablet diminum sesudah makan.
4. Paracetamol
*Komposisi : Paracetamol 500mg
*Indikasi :Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak
tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi
rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan
sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah
vaksinasi.
* Efek samping : Hepatotoksik
*Kontra Indikasi : - Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-
fosfat dehidroganase.
Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan
fungsi hati.
*Deskripsi : - Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai
sifat antipiretik/analgesik
Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral.
Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa
nyeri ringan sampai sedang.
Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga
tindak digunakan sebagai antirematik.
16
*Dosis : - Dosis untuk orang dewasa 500 mg 3-4 kali sehari, Dosis
untuk anak umur 2,5 tahun 125 mg atau ¼ tablet 3 – 4 kali
sehari. Untuk anak umur 10 tahun 250 mg atau ½ tablet 3 – 4
kali sehari.
Sebaiknya untuk anak yang dibawah umur 6 tahun
menggunakan paracetamol sirup dengan dosis 1 sendok the
(120 mg/1 sendok the) 3 – 4 kali sehari. Tetapi jika panas
atau nyeri dan gejala lain sudah hilang hentikan
penggunaannya. Jadi diminum jika ada gejala saja.
*Penyajian : Diminum selesai makan.
5. Novalgin
* Komposisi : Metamizole Na
* Indikasi : Meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik dan sakit setelah
operasi
* Efek samping : Reaksi hipersensitivitas ; reaksi pada kulit misal kemerahan.
Agranulositosis
* Kontra Indikasi : Penderita hipersensitivitas terhadap Metamizole Na, wanita
hamil dan menyusui, penderita dengan tekanan darah sistolik ,
100 mmHg, bayi di bawah 3 bulan atau dengan berat badan
kurang dari 5 kg
* Dosis : 500 mg jika sakit timbul, berikutnya 500 mg tiap 6-8 jam,
maksimum 3 kali sehari, di berikan secara i.m atau i.v
* Penyajian : Diminum setelah makan
6. Asam Mefenamat
* Komposisi : Asam mefenamat
* Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan kondisi yang berhubungan ;
dismenore, dan menoragi
* Efek samping : Mengantuk, diare atau ruam kulit (hentikan pengobatan),
trobositopenia, anemia hemolitik, kejang pada overdosis.
* Kontra Indikasi : Dikontraindikasikan terutama pada peradangan usus besar
* Deskripsi : Asam mefenamat merupakan analgesik kelompok AINS tetapi
sifat anti inflamasinya rendah.
17
* Dosis : 500 mg 3 kali sehari.
* Penyajian : Diminum setelah makan
7. Tremenza
*Komposisi : Pseudoefedrin Hcl & Triprolidin Hcl
* Indikasi : Untuk meringankan gejala-gejala flu karena alergi pada saluran
pernafasan bagian atas yang memerlukan dekongestan nasal
dan antihistamin.
* Efek samping : - Mulut, hidung dan tenggorokan kering.
- Sedasi, pusing, gangguan koordinasi, tremor, insomnia,
halusinasi, tinitus.
- Antihistamin dapat menyebabkan pusing, rasa kantuk mulut
kering, penglihatan kabur, rasa letih, mual, sakit kepala atau
gelisah pada beberapa penderita.
* Kontra Indikasi : - Jangan digunakan untuk penyakit saluran nafas bagian
bawah termasuk asma.
- Hipersensitivitas terhadap obat ini.
- Pada penderita dengan gejala hipertensi, glaukoma, diabetes,
penyakit arteri koroner dan pada terapi dengan penghambat
monoamin oksidase.
* Deskripsi : - Tremenza merupakan kombinasi antara Pseudoefedrin suatu
dekongestan nasal dan Triprolidin suatu antihistamin.
- Senyawa ini juga untuk sementara mengurangi pembengkakan
karena inflamasi pada membran mukosa sehingga
melancarkan jalan nafas pada hidung.
*Interaksi obat : Penggunaan bersama dengan furazolidon dan penghambat
monoamin oksidase dapat menaikkan efek alfa-adrenergik dari
simpatomimetik, seperti sakit kepala, krisis hipertensi.
* Dosis : Dewasa: 1 tablet atau 10 ml, 3-4 kali sehari.
Anak-anak: 6-12 tahun: ½ tablet atau 5 ml, 3-4 kali sehari.
2-5 tahun: 2,5 ml, 3-4 kali sehari.
* Penyajian : Diminum sesudah makan.
18
8. Flunarizin
* Komposisi : Flunarizin 5 mg, 10 mg
* Indikasi : Mencegah migren, pengobatan dan pencegahan gangguan
vestibular akibat gangguan peredaran darah serebral dan
perifer misalnya, pusing, tinitus, vertigo; sulit berkonsentrasi
dan bingung; gangguan daya ingat, iritabilitas, gangguan
irama tidur; kejang sewaktu berjalan atau berbaring,
parestesia, ekstremitas dingin dan gangguan tropik. Selama
pengobatan dengan Flunarizin bila perlu disertai diet, tidak
merokok dan latihan jalan.
* Efek samping : Depresi, gejala ekstrapiramidal
* Kontra Indikasi : -
* Dosis : Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 10 mg/hari tetapi
pengurangan dosis hingga 5 mg/hari dapat mengurangi efek
samping yang timbul.
* Penyajian : Sebaiknya diberikan sekali sehari pada malam hari untuk
mengantisipasi efek ngantuk.
9. Ambroxol
* Komposisi : Ambroxol
* Indikasi :
Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya pada
eksaserbasi bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma bronkial.
* Efek samping :
Reaksi intoleran, reaksi alergi, reaksi pada kulit, pembengkakan wajah, dispnea,
demam.
* Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap ambroksol
* Deskripsi :Ambroksol merupakan mukolitik yang membantu ekspektorasi
dengan mengurangi viskositas sputum.
* Dosis : Dewasa : kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg. Dewasa
dan anak diatas 12 tahun: 1 tablet (30 mg) 2-3 kali sehari; Anak
6-12 tahun: ½ tablet 2-3 kali sehari.
* Penyajian : diminum sesudah makan.
19
10. Methyl Prednison
* Komposisi : Methyl Prednisolon
* Indikasi : supresi inflamasi dan gangguan alergi, udema serebral
dihubungkan dengan keganasan, penyakit rematik dan kulit.
* Efek samping : efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung,
abdominal distention, pankreatitis akut, ulserasi esophagel dan
kandidiasis, osteoporosis, patah tulang dan tulang belakang,
haid tidak teratus, amenore, dan lain-lain.
* Kontra Indikasi : infeksi siskemik (kecuali kalau diberikan pengobatan
microbial spesifik), hindari pemberian vaksin virus hidup pada
pemberian dosis imunosupresif (respon serum antibody
berkurang).
* Dosis : Oral: umum 2-40 mg/hari.
Injeksi Intra Muskular atau Injeksi Intra Vena lambat atau
Infus: awal 10-500 mg; reaksi penolakan pencangkokan sampai
1 g/hari melalui infus intravena selama 3 hari.
11. Mertigo
* Komposisi : Betahistin Dihidroklorida
* Indikasi : Digunakan untuk terapi vertigo,tinitus dan kehilangan
pendengaran terkait dengan penyakit Meniere.
* Efek samping : gangguan saluran cerna, sakit kepala, ruam kulit dan pruritus.
* Kontra Indikasi : Paeokromositoma, hipersensitivitas komponen obat,
kehamilan dan menyusui.
* Deskripsi : Betahistin adalah suatu analog histamin dan di klaim
mengurangi tekanan endolimfatik dengan cara memperbaiki
mikrosirkulasi.
* Dosis : Dosis awal 16 mg, 3 x sehari.
Dewasa : 24-48 mg per hari dalam 3 dosis terbagi.
* Penyajian : Lebih baik diminum bersama makanan.
12. Transamin injeksi
20
* Komposisi : Asam Traneksamat
* Indikasi : Untuk mencegah pendarahan (misal pada prostatektomi dan
cabut gigi pada hemofilia), fibrinolisis lokal, dan terutama
dapat bermanfaat pada menoragia.
* Efek samping : mual muntah, diare, pusing pada injeksi intravena cepat.
* Kontra Indikasi : Pasien dengan riwayat penyakit tromboembolik, penderita
yang hipersensitif terhadap salah satu komponen ini.
* Deskripsi :- Asam traneksamat merupakan sediaan dari asam traneksamat
dengan bentuk kapsul yang mengandung asam traneksamat 250
mg, tablet salut selaput yang mengandung asam traneksamat
500 mg dan injeksi yang mengandung asam traneksamat 50
mg/ml dan 100 mg/ml.
- melarutnya fibrin dapat diganggu oleh pemberian asam
traneksamat yang menghambat fibrinolisis.
* Dosis : Injeksi: Dewasa: 250-50 mg/hari dalam dosis terbagi melalui
injeksi IV secara lambat/IM. fibrinolisis lokal : dosis standar
yang direkomendasikan adalah 500 mg- 1000 mg injeksi IV
secara lambat (1 ml/menit) 3 kali sehari. Pada orang tua, tidak
perlu pengurangan dosis kecuali jika ada tanda kegagalan
ginjal.
13. Vitamin K
* Komposisi : vitamin K
* Indikasi : untuk produksi faktor pembeku darah dan berbagai protein
yang diperlukan untuk kalsifikasi tulang yang normal.
* Kontra Indikasi : Karena vit K larut dalam lemak, penderita dengan
malabsorpsi lemak, khususnya bila ada obstruksi bilier atau
penyakit hati, bisa mengalami defisiensi.
* Dosis : Pemberian oral untuk pencegahan defisiansi vit K pada
sindrom malabsorbsi, sediaan larut air, menadiol natrium
fosfat harus digunakan; dosis biasanya sekitar 10 mg tiap hari.
14. Methyl Cobalt
21
* Komposisi : Methyl cobalt
* Indikasi : Penyakit saraf tepi.
* Efek samping : Jarang (mual, diare, ruam kulit, kehilangan nafsu makan,
nyeri & pengerasan pada tempat penyuntikan, sakit kepala,
berkeringat, demam).
* Kontra Indikasi : -
* Dosis : 3 kali sehari 500 µg.
* Penyajian : Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
15. Vitrolenta eye drop
* Komposisi : Potasium Iodida 5 mg dan Sodium Iodida 10 mg
* Indikasi :
Kekeruhan dan pendarahan pada vitreous body dikarenakan segala penyebabnya
(usia myopia, hypertonia, diabetes, periphlebitis), kekeruhan pada lensa sebagai
gejala awal katarak senilis.
* Efek samping :
Rasa terbakar atau iritasi dapat terjadi beberapa saat setelah obat diteteskan,
kadang-kadang terjadi peningkatan aliran air mata
* Kontra Indikasi :
- Hipersensitiv terhadap kandungan obat ini
- Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap iodine (iodism)
- Pasien yang memiliki gangguan fungsi tyroid
* Deskripsi :
Penggunaan sistemik sebagaimana juga penggunaan topikal iodida dapat
mengaktifkan/merangsang metabolisme dan terkadang juga berfungsi untuk
mencegah pengeruhan vitreous body.
16. Gentamisin
* Komposisi : Gentamisin
22
* Indikasi : Sebagai terapi tambahan pada peningkatan tekanan intra okular
pada pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut
lebar.
* Efek samping : Pandangan kabur, rasa yang tidak biasa seperti pahit, kecut;
lebih jarang terjadi; dermatitis, mata kering, sakit kepala,
hiperemia, okular discharge, ketidaknyamanan okular, nyeri
okular, dan rinitis.
* Kontra Indikasi : Hipersensitifitas terhadap komponen obat.
* Dosis : Gentamicin tetes mata 0,3%.
* Penyajian : Satu tetes pada mata yang sakit, tiga kali sehari. Gunakan
berselang minimal 10 menit dari penggunaan obat penurun
tekanan okular yang lain.
17. Ondansentron
* Komposisi : Tiap 4 ml injeksi mengandung ondansetron hydrochloride
setara dengan 8 mg ondansetron.
* Indikasi : Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan
radioterapi serta operasi.
*Dosis : Pencegahan mual dan muntah pasca bedah:
4 mg/i.m. sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan.
Pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi.
* Deskripsi : Ondansetron suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja
secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun
mengatasi mual dan muntah akibat pengobatan dengan
sitostatika dan radioterapi.
* Efek samping : Sakit kepala, konstipasi, rasa panas pada kepala, dan
epigastrum, sedasi dan diare
*Kontra indikasi : Penderita hipersensitif ondansentron
* Penyajian : Sebaiknya diminum sebelum makan.
18. Ranitidine injeksi
*Komposisi : Injeksi Tiap ml mengandung Ranitidin HCI yang setara
dengan 25 mg Ranitidin.
23
*Farmakologi : Ranitidin, suatu penghambat aktivitas histamin yang
kompetitif dan reversible pa -da reseptor- H2 histamin,
termasuk reseptor pada sel-sel lambung dan bukan suatu zat
antikolinergik, Ranitidin bekerja dengan cara menghambat
sekresi asam lambung basal dan nokturnal melalui
penghambatan kompetitif terhadap kerja histamin pada reseptor
- H2 histamin di sel-sel parietal. Ranitidin juga menghambat
sekresi asam lambung yang dirangsang oieh makanan, betazole,
pentagas-trln, kofein, insulin dan refleks vagal fisiologis. Efek
penghambatan terhadap histamin bersifat kompetitif,
sedangkan terhadap pentagastrin bersifat non-kompetitif.
Kadar puncak dalam darah setelah pemakaian oral, tercapal
dalam 1 - 2 jam dan tidak dipengaruhi oleh adanya makanan.
*Indikasi :
Pencegahan dan pengobatan tukak duodenum. Ditujukan
untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum akut dan
tukak lambung aktif yang ringan.
Ranitidine juga diindikasikan untuk mencegah kam-buhnya
tukak duodenum.
Pengobatan keadaan hipersekresi lambung yang patologis,
misalnya sindroma Zollinger-Ellison dan "systemic
mastocytosis".
Pengobatan pendarahan pada saluran pencerna -an karena
tukak lambung, tukak duodenum atau hemorrhagic gastritis.
Digunakan sebelum induksi anestesi sebagai pencegahan
terhadap " acid aspiration pneumonltis".
*Kontra-Indikasi : Hipersensitivitas terhadap Ranitidin.
*Efek Samping :
Saraf pusat : jarang terjadi malaise, sakit kepatarpustng,
menganTukriaTT-vertigo. Kasus yang jarang, termasuk
gangguan,mental reversibel, agitasi, depresi dan halusinasi
diiaporkan jarang terjadi terutama pado pende-rita usia lanjut dan
penderita yang sangat parah,
24
Kardiovaskular : bradikardia
Saluran pencernaan : konstipasi, diare, nausea / vomiting, nyeri
perut.
Hati : kadang-kadang hepatitis reversibel (hepatocellular, hepa-
tocanalicular atau keduanya) dengan atau tanpa jaundice.
Hematologi : dapat terjadi penurunan jumlah sel darah putth dan
plate -let (pada beberapa penderita).
Reaksi hipersensitivitas : urtikaria," angioneuroticedema",
bronkospasma hipo-tensi, eosinofilia, ruam, demam. anafilaktik.
Endokrin : pada dosis lazim kadang-kadang menimbulkan
bingung, ginekomastia, hiperprolaktinemia, gangguan seksual
(impotensi, kehilangan libido) Dapat terjadi peningkatan sementara
kadar serum transaminase dan Gamma GT serta sedikit
peningkatan kadar kreatinin serum (pada beberapa penderita)
*Perhatian Khusus Injeksi :
Pemberian H2 - antagonis dengan dbsis lebih ddri yang dianjurkan
dan lebih dari 5 hari, dan meningkatkan nilai SGPT orang normal.
Pada penderita gangguan ginjal, hams dilakukan pengurangan
dosis.
Kecepatan pemberian secara iv. dapat beresiko induksi bradikardia
pada pasien dengan'faktor pre-disposisi terjadinya aritmia jantung.
*Interaksi Obat : Dengan diazepam, metoprolol, lignokain, fenitoin,
propanolol, teofilin, warfarin, midazolam, fentanyl, nifedipin.
*Dosis Injeksi :
Harus diberikan secara perlahan-lahan (-2'menit)
Dewasa: Intramuskular: 50mg/2ml, setiap 6-8 jam, tanpa
pengenceran.
3.4 Identifikasi Drug Related Problem
Identifikasi DRP yang kemungkinan dapat terjadi pada pasien Tn Y selama menjalani perawatan di rumah sakit dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel identifikasi DRP selama pengobatan pasien di Rumah sakit.
25
No Jenis DRP Nama Obat Permasalahan
1. Penggunaan obat tanpa indikasi
Ambroksol dan Tremenza
Penggunaan Ambroksol dan Tremenza
untuk pasien tidak didasarkan dengan
adanya gejala klinis secara jelas, hal ini
disebabkan karena dalam rekam medis
tidak terdokumentasi adanya keluhan
yang berkaitan dengan efek penggunaan
obat tersebut (batuk pilek).
2. Pemberian obat yang tidak tepat
Novalgin dengan Parasetamol
Dalam pemakaian obat pada hari yang
sama diberikan obat yang memiliki efek
dan indikasi yang sama sehingga
penggunan obat tersebut kurang tepat,
karena penggunaannya dianggap
berlebihan atau over lapping.
3. Pemberian obat terjadi interaksi obat
1. Vitamik K dengan Transamin
2. Novalgin dengan Antikoagulan
Vitamin K dengan Asam Traneksamat
(Transamin) dapat menyebabkan
interaksi obat yang diinginkan dimana
kombinasi keduanya dapat
mempercepat antikoagulan berikatan
dengan reseptor. Sedangkan Novalgin
dengan antikoagulan dapat
menyebabkan menurunnya efek dari
antikoagulan
4. Ketidakpatuhan atau tidak mendapat obat menerima pengobatan
Cefotaxim 1 gr injeksiVitamin KFlunarizinMertigoAdrenalinRanitidine InjTransamin InjInj OndansentronNovalgin InjTremenzaAmbroxolMetil Prednison
Pemberian obat yang tidak sesuai
dengan aturan pakai (adanya jadwal
kosong atau tidak diberikan obat)
menyebabkan pasien tidak menerima
obat sehingga dikategorikan dalam
ketidakpatuhan pemakaian obat.
26
4mgMetil CobaltParacetamol
BAB IV
PEMBAHASAN
Drug related problems (DRP) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang
berkaitan dengan obat yang nyata atau berpotensi terjadi yang dapat mempengaruhi efek
terapi yang diharapkan. DRP dan pelayanan kefarmasian berkaitan satu sama lain. Pelayanan
kefarmasian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (10). Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
27
berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (11). Fungsi pelayanan kefarmasian adalah
mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP) baik yang nyata
maupun potensial, mengatasi DRP yang nyata dan mencegah DRP yang berpotensi dapat
mengurangi hasil terapi yang diharapkan, karena pelayanan kefarmasian berorientasi pada
pasien adalah prioritas utama dari pelayanan kesehatan (10,11). Analisis terhadap penggunaan
obat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak DRP yang terjadi terhadap pasien. Hasil
analisis menunjukkan adanya kejadian DRP dalam pengobatan pasien.
Pada saat pasien pertama datang ke UGD pasien mengalami kecelakaan dengan
keluhan mual,muntah (berwarna kecoklatan) dan nyeri dibagian perut sebelah kiri.
Berdasarakan anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter mendiagnosa cedera kepala ringan.
Setiap hari selama perawatan pasien terus dipantau kesehatannya dengan adanya
daftar perembangan pasien (SOAP) hal ini digunakan untuk mengetahui kemajuan kesehatan
pasien selama menjalani perawatan. Berdasarkan diagnose pasien diberikan obat secara oral
sebanyak 10 jenis dan 7 obat injeksi, banyaknya obat yang diberikan keoada pasien selama
perawatan memungkin terjadinya masalah yang berkaitan dengan obat (DRP).
Analisis terhadap penggunaan obat dialakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
DRP yang terjadi pada pasien. Hasil analisis menunjukaan adanya kejadian DRP dalam
pengobatan pasien. masalah yang terjadi meliputi : penggunaan obat tanpa indikasi, dosis
subterapi, pemberian obat yang tidak tepat, pasien tidak mendapat obat.
4.1 Penggunaan obat tanpa indikasi
Penggunaan Tremenza dan Ambroksol tidak perlu dilakukan karena dalam rekam medis
tidak terdokumentasi. Pasien tidak memiliki keluhan flu, pilek ataupun batuk jika pasien
mengeluhkan penyakit tersebut seharusnya tercatat pada rekam medis pasien, sehingga
indikasi Tremenza dan Ambroksol masih dipertanyakan untuk pasien ini. Pemberian obat
tanpa indikasi yang jelas tidak boleh dilakukan untuk menghindari masalah berkaitan dengan
pemakaian obat yang terlalu banyak (polifarmasi) dan menghindari terjadinya interaksi obat,
dan menghindari terjadinya DRP.
4.2 Pemberian obat yang tidak tepat
28
Nyeri perut yang dialami pasien ditangani dokter dengan cara memberikan obat-obatan
yang mengatasi nyerinya yaitu Novalgin 500 mg Inj dan Parasetamol 500 mg. Pemberian
kombinasi obat tersebut dinilai kurang tepat, meskipun kegunaannya sama dan mekanisme
kerja obat berbeda, akan tetapi penggunaanya dianggap berlebihan atau over lapping.
Novalgin Inj maupun Paracetamol diberikan secara bersama-sama, berfungsi sebagai
analgetik-antipiretik dianggap berlebihan sehigga sebaiknya dipakai salah satu saja, karena
pasien tidak mengalami demam dengan hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien yaitu 36,5 0C.
pasien mengalami nyeri yang hebat cukup jika diberikan Novalgin injeksi. Dari mekanisme
kerja terlihat apabila terjadi kombinasi antara Parasetamol dan Novalgin 500 mg Injeksi,
terjadi tumpang tidih kerja obat, yaitu keduanya berkerja pada reseptor nyeri namun berbeda
tempat kerja. Hal ini tentunya kurang efektif bagi pengobatan, karena efek Novalgin lebih
kuat dari Parasetamol sehingga penggunaan parasetamol dianggap tidak perlu.
4.3 Penggunaan Obat Terjadi Interaksi Obat
Transamin Injeksi dan Vitamin K Injeksi diberikan bertujuan untuk menghentikan
pendarahan pasien, kedua obat dikombinasi dapat terjadi interaksi obat di mana pemberian
antikoagulan bersamaan dengan obat yang bersifat asam dapat mempercepat atau
meningkatkan obat berikatan dengan reseptor sehingga efek terapi terjadi meningkat.
Novalgin bila diberikan secara bersamaan dengan antikoagulan dapat menyebabkan efek dari
antikoagulan menurun. Untuk mengatasinya pemberian kedua obat tersebut diberi jarak atau
waktu pemakaian, agar diperoleh efek atau khasiat yang diinginkan. Banyaknya penggunaan
obat tersebut dapat menyebabkan peningkatan efek samping obat atau interaksi obat sehingga
menimbukan masalah baru.
4.4 Ketidakpatuhan atau kegagalan menerima pengobatan.
Kegagalan menerima obat karena ketidakpatuhan dengan meminum obat tidak sesuai
jadwal yag ditetapkan akan memperpanjang waktu perawatan sehingga berdampak pada
peningkan morbiditas dan biaya pengobatan pasien. Oleh karena itu, seharusnya obat
diminum sesuai regimen dosis yang telah ditetapkan secara teratur. Rekomendasi jadwal
pemberian obat untuk tuan Y disesuaikan dengan aturan pakainya, jika pasien diberikan obat
dengan aturan pakai 2xsehari, maka obat seharusnya diminum tiap 12 jam sekali dalam satu
hari. Bila diberikan obat dengan aturan pakai 3xsehari, seharusnya obat diberikan tiap 8 jam
sekali atau bila diberikan obat dengan aturan pakai 4xsehari, maka obat diberikan 6 jam
sekali, obat-obat yang diberikan sebelum makan, saat makan ataupun sesudah makan harus
29
diberikan sesuai aturan tersebut. Aturan pemakaian obat seperti ini bertujuan agar obat dapat
bekerja dan memberikan efek terapi dengan baik dan efektif, bila pemakaian obat tidak
teratur maka akan memperburuk atau menyebabkan kuman atau bakteri menjadi resisten
terhadap obat yang diberikan.
Berbagai macam masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat pada pasien
disebabkan oleh beberapa faktor yang berkontribusi, yaitu : keadaan/kondisi sumber daya
manusia IFRS (Instalasi farmasi rumah sakit), sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap
yang tidak sesuai, pelayanan farmasi klinik belum diterapkan, cara dispensing obat yang baik
tidak diterapkan, kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat
tidak memadai, pelaksanaan sistem formularium, dan pengadaan formularium yang belum
memadai, panitia farmasi dan terapi yang belum diberdayakan, untuk melaksanakan
pelayanan IFRS belum memadai, dan pengetahuan pasien dan profesional tenaga kesehatan
kesehatan tentang obat yang kurang atau tidak memadai. Sehingga menyebabkan salah
pemilihan atau pemberian dosis yang tidak tepat bagi pasien tertentu selain itu dengan
kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan menyebabkan kurangnya informasi obat yang
diperlukan.
Ada berbagai upaya Apoteker dalam pencegahan kesalahan obat yang sebenarnya telah
melekat pada praktek kefarmasian di rumah sakit, yaitu pelaksanaan penggunaan apoteker
sepenuhnya dalam bidang dispensing dan ruang perawatan pasien, pelaksanaan sistem
distribusi obat yang tidak tepat untuk pasien rawat inap, pelaksaan tanggung jawab IFRS
sepenuhnya dalam pengelolaan obat di rumah sakit, pemenuhan standar minimal IFRS,
penerapan sistem menejemen mutu menyeluruh dalam IFRS, pelaksanaan pelayanan farmasi
klinik yang langsung, dan pelaksanaan farmasi klinik yang tidak langsung.
Upaya perawat dalam pencegahan kesalahan obat, terutama difokuskan pada waktu
pemberiaan obat kepada pasien. Ada “sembilan tepat” yang perlu dilaksanakan perawat
sewaktu pemberiaan obat kepada pasien rawat inap, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat dosis,
tepat rute pemberian, tepat waktu dan hari, tepat teknik, tepat pendekatan, tepat informasi,
dan tepat pemantauan. Pengamatan DRP ini memiliki keterbatasan karena sifatnya
retrospektif, yaitu memakai data di masa lampau. Data yang dipergunakan adalah rekam
medis pasien. Data dapat dengan mudah didapatkan, namun bersifat terbatas karena kondisi
pasien yang sebenarnya tidak bisa diamati dan data hanya didapatkan dari informasi tertulis
di rekam medis tersebut. Obat-obat yang diberikan dokter kepada pasien memiliki suatu
interaksi ataupun suatu DRP, hanya saja seluruh efek samping yang ditimbulkan dapat
30
dihindari dengan cara pemberian obat atau resep diatur dan diberikan sesuai waktu yang telah
diberikan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Drug Related Problem (DRP) ditemukan dalam kasus Cedera Kepala Ringan (CKR) pada
Seorang pasien Tn Y berumur 36 tahun yang dirawat di instalasi rawat inap Ruang
Bougenville (B-3) RS. Marinir Cilandak.
2. DRP yang ditemukan adalah karena tidak adanya indikasi, obat yang tidak tepat, interaksi
obat dan efek samping obat.
31
3. Penyelesaian yang dapat diberikan adalah diberikan obat yang sesuai dengan regimennya,
obat-obat diberikan dengan mengatur jarak pemberian.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisa DRP dan penjelasan DRP secara rutin yang dikomunikasikan
dengan tim medis yang ada di RS. Marinir Cilandak. Apoteker perlu berinteraksi langsung
dengan dokter memberi resep kepada pasien.
2. Perlu dilakuakan pelatihan untuk Apoteker dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi dalam mengatasi masalah-masalah terkait DRP.
3. Perlu dibuat suatu sistem informasi DRP sebagai suatu bentuk pencatatan DRP, sehingga
obat-obat yang menimbulkan DRP dapat dicegah dan berhati-hati untuk diberikan kepada
pasien.
4. Pengamatan DRP sebaiknya dilakukan secara prosfektif agar dapat memberikan langsung
rekomendasi apoteker kepada pasien.